Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SENDANG RATU (Part 3 END)

"Ndri! Hidungmu berdarah!" Tiwi memekik sambil menunjuk ke wajah Andri.

Andri spontan menyeka hidungnya! Wajahnya jadi ketakutan! Matanya langsung menatap ke arah Maya seolah minta penjelasan. Tapi Maya cuma bisa menggeleng. Dia juga tak mengerti kenapa bisa begitu.

Namun tiba-tiba sesuatu terjadi!

Terdengar suara gemuruh yang membuat air kolam beriak keras! Maya dan Tiwi pun panik lalu meminta Andri untuk cepat-cepat keluar dari dalam kolam.

Tapi belum sempat apa-apa, terjadi sesuatu yang membuat semua wajah jadi terperangah..


SENDANG RATU Bagian 3

Nyaris tengah malam, pecah tangisan Tiwi terdengar sampai ke telinga Maya. Andri yang sedang ada di dalam kamarnya pun ikut keluar karena mendengar suara yang sama.

Keduanya lalu bergegas menuju rumah Tiwi. Di sana mereka tiba bersamaan dengan para tetangga yang juga turut berdatangan.

Dan ketika akhirnya mereka masuk, nampak Tiwi sedang menangis meratap di samping bapaknya yang tergolek di atas ranjang.

"Bapaaaaak! Bangun paaak! Banguun!"

Astaga! Pak Gimin?

Maya terkesiap. Hatinya ikut pilu mendengar suara tangisan Tiwi yang begitu menyayat hati. Firasatnya buruk. Namun Maya tak ingin memikirkan yang tidak-tidak.

Tapi segala prasangka itu akhirnya terjawab ketika salah seorang tetangga memeriksa tubuh pak Gimin yang diam tak bergerak. Orang itu lalu menggeleng pelan yang langsung disambut ucapan dari mulut setiap orang..

Innalilaahiiii.....

"Bapaaaaaaak!"

Jeritan Tiwi kian keras. Dia menangis meraung sejadi-jadinya. Maya mendekat coba untuk tenangkan gadis itu. Namun tanpa diduga, Tiwi langsung berteriak keras menghardik penuh emosi.

"Ini semua gara-gara nenekmu! Mana dia? Dia harus tanggung jawab! Ritual setan! Nih! Air nggak guna!" Tiwi membanting kendi kecil berisi air sendang hingga pecah berantakan.

Maya terkejut. Dia sama sekali tak menyangka Tiwi bakal hilang kendali. Tapi Maya tak marah. Dia bisa mengerti perasaan Tiwi karena pernah merasakan duka yang sama.

Andri sengaja membawa Maya menyingkir keluar. Maya pun menurut. Namun Maya baru sadar. Neneknya kemana?

Diperhatikannya sekeliling, neneknya tak ada di situ. Dia pun cepat pulang ke rumah demi mencari neneknya. Namun dia makin heran ketika mendapati rumahnya kosong.

Andri yang datang belakangan jadi heran melihat tingkah Maya.

"Kenapa May?"

"Nenek nggak ada Ndri. Kemana dia?" Jawab Maya kebingungan.

Andri sejenak diam. Kecerdasan otaknya coba dia kerahkan untuk mempelajari situasi. Hingga akhirnya terpikirkan sesuatu olehnya.

"Jangan-jangan nenekmu pergi ke Sendang Ratu!"

"Ya ampun! Ayo kita periksa ke sana!" Sahut Maya yang langsung diiyakan oleh Andri.

Keduanya pun bergegas menuju Sendang Ratu. Dan ketika akhirnya mereka tiba di sana, mereka terkejut saat mendapati nenek yang tertelungkup di tepi sendang dengan tubuh yang basah!

"Nenek!"

Maya menjerit histeris sambil berlari menghampiri neneknya. Dia pun makin kaget ketika melihat hidung neneknya yang nampak mengeluarkan darah!

Andri coba memeriksa denyut nadi nenek. Meskipun lemah, namun Andri masih bisa merasakannya.

"Nenek masih hidup. Ayo cepat kita bawa pulang." Ucap Andri.

Lalu keduanya bersusah payah menggotong tubuh nenek. Namun belum sempat mereka jauh, asma Andri mendadak kumat. Napasnya jadi tersengal-sengal. Mulutnya gelagapan coba menggapai udara yang tipis.

"Ya Allah Ndri! Inhaler mu mana?" Tanya Maya yang jadi panik.

"Keting-galan di ru-mah M-may." Ucap Andri terbata-bata berusaha menjawab di sela napasnya yang satu-satu.

Maya makin panik. Dia ingin segera pulang mengambil inhaler Andri sekaligus minta bantuan warga kampung. Namun dia tak mungkin meninggalkan nenek dan Andri di sini. Apa yang harus dia lakukan?

Dalam situasi genting seperti itu, nenek yang ternyata sudah siuman, terdengar berucap lirih. “Air sendang, kasih dia minum air sendang.”

Sejenak Maya heran mendengar ucapan nenek. Tapi dia pikir nenek ada benarnya. Seteguk air mungkin bisa membuat Andri sedikit lebih baik. Dia pun jadi tergerak untuk mengikuti saran nenek lalu cepat-cepat berlari kembali ke sendang.

Sebentar saja dia telah sampai di tepinya. Namun dia jadi bingung, dengan apa dia akan membawa air itu? Tapi matanya lantas tertuju pada sebuah kendi kecil yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri.

Dia menduga kalau kendi itu tadi dibawa oleh neneknya. Dia pun segera mengisi kendi itu dengan air sendang lalu bergegas kembali ke tempat dimana tadi dia meninggalkan Andri dan neneknya.

Sesampainya di sana, Maya lihat Andri sudah terkapar lemas dengan dada kembang kempis. Dia pun segera meminta Andri untuk minum air dari kendi.

Setelah beberapa teguk, mendadak Andri langsung bangkit seperti tak terjadi apa-apa!

Ajaib!

"Air apa itu May? Luar biasa!" Ucap Andri dengan mata yang kini berbinar-binar.

"Air sendang."

“Kok kamu bisa kepikiran untuk ambil air itu?”

"Tadi nenek yang suruh aku. Sudah lah, nanti saja ceritanya. Sekarang kita bawa nenek pulang dulu."

***

Keduanya lantas membawa nenek kembali ke rumah. Setelah mengganti pakaian nenek, mereka pun ingin cepat membawa nenek pergi ke rumah sakit. Namun belum sempat apa-apa, terdengar suara nenek yang memanggil lirih.

"Maya.."

Nenek memanggil pelan dengan suara yang lemah. Tangannya menggapai seperti hendak menyampaikan sesuatu. Maya pun beringsut mendekatinya.

“Nenek jangan banyak bicara dulu. Nanti saja kalau sudah baikan. Sekarang Maya mau bawa nenek ke rumah sakit.”

Nenek menggeleng sambil kembali berucap pelan. "Waktu nenek sudah habis. Sekarang waktunya kamu gantikan nenek."

Maya tak mengerti. Apa maksudnya? Menggantikan apa?

"Maaf nek, Maya nggak ngerti maksud nenek." Sahut Maya.

Nenek tersenyum. Senyuman yang kini terlihat tulus. Tangannya meraih wajah Maya lalu membelainya. Maya seketika merinding. Sudah lama dia tak merasakan belaian sayang seperti itu.

"May, nenek mau cerita. Nenek belum bisa tenang kalau belum cerita sama kamu."

“Nenek mau cerita apa? Nanti saja. Sekarang kita pergi ke rumah sakit dulu ya?” Pinta Maya lagi.

“Nggak May. Waktu nenek sudah dekat. Sekarang kamu duduk dan dengarkan nenek baik-baik.”

Meski keberatan, akhirnya Maya menuruti keinginan nenek. Dia dan Andri lalu duduk di samping nenek siap mendengarkan apa yang hendak nenek sampaikan.

"Dulu waktu kamu masih kecil, ibumu mendadak sakit. Nenek dan bapakmu membawanya pergi berobat, tapi ternyata ibumu menderita penyakit kanker yang sulit untuk disembuhkan."

"Nenek sedih. Nenek jadi sering melamun di tepi sendang, tempat dimana nenek biasa menenangkan diri kalau ada masalah."

"Tapi suatu hari, di sendang itu nenek didatangi Kanjeng Ratu. Sosok gaib penunggu sendang. Awalnya nenek takut, tapi ternyata Kanjeng Ratu menawarkan nenek sebuah bantuan."

"Kanjeng Ratu sanggup menyembuhkan ibumu. Sebagai imbalannya, nenek diminta jadi abdinya yang bertugas untuk menjaga dan merawat sendang itu. Nenek pun setuju."

"Sesuai petunjuk, ibumu diminta untuk melakukan ritual mandi tengah malam di sendang itu. Lalu dengan ajaibnya, dia mendadak sembuh."

"Nenek amat senang, bapakmu juga. Dan berita tentang kesembuhan ibumu langsung tersebar ke seluruh penjuru kampung."

"Ada yang percaya dan ada yang tidak. Orang-orang yang percaya langsung mendatangi nenek untuk minta berkah kesembuhan yang sama. Salah satunya adalah pak Gimin."

"Nenek dengan tulus memenuhi permintaan itu dan meminta mereka untuk melakukan ritual yang sama. Dan setelahnya, penyakit mereka pun juga tersembuhkan. Bahkan kami semua seperti diberkati dengan umur panjang dan juga awet muda."

"Tapi kami punya pantangan untuk berdekatan dengan orang mati. Karena sesuai amanat Sang Ratu, kalau sampai kami melanggarnya, semua khasiatnya bisa hilang."

"Makanya sejak itu kami tak pernah lagi mengurusi makam. Dan waktu nenek tau kalau tadi pak Gimin meninggal, nenek juga tidak berani mendekatinya."

"Tapi tanpa kami sadari, rupanya semua keajaiban itu meminta imbalan. Suatu hari tiba-tiba saja hidung bapakmu berdarah. Waktu itu nenek mengira kalau bapakmu hanya sekedar sakit panas dalam biasa. Tapi ternyata nenek salah."

"Beberapa hari kemudian, bapakmu malah ditemukan tewas di dalam kamar. Nenek bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Tapi akhirnya nenek sadar, ternyata bapakmu sudah diambil Kanjeng Ratu sebagai tumbal atas kesembuhan ibumu."

"Ibumu langsung marah. Apalagi melihat nenek yang tidak mau mengurusi jasad bapakmu. Dia merasa menyesal dan menuduh nenek yang jadi penyebab dari semuanya. Dia akhirnya pergi dengan membawa dirimu karena takut kamu akan bernasib sama seperti bapakmu."

"Setelah itu, orang-orang yang pernah ikut merasakan khasiat dari sendang itu satu-persatu kehilangan orang yang disayanginya, termasuk pak Gimin yang kehilangan istrinya."

"Tapi nasi sudah menjadi bubur. Semuanya sudah terjadi. Akhirnya kami terpaksa ikhlas menerimanya dan terus melakukan ritual itu setiap tahun, karena kalau kami berhenti, maka nyawa kami jadi taruhannya."

"Tapi sejak kamu datang, semuanya tiba-tiba saja berubah. Sendang itu seperti kehilangan khasiatnya."

"Awalnya nenek bingung, tapi tadi nenek sudah dapat jawabannya dari Kanjeng Ratu sendiri. Rupanya dia sudah memilih kamu untuk jadi penerus menggantikan nenek."

"Itu yang membuat ritual kami kemarin jadi tak ada artinya, karena ternyata anugrah yang selama ini nenek punya sudah berpindah pada dirimu."

"Sekarang semua terserah kamu, apa kamu mau terima anugrah itu atau tidak. Semua ada resikonya. Nenek harap kamu bijak dalam mengambil keputusan."

Nenek pun mengakhiri cerita panjangnya. Maya dan Andri yang sejak tadi diam kini saling pandang seolah tak percaya.

Kisah itu terlalu aneh untuk jaman seperti ini. Namun segala bukti yang telah mereka saksikan memaksa mereka untuk berpikir ulang.

Tapi tiba-tiba nenek bagai tersedak hingga mulut dan hidungnya mengeluarkan darah bercampur air yang begitu banyak!

"Nenek! Nenek kenapa?"

Maya histeris ketakutan. Andri pun ikut panik. Namun tak lama, nenek menggelepar lalu terkapar dengan bola mata mendelik putih!

"Neneeeek!"

Maya menjerit histeris. Andri coba memeriksa denyut nadi nenek. Tapi kemudian dia menggeleng pelan sambil menatap sayu ke arah Maya.

"Nenek meninggal May."

Maya langsung menangis. Orang-orang pun berdatangan dan langsung kaget melihat nenek yang meninggal dengan kondisi yang begitu mengenaskan.

Malam itu, seluruh kampung gempar atas kematian dua orang sekaligus. Neneknya Maya dan juga pak Gimin.

Innalillahi....

Siang itu, seusai memakamkan nenek, Maya duduk termenung di teras rumah. Andri yang ada di sebelahnya juga ikut diam. Keduanya bagai hanyut dalam pikirannya masing-masing.

Lalu Tiwi datang dan langsung ikut duduk bersama mereka.

"Maafkan aku May. Semalam aku ketelepasan marah-marah sama kamu." Ucap Tiwi dengan nada menyesal.

"Nggak apa-apa Wi. Aku ngerti kok." Maya membalas coba untuk tersenyum.

"Kamu merasa ada yang aneh nggak sih May? Kematian bapak dan nenekmu itu sepertinya tak wajar." Tanya Tiwi.

Maya terdiam. Bagaimana dia menceritakan semua itu pada Tiwi? Dia takut Tiwi akan merespon buruk. Maya takut Tiwi yang jebolan pesantren itu akan menganggap neneknya telah menjerumuskan bapaknya ke dalam lembah kemusyrikan.

Andri yang bisa menebak isi kepala Maya akhirnya coba angkat bicara. "Nggak apa-apa May, ceritakan saja. Tiwi berhak tau."

Tiwi pun langsung heran mendengarnya. "Ada apa May? Ada yang ingin kamu sampaikan?"

Sejenak Maya menghela napas. Dia hanya gadis biasa, namun kini harus memikul beban yang begitu berat. Dia pun akhirnya menceritakan semuanya kepada Tiwi dan siap dengan segala resikonya.

Selesai mendengarkan cerita Maya, Tiwi cuma bisa diam. Semua ini sungguh jauh di luar dugaannya. Hatinya jelas terluka dan marah. Namun dia tau, dia tak bisa melampiaskannya pada Maya yang sebenarnya juga tak tau apa-apa.

Akhirnya Tiwi mengambil keputusan bijak. Dia coba berlapang dada dan ikhlas untuk menerima semuanya.

"Terima kasih kamu sudah mau jujur May. Aku nggak marah. Kita berdua sama-sama korban. Lalu apa rencana kamu selanjutnya?"

"Aku nggak tau Wi, aku juga bingung." Maya menggeleng pelan.

"Bagaimana kalau nanti orang-orang itu tau dan memintamu untuk melanjutkan tugas nenekmu?" Tanya Tiwi.

"Aku nggak mau Wi. Persetan dengan mereka. Aku nggak mau jadi budak Ratu penghuni sendang itu. Besok pagi, aku akan segera pergi dari sini."

Tiwi menggangguk setuju. Ini memang jalan yang terbaik. Khasiat air sendang itu memang sangat menggiurkan. Namun resiko di baliknya jauh lebih mengerikan.

***

Hingga tengah malam, Maya tak kunjung bisa tidur. Padahal besok pagi-pagi dia sudah harus berangkat.

Pikirannya kusut. Hatinya kalut. Semua peristiwa yang terjadi membuat perasaannya campur aduk.

Bagaimana tidak? Dia yang belum lama kehilangan ibunya, kini juga harus kehilangan neneknya. Dia pun jadi sedih mengingat dirinya yang kini sebatang kara.

Lalu kenyataan bahwa semua ini terjadi akibat campur tangan dari hal gaib, sungguh sulit dipercaya. Kalau saja dia tak mengalaminya sendiri, mungkin semua ini terdengar seperti omong kosong belaka.

Jenuh di dalam kamar, Maya pun berniat pergi keluar. Duduk sebentar di teras rumah sambil menghirup udara bersih mungkin bisa membuat suasana hatinya bisa sedikit lebih tentram.

Namun ketika lewat di depan kamar Andri, Maya jadi heran saat menyadari kalau pemuda itu tak ada di dalam kamarnya.

Andri kemana?

Maya melongok ke dapur dan kamar mandi, namun dia tak menemukan Andri ada di situ. Lantas Maya coba mencari di setiap sudut rumah dan sekitarnya, tapi Andri tak ditemukan juga.

Kemana Andri tengah malam begini? Maya bingung sambil menduga-duga. Sejak datang ke sini, Andri belum sempat kemana-mana.

Hanya ada 3 tempat yang pernah dia kunjungi. Makam bapak, rumah Tiwi, dan... Sendang Ratu? Apa jangan-jangan...

Firasat Maya berubah buruk. Namun dia coba untuk pergi ke rumah Tiwi berharap Andri ada di sana meski kecil kemungkinannya.

"Assalamualaikum.. Wi.. Tiwi.. Ini Maya." Panggil Maya di depan pintu rumah Tiwi.

Tiwi membuka pintu dengan wajah yang terkantuk-kantuk. "Ada apa May malam-malam begini?"

"Apa Andri ke sini?" Tanya Maya.

"Andri? Nggak tuh? Memangnya kenapa?"

"Andri nggak ada di rumah Wi! Ya Allah.. Aku takut dia pergi ke Sendang Ratu!"

"Ke Sendang Ratu? Mau apa?" Tanya Tiwi makin heran.

"Dia itu punya penyakit asma Wi. Aku takut dia tergoda untuk menyembuhkan dirinya sendiri di sana."

Mendengar hal itu Tiwi pun ikut khawatir. Akhirnya dia dan Maya segera pergi ke Sendang Ratu demi mencari keberadaan Andri.

***

Dan dugaan itu pun terbukti. Sesampainya di sana, mereka kaget begitu melihat Andri yang sedang berendam di dalam kolam dengan bertelanjang dada.

"Andri! Sudah gila kamu!" Teriak Maya yang langsung membuat Andri terkejut.

"M-May.. Aku.." Andri jadi gugup tak tau harus berkata apa.

Pemuda itu menundukkan wajah. Dia jelas malu. Namun sudah kepalang tanggung. Maya sudah terlanjur datang dan menyaksikan semua ini.

"Maaf May. Aku cuma mau sembuh. Tadinya aku mau kasih tau semua ini sama kamu. Tapi aku yakin kamu pasti melarang."

"Jelas aku melarang! Kamu tau kan resikonya?" Jawab Maya sengit.

"Aku tau May. Tapi semuanya sudah kupikirkan baik-baik. Orang tuaku sudah tak ada. Aku sebatang kara. Jadi aku pikir, tak akan ada orang yang jadi korban kalau aku melakukan ini."

Maya tertegun. Ucapan Andri terdengar masuk akal. Sama seperti dirinya, Andri tak punya siapa-siapa lagi. Orang tuanya sudah meninggal akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Jadi apa ruginya?

Namun semua itu tak lantas membuat Maya jadi setuju. Apa pun alasannya, hal ini jelas tak bisa dibenarkan. Dia pun minta Andri agar segera keluar dari dalam kolam.

Andri pun menurut. Namun tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang hangat meleleh keluar dari lubang hidungnya..

"Ndri! Hidungmu berdarah!" Tiwi memekik sambil menunjuk ke wajah Andri.

Andri spontan menyeka hidungnya! Wajahnya jadi ketakutan! Matanya langsung menatap ke arah Maya seolah minta penjelasan. Tapi Maya cuma bisa menggeleng. Dia juga tak mengerti kenapa bisa begitu.

Lalu tiba-tiba sesuatu terjadi!

Terdengar suara gemuruh disusul guncangan yang membuat air kolam beriak keras! Maya dan Tiwi pun panik lalu meminta Andri untuk cepat-cepat keluar dari dalam kolam.

Tapi belum sempat apa-apa, terjadi sesuatu yang membuat semua wajah jadi terperangah..

Dari dalam air sendang yang beriak keras, muncul sosok Sang Ratu yang perlahan-lahan naik ke permukaan..

Semua terdiam. Waktu seakan terhenti menyambut Kehadiran Sang Ratu yang seolah menghipnotis semua mata yang memandangnya.

Kini dia berdiri mengambang di atas air dengan anggunnya. Melayang halus dengan pakaian dan mahkota khas seorang ratu sambil menatap tajam ke arah Andri yang masih terdiam memandanginya tanpa berkedip.

"Hai anak manusia. Aku tau apa yang engkau mau. Tapi semua itu harus ada imbalannya. Dan bila engkau tak mampu memberikannya, maka dirimu sendiri yang akan jadi tumbalnya."

Maya dan Tiwi langsung kaget! Tapi tidak dengan Andri. Pemuda itu hanya diam sambil terus menatap ke arah sang Ratu.

"Andri! Cepat keluar dari situ!" Pekik Maya coba menggugah Andri.

Namun pemuda itu seakan tak mendengar. Dia malah bergerak pelan ke tengah kolam menghampiri sang Ratu yang kini menyeringai mengerikan!

Maya hendak masuk ke dalam kolam demi menyelamatkan Andri. Namun entah mengapa tiba-tiba saja tubuhnya tak mampu digerakkan. Kakinya seakan tertanam kuat di tanah. Begitu pula dengan Tiwi.

Kini dari tempatnya berdiri, Maya dan Tiwi hanya bisa menyaksikan Andri yang telah sampai di tengah kolam lalu perlahan-lahan membenamkan dirinya masuk ke dalam air...

"Andriiii!"

Maya menjerit histeris. Dirinya tak tau lagi harus berbuat apa. Tapi Andri harus diselamatkan, bagaimana pun caranya. Pemuda itu terlalu baik untuk mati dengan cara seperti ini.

Sejenak Maya terdiam. Nampak ada air mata yang mengalir di pipinya. Dia telah mengambil satu keputusan besar. Semua kegilaan ini harus diakhiri.

"Lepaskan dia. Biar aku yang menggantikannya." Ucap Maya yang langsung membuat Tiwi tersentak kaget.

"May! Jangan gila kamu!" Ucap Tiwi tak setuju.

Namun Maya hanya tersenyum. Dia tetap pada pendiriannya. Dia rela mengorbankan jiwanya demi pemuda yang amat dicintainya.

Sang Ratu pun tersenyum. "Baiklah kalau memang itu maumu. Kemarilah. Datanglah kepadaku." Ucapnya sambil melambaikan tangan.

Bersamaan dengan itu, gerakan Andri spontan terhenti. Dirinya yang sudah terbenam sebatas kening perlahan-lahan kembali tegak berdiri. Namun kesadarannya nampak belum pulih kembali.

Tubuh Maya bagai terbebas. Dia ingin menepati janjinya. Dia melangkah pelan menuju tepi sendang diiringi teriakan Tiwi yang memintanya untuk mengurungkan niatnya.

"May! Jangan May!"

Namun Maya tak menanggapi. Dia terus melangkah di atas tanah yang bergetar hingga akhirnya dia sampai di tepi sendang.

Sang Ratu tersenyum penuh arti. Lantas dia pun memberi perintah pada Andri. "Kembalilah ke tepi."

Pemuda itu lantas naik ke tepi dengan pandangan mata yang kosong. Dia seolah tak menghiraukan Maya yang berdiri persis di sampingnya sambil menitikkan air mata.

"Selamat tinggal sayang, jaga dirimu baik-baik." Bisik Maya lirih persis di telinga Andri.

Namun Andri tak merespon. Dirinya diam membisu dengan tubuh yang kaku bagai robot tak bernyawa.

Lalu Maya melangkah masuk ke dalam air. Dadanya berdebar-debar. Kakinya gemetar. Sang Ratu menunggunya di sana. Berdiri melayang di atas air dengan segala kharismanya.

"Mayaaa!"

Tiwi memekik keras. Teriakan itu membuat Andri bagai tersadar. Sebentar dia kebingungan tapi langsung kaget begitu melihat Maya yang sedang bergerak ke tengah kolam dimana ada sosok sang Ratu yang sedang menantinya di sana.

Meski pun Andri tak tau apa yang sedang terjadi, namun dia sadar ada yang tak benar. Dia pun langsung berteriak keras memanggil Maya.

"Mayaaa!"

Namun Maya tak merespon. Gadis itu tetap bergerak perlahan dengan tatapan mata yang kini kosong. Kesadaran telah pergi meninggalkan tubuhnya. Kini dia hanyalah tumbal yang sedang menjemput takdirnya.

Sebentar saja Maya telah ada di tengah kolam persis di hadapan sang Ratu. Maya diam membisu. Matanya menatap hampa. Lalu pelahan-lahan dia membenamkan dirinya masuk ke dalam air hingga akhirnya menghilang tanpa bekas...

"Mayaaa!"

Andri menjerit keras! Dirinya ingin masuk ke dalam air demi menyelamatkan Maya. Namun tubuhnya kaku bagai terbelenggu.

Lalu bumi berhenti bergetar. Air kolam pun kembali tenang. Bersamaan dengan itu, sosok sang Ratu pun ikut menghilang. Andri bagai terbebas. Dia langsung terjun ke dalam air demi menyelamatkan Maya.

Namun Andri tak mampu menemukannya. Gadis itu bagai hilang ditelan air. Andri berkali-kali menyelam demi mencarinya, namun semua itu hanyalah sia-sia.

"Mayaaaaa!"

***

1 tahun kemudian.

Andri berdiri sambil menatap air sendang yang jernih dan tenang. Wajahnya sedih. Hatinya nelangsa.

"Maya.. Kamu dimana?"

Batin Andri begitu pilu. Sudah setahun berlalu, namun peristiwa itu masih saja membekas dalam ingatannya.

Sejak hari itu, dia kerap datang sambil berharap ada satu keajaiban yang mampu mempertemukan dirinya dengan Maya yang hingga kini bagai hilang ditelan bumi.

Telah banyak yang berubah. Namun semua itu tak mampu memupuskan harapannya. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan Maya? Gadis itu begitu berarti dalam hidupnya.

Adri begitu menyesali perbuatan bodohnya waktu itu. Meski pengorbanan Maya telah membuat penyakit asmanya sembuh, namun semua itu serasa tak berarti.

"Ndri, sudah sore, sebentar lagi gelap. Lebih baik kita segera tinggalkan tempat ini." Ucap Tiwi yang sejak tadi setia menunggu Andri.

Sejak kejadian itu, keduanya jadi sahabat. Tiwi dengan senang hati mengantarkan Andri setiap kali pemuda itu datang.

Tiwi kasihan melihat Andri, pemuda itu amat kehilangan. Namun Tiwi selalu coba untuk menguatkannya.

Andri menunduk sedih. Dia pun akhirnya melangkah gontai diiringi Tiwi lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Tapi belum jauh langkah mereka, mendadak terdengar suara gemuruh disusul guncangan menggetarkan tanah yang mereka pijak!

Andri dan Tiwi terhentak! Guncangan itu seakan membawa mereka kembali pada peristiwa setahun yang silam.

Lalu tiba-tiba air sendang beriak keras seiring guncangan tanah yang kian dahsyat!

"Ya Allah! Ayo Ndri! Cepat kita pergi!" Teriak Tiwi begitu menyaksikan fenomena luar biasa yang pernah dia alami itu.

Namun Andri tak menjawab. Dia terdiam menatap air sendang yang terombang-ambing dengan kerasnya.

Di sana, dia melihat sosok Maya yang perlahan muncul ke permukaan dengan pakaian bak seorang ratu...

Maya begitu anggun. Andri terkesima. Gadis yang amat dirindukannya kini telah kembali..

"Maya.."

Mata Andri hanya tertuju pada Maya. Bagai terhipnotis, dia pun perlahan mendekat. Tiwi hendak mencegahnya, tapi sama seperti dulu, tubuhnya seolah membeku tak mampu digerakkan.

Andri terus melangkah sampai ke tepi. Lalu perlahan menceburkan diri masuk ke dalam kolam kemudian membenamkan dirinya tenggelam ke dalam air yang beriak keras.

Guncangan pun perlahan berhenti. Tiwi bagai tergugah. Dia segera berlari mendekati sendang sambil berteriak-teriak memanggil-manggil.

"Andri! Andri!"

Tiwi menatap nanar ke tengah sendang yang kini telah kembali tenang dengan air jernihnya yang misterius. Andri telah hilang. Pemuda itu pergi menjemput takdirnya yang telah sekian lama tertunda.

Sejenak Tiwi masih terdiam di situ. Namun telinganya lantas mendengar suara halus yang berbisik lirih dekat telinganya..

Wis wayahe....

Tiwi terkejut! Wajahnya memucat seputih kapas! Dia pun langsung lari meninggalkan tempat itu tanpa berani menoleh ke belakang.

***

Peristiwa itu langsung jadi buah bibir. Setelah sekian lama, Sendang Ratu kembali menelan korbannya.

Namun sejak kejadian itu, tak pernah ada lagi orang yang berani mendekatinya. Kisah mistisnya yang melegenda membuat orang sebisa mungkin menjauhinya.

Lantas apakah air jernihnya masih berkhasiat seperti dulu? Tak ada yang berani memastikan. Orang-orang yang dulu pernah ikut merasakan keajaibannya pun telah lama tewas dengan cara yang hampir mirip.

Ada yang bilang kalau pernah melihat sepasang muda-mudi yang muncul di tepian sendang. Entah benar atau hanya bualan saja, tak ada yang tau.

Tiwi pun telah lama pindah ke tempat lain. Meskipun dia tak pernah ikut merasakan khasiat air sendang itu, namun bisikan halus yang pernah didengarnya membuat dirinya memutuskan untuk pergi menghindar sejauh mungkin.

Awalnya dia khawatir kalau bisikan itu merupakan pertanda panggilan untuk dirinya. Namun keyakinannya akan perlindungan Tuhan melalui ibadahnya yang begitu taat, membuat rasa khawatirnya itu berangsur hilang.

Apakah ini kisah nyata? Saya sebagai penulis pun tak tau. Saya tak bisa memastikan apakah Tiwi sang nara sumber bercerita jujur atau sekedar mengada-ada.

Saya pun menuliskannya dengan segala penyesuaian agar cerita ini menarik untuk disimak tanpa mengurangi intisarinya. Jadi silahkan terjemahkan sendiri, dan semoga kita dapat memetik hikmah dari kisah yang luar biasa ini.

SELESAI

Terima kasih telah menyimak cerita ini. Semoga kita semua dapat mengambil hikmahnya. Maafkan bila ada kata-kata yang kurang berkenan.

Nantikan kisah-kisah selanjutnya. Silahkan follow akun ini untuk bisa terus update cerita-cerita yang pastinya seru dan menegangkan

Wassalam.
close