MISTERI SANG BAYI (Part 3)
JEJAKMISTERI - Kulihat seorang gadis menangis di hadapan dua sosok jenazah. Dia nampak begitu sedih. Sepertinya jenazah itu adalah jasad kedua orang tuanya. Kondisinya begitu mengenaskan, seperti orang kena teluh.
Kemudian gadis itu pergi menemui seorang nenek tua yang langsung membawanya ke dalam sebuah hutan.
Dalam hutan itu sang gadis bersemedi, terlihat kesungguhan dan tekad yang kuat terpancar dari wajahnya.
Sampai pada akhirnya, muncul sesosok iblis, namun menjelma dalam bentuk manusia yang sangat gagah dan tampan.
Dia menawarkan sebuah perjanjian dengan sang gadis, dan gadis itu pun menyanggupinya, dendam telah menguasai hatinya.
Kemudian mereka berdua melakukan hubungan terlarang, yang merupakan syarat dari sang iblis.
Dan pada akhirnya, berkat bantuan iblis itu, sang gadis mampu membalaskan rasa dendamnya, namun itu semua hanyalah awal dari sebuah bencana...
Sang gadis akhirnya mengandung janin haram dari sang Iblis yang telah pergi meninggalkannya.
Karena sesungguhnya, semua itu hanyalah tipu daya sang iblis yang sejatinya cuma ingin mengumbar hawa nafsu.
Tapi kesengsaraan sang gadis tak hanya sampai di situ...
Janinnya yang berasal dari benih sang iblis, ternyata menjadi buruan dari para manusia penganut ilmu hitam, karena darahnya diyakini memiliki kekuatan supranatural yang sangat besar dan kuat.
Akhirnya gadis itu hidup dalam pelarian. Dia selalu diburu manusia-manusia durjana yang ingin memiliki bayi yang dikandungnya.
Gadis itu sempat ingin menggugurkan sang janin, namun semua usahanya dia urungkan, karena dengan sangat ajaib, perutnya cepat membesar hanya dalam hitungan minggu!
Kemudian bayi itu pun lahir...
Dalam keadaan yang takut, bingung dan juga khawatir, akhirnya sang gadis meninggalkan bayinya di padepokan Karang Sewu.
Sepertinya gadis itu percaya, ki Heru Cokro dan padepokannya akan mampu melindungi putranya agar tak jatuh ke tangan para manusia sesat yang haus akan kekuatan hitam...
Dan pada akhirnya, gadis itu tewas menceburkan diri dari tebing karang, hilang disapu ombak yang ganas.
Sangat memilukan...
Aku tercekat, rentetan peristiwa yang baru saja ku lihat, begitu mengaduk perasaan dan juga emosi. Aku dapat merasakan kepiluan, dendam, rasa takut, dan juga putus asa yang dialami gadis itu.
Dan setelah semuanya berakhir, aku kembali membuka mata. Kulihat Mayang Kemuning masih ada di hadapanku.
"Sekarang kamu sudah tau siapa sebenarnya anak ini. Ketahuilah, para manusia yang memburunya, kini sudah tau keberadaannya di sini, kamu dan pamanmu harus hati-hati." Jelas Mayang Kemuning panjang lebar.
Aku cuma bisa mengangguk. Langsung kusampaikan semua hal itu kepada Ki Heru Cokro. Dan Ki Heru Cokro pun langsung terdiam. Dia nampak berpikir keras.
"Masya Allah.. Jadi begitu ceritanya. Tragis sekali. Baiklah, biar bagaimanapun, kita harus melindungi anak ini. Kalau memang benar apa yang dikatakan Mayang Kemuning tadi, ada baiknya kita segera siap-siap."
***
Namun mendadak anak itu menangis keras. Kami sempat kebingungan. Lalu Ki Heru Cokro memintaku untuk segera memanggil Arum.
"Astaga! Kenapa nangis?"
Arum segera menghampiri anak itu dan langsung menggendongnya. Tapi tangisannya tak juga berhenti sambil terus menunjuk-nunjuk ke arahku. Kenapa begitu?
"Sepertinya anak ini lapar. Mas Yudha bisa tolong gendong sebentar? Saya mau buatkan makanan untuk dia. Ini sepertinya dia minta digendong sama mas Yudha. Mungkin dia pikir mas Yudha ini bapaknya." Ucap Arum entah serius atau bercanda.
Aku tak mampu menolaknya saat Arum menyerahkan anak itu kepadaku sambil kembali berkelakar..
"Nak, kamu ikut bapak dulu ya? Ibu mau buatkan makanan sebentar." Ucapnya lalu mengusap-usap kepala anak itu sambil melirik penuh arti ke arahku lalu berbalik pergi.
Aku cuma tersenyum. Ki Heru Cokro pun juga ikut tersenyum. Namun senyumanku seketika hilang begitu menyadari kalau Mayang Kemuning sejak tadi masih ada di situ dan melihat semua adegan tadi!
Astaga! Bisa perang ini!
Benar saja. Gadis gaib calon istriku itu langsung pasang wajah super cemberut. Matanya tak lepas terus menatap sinis ke arah Arum yang melangkah kian menjauh.
Tapi dalam hati aku jadi sedikit bersyukur. Kalau ini terjadi di tempat lain, mungkin aku sudah habis diunyeng-unyeng.
Terlihat jelas dari wajah Mayang Kemuning yang nampak begitu geregetan dan kini beralih menatap tajam ke arahku. Tapi aku berpura-pura saja tak melihatnya.
"Paman, itu tadi siapa?" Tanya Mayang Kemuning pada Ki Heru Cokro memulai penyelidikannya.
"Itu Arum. Dia anak yatim piatu yang sejak kecil sudah tinggal di sini. Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa paman. Dia cantik ya?" Balas Mayang Kemuning sambil kembali melirik ke arahku yang sejak tadi sengaja terlihat sibuk menimang-nimang si bayi.
Ki Heru Cokro cuma tersenyum. Entah dia paham atau tidak dengan situasi genting ini. Tapi akhirnya Mayang Kemuning pamit undur diri.
"Maaf paman, kalau tak ada lagi hal lain, saya hendak pamit dulu." Ucap Mayang Kemuning dengan nada suara sedikit bergetar menahan emosi.
Ki Heru Cokro langsung tersenyum, "Baiklah nak. Terima kasih atas bantuanmu. Sampaikan salamku pada ibumu."
Mayang Kemuning pun menghilang pergi, membuatku jadi bernafas lega. Asal tau saja, lebih baik aku menghadapi puluhan siluman setan belang daripada harus menghadapi Mayang Kemuning yang ngamuk tak karuan. Nggak ada obatnya!
"Paman, anak ini sudah tumbuh besar, apa tidak sebaiknya dia kita beri nama?" Saranku pada Ki Heru Cokro yang langsung manggut-manggut tanda setuju.
"Betul. Kalau begitu, kita beri nama dia Panji. Bagaimana?" Ki Heru kembali minta pendapatku.
"Panji? Wah bagus sekali paman. Sepertinya cocok dengan anak ini." Aku menatap anak itu yang terus diam dalam gendonganku.
Tak lama kemudian, Arum datang kembali sambil membawa semangkuk bubur. Dia nampak senang melihat anak itu terlihat tenang dalam gendonganku.
"Eh, anteng banget digendong sama bapak? Nih, ibu sudah bawa makanan buat kamu." Ucap Arum.
"Namanya Panji. Paman yang memberinya nama itu." Aku menyahut sambil menyerahkan Panji kepada Arum, sambil memperhatikan sekeliling takut kalau-kalau ternyata Mayang Kemuning belum benar-benar pergi.
"Panji? Wah gagah banget namanya! Cocok sekali!" Balas Arum sambil mulai menyuapi Panji yang langsung lahap memakan bubur yang diberikan kepadanya.
"Paman, Panji saya bawa kembali ke kamar ya? Biar bisa makan sambil main." Pinta Arum.
"Silahkan saja. Sepertinya dia lapar sekali." Balas Ki Heru Cokro.
***
Dalam beberapa hari, Panji terus ada dalam pengawasan kami. Anak itu terus tumbuh kian besar dan tak lazim. Bayangkan saja, hanya dalam waktu seminggu lebih, tubuhnya kini sudah sebesar anak seusia 3 tahun!
Luar biasa...
Namun kini mulai ada yang aneh dari fisiknya. Sekujur tubuh anak itu kini ditumbuhi rambut-rambut halus, bahkan sampai bagian wajahnya. Nampak juga tumbuh sepasang taring kecil yang tersembul di kedua sudut bibirnya.
Hingga pada suatu malam, suasana terasa begitu lain. Aku merasakan ada hawa gaib yang begitu besar muncul di sekeliling area padepokan. Ki Heru Cokro yang juga ikut merasakannya, langsung memintaku untuk waspada.
Dan benar saja. Lepas tengah malam, mendadak terdengar suara menggeram yang begitu keras menggema seantero padepokan!
Para murid langsung ketakutan! Ki Heru Cokro meminta mereka untuk masuk ke dalam kamar masing-masing dan melarang mereka untuk keluar.
Aku segera menuju halaman depan dengan sikap penuh waspada. Disusul Ki Heru Cokro yang kini telah berdiri tepat di sampingku.
Lalu tiba-tiba...
GROAAAAH !!
Dari balik kegelapan, muncul begitu banyak Genderuwo dengan berbagai rupa dan ukuran!
Mereka berbondong-bondong mendekat dan langsung mencoba menerobos masuk ke area padepokan!
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya