Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MISTERI SANG BAYI (Part 2)


JEJAKMISTERI - "Subhanallaaah..."
Ki Heru Cokro geleng-geleng kepala sambil terus menatap anak itu. Aku dan yang lainnya pun ikut heran.

Bagaimana mungkin bayi yang sepertinya baru berusia beberapa hari itu, bisa tumbuh besar hanya dalam waktu yang singkat? Sulit dipercaya.

"Arum, kamu harus hati-hati dengan anak ini. Dia bukan anak sembarangan. Aku sudah minta Yudha untuk membantumu menjaganya. Untuk sementara waktu, kita tetap akan merawatnya. Berikan dia makanan atau susu sesuai dengan usianya saat ini."

"Baik Ki. Sampai saat ini, selain kondisi pertumbuhannya yang aneh, tak ada hal lain yang perlu dikhawatirkan." Arum coba menjelaskan.

Ki Heru pun pamit pergi bersama murid yang lain. Aku masih tetap tinggal sambil terus memandangi anak itu. Siapa dia? Siapa orang tuanya? Ki Heru benar, aku bisa merasakan energi jahat yang terpancar dari anak itu.

"Mas Yudha? Kok malah bengong?" Tiba-tiba Arum menyapa yang langsung membuatku sedikit kaget.

"Eh, nggak kok. Cuma heran aja. Kok bisa dia tumbuh secepat itu? Anak siapa ini? Kenapa dia ditinggalkan di sini?"

Arum cuma bisa menggeleng sambil mengangkat bahu. Namun tiba-tiba anak itu menangis. Arum segera menghampiri dan langsung menggendongnya.

"Maaf mas, sepertinya anak ini haus. Padahal belum lama dia minum susu. Mas Yudha bisa tolong gendong dia sebentar? Saya mau buatkan lagi susu untuknya."

Aku langsung gelagapan. Seumur-umur aku belum pernah menggendong bayi.

"Eh? Aku nggak bisa gendong Rum, takut malah kecengklak nanti."

"Masa nggak bisa? Sini, biar saya ajarin." Arum langsung mendekat lalu menyerahkan anak itu kepadaku yang jadi bingung sendiri harus bagaimana.

"Nah, ini tangan mas Yudha yang satu lagi tahan di sini, biar leher anak ini tetap terjaga. Nah, begitu.. Tuh bisa!" Arum tertawa geli melihatku yang begitu kaku.

Sejenak aku takjub. Rasanya begitu berbeda. Ada perasaan hangat dalam dada begitu memeluk anak ini yang langsung terdiam dalam dekapanku.

"Wah, udah pantes itu mas! Udah cocok jadi bapak!" Ucap Arum yang tersenyum melihatku.

"Ah, kamu bisa aja." Aku pun cuma bisa tersipu malu.

"Lho, memang bener kok. Memang sudah waktunya mas Yudha ini menikah dan punya anak. Ngomong-ngomong, calonnya sudah ada belum?" Arum bertanya sambil menuang susu dalam botol.

"Eh, belum."

Aku tak mungkin terus terang pada Arum kalau aku sudah menjalin hubungan dengan Mayang Kemuning. Terlalu rumit untuk menceritakan kisah kami kepadanya.

"Kamu sendiri gimana?" Aku sengaja bertanya padanya untuk mengalihkan pembicaraan.

"Belum tau mas. Lah wong calonnya saja belum ada."

"Memangnya kamu nggak naksir siapa-siapa gitu? Masa nggak ada? Nggak mungkin lah."

Arum cuma tersenyum sambil menatap ke arahku yang jadi salah tingkah.

"Ada sih mas, tapi orangnya nggak peka. Sudah lama dikasih tanda, tapi malah nggak ada respon. Aku kan nggak mungkin maju duluan. Malu lah mas.."

Aku cuma bisa manggut-manggut seolah paham. Padahal aku tak tau siapa lelaki yang dia maksud.

Lalu datang seorang murid perempuan dan langsung tersenyum begitu melihat kami berdua yang sedang berbincang-bincang sambil momong anak itu.

"Wah, mbak Arum sama mas Yudha serasi banget ya? Sudah seperti keluarga kecil bahagia!"

Kami yang terkejut seketika berdiri menjauh sambil tersipu malu. Arum langsung mengambil anak itu dari pelukanku dan segera memberinya susu.

"Ada apa?" Tanya Arum pada murid itu.

"Ki Heru Cokro minta anak itu dibawa ke ruang semedi."

"Hmm, baiklah, nanti saya bawa kesana." Jawab Arum.

***

Kami pun segera pergi membawa anak itu menghadap Ki Heru Cokro. Kutemui beliau yang sedang duduk bersila di dalam ruang semedinya. Kami pun segera menghampiri dan langsung duduk di hadapannya.

"Arum, bisa kamu tinggalkan kami sebentar? Biar anak ini di sini dulu." Pinta Ki Heru.

"Baik Ki. Saya pamit dulu." Arum pun meletakkan sang bayi lalu melangkah pergi meninggalkan kami.

Setelah Arum pergi, Ki Heru langsung mengajakku bicara, "Yud, setelah menyaksikan sendiri apa yang terjadi dengan anak ini, paman curiga kalau anak ini bukan dari golongan manusia." Ucap Ki Heru Cokro.

Aku sempat kaget. Namun langsung manggut-manggut. Kecurigaan paman ada benarnya. Dan aku pun jadi terusik untuk mencari kebenarannya.

"Baiklah paman. Sekarang juga saya akan coba bertirakat untuk mencari tau. Mudah-mudahan kita segera dapat petunjuk."

"Terima kasih Yud. Sebab sebelumnya paman sudah mencoba, namun tirakat paman tak mampu menghasilkan apa-apa. Aura anak itu seperti diselimuti kegelapan."

Tak menunggu lama, aku segera duduk bersila di hadapan anak itu. Memejamkan mata, memohon petunjuk Sang Maha Kuasa..

Tapi aneh, seperti yang paman bilang, mata batinku hanya menemukan kegelapan. Walaupun aku sudah berusaha keras, namun tetap sia-sia.

"Maaf paman. Aku juga tak mampu menembusnya. Seperti ada kekuatan besar yang menghalanginya."

Wajah Ki Heru cokro nampak cemas. Sejenak dia berpikir, lalu akhirnya coba memberi saran.

"Mungkin kita butuh bantuan. Apa kamu kenal seseorang yang bisa membantu? Seorang putri alam gaib barangkali?"

Aku tersentak kaget! Bagaimana paman bisa tau? Wah, nggak beres ini...

"Maaf paman, maksudnya bagaimana ya?" Aku coba berkilah.

Ki Heru Cokro tersenyum, lalu menjawab pelan, "Paman sudah tau sepak terjangmu di luar sana. Diam-diam sudah punya calon istri ya?"

Aku tersipu malu. Jadi serba salah dan langsung menunduk menyembunyikan rasa gugup.

"Paman tau semuanya Yud. Sang Ratu sendiri telah datang kemari untuk minta doa restu." Ucap Ki Heru Cokro yang langsung membuatku kembali kaget.

Ya ampun, sudah sampai begitu?

"Maaf paman, aku tak bermaksud menyembunyikan semua ini dari paman. Tadinya aku menunggu saat yang tepat untuk memberitahukannya. Tapi rupanya paman sudah tau lebih dulu."

"Nggak apa-apa. Kalau memang itu sudah jadi jodohmu, paman mau bilang apa? Coba sekarang kamu panggil calon istrimu itu. Paman mau ketemu, mudah-mudahan dia bisa membantu."

Akhirnya demi memenuhi permintaan paman, perlahan kuraih sekuntum bunga melati dalam saku. Lalu kupanggil nama seorang gadis pemilik suara indah dan merdu...

"Mayang Kemuning..."

Tak lama kemudian, Mayang Kemuning hadir dengan pakaian khasnya yang serba kuning, dengan mahkota kecil di kepala, dan semerbak aroma bunga melati yang memenuhi seluruh ruang.

Ki Heru Cokro berdecak kagum. Matanya terus menatap Mayang Kemuning yang kini duduk bersimpuh persis di sampingku.

"Salam Hormatku paman." Ucap Mayang Kemuning menjurakan tangan sambil menunduk.

"Selamat datang nak. Jadi ini yang namanya Mayang Kemuning? Wah.. Cantik sekali kamu nak.."

Mayang Kemuning tersenyum tersipu sambil melirik ke arahku yang cuma bisa garuk-garuk kepala karena salah tingkah.

Rasanya seperti sedang membawa pacar ketemu orang tua saja. Harusnya sambil makan-makan sekalian, biar afdol.

"Salam kenal paman. Maaf kalau kita baru bisa ketemu. Sebenarnya saya sudah lama ingin berkunjung kesini, tapi Yudha sepertinya belum ada niat untuk mengajak." Ucap Mayang Kemuning sedikit menyindir.

"Mayang, apakah kamu mau membantu kami? Kamu lihat anak itu? Kami kesulitan untuk mengungkap jati dirinya." Pinta Ki Heru.

Mata Mayang Kemuning langsung tertuju pada anak itu. Dah anehnya, anak itu pun balas menatap Mayang tanpa berkedip.

"Dia bukan sepenuhnya manusia. Saya bisa merasakannya. Tapi ada baiknya kita coba cari tau. Yudha, apa kamu sudah siap?" Mayang Kemuning menjawab sambil menyodorkan tangannya meminta untuk kugenggam.

Aku pun segera menyambutnya. Lalu Mayang Kemuning memintaku memejamkan mata.

Tiba-tiba...

Zip!

Diriku bagai melesat dibawa ke suatu tempat dan menyaksikan sebuah rentetan peristiwa yang begitu mencengangkan...

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close