Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 33) - Tusuk Konde Emas


TUSUK KONDE EMAS

"Berwudhulah dulu Anggara!"

"Iya kyai.."

Saat Anggara berwudhu, kyai Akbar dibantu oleh Fatimah dan beberapa murid yang lain menyiapkan peralatan ruqyah yang dibutuhkan seperti air putih dalam gelas, tembikar, daun bidara dan perlengkapan yang lain.

"Sudah yang wudhu Anggara?."

"Sudah Kyai"

"Alhamdulillah, kalau begitu mari kita mulai ruqyahnya."

"Baik kyai........!"

Kyai Akbar pun memulai membacakan ayat-ayat ruqyah. Diawal Anggara tak merasakan keanehan apapun pada dirinya. Namun lambat-laun tubuhnya terasa panas, perlahan kesadarannya pun hilang.

"Sebut nama Allah Anggara! sebut nama Allah!"

Terdengar suara kyai Akbar yang menyuruh Anggara untuk menyebut nama Allah, namun Anggara telah kehilangan kesadarannya dan mulai menyerang secara membabi-buta.

"Aaaarghhht.........!!! "

Tubuh Anggara mengeluarkan asap, Anggara menjerit kesakitan.

"Ikat dia!."

Kyai Akbar berteriak, 5 murid yang lain segera mengikat kaki dan tangan Anggara. Sehingga Anggara hanya bisa menggeliat dilantai sambil ditahan oleh 5 murid yang lain.

"Fatimah, Baca ayat Kursi!"

"Baik abah!."

Fatimah membacakan ayat kursi di samping kepala Anggara.

"Aaarghht......berhenti dasar gadis bodoh! Kau akan melukai kangmas Anggara!."

Anggara berteriak namun yang terdengar adalah suara seorang perempuan, Fatimah berhenti membaca ayat kursi. Anggara menyeringai.

"Jangan berhenti Fatimah, terus lanjutkan membaca ayat kursi, terus kau baca dan kau ulangi!."

Fatimah mengangguk dan kemudian kembali melaksanakan perintah Abahnya.

"Aaaarghhht...........!!!"

Anggara berteriak-teriak. Kyai Akbar menekan kuat-kuat pelipis Anggara, tangannya bergerak perlahan ke atas ubun-ubun Anggara. Kyai Akbar seperti menarik sesuatu dari ubun-ubun Anggara.

"Ambilkan tembikar! cepat!."

Salah satu murid kyai menyerahkan sebuah tembikar.

"Bismillahirohmanirohim!"

Dengan sekuat tenaga Kyai Akbar akhirnya mencabut sesuatu dari ubun-ubun Anggara.

Klunting.........!!

Sebuah tusuk konde emas keluar dari kepala Anggara. Tusuk konde emas yang sangat indah berhiaskan ukiran bunga teratai. Anggara pingsan dan juga mimisan.

"Alhamdulillah.........!"

Fatimah dan 5 murid yang lain mengucapkan Hamdalah.

Krincing...... Krincing..... Krincing.....

Tusuk konde emas yang telah dicabut oleh kyai Akbar bergerak-gerak. Detik kemudian tusuk konde tersebut melesat terbang ke arah selatan.

Saat Anggara tengah sibuk dengan proses ruqyah, di sebelah dunia yang lain Sumirah tengah sekarat. Dia yang tengah bertapa di sebuah goa batuk darah, badannya bahkan terus mengeluarkan asap karena terbakar. Sumirah memegangi dadanya yang sakit.

"Ohooook.....!"

Batuk darah kembali keluar dari mulutnya, semua rencana yang ia susun gagal total karena telah diketahui oleh kyai Akbar.

Sebenarnya Sumirah bukan tanpa alasan dirinya mengantar Anggara kembali ke pulau seberang.Sumirah mempunyai maksud tersembunyi. Dia ingin mengambil calon istri Anggara untuk dijadikan wadahnya.

Berkat serangan Anggara kemarin fisik manusia Sumirah sudah tak mampu lagi menahan kekuatan teratai putih yang ia telan. Sumirah harus mengganti wadah yang baru.

Oleh sebab itu Sumirah menyusup ke dalam tubuh Anggara dengan cara menancapkan tusuk konde emas kedalam ubun-ubun Anggara.

Akan tetapi semua usahanya sia-sia. Kyai Akbar sudah menyadari semuanya dan bertindak cepat.

"Aaarghht...... Kurang ajar..!"

Sumirah marah sambil terus memegangi dadanya yang sakit.

"Ohooook.......!"

Sumirah batuk darah lagi, lalu terkapar. Sebelum menutup matanya Sumirah memanggil dan menyebut nama seseorang.

"Kangmas Anggara.....!"

Nyai Mutik yang tengah menatap pantulan air danau bersama kanjeng ratu menggelengkan kepalanya. Sementara itu Kanjeng Ratu Lintang Pethak  memegang tusuk konde emasnya.

"Haruskah kita menolong Sumirah Kanjeng Ratu?."

Kanjeng ratu Lintang Pethak menatap sendu pantulan air danau yang telah memperlihatkan Sumirah yang tengah sekarat.

"Iya, Pergilah kau Mutik, bawa Sumirah kemari!."

"Siap nampi dawuh Kanjeng Ratu."

BERSAMBUNG
close