Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

RAHASIA IBU

“Ibu, sudah cukup! Aku malu dengan bisik para tetangga…! Apa artinya ibadah ibu selama ini, jika ibu masih jadi lintah darat seperti ini?” Pintaku pada ibu yang kini sedang sibuk menghitung uangnya.

“Diam kamu! Sudah, kamu tidak usah mencampuri urusan Ibu,-

yang penting kamu bisa kuliah dengan adik-adikmu. Ayahmu juga sudah lumpuh dan seperti mayat hidup, apa bisa dia beri kita kehidupan?!” Bentak ibuku di pagi buta itu.

“Ya Allah, beri hidayah pada Ibuku… Bukakanlah pintu taubat Ibuku…” Doa yang kupanjatkan sebagai bentuk ratapan hati yang terus aku lakukan.


Huuuft… Panas banget hari ini! Suasana kampus bener-bener membosankan, sudah pelajarannya yang sempat memeras otak, belum lagi dosennya yang super duper killer. Benar-benar suasana yang membuatku merasa jenuh, bisik hatiku.

Kulangkahkan dengan gontai kakiku menuju ke rumah, dengan harapan makan dengan lauk yang sudah tersedia di sana,-

namun lagi-lagi suara itu memecah keheningan di siang bolong, apalagi kalau bukan ibuku yang bertengkar sambil berkacak pinggang dengan orang-orang yang tidak bisa mengembalikan uang yang dipinjamnya, ditambah bunga yang aku rasa mencekik leher mereka.

Suasana seperti ini sudah tidak asing lagi di rumahku, maka dari itu aku tidak pernah betah untuk berdiam lama-lama di dalam rumah, bahkan sempat terpikir olehku untuk kabur saja, namun ada satu hal yang masih memberatkanku untuk meninggalkan rumah ini,-

yaitu ayah dan adikku, karena semua keperluan mereka masih harus aku penuhi dan persiapkan sehari-hari.

Aku sendiri merasa heran, kenapa pembantu yang sudah pernah bekerja di rumah kami ini tidak pernah ada yang betah bekerja sampai tiga bulan, selalu keluar masuk silih berganti.

Aku sendiri sebetulnya mewajarkan mereka tidak betah untuk bekerja di sini, karena memang sifat ibuku yang kejam dan super ceriwis, suka seenaknya memerintah dan membentak mereka.

“Ayah, ayo diminum dulu obatnya…” Bujukku pada ayah yang sedang termenung.

Aku tidak pernah lupa menyempatkan diri untuk menengok ke kamar ayah, kamar yang diasingkan oleh ibuku ini, bahkan sepertinya ibuku sudah menganggap bahwa ayah sudah tidak ada.

Ayahku sekarang memang sedang dalam kondisi lumpuh total, bahkan untuk berbicarapun sudah tidak bisa. Kini yang terlihat hanya keriput tua dan lelehan airmatanya, seolah menjadi isyarat bahwa ayah sudah ingin bersegera meninggalkan dunia ini,-

untuk memperingan tugasku yang selalu menyediakan segela kebutuhan dan merawatnya, namun sebagai anak yang paling besar, itu sudah menjadi kewajibanku dan aku pun tidak keberatan melakukannya.

Kutengok jam yang kini sudah menunjukkan pukul 12 malam, entah kenapa perasaanku ini mendadak menjadi tidak enak. Haus tiba-tiba datang menyerang tenggorokan,-

kupaksa tubuhku untuk beranjak walau dengan langkah yang berat menuju dapur, namun langkahku terhenti mendadak, ketika aku melihat sebuah kelebatan yang menuju kamar ibu.

“Siapa, ya…?” Bisikku pelan, penasaran.

“Apa Ibu memasukkan lelaki di rumah kami?” Dugaan negatif terus berkecamuk dibenakku.

Dengan langkah yang pelan dan hati-hati, aku mendekati kamar ibu. Aku mendengar walau tidak terlalu jelas, sebuah suara erangan yang terdengar berbisik-bisik.

“Astagfirrullah… Aku dengar seperti seseorang yang sedang berc*nta. Apa ibuku sedang berz*na?!” Ucapku dalam hati.

Tanpa berlama-lama, kemudian aku membuka dengan kencang pintu kamar ibu yang ternyata memang tidak terkunci dan aku berteriak sekencang-kencangnya.

“Ibuuuuu!! Apa yang Ibu lakukan di rumah ini?! Sungguh aku jijik melihat tingkah pola Ibu!” Teriakku padanya dengan wajah yang geram.

Ibu yang kedepatan sedang bersama dengan lelaki lain, malah berbalik marah.

Dia bangun lalu menghampiriku, kemudian mendaratkan dua kali tamparan yang keras ke arah pipiku.

“Anak tidak tau sopan santun! Main masuk aja ke kamar orang tua. Plak… Plak…!!” Bentak ibu yang disusul oleh 2 tamparan keras yang mendarat di pipiku.

Aku berlari menuju kamarku. Aku menangis. Aku malu dengan kelakuan bejat ibuku. Rupanya tanpa sepengetahuanku, ibu sering membawa laki-laki lain masuk ke dalam kamarnya dan hal ini, tak ayal menjadi pergunjingan masyarakat sekitar.

“Itu ternyata Bu Lastri, selain seorang rentenir juga seorang pez*nah, bahkan katanya juga sih pemuja syetan. Banyak para pemuda yang dikencaninya, namun besoknya sang pemuda jadi seperti orang tua, layu dan sayu…” Bisik-bisik tetanggaku yang mulai terdengar olehku.

Aku berjalan dengan langkah yang cepat, aku malu. Para tetangga kini juga seolah-olah ikut memusuhiku, padahal aku tidak pernah tau apapun tentang semua yang dilakukan oleh ibuku.

Aku lihat rumah kini dalam keadaan lenggang, sepi. Di kesempatan ini aku memberanikan diri untuk memasuki sebuah ruangan yang selalu terkunci rapat oleh ibu. Sedikit sulit untuk membuka ruangan itu, tapi aku tidak kehabisan akal, aku buka paksa dengan berbagai cara,-

bagimanapun juga aku harus bisa masuk dan mencari tahu apa yang ada di dalam ruangan itu, apa yang sebenarnya terjadi pada ibu dan kenapa ibu selalu menghabiskan waktu yang lama di ruangan itu.

Ahh, akhirnya usahaku tidak sia-sia, aku berhasil membuka kunci pintu ruangan tersebut. Aku langkahkan kakiku secara perlahan memasuki ruangan yang terlihat gelap itu,-

aku pun mencoba menyalakan lampu ruangan, kini nampak ruangan itu semuanya serba hitam, mulai dari seprei, warna tembok dan juga cermin yang terlihat sudah tua.

Entah kenapa, aku merasa sangat tidak nyaman berdiam diri di ruangan ini.

Selain karena interiornya yang serba hitam, ruangan ini juga dipenuhi dengan bau dupa dan aroma mistik yang menyeruak memenuhi hidungku.

Kuedarkan pandanganku ke seluruh bagian ruangan ini, yang ternyata lebih terlihat seperti sebuah kamar.

Dan kini mataku tertuju pada sebuah lemari yang terletak di pojokan ruangan ini, dengan sedikit perasaan was-was aku pun mendekati lemari itu dan mencoba membukanya.

Aku terkaget, ketika kini kulihat isi di dalam lemari tersebut adalah tumpukan uang yang sangat banyak.

Dan tidak hanya uang, terdapat juga lempengan emas juga berlian, sebegitu banyakah harta ibuku? Bisikku seolah masih tak percaya dengan yang kulihat ini.

Aku masih terus menyusuri kamar ini, dan kini perhatianku tertuju pada sebuah meja kecil bersusun.

Di meja kecil itu terdapat sebuah toples kecil, yang ternyata ketika kuperhatikan isinya seperti bulu dan rambut, namun aku tidak mengerti apa maksudnya.

Di dalam ruangan ini, aku terus mengucap asma-asma Allah dan ayat qursi, karena aku merasakan sesuatu,-

seperti ada yang terus mengawasiku. Aku juga menemukan sebuah kain berwarna putih yang terlihat kumal, tersimpan dalam sebuah kotak tua, apa yaa ini? Pikirku panasaran.

Aku dekatkan kain tersebut ke depan mataku, aku amati secara teliti, Uhh… Baunya begitu busuk tercium, karena penasaran dan aku masih belum bisa memastikan, akhirnya aku membawa keluar kain itu dengan niatan akan aku cuci, mungkin ini kumal hingga perlu dibersihkan.

Aku keluar dari ruangan dan membawa serta kain putih itu. Aku rendam di dalam bak dengan harapan agar lebih mudah untuk dibersihkan.

Kring… Kring… Kring… Tiba-tiba terdengar telepon rumah berbunyi, mengagetkanku. Aku langsung beranjak untuk mengangkatnya.

“Halo selamat siang?” Tanya si penelpon.

“Iya, siang juga…”

“Apa benar ini rumah Ibu Lastri?”

“Iya benar, saya anaknya.”

“Kami dari kepolisian, ingin mengabarkan bahwa ibu anda mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di tempat. Segera datang ke rumah sakit, kami tunggu…”

Sebuah kabar yang benar-benar mengagetkanku di siang bolong. Tanpa berlama-lama aku langsung pergi, kupacu mobil secepatnya agar bisa segera sampai. Ketika sampai di Rumah sakit, aku melihat sudah ada polisi yang menungguku,-

diantarnya aku ke kamar mayat untuk memastikan, apakah benar ibuku atau tidak.

Ya Allah, ternyata memang benar, mayat yang kini terbujur kaku dihadapanku ini adalah ibuku, kondisinya hancur dengan kepala yang remuk.

Mobil yang dibawa oleh ibu bertabrakan dengan sebuah truk yang sama-sama sedang melaju dengan kencang dari arah berlawanan.

Singkat cerita, acara prosesi pemakaman pun berlangsung, namun ada sebuah kejanggalan yang terjadi,-

yaitu ketika jenazah ibu dimandikan, maaf dari lubang kemaluan ibu sepertinya terus menerus mengeluarkan cairan yang berwarna putih dan setelah kuamati, cairan putih itu terlihat seperti sperm*.

Kami terus mencoba membersihkannya berulang-ulang, namun masih saja sama,-

cairan itu terus menerus keluar, hingga akhirnya seorang ustadzah memberitahu kami, mungkin ini sudah menjadi kehendak Allah.

Aku terus mengikuti prosesinya, setelah dimandikan, aku juga mengikuti proses mengkafani. Dan pada saat itu,-

ada lagi sebuah kejadian yang membuatku heran, wajah dan tubuh ibu, kini juga mengeluarkan cairan putih itu, bahkan kain kafan yang baru saja terbungkus, dimana masih dalam keadaan baru, kini mengeluarkan bau yang sangat busuk, seperti bau bangkai.

Akhirnya kami mengganti dengan kain kafan yang baru, tapi kejadian yang sama tetap berulang, hingga kali keempat pun tetap sama, setelah menempel ketubuh ibu, bau kain kafan itu langsung berubah menjadi busuk.

Aku terus menangis, antara meminta pengampunan pada Allah atas kelakuan ibuku dan aku juga malu pada tetangga yang ikut merawat jenazah ibuku.

Akhirnya jenazah pun dikebumikan dan seorang Ustadzah mengikutiku sampai rumah,-

di sanalah aku juga menceritakan semua kejadian yang aku alami serta tentang ruangan yang aku temukan, padanya.

“Mana kain yang kamu cuci itu?” Tanya ustadzah tersebut.

“Ada Bu, sebentar saya ambilkan…” Jawabku seraya beranjak mengambil kain tersebut.

"Ini Bu kainnya…" Aku menyodorkan kain putih yang sudah dibersihkan dan disetrika terlebih dahulu.

“Hmm… MasyaAllah, Nak… Ini bukan kain biasa, tapi ini jimat kain kafan yang entah bagaimana bisa diperoleh ibumu, yang jelas dia pasti berguru kepada seseorang.
...

***

Baiklah saya akan ceritakan sedikit yang pernah saya tau. Jadi konon kain kafan ini bisa mendatangkan kekayaan dengan cara memuja pada syetan, dapat melancarkan segala usaha, namun kain kafan ini akan hilang khasiatnya jika ditemukan oleh orang lain dan dibersihkan.

Di situlah awal petaka bagi pemujanya…” Jelas bu Ustadzah.

Kami pun mengobrol cukup panjang dan bu Ustadzah pun berpamitan kepadaku seraya memberiku wejangan agar aku bisa lebih kuat dan mempertebal imanku.

Nanti malam katanya dia akan datang lagi bersama seorang Kyai yang akan membantuku, karena aroma mistik masih menyelimuti rumah kami.

Setelah bu Ustadzah pulang, aku kembali memberanikan diri untuk memasuki ruangan itu lagi.

Aku buka lemari yang berisi uang bertumpuk-tumpuk itu dan sedikitpun aku enggan untuk mengambilnya. Kemudian aku juga membuka laci yang terdapat pada meja kecil yang bersusun dan aku menemukan sebuah buku yang terlihat sudah tua,-

sepertinya buku ajaran sesat yang mungkin ditulis oleh guru spiritual ibuku. Karena penasaran, aku pun kemudian membawa buku usang itu keluar ruangan dan membaca isinya.

“Dengan kamu bersetubuh setiap hari senin dan kamis, maka kamu akan awet muda serta hartamu pun akan terus bertambah, nilai kewibawaanmu pun akan meningkat. Takkan ada orang yang berani melawan dan menentangmu, itulah aura kain kafan itu,-

maka dari itu saat kamu bersetubuh, mintalah pada lawan mainmu untuk membuang cairannya sedikit ke tubuhmu, lalu kamu ambil sedikit dan usapkan di wajahmu, sedangkan yang masih menempel di tubuhmu, usap oleh kain kafan yang telah kamu peroleh dariku.

Dari sanalah, dari cairan meraka, kamu telah menghisap auranya lewat kain kafan itu, maka lawan mainmu akan tampak layu karena auranya telah kau ambil…” Sebuah pesan dari banyaknya catatan yang aku baca.

Ya Allah… Sedemikian jijiknya aku membaca salah satu pesan yang tertulis di dalam buku tua itu, ternyata ini yang dilakukan oleh mendiang ibuku selama ini.

Malam sudah menyapa, bacaan tahlil mulai bergema di dalam rumahku ini.

Setelah acara tahlil itu usai, aku kemudian memberanikan diri berbicara kepada para tetangga yang hadir di acara tahlilan.

Aku meminta maaf atas nama ibuku dan membebaskan seluruh hutang orang-orang yang masih mempunyai hutang kepada ibuku,-

serta melunaskan hutang jika masih ada hutang ibuku yang masih belum terlunaskan. Alhamdulillah, terima kasih Nak, Ujar dari kebanyakan tetangga atas perkataanku.

Satu persatu tetangga pun mulai berpamitan pulang, kini tinggal aku dan pak Kyai serta bu ustadzah. Aku pun menunjukkan buku yang aku temukan sebelumnya kepada mereka, beserta kain kafannya.

“Astagfirullah hal’adzim… Begitu laknat syetan menjerumuskan umat manusia yang tipis imannya. Saya masih merasakan hawa panas dan aroma mistik yang menyengat di rumah ini. Baiklah akan saya mulai membacakan doa…” Ujar pak Kyai.

Suasana bener-bener terasa mencekam, karena mungkin memang aku sedang diliputi perasaan yang teramat takut. Ternyata rasa takutku diketahui oleh bu Ustadzah, beliau menggenggam tanganku, lalu berkata,

”Baca ayat-ayat semampumu. Kita punya Allah yang akan melindungi kita.” Ucapnya menenangkanku.

Pada saat ini kami berkumpul di ruang tengah. Kemudian pak Kyai terduduk, sedangkan aku, ayah, adikku, dan bu Ustadzah hanya bisa melihat pak Kyai.

Aku merangkul adikku semata wayang karena dia terlihat sangat ketakutan, bahkan sampai tubuhnya bergetar. Melihat hal itu, pak Kyai menyuruh adikku untuk mendekat, kemudian membaca doa-doa lalu mengusap wajahnya, dan dia pun terlihat seperti mengantuk dan tak lama tertidur.

Setelah adikku tertidur, kami semua diminta untuk berkumpul mendekat, lalu pak Kyai menggambar sebuah lingkaran yang mengitari kami, kami dilingkari oleh asma pak Kyai,-

dimana jika ada suara-suara dan bunyi apapun yang terdengar jangan sampai keluar dari batas yang sudah ditentukan, ujar pak Kyai.

“Bismillah, ayo semuanya baca doa juga…” Pinta pak Kyai.

Aku terus membaca ayat qursyi dalam keadaan bersila, ayahku juga terlihat khusyuk di atas kursi rodanya, sedangkan adikku kini sedang tertidur pulas di sebelahku. Kini kurasa semakin bertambah mencekam,-

dari arah kamar ibuku tiba-tiba terdengar sebuah suara yang sangat kencang, duaaaarrr! Dibarengi dengan terbukanya pintu ruangan itu.

Sontak kami semua terkejut. Aku merinding, tubuhku bergetar,-

ketika kini kulihat sesosok pocong yang menyerupai ibuku keluar dari ruangan tersebut dalam kondisi yang terkoyak amburadul.

“Nak, kesinilah kemarikan kain kafan itu. Ibu butuh kain kafan itu…” Sebuah suara yang terdengar jelas di kupingku, menyerupai suara ibu.

Aku semakin ketakutan, karena kini sosok pocong itu terus mendekat kepada kami. Kami pun terus memanjatkan doa tak henti-henti.

“Apapun perkataan makhluk itu jangan digubris, biarkan saja. Jangan juga sampai mendekatinya. Dia bukan ibumu, dia iblis yang menyerupai ibumu.” Ujar pak Kyai membuyarkan rasa takutku.

Aku terus berdoa dengan perasaan yang takut bercampur iba, ketika aku melihat sosok pocong itu, bagaimanapun dia terlihat seperti ibuku, aku ingin memelukknya, namun di sisi lain aku merasakan ketakutan yang luar biasa.

Pocong itu terus mendekat, namun sepertinya ada dinding yang tak bisa tertembus untuk mendekatiku. Sosok pocong itu kini berganti memanggil-manggil nama ayahku.

“Mas bantu aku, mana kain kafan itu? Berikan padaku…” Pinta pocong itu dengan suara yang memelas kepada ayahku.

Kini pocong itu berusaha mendekati ayahku, namun gagal juga. Mungkin inilah yang disebut sudah dipagari oleh pak Kyai.

“Wahai iblis yang menyerupai manusia, kembalilah kepada wujudmu, atau akan aku bakar kamu dengan ayat-ayatNya!!” Seru pak Kyai dengan nada yang meninggi.

Pak Kyai pun terus menerus membaca doa-doa, dan kini sosok pocong yang menyerupai ibu itu berubah menjadi api yang melingkar, kemudian melayang. Dalam keadaan seperti itu pun, sosok itu tetap meminta kain kafan itu.

Dengan sigap, kemudian pak Kyai membakar kain kafan yang sudah aku berikan sebelumnya, beserta buku tua itu.

Kami terus serta membacakan doa-doa, yang kini terdengar di seluruh penjuru ruangan.

Tak berselang lama tiba-tiba lingkaran api itu seolah mengeluarkan suara melengking seperti sebuah teriakan dan kemudian berubah menjadi sebuah gumpalan asap yang terus menghilang entah kemana.

Bau hangus langsung menyeruak tercium di ruangan tengah. Ya, kain kafan dan buku itu telah jadi abu karena di bakar oleh pak Kyai.

Setelah itu semua, tiba-tiba saja samar-samar terdengar suara ibuku yang dengan lirih berpesan kepadaku untuk menjaga dan merawat ayah dan adikku,-

aku yakin hanya aku yang bisa mendengarnya, karena aku melihat pak Kyai dan bu Ustadzah tidak merespon apa-apa.

Kemudian aku mengajak pak Kyai untuk mendatangi ruangan yang menjadi sumber suara seperti ledakan sebelumnya,-

dan rupanya tolples yang berisi rambut dan bulu itu kini terlihat pecah berhamburan. Aku juga menunjukkan kepada pak Kyai sebuah lemari yang berisi uang serta harta ibuku.

Melihat hal itu pak Kyai terkejut, dia keheranan, bukan karena banyaknya harta yang tersimpan,-

tetapi biasanya uang yang dihasilkan dari ritual sesat seperti ini akan hangus atau menghilang, jika pelaku ritual atau pemujanya wafat. Mendengar ucapan dari pak Kyai, aku pun menjadi penasaran. Aku sentuh uang dan harta itu, dan semua itu terasa nyata.

Aku pun memutuskan untuk memberikan seluruh harta ibuku kepada panti asuhan dan panti jompo serta pada anak yatim. Aku serahkan kepada mereka semua. Aku hanya berharap doa-doa dari mereka, agar bisa menebus dosa-dosa yang telah ibuku lakukan.

Sekian kisah yang bisa saya ceritakan, semoga ada hikmah yang terpetik di sini.

Kisah ini nyata terjadi pada tahun 1998, dimana dialami oleh tetangga Narsum, Mas Fahril di kampung.

Terima kasih sudah membaca, semoga bisa diambil hikmahnya.

Sampai jumpa di kisah-kisah berikutnya.
close