KAMPUNG TUMBAL
JejakMisteri - Perkenalkan aku Andin, cerita ini terjadi pada tahun 2017 kala itu aku kelas 1 SMA
Aku bersekolah di salah satu SMA ternama di kota terbesar jawa tengah.
Pengalaman kali ini berawal saat sekolah ku mengadakan acara wajib tahunan "LIVE IN" di satu desa, dan masih di jawa tengah juga.
LIVE IN adalah kegiatan untuk siswa tinggal bersama orang tua asuh beberapa hari, agar siswa merasakan hidup bermasyarakat di pedesaan, yang serba terbatas. Acara ini hanya ada di sekolahku.
Hari itu hari selasa kita berangkat kumpul di sekolah dan menaiki Bus yang di sewa sekolah. Kegiatan ini di lakukan 1 angkatan saja di tiap tahunnya.
Kalau di bilang plosok ya kampung ini tidak terlalu plosok, hanya saja masih banyak kebun-kebunnya. Sekolahku sudah bekerja sama bertahun-tahun dengan kampung ini, jadi mereka sudah open gitu sama sekolahku, karena tiap tahunnya mereka dapat jatah anak asuh dadakan hehe
Meskipun hanya 1jam dari tempatku tinggal, aku belum pernah ke kampung ini. Kampung ini mayoritas warganya bekerja di Luar negri menjadi TKI.
Kalau nggk ya ngrantau ke kota-kota besar, jadi jarang banget anak-anak yang sudah lulus sekolah menetap di kampung ini.
Kita di bagi kelompok, waktu itu ada 2 kampung yang bekerja sama dengan sekolah ku. 1 rumah untuk 2siswa.
Kala itu aku dapat 1 rumah bersama maya, anak IPA yang gak begitu dekat denganku. Walaupun ini tergolong desa tapi rumahnya gede-gede gaiss,
Kayak si Mutia dan Lutfi temanku, dia dapat ibu asuh yang rumahnya mewah, kamar berac, kamar mandi ada bath up nya, wifinya kenceng pulaa,
Nah nasib ku, dapat ibu asuh seorang janda, tinggal di rumah gubuk yang menurutku tak layak buat tinggal, ibu Kita panggil aja bu Asih ya ..
Bu Asih ini janda beranak 2, tapi anaknya merantau semua.
Bu asih tinggal seorang diri di rumah ini, dia memiliki warung makan kecil di depan rumahnya. Rumah bu Asih paling depan kampung pinggir jalan, kalau siang ramai tapi kalau malem sepi banget.
Aku tidur di tempat tidur kayu berkasur tipis. Dan lampu berwarna orange. Tau kan bohlam kuning itu? Jadi remang-remang dan semakin horor kesannya. Kamar mandi tidak berlampu, belakang kebon, samping kebon. Sedih banget aku ngrasainnya.
Pertama datang kami di sambut ramah oleh bu asih. Sudah di sediakan makan dan minum waktu itu. Setelah makan, kami berkenalan dan berbincang bincang.
"Dek, kalau bawa uang, uangnya di gulung terus di karetin ya" ucap bu Asih sambil menyodorkan karet gelang.
"Emang kenapa ya bu?" Tanyaku polos yang emang gak ngerti buat apa.
"Biar aman dek, gak di curi" ucap bu asih sambil mengunyah onde-onde.
"Emm disini banyak pencurinya emang bu?" Maya yang tiba-tiba angkat bicara.
"Iya, tapi tak kasat mata." Jawab bu asih tenang dan tetap mengunyah onde-ondenya. Si maya tiba-tiba mencengkram tanganku kuat, tanda dia akan mengatakan sesuatu.
"Bu, kami ke kamar ya istirahat dulu." Sambil menarik tanganku. Bu asih mengangguk saja Sesampai di kamar maya terlihat gelisah.
"Ndin, kamu ngerti kan yang di maksut bu asih?"
"Enggak .." jawabku cuek dengan menatap layar Hp
"Hissss .. maksudnya pencuri tak kasat mata itu tuyul!!!" Bentak maya di depan wajahku.
"Heh sembrono? Masak sih may?" Tanyaku masih gak percaya.
Secara aku baru tau kalau ada tuyul, di tempatku sma sekali gak ada berita tentang tuyul. Selepas maghrib bu asih memanggil kami, untuk makan malam.
Disela-sela makan malam, bu asih bercerita. Bahwa di kampung ini hampir seluruh warganya memiliki peliharaan. Peliharaan yang di maksud disini ya kayak tuyul, genderuwo, pocong, bahkan ada yang berwujud macan putih. Hanya beberapa orang yang tak pakai pesugihan itu, termasuk bu Asih.
"Meskipun warga sini rajin sholat, masih banyak yang musrik dek." Ucap bu asih sambil memainkan sendoknya.
Aku dan maya hanya diam penasaran mendengarkan cerita bu Asih
"Ada yang sadis, demi kedudukannya rela mengorbankan istrinya untuk tumbal." Tapi kali ini nada bu Asih sedikit pelan hampir kami berdua tak mendengar suara bu asih. Kami berdua terbelalak, jujur awalnya aku gak percaya. Masak iya sih ada orang tega gitu.
"Kalau sudah selesai, piringnya tinggal aja, biar ibu yang beresin." Ucap bu asih sambil merapikan piring dan gelas bekas makan dia
"Loh bu .. ceritanya belum selesai kok?" Kali ini aku benar-benar penasaran.
"Kalian duduk di depan tv dulu ya, tunggu ibu beresin ini semua."
Kami mengangguk meninggalkan bu asih yang merapikan bekas makan kita
Kurang ajar banget yaa, uda numpang gak mau bantuin lagi wkwkwk
Habisnya bu Asih yang meminta membereskannya sendiri
"Kepala desa sini namanya pak prapto, belum 40 hari istrinya meninggal di depan rumah ibu." Ucap bu Asih yang sedikit was-was.
Jujur aku dan maya juga takut, tapi penasaran banget. Jadi gini, belum genap 40 hari istri pak prapto meninggal. Dan meninggalnya tepat di depan rumah bu asih. Ya di depan gang kampung ini
Kebetulan bu Asih kala itu ada acara dan menginap di rumah saudara selama 3hari. Menurut beberapa warga meninggalnya istri pak prapto tidak wajar. Siang itu istri pak prapto berjalan kaki, pulang dari pengajian di tetangga gang sebelah.
Dia jalan sendirian, di pinggir jalan. Tapi ketika tewas dia dalam keadaan terlindas truk. Disini memang sering lalu lalang truk. Untuk mengambil hasil pertanian dan perkebunan. Yang di bilang tidak wajar disini adalah dia berjalan, kenapa bisa sampai terlindas truk? Dan posisi tewasnya di tengah jalan.
Waktu itu minim saksi jadi ya gak ada yang tau pasti bagaimana kecelakaan itu bsa terjadi. Ketika pulang kerumah, baru bu asih di ceritain bahwa tadi siang istri pak prapto terlindas truk di depan rumahnya.
Ada warga yang mengatakan bahwa bu prapto menjadi tumbal suaminya sendiri. Memang seminggu setelah meninggalnya bu prapto, pak prapto terpilih menjadi kepala desa
Padahal banyak warga yang tidak menyukai pak prapto, entah mengapa dia bisa terpilih.
Setelah meninggalnya istri pak prapto malam harinya bu asih tidak bisa tidur. Gk ngerti apa yang menbuat bu asih gak bisa tidur. Tiba-tiba bu asih mendengar orang mengetok pintu.
"Mbak asih .."
Bua asih masih mencerna suara itu, sepertinya tidak asing dengan suara itu. Bu asih bergegas akan membuka pintu. Ketika bu asih buka pintu ia tidak menemukan siapapun di luar. Baru beberapa langkah, pintu terdengar di ketuk lgi. Dan ada suara lirih di luar.
"Mbak Asih .. tolongi aku"
Bu Asih terkejut mendengar suara lirih perempuan itu, terdengar seperti bu prapto. Bu Asih yang takut tpi penasaran akhirnya memutuskan untuk melihat dri tirai jendela. Dan benar saja dia mendapati bu prapto dalam keadaan muka hancur, dan berdarah darah. Bu asih yang mendapati hal seperti itu sudah tidak heran, karena kecelakaan tidak wajar seperti itu di depan rumahnya sudah sering terjadi.
Seperti anak yang sedang berjalan di pinggir jalan tiba-tiba meninggal dalam keadaan kaki putus. Iya putus tus kata bu asih. Padahal bu asih tidak melihat ada truk yang lewat, atau suara benturan kecelakaan.
Pernah juga, kala itu siang hari, ada warga yang berteriak minta tolong, bahwa ada orang meninggal di depan warung. Orang trsebut tidak sakit/kecelakaan tiba-tiba meninggal, namun baunya sudah busuk sekali seperti sudah meninggal 3 minggu Dengan hal-hal semacam itu sudah tidak asing lagi untuk bu asih.
Tiap warga punya peliharaan nya masing-masing, kalau sudah meminta makanan, ya harus di turuti, mau di makan atau mau mencarikan makanan
Malam itu aku dan maya habiskan untuk mendengarkan cerita kampung ini dari bu asih.
"Dek udah malem kalian tidur gih, kalau bisa usahain harus tidur cepet ya. Terus kalau ada suara apapun tolong jangan keluar kamar." Perintah bu Asih yang membuat aku dan maya ketakutan.
Aku dan maya takut dengan apa yang di bilang bu asih tentang suara-suara.
Mataku masih terbuka lebar malam itu, kulihat maya sudah memejamkan mata tapi seperti belum tidur pulas.
Hingga pukul 1malam aku masih asik menatap layar hpku. Hingga sesuatu menggangguku.
Suara seseorang merintih seperti kesakitan. Awalnya ku dengar suara itu pelan sekali, tapi lama kelamaan seperti ada di depan kamarku. "Bu asih? Ada apa?" Ucapku lirih
Aku beranjak dan akan melihat apa yang terjdi di depan kamar ini.
Tiba-tiba.. maya menarik tanganku dan berkata lirih " jangaaaannn .." Hampir copot jantungkuu
"Itu bu asih nangis .." ucapku ke maya
"Sssttt .. itu bukan bu asih deh kyaknya." Ucap maya dengan jari telunjuk di bibir. Tak ku hiraukan ucapan maya. Ku berjalan pelan mendekati pintu, kulihat maya memeluk guling dan mundur ke tembok.
Kreeeekk .. pintu kamar terbuka perlahan. Pada malam pertama ini sungguh tak bisa ku lupakan seumur hidupku. Harusnya aku menurut saja ucapan maya. Kulihat seseorang berjongkok dengan muka tertutup tangan, perlahan ku berjalan dan kupanggil "Bu Asih?"
Perlahan-lahan orang yang ku kira bu asih itu mengangkat wajahnya, betapa terkejutnya, wajah keriput hitam legam dengan seringai senyumnya, gigi hitam dan mata merah, Tangannya menjulur akan menarik kakiku, tpi dengan secepat kilat aku langsung berlari memasuki kamar, Ku banting pintu, wajahku pucat dan ketakutan banget.
Dari luar pintu kamar, wujud tadi menggedor gedor di pintu
"Brukk brukk brukk.."
Kulari keatas kasur di sebelah maya, maya malah nangis doongg ..
Aku yang ketakutan banget juga ikut nangis. Tiba-tiba pintu kamar seperti berusaha di buka, aku dan maya semakin ketakutan. Pintu kamar pun terbuka, ya Allah hampir copot jantungkuuuuu ternyata bu Asih huaaaa "Ada apa dek? Kok kalian nangis?" Ucap bu asih khawatir
Kita berdua tetap menangis.
"Sudah-sudah kalian tenang dulu aja, sudah ibu usir, itu peliharaan warga sini"
"Kurang ajar, siapa yg berani kirim peliharaan kesini." Ucap bu asih geram.
"Bu .. saya mau pulang." Ucap maya sambil terus menangis.
Kulihat wajah bu asih seperti bingung, akupun kasihan ke bu asih, aku tau yang dia rasain, dia pasti takut kalau di salahin orang tua kita. Aku juga tau ini semua bukan kesalahan bu asih.
"Udh may, disini cuma 4 hari kok. Sabar dulu ya." Ucapku menenangkan maya.
"Ini hari pertama lho ndin, jadi apa kalau kita berlama-lama disini." Bentak maya dengan tetap menangis
"Udh may, kita istirahat yuk. Udah aman kok." Aku masih bersabar menenangkan maya.
"Udah dek, kalian istirahat ya. Ibu bakal jagain kalian di sini (depan pintu kamar)."
"Bu asih, tidur aja di kamar. Kasihan juga, bsok bu asih jualan." Ucapku
Kami pun tidur malam itu, karena sudah terlalu lelah aku tidak mendengar apapun. Dan terbangun di waktu subuh.
Aku membangunkan maya dan mengajak maya untuk berwudhu, awalnya maya gak mau karena takut, tapi ku paksa
Pagi itu kita ada kegiatan senam pagi, dan acara bersih bersih bareng warga desa.
Kala itu aku tidak bersma maya, karena maya harus kumpul dengan anak IPA dan aku kumpul dengan anak IPS
Kita di bagi beberapa regu untuk bersih desa ini. Kelompokku kala itu mutia, lutfi, ayu, dinar, faros dan gilang.
Kelompok kita kebagian bersih desa di bagian depan kantor kepala desa.
Yang cowok pada cabut rumput, yang cewek nyapu dan menyiram tanaman.
Kita istirahat sebentar di teras kantor itu.
"Tadi malem aku gak bisa tidur nyenyak." Keluh gilang
"Emang kenapa?" Tanya anak-anak.
"Masak tiap aku merem, ngerasa kepalaku ada yang ngelus-ngelus. Pas buka mata gak ada siapa-siapa." Ucap gilang.
"Hiiii .... serem, sukurin kamuuu" ucap mutia.
"Jangan gitu, mentang-mentang kamu tinggal di rumah bagus, awas kalau sampek kamu ngalamin" Sungut gilang, aku yang mendengar cerita itu hanya diam, rasanya ingin bercerita tpi aku takut. "Ehhh ndin, ngapain kamu diem aja? Kamu dapat gangguan juga?" Tanya faros
"Enggk kok, cuma capek aja." Ucapku
"Halah kamu mah cuma gitu lang, lha aku? Lebih serem lagi" tiba-tiba dinar buka suara.
Aku kaget langsung mendengar ucapan dinar. "Emang apa yang serem?" Jawab mutia
"Semalem aku sama riska anak ipa, lagi duduk-duduk di teras rumah pak dalan (orangtua asuh mereka) tiba-tiba bau bunga, terus aku dengar ada suara wanita ketawa melengking keras banget, aku langsung aja lari masuk rumah, riska ku tinggal. Tapi dia gak nyusul-nyusul aku lari, ehhh riska malah pingsan." Cerita Dinar yang buat bulu kuduk kita berdiri. Belum selesai tiba-tiba terdengar suara "brakkkk" dari atas atap kantor bapak kades.
Berdirilah kita serentak. Terus jatuh lah sebuah kelapa tua yang berwarna coklat, jatuh dari atap ke tanah.
Mungkin biasa aja, tapi disini gak ada pohon kelapa, kenapa ada kelapa jatuh dari atap???
Aneh kan? Kita gak banyak omong langsung lari deh dri kantor itu.
"Kok sudah balik? Emang sudah selesai bersihin kantor saya?"
Tanya pak prapto. Tapi yang buat aku gak nyaman tatapan pak prapto ke aku. Jijik deh kalau inget tatapan dia hisss kek otak mesum gtu.
"Sudah dong pak"
jawab faros, sambil meninggalkan pak prapto. Aku tau faros aslinya ketakutan.
"Kayaknya kampung ini serem deh" ucap ayu.
"Husss jangan bilang gtu" ucap dinar.
Kami pun pulang ke rumah asuh kami masing-masing.
Tiba-tiba pukul 17.00 ada siaran dari masjid, bahwa ada berita lelayu.
"Innalillahi wainailayihi roji'un, telah berpulang ke rahmatullah Bapak Parmin binti pardjo ..."
Aku masih mengingat ingat siapa bapak parmin ini? Seperti tidak asing.
Bapak parmin ini tukang kebun kantor kepala desa, beliau belum terlalu tua. Kalau aku lihat sih sekitar umur 40an.
Kaget, perasaan tadi siang barusan liat dia masih ada di kantor kepala desa.
Ya emang takdir Allah gak ada yang tau. Tapi tadi terlihat sehat-sehat saja.
"May .. padahal tadi aku masih ketemu beliau lho, dan beliau sehat." Ucapku ke maya yang sedang bermain hp di kamar.
"Masak sih? Aku malah gak tau orangnya yang mana." Ucap maya
"Dekkk .." tiba-tiba bu asih memanggil kami.
"Iya buu .." kami berdua pun keluar menghampiri bu asih.
"Dek .. ibu mau melayat, tetangga ada yang meninggal, nanti kalau makan itu sudah ada makanan di meja."
Seperti biasa, aku dan maya sholat maghrib berdua. Setelah sholat maghrib berdua kulihat bu asih belum datang.
"May, mau makan sekarang, apa nunggu bu asih?" Tanyaku.
"Ntar aja deh, ndin aku mau ke rumah asuh temenku yaa. Tapi ntar balik kok" ucap maya sambil menyisir rambut. Matilah aku bakal di sini sendiri, tpi aku tetap bersikap tenang, sok pemberani.
"Yaudah jangan malem-malem tapi, ntar bu asih khawatir." Pesanku ke maya yang mulai meninggalkan rumah. Bismillah aja deh, aku beraniin di rumah sndiri. Biar gak suntuk akupun menyalakan TV.
Sambil ku mainkan hp, jdi Tvnya cuma buat rame-rame aja, biar gak sunyi hehe.
Aku dari awal uda bilang ya kalau rumah bu asih ini di pinggir jalan, jadi kalau siang tu lumayan rame, tpi kalau malem sepi banget.
Adzan isyak berkumandang, aku mau sholat tapi gak berani wudhu sendirian. Padahal kamar mandi di dalam rumah, tapi buat beranjak dari tv aku gak berani guysssss. Akhirnya mohon maaf ku tunda sholat, apalah daya iman dan ketakutan lebih besar ketakutan ku.
Tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu, langsung ku beranjak bergegas membuka pintu.
Ketika ku buka gak ada siapa-siapa. Langsung cepat-cepat ku banting pintu. Tapi baru beberapa langkah pintu sudah di ketuk lgi.
Namun kali ini "assalamualaikum" ada suara salam. Suara seorang pria yang tak asing suaranya. Suara pak prapto, untuk apa beliau kesini? Bukan kah warganya ada yang sedang berduka, ada apa dia kesini.
Buru-buru ku buka pintu lagi. Yang buat aku terkejut gak ada orang lagi huaaaaaa
Brakkkkk ....
Ku banting pintu lebih keras.
Langsung lari deh ke tempat tv lgi. Kulihat jam pukul 19.47 tapi maya dan bu asih belum pulang.
Ku keraskan tv, dan tiba-tiba pintu terbuka. Asli aku gak berani nengok, tpi tetap ku paksakan. Dan yang masuk ternyata bu asih alhamdulillah aku lega.
Bu asih menutup pintu dan langsung jalan ke arah kamar beliau. Kok bu Asih diam aja ya? Kenapa gak nyapa aku, dan mencari maya?
Ku diamkan saja setidaknya aku bersyukur beliau sudah pulang. Selang beberapa menit ku mendengar sesenggukan suara tangis bu Asih. Ada apa dengan bu Asih? Sungguh ku dengar tangisan beliau seperti tangisan kesedihan yang mendalam.
Apa mungkin bu asih menangis atas meninggalnya pak parmin?
Aku pun ikut merasa berduka, kasihan bu asih. Ingin aku samperin beliau. Namun ku urungkan niatku, merasa tidak sopan aja gtu.
Aku pelankan tv dan mendengarkan tangisan bu Asih. Sungguh aku merasa iba. Tiba-tiba hpku bergetar pesan Wa dari maya
Maya [[Cuy .. aku pulang jam 10 ya..]]
Aku [[oke .. bu asih uda pulang kok. Tapi beliau menangis]]
Sampek disitu maya tidak menjawab pesanku. Tiba-tiba hpku berdering panggilan wa dri maya
"Loh bu asih emang uda pulang ndin?"
"Udah tu may, tapi beliau lagi sedih banget. Pulang-pulang langsung nangis"
"Emang kamu gak dapat sms dari bu asih ya ndin?"
"Sms apaan emang? Belum aku cek"
Bu asih emang punyanya hp jadul gais jadi cuma buat Sms.
"Coba kmu buka sms dulu gih."
Ku matikan telfon dan ku buka sms
Bu asih [[dek, ibu malam ini belum tau pulang jam brpa, kalian istirhat duluan aja ya, gak usah nunggu ibu]]
Kulihat pesan 5 menit yang lalu, terus yang masuk kamar bu asih dan menangis siapa?
Tiba-tiba suara tangisan itu berubah jdi suara ketawa yang sangat melengking di telinga. Berasa tubuh kaku, jantung sudah hampir copot deh, keringatku menetes, tak terasa badanku bergetar.
Kulihat bayangan seseorang akan keluar dari kamar bu Asih. Hingga wujud itu menampakan wajah seramnya. Nenek yang waktu itu kulihat, wajah hitam legam, gigi hitam bermata merah. Tersenyum ke arahku.
Dan saat itu aku tak ingat apa-apa lagi. Kurasa badanku panas sekali, dan ku coba membuka mata. Namun di sekitarku sudah ada bu asih, maya, pak ilham, dan beberapa temanku lainnya.
Aku terkejut, apa yang sedang terjadi. Ku coba mengangkat tubuhku yang begitu lemas.
"Jangan bangun dulu dek, tiduran aja" ucap bu Asih mencegahku untuk bangun.
"Ada apa ini may? Kok badanku lemes banget." Ucapku sambil melihat maya yang menangis. Maya hanya diam dan tetap menangis, ku ingat ingat apa yang terjadi. Iyaaa aku melihat wujud seorang nenek yang menyeramkan.
"Karena dek andin sudah bangun, sekarang kita semua pulang ke tempat masing-masing, biar bu asih dan maya yang menemani dek Andin." Ujar pak Ilham. Pak Ilham ini ustadz di kampung ini.
"Pak saya ikut temen-temen aja." Tangis maya sambil memegang tangan pak Ilham.
"Sebagai teman yang baik, sebaiknya kamu menemani dik andin disini ya, toh sudah ada bu Asih." Ucap lembut pak ilham smbil tersenyum menenangkan maya.
"Baru 2 hari disini tapi sudah menyiksa, aku telfon papaku aja, biar di jemput." Tangisan maya semakin menjadi-jadi.
Ku tarik tangan maya yang memegang hp akan segera menelfon papanya.
"May, kmu jangan egois!!" Bentakku.
Maya malah menatapku geram.
"May, kamu harus mikirin kita semua. Bu asih, sekolah kita. Dengan tindakan kamu seperti itu yang ada malah jadi kasus yang sangat merugikan untuk warga dan sekolah kita" sedikit kesal aku kala itu. Kulihat bu asih meneteskan air mata.
"Emang cuma mereka yang di rugikan?! Kalau aku mati jadi tumbal orang sini gimana!! Kamu mau mati konyol karena jadi tumbal!!!" Maya semakin memanas
"Dari awal aku disini aku uda yakin kampung ini, kampung tumbal. Semua warganya saling menumbalkan keluarga atau saudaranya. Dan asal kamu tahu, anak bu asih itu bukannya merantau tpi meninggal karena jadi tumbal!!!" Teriak maya. Kulihat bu asih langsung menatap maya dengan penuh kemarahan.
"Kmu jangan sok tau dan asal bicara ya." Api amarah membakar wajah bu Asih.
"Saya sudah tau semuanya, kedua anak ibu meninggal karena jadi tumbal bapaknya sendiri!!! Dan suami ibu meninggal karena tidak bisa memberikan tumbal!" Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar barusan.
Prakkk ... bu Asih menampar maya.
"Tolong kamu pergi dari rumah ini, dan janga pernah tinggal di sini lagi!! Saya tidak sudi mengasuh kamu." Bu asih yang semakin murka mendorong maya untuk keluar dri rumah. Pak ilham menarik bu asih dan menenangkannya, anak-anak yang lain membantu maya berkemas untuk pergi dari rumah bu Asih.
"Saya jijik melihat tingkah anda yang seolah-olah tidak berdosa! Pasti sebenarnya yang punya pesugihan tumbal itu bu Asih kan." Olok maya ke bu Asih
"Terus saja fitnah aku! Jangan salahkan aku kalau ada apa-apa yang terjadi sama kamu." Ancaman bu asih buat aku ngeriii.
Semua yang terjadi di hadapanku seperti mimpi. Kepalaku semakin pusing sekali, aku pun tertidur malam itu tanpa tau apa yang terjadi lagi. Keesokan harinya ketika ku buka mata, bu asih tertidur dengan keadaan duduk di sampingku.
"Bu asih .. bu" ku goyang-goyangkan badannya.
"Dek andin sudah bangun." Ucap bu asih. Kulihat bu asih sudah menjdi bu asih yang sepertinya, bukan bu asih yang menyeramkan seperti semalam.
"Dek, maafkan ibu ya .." bu asih kembali meneteskan air mata.
"Maaf kenapa bu?" Sambil ku usap bahunya untuk menenangkan
"Masalah kejadian semalam." Kini tangisan beliau semakin mendalam.
"Sudah saya gapapa kok bu." Ucapku iba melihat bu asih seperti itu
"Dek, sebenarnya apa ya g di katakan dek maya itu benar." Ucap bu asih sambil menatapku.
Deg.. benar gimana maksudnya nih, batinku.
"Mmmmaaksudnya bu?"
"Anak-anak saya sebenernya bukan merantau, tapi mereka sudah meninggal di jadikan tumbal suami saya."
Jantungku semakin berdegup kencang, sumpah ngeri juga, takut dong aku. Saking takutnya aku sadar memundurkan diri ke tembok. Bu Asih berdiri dan menghapus air matanya dan tersenyum.
"Tenang, kamu anak baik kok. Ibu gak bakal nyakitin kamu. Yang penting kamu gak macem-macem sama ibu." Wajah bu asih berubah sedikit menyeramkan lagi. Dadaku serasa sesak, pengen nangis rasanya.
Bu Asih kembali tersenyum khas bu asih seperti biasanya. "Ssh kamu mandi sana dek." Sambil berjalan meninggalkan ku.
Nafasku kembali dan serasa ngos-ngosan. Apa yang sebenarnya terjadi sama bu Asih. Pukul 9 pagi kamis semua di kumpulkan untuk apel, acara yang di lakukan selanjutnya.
Ku cari-cari maya tapi tak ku temukan dia, aku bertemu Ines anak IPA yang sekelas dengan maya
"Hai ness .. maya dimana?" Tanyaku sambil mendekat ke arahnya
"Eh andin uda sembuh? Kamu gak tau ya? Maya kemarin kesurupan dan demam, jadi di bawa pulang deh ke rumah." Senyum ines
"Haahh??? Ini seirusan?" Tanyaku tak percaya.
Ines mengangguk dan berpamitan denganku untuk kembali ke barisan anak IPA. Aku hampir jatuh karena terkejut dengan apa yang terjadi. Apakah sebenarnya bu Asih orang jahat?
Tak bisa kupercaya, saat ini aku harus berhati-hati dengannya. Hari ini hari kamis, hari ke3 kami di kampung ini. Begitu banyak pertanyaan yang di tujukan padaku oleh teman-teman.
Namun kali ini aku tak mau banyak bicara, aku malas untuk bercerita atau lebih tepatnya aku takut sama bu Asih, kalau dia tau aku cerita-cerita terus dia marah gimana .. Sial malam jum'at aku harus tinggal berdua sama bu Asih yang baru ku ketahui ternyata dia lebih menakutkan daripada pak prapto.
Malam ini ku putuskan untuk menginap di rumah mutia dan lutfi. Kan enak adem, wifi lancaar. Setelah kegiatan aku berjalan bersama mutia dan lutfi. Mereka bercandaan gitu kan, aku hanya diam. Gk tau kenapa aku ngrasa gak nyaman dan resah banget.
Aku takut kalau aku korban tumbal bu Asih, aku takut maya kenapa-kenapa. Ku lihat jam sudah menunjukan pukul 5 sore, kita sampai di rumah asuh mutia. Aku bergegas mandi dan memakai baju seadanya punya lutfi, karena baju kita seukuran hehe
Ohya rumah bu Asih dan rumah asuh mutia ini agak jauh yaa, bu asih kampung 1, ini kampung 2. Kalau dari rumah bu asih ke kampung ini harus melewati kebun kebun yang lumayan agak rimbun dan serem, gak ada penerangan.
Allahu akbar Allahu akbar ...
Menandakan adzan maghrib telah tiba. Aku, mutia dan lutfi menunaikan sholat maghrib berjamaah di kamar.
Hpku berbunyi beberapa kali, menandakan ada panggilan telfon. Tpi takku hiraukan, aku melanjutkan membaca Alqur'an. Sambil menunggu adzan isya' tak terasa 2 juz telah ku baca, hingga Adzan isya' berkumandang.
Aku melanjutkan sholat isya', dan aku kembali tadarus untuk menyelesaikan 3 juz. Kira kira pukul19.30 aku telah selesai. Ku lihat hp ada beberapa panggilan dri bu Asih, dan teman yang berada di 1 kampung bersama ku.
bu Asih mengirimkan pesan [[Dek, dimana? Ibu khawatir]]
Khawatir? Batinku. Khawatir korban tumbalnya lari. Aku memutuskan untuk tidur, karena lelah sekali. Aku sma sekali tak memikirkan bu Asih, aku sudah benci dengan dia.
Baru ku pejamkan mata, aku di bangunkan mutia. Dia memberi tahu ku bahwa bu asih, pak ilham, beserta 2 guru mencariku sampai sini. Aku nangis kala itu dan tak mau kembali ke rumah itu. Aku takut..
Tapi bu Asih memelukku dengan wajah sedih seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya. Aku makin jijik lihat wajah dia, toh dia yang mengorbankan ke 2 anaknya. Dia trus memohon dan menangis agar aku pulang, entah kenapa malam itu aku luluh mau pulang ke rumah bu asih. Toh yang menumbalkan anaknya suaminya pikirku. Sesampai di rumah bu asih, sudah di sediakan makanan, aku pun makan malam berdua bersama bu Asih.
Walaupun aku sudah mau kesini perasaan takut itu maaih menghantui ku. "Dek, nanti tidurnya ibu temenin yaa. Biar dek andin gak takut." Bu asih membuka percakapan.
Aku membalasnya hanya dengan senyuman. Seperti biasa yang membereskan semuanya bu Asih. Aku langsung masuk kamar, karena aku benar-benar capek banget dan badanku sakit semua.
Tak terasa aku sudah tidur pulas, dan akupun bermimpi. Di dalam mimpiku aku bertemu nenek yang menyeramkan kemarin. Dia tertawa-tawa melihat wajahku.
Badanku berkeringat dan aku berusaha lari, namun dia ada dimana-mana. Dan suara tertawanya yang khas membuat telingaku ingin pecah. Aku pun berteriak, hingga terbangun dan bu asih sudah ada di sampingku. Dia memelukku, badanku panas dan berkeringat banyak.
"Siapa yang berani mengirimkan itu kesini, awas saja." Gumam bu asih seperti waktu itu.
Aku salah menilai bu asih ternyata beliau benar-benar mengkhawatirkanku Bu asih mengompres keningku, dan menemani malamku.
Hingga pagi subuh aku terbangun. Badanku sudah enakan kala itu. Aku mengambil air wudhu dan sholat subuh. Hari ini hari terakhir aku disini. Tidak ada kegiatan, hari terakhir ini ku habiskan dengan menonto tv dan bermain hp.
Tiba-tiba aku dapat pesan dri maya.
[[Malam ini puncaknya pertunjukan mu disitu. Awas bu asih mengawasi mu terus, kamu harus berhati-hati]] [[Kamu ngmong apa sih may? Aku gak ngerti deh.]]
Kutunggu hingga setengah jam maya tidak membalas. Bu asih di warung depan sedang berjualan. Tiba-tiba ku dengar ada orang meminta tolong. Aku pun berlari keluar.
Betapa terkejutnya, seseorang terjatuh dari motor di depan rumah bu Asih, dengan keadaan badan hancur. Aneh bukan? Aku tak mengenali orang tersebut namun yang ku tahu dia perempuan. Namun ku dengar orang-orang menyebut nama "mbak Tutik".
Aku ingin muntah dan pingsan kala itu, karena melihat kecelakaan tragis seperti itu. Bu asih mengajakku untuk masuk kerumah. "Bu .. mbak tutik itu siapa?" Tanyaku
"Itu, sekertarisnya kades si pak prapto. Kemaren istrinya, terus joko pegawai kantor desa, pak parmin tukang kebun kantor kades, sekarang mbak tutik sekertaris dia, emang kejam si prapto." Bu asih geram. Aku diam mendengarkan cerita bu asih.
"Dari tadi aku di warung gak denger ada suara tabrakan, tpi kok aneh si tutik itu bisa hancur badannya." Ucap bu asih.
Aku mual mengingatnya ...
"Sekarang ini kamu yang di incar sama prapto dek, aku yakin itu. Beberapa kali kiriman dia menyerangmu." Ucap bu asih sambil menatapku tajam.
Lemas langsung badanku, apa salahku sampai mau di jadikan tumbal. Sumpah aku geram banget sama pak prapto. Pengen aku bunuh duluan dia.
"Terus saya harus gimana bu? Saya takut." Rengekku
"Tenang saja nanti kamu saya yang bantu." Jawab bu asih penuh percaya diri.
Aku jadi merasa bersalah dengan kebencian dan tuduhan buruk ke bu Asih. Bu Asih tulus banget ternyata. Sore itu bu Asih menyiapkan sajen-sajenan di meja makan. Dan ada darah ayam.
"Dek, ibu harus minta darahmu buat mengusir peliharaan pak prapto." Ucap bu Asih.
"Terus caranya gimana bu?"
"Sobek dikit pakai pisau yaa, dikit kok yang penting darah kamu keluar." Ucap bu Asih
Aku pun mengikuti perintah bu Asih. Bu Asih menyalakan dupa/menyan.
Aku harus duduk di meja itu di depan sesajenan, di depanku menyala menyan dan darahku dan ayam. "Dek, ibu mau melayat ke rumah mbak tutik, adek dirumah dulu ya." Pamit bu Asih
"Tpi bu? Saya takut." Aku bener-bener takut guyss.
"Kamu aman kok, kamu harus duduk di sini trus hingga saya pulang. Jangan kemana-mana ya dik. Jangan pernah tinggalin sesajen ini kalau kamu masih mau hidup"
"Tapi kalau saya mau sholat maghrib gimana bu?"
"Kamu pengen matii!!!!" Bentak bu Asih sambil melotot.
Aku cuma menggeleng dan menangis.
"Nah nurut ya dek." Ucap bu Asih sambil mengelus kepalaku smbil tersenyum. Adzan maghrib berkumandang. Tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk. Aku tak berani beranjak, bu asih juga berpesan jangan membuka pintu jika ada yang bertamu. Pokoknya aku gak boleh kemana-mana aku cuma boleh duduk disini.Tiba-tiba angin kencang membuka pintu rumah bu asih, seseorg masuk ke dalam rumah. Betapa terkejutnya aku tangan ku bergetar begitu hebat, tubuhku kaku tak bisa bergerak.
Nenek tua memasuki rumah bu Asih, dengan kekeh tawanya yang membuat bulu kudukku merinding.
Tubuhku kaku tak bisa bergerak sama sekali. Nenek tua itu semakin mendekat ke arahku. Aku berusaha berteriak, namun tak bisa. Jantungku berdekup kencang, badanku memanas.
"Ndak usah takut ya cu" nenek itu mendekat dan mengusap rambutku. Tubuhku bergetar hebat, kulirik ke arahnya sungguh menyeramkan wajahnya.
Tiba-tiba dia mencekik ku hingga aku sulit bernafas. Aku berusaha melepaskan cekikan itu, sampai menyan dan sajen di meja berantakan. Cengkraman nenek itu benar-benar kuat sampai aku benar-benar gak bisa nafas. Ku tendang nenek itu sampai cekikan itu terlepas dan dia terjatuh.
Aku terbatuk-batuk hendak mau lari, nenek itu berubah wujud menjadi sosok berbulu tinggi, bermata merah dan bertaring. Kukunya hitam dan sangat panjang, di genggamnya kaki ku kuat sekali, hingga aku jatuh terduduk di lantai.
Aku berusaha berteriak tapi tak terdengar. Lalu mahluk itu mencekikku kembali. Hingga terdengar teriakan. "Cukuppp berhenti!!" Teriak seseorg datang kedalam rumah, betapa terkejutnya aku seseorang tersebut adalah pak prapto.
Apa benar ini ulah pak prapto. Aku menangis kencang, makhluk tadi melempar pak prapto sampek ke tembok. Disitu datang pula pak Ilham ustadz di kampung ini. Mereka berdua memanjatkan doa-doa. Tapi makhluk ini malah semakin marah. Berusaha aku berdiri dan hendak lari, tapi di cakarnya kakiku dan dia mendorong tubuhku hingga jatuh terlentang. Di kaki ku masih bekas luka gitu gais sampek sekarang, dan menjadi keloit huhu sedihnya
Tubuhku lemas, kulihat mahluk itu menyerang pak ilham dan pak prapto. Tubuhku lemas sekali. Selang beberapa menit datanglah beberapa orang salah satunya adalah maya. Dan guru agama di sekolah kami.
Dan ada beberapa orang lagi, maya sempat menolongku dengan membangunkanku. Tapi aku tak sadarkan diri, hingga aku tak tau apa yang terjadi. Ketika aku tersadar semua orang sedang menangis, kulihat maya tergeletak lemas di sampingku dengan luka di wajahnya.
Kala itu aku hanya terdiam karena lemas dan tak bisa berkata-kata. Kakiku perih, leherku kaku sekali. Orang-orang di sekelilingku membaca yassin. Kulihat maya bergerak-gerak dan berteriak, aku kaget lahh
Yang tadinya lemas jadi bangun terduduk, takut banget soalnya huhu. Akhirnya aku di tuntun untuk keluar dri ruangn itu, yang ada di dalam ruangan itu hanya pak ilham dan rekan rekan yang tak ku kenal
Karna ku lelah sekali jadinya aku tertidur pulas. Yang ku ingat ada seorang ibu beljilbab yang mengelus ngelus luka di kaki dan leherku. Pagi harinya, tubuhku sudah mendingan gaisss. Dan sekolahku sudah bersiap untuk pulang ke kota. Kulihat maya juga sudah sadar dan mendingan.
Wajahnya di tambal pakai perban. Sebelum pulang aku dan maya di ajak berkumpul di kantor kades. Awalnya aku menolak, jujur aku takut dan malas bertemu pak prapto. Aku begini karena dia. Dari awal bu asih udah bilang orang yang paling tega menumbalkan istrinya pak prapto. "Uda ndin, kita ikut aja. Biar kamu juga tau cerita yang sebenarnya dan apa yang terjadi disini." Ucap maya
Akhirnya aku menurut untuk ikut. Sesampai di sana, ssh ada pak prapto, pak ilham, pak santo kepala sekolah kami, dan bu indri wanita yang menyembuhkan lukaku.
Kami pun di persilahkan masuk dan duduk. Aku malas menatap wajah pak prapto. Namun akhirnya pak prapto meminta maaf dan menjelaskan apa yang terjadi.
Jadi aku salah menilai pak prapto ini gaiss. Dia sebenernya baik, dan warga disini tidak memiliki peliharaan. Justru yang punya peliharaan itu ya bu Asih Wanita tua yang menerorku, itu peliharaan dia. Dan ternyata rumah yang aku tinggali itu bukan rumah asli bu Asih. Bu Asih ini memiliki 4 sawah, peternakan sapi, pertanian bakau, dll.
Jadi awalnya bu Asih ini kerja mnjdi TKI Suaminya seorang kades, namun ketika pulang ke kampung dia membawa 2 anak, hasil hubungan gelapnya di luar negri.
Karena dia tak dijinkan suaminya untuk menjdi TKI lagi, hidupnya sangat krisis hingga ia berpikir buat memiliki pesugihan dan peliharaan. Rumah yang aku tempati ini ya rumah peliharaan bu asih. Makanya banyak warga yang meninggal tidak wajar di depan rumah bu Asih, dan orang yang meninggal itu meneror bu asih. Sebenarnya dari awal yang di incar peliharaan bu Asih itu maya, tapi karena ternyata si maya ini punya penjaga dan memiliki kelebihan. Jadinya akulah yang terkena imbasnya. Si maya geger ingin pulang ya karena dia tau bakal jadi korban tumbal bu Asih. Sekarang bu Asih sedang buron alias dalam pencarian.
Warga dan pak prapto pun tak menyangka orang yang menghabisi istrinya adalah bu Asih, bahkan anak dan suami bu Asih juga menjdi korban tumbalnya. Sebenernya aku uda gak kuat gais, pengen nuntut bu Asih tapi ya gimana, aku lebih baik segera pergi dan tak mau berurusan dengan bu Asih.
Kalau soal tuyul itu emang banyak yang pelihara tuyul tapi bukan dari kampung ini. Tapi di kampung lain, cuma tuyulnya larinya ke kampung ini. Setelah kita semua pulang dari sana aku di ruqiah sampek beberapa bulan baru sembuh. Dan yang serem bu Asih masih sering sms aku.
Karena aku takut dan masih ada trauma, jadi aku memutuskan untuk ganti no HP. Dan denger-denger dari adek kelasku yang live in di tahun berikutnya, depan gang kampung sudah bukan rumah tapi masjid. Dan tidak ada lagi orang tua Asuh yang bernama Asih. Begitu sekiranya thread ku kali ini, sekarang yang masih tersisa bekas luka di kaki, sama di leher, masih kayak garis garis gitu.
Namun aku sangat bersyukur masih bisa hidup. Dan maya setelah itu pindah sekolah, rumah, dan kota. Aku sudah tidak pernah kontak lagi dengan maya, ku dengar dia melanjutkan di luar negri.
~~~SEKIAN~~~
BACA JUGA : MENAGIH SEBUAH JANJI