KISAH TANAH JAWA - RAJAH PELUNTUR KUASA KALACAKRA
“Hong Ilaheng, Sang Hyang Kala Kang Katon Sun Umadep, Sun Umarep, Singkir Sumingkir.
Ya Maraja – Jarama Ya. Ya Marani – Nirama Ya. Ya Silapa – Palasi Ya. Ya Miroda – Daromi Ya. Ya Midosa – Sadomi Ya. Ya Dayuda – Dayuda Ya. Ya Siyaca – Cayasi Ya. Ya Simaha – Mahasi Ya.”
CeritaRakyat - Budaya di tanah Jawa merupakan perpaduan kompleks antara mistisme tradisional, Hinduisme, Budhisme serta Islamisme. Mungkin keterikatan itu disebabkan ketika Islam dibawa masuk oleh pilar Walisongo, harus beririsan langsung dengan budaya yang sudah ada.
Maka seperti yang kita ketahui, di tanah Jawa masih ada tradisi seperti mitoni (tujuh harian), slametan (acara selamatan) dan masih banyak lagi. Tradisi tersebut mungkin hasil dari sinkretisme antara Hindu-Budha dan Islam.
Salah satu peninggalan tradisi dari leluhur kita lainnya yaitu, tentang sebuah mantra atau ajian, yang sebetulnya tak lebih dari sebuah doa. Ajian yang terbilang sakti mandraguna ini disebut Rajah Kalacakra.
Rajah esensinya adalah sebuah bentuk doa atau permohonan. Sedang Kalacakra secara filosofi bermakna roda raksasa atau sebagai simbol waktu. Jadi sejatinya Rajah Kalacakra ini adalah sebuah lantunan mantra doa yang ditujukan pada Sang Pencipta agar terkabulkan permintaannya.
Sesuai rentetan historis ajian atau mantra ini tidak banyak berbeda, sebagai sebuah ajian, Kalacakra termasuk ajian untuk perlindungan diri bukan ajian untuk menyerang lawan. Dasar dari ajian ini adalah cinta kasih, menyerang tanpa harus melawan.
Ilmu ini termasuk dalam ilmu kebatinan tingkat tinggi, salah satu jenisnya juga pernah diamalkan oleh seorang Pandawa yaitu Yudhistira. Konon Rajah Kalacakra sudah ada jauh sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, dalam versi Budhisme dikenal degan “Kalachakra Vajra”.
Dalam versi lain juga diceritakan bahwa salah satu punggawa Walisongo memiliki ilmu Kalacakra ini. Sunan Kudus kala itu ingin menengahi pertikaian yang terjadi di tubuh para pemimpin di Kerajaan Demak Bintara.
Rajah Kalacakra yang dimiliki oleh Sunan Kudus ini mampu melunturkan kuasa atas seseorang. Pengaruh atau kuasa yang melekat dalam diri seseorang itu dapat luntur seketika.
Rajah yang berisi lantunan mantra doa dari Sunan Kudus ini diletakkan pada salah satu pintu di Masjid Menara Kudus. Jadi siapa saja yang melewati pintu tersebut, dengan seketika kekuatan dan kuasanya akan luntur.
Sikap netral dari Sunan Kudus ini dibilang langkah yang paling adil, untuk menyelesaikan masalah pertikaian yang memecah belah kubu bangsawan di dalam kerajaan yang berujung pada perpecahan.
Kepercayaan tentang Rajah Kalacakra milik Sunan Kudus ini bukan isapan jempol semata, buktinya banyak para petinggi negeri dan pejabat daerah yang masih dibayangi perasaan percaya tidak percaya akan keberadaan rajah tersebut.
Konon kabarnya rajah tersebut diletakkan oleh Sunan Kudus di bagian pintu masuk Masjid. Jadi memang beberapa pengunjung khususnya para pejabat enggan melewati pintu masuk utama melainkan melalui pintu samping, hal tersebut masih diyakini sampai kini.
Rajah Kalacakra menurut sejarahnya, memang jadi ajian yang sudah merebak dikalangan masyarakat. Umumnya masyarakat Jawa sudah paham tentang apa itu yang disebut Rajah Kalacakra.
Seiring perkembangannya, rajah ini juga sering digunakan sebagai pagar gaib untuk melindungi diri dan tempat tinggal. Selain itu rajah ini juga mampu menangkal serangan gaib baik berasal dari gangguan jin, santet maupun teluh.
Ilmu-ilmu lain yang sejenis dengan Rajah Kalacakra ini juga banyak ditemukan dalam ilmu kebatinan seperti di kepercayaan kejawen. Berpegang pada filosofi keseimbangan antara manusia, alam dan Sang Pencipta.
Mengajarkan kesejatian manusia juga mengajarkan kepasrahan agar dapat melunturkan kekuatan jahat, keserakahan dan kesombongan pada diri kita masing-masing.
~SEKIAN~