Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUSUK TERATAI PUTIH (Part 40) - Tawaran


TAWARAN

Pagi-pagi Fatimah dan Anggara sudah berada di depan Masjid Tiban. Anggara merasakan hal yang aneh karena Masjid Tiban yang biasanya bersih kini nampak kotor sekali. Daun-daun kering yang berguguran menghiasi halaman masjid. Rumput-rumput pun tumbuh dengan suburnya padahal biasanya halaman masjid begitu rapi dan bersih seolah ada yang membersihkannya setiap hari walaupun Masjid Tiban sama sekali tak ada yang menggunakannya.

"Apa ini masjidnya Kak? Kenapa kotor sekali?"

"Ya Fatimah, tapi ini aneh, biasanya Masjid ini sangat bersih walaupun tak ada yang memakainya. Tapi mengapa sekarang  Masjid ini menjadi sangat kotor, seolah sudah bertahun-tahun tak terurus."

Ketika dirinya masih bingung dengan  suasana Masjid Tiban, tiba-tiba Anggara merasa seorang kakek tua yang dulu ditemuinya kini tengah berdiri di belakangnya sambil membisikkan kata-kata. Setelahnya sang kakek menghilang entah kenapa.

"Aku sudah tak ada perjanjian dengan pemilik Masjid ini. Pemilik Masjid ini telah berganti dan aku tak boleh merawat tempat ini. Dia menunggumu didalam, hati-hati lah Nak."

"Kak, bagaimana sekarang?"

Suara Fatimah menyadarkan Anggara yang terbengong. Anggara menggenggam tangan kanan Fatimah dengan erat.

"Bismillah, ayo kita masuk Fatimah. Sudah ada yang menunggu kita."

Anggara menuntun Fatimah, menggandeng erat sang istri agar memberinya kekuatan.

"Bismillah Kak, aku selalu bersamamu."

Kata-kata Fatimah membuat Anggara tenang.
Sesampainya di tengah-tengah ruangan Masjid yang kotor berdiri seorang perempuan dengan kain jarik dan baju kebaya lengan panjang berwarna hijau. Rambutnya disanggul rapi. Ada sekuntum bunga kamboja menghiasi gelungan rambutnya. Wanita itu memunggungi Anggara dan Fatimah.

"Siapa kau!"

Anggara bertanya karena memang Anggara dan Fatimah hanya melihat punggungnya saja.

"Secepat itukah kau melupakanku Kangmas Anggara?"

Anggara tersentak saat mendengar suara yang sangat ia kenal. Suara lembut yang begitu dia hafal.

"Sumirah!"

Sumirah tersenyum, lalu perlahan membalikkan badannya, menatap ke arah Anggara dan Fatimah.
Yang satu adalah lelaki yang sangat dia cintai namun telah melukai nya sementara yang satunya lagi adalah perempuan yang sangat benci tapi perempuan itu yang akan dijadikan wadah selanjutnya.

"Kenapa kau disini? dimana nyai Mutik?"

"Bukankah kau menginginkan Masjid ini Kangmas Anggara. Akan aku berikan padamu, masjid ini milikku sekarang. Kau tak perlu tahu dimana nyai Mutik. Bukankah aku sangat baik hati Kangmas."

"Maumu apa sebenarnya Sumirah!"

"Tak ada, aku hanya ingin membantumu saja. Aku ingin membantumu untuk mendapatkan Masjid Tiban."

"Bohong! aku tahu kau berbohong Sumirah!"

"Hahaha, Terserah maumu saja Kangmas Anggara. Aku hanya mau memberikan Masjid Tiban padamu. Tapi!."

"Tapi apa!"

"Kita hentikan saja basa-basinya. Aku akan memberikan sebuah penawaran padamu! Akan aku berikan Masjid Tiban tapi kau berikan sorban pemberian Parman padaku! itu cukup adil bukan!"

"Sorban? sorban milikku!"

"Ya! sorban yang kau pakai itu! Kau harus memberikannya padaku!"

Anggara terdiam, merasa ada yang aneh dengan tawaran Sumirah kepadanya.

"Kalau aku tak mau menyerahkan sorban ini padamu? apa yang akan kau lakukan Sumirah!"

"Aku akan membunuhmu. Takkan aku serahkan masjid ini kepadamu dengan percuma! Kita akan bertarung sampai salah satu diantara kita mati Kangmas Anggara!"

Anggara terdiam, menimbang apa yang akan dia lakukan. Menolak tawaran Sumirah atau justru menerimanya. Anggara merasa ada udang dibalik batu. Ada hal yang direncanakan oleh Sumirah dibalik tawarannya ini. Dirinya harus berhati-hati karena wanita yang dihadapannya ini bukanlah wanita sembarangan.

"Pikirkan baik-baik Kangmas! Kita bertemu lagi lusa, di tempat pertama kali kita berjumpa."

Wuuuush.....

Tubuh Sumirah berasap, lalu menjelma menjadi ular hijau dengan ukuran normal. Sumirah sudah tak ragu lagi menunjukkan bentuk aslinya kepada lelaki di hadapannya ini. Mata kuningnya menatap, lidahnya menjulur seolah ingin mengucapkan selamat tinggal.

Tak menunggu lama ular Sumirah pun merayap keluar masjid melewati Anggara dan Fatimah begitu saja.

BERSAMBUNG
close