KOTA BEDUNG - NEGERI LELEMBUT
JEJAKMISTERI - Akhir Tahun 2004 di Ranai Natuna. Pasca berbagai ujian dalam hidupku, diawal tahun 2004 bapakku meninggal, dengan segala permasalahan, dari yang nyata hingga ke hal mistik yang terjadi, belum 40 hari bapak meninggal, ummi serta adik-adikku sakit, yang sakitnya merujuk ke hal mistik dan tentunya semua tidak dapat dicerna oleh logika.
Beberapa bulan setelahnya, akupun mengalami kecelakaan lalu lintas, yang nyaris saja, kaki sebelah kananku di amputasi.
Dari semua itu, sempat membuat jiwaku goyah, bahkan nyaris aku merasa putus asa. Disituasi yang buruk itu, sempat aku terjerumus ke dunia glamour atau biasa orang menyebut dengan dunia malam.
Kehidupan dunia malam, sudah barang tentu semua hal buruk tersaji didepan mata, apalagi dengan profesiku ini, sangat mudah untuk mendapatkannya.
Pertanyaannya, apakah itu semua dapat membuatku bahagia, serta terlepas dari semua beban masalah? Jawabannya, TIDAK, justru hidupku semakin terpuruk. Hidupku semakin kacau, hingga aku kehilangan rasa percaya diri, dan berdampak sangat buruk terhadap hidupku.
Akhirnya aku memilih untuk meninggalkan dunia malam, namun saat itu aku belum tahu kemana harus melangkah, mungkin karena aku sudah terlanjur salah jalan, sehingga aku tidak tahu langkah apa yang harus aku tuju. Aku selalu menyendiri, baik ketika di barak, maupun saat di kantor. Dengan menyendiri kucoba merenungi hidup, mungkinkah aku akan selamanya didalam keterpurukan.
Di suatu malam yang sunyi dan hening, aku terbaring seorang diri diatas kasur yang tipis didalam kamar barak. Lampu kamar sengaja aku matikan, sehingga terasa begitu gelap. Didalam kesunyian dan gelapnya kamar, kupejamkan mataku, namun hati dan fikiranku jauh entah kemana.
Tiba-tiba saja, aku mendengar suara pelan, suara seseorang yang tidak aku lihat berbisik ditelingaku, hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya didaun telingaku.
Sontak aku merasa terkejut, dan seketika aku membuka kedua mata. Tentu saja, saat itu yang kulihat hanya kegelapan.
''Duuuuh mungkin aku hanya mimpi'' Aku tetap berfikir positif, walau aku sangat yakin, itu bukanlah mimpi, karena aku tidak sedang tidur.
Akupun kembali memejamkan mata, dengan lengan sebelah kanan, aku tumpangkan diatas keningku. Tak lama, kembali aku mendengar seseorang berbisik ditelingaku, kali ini tak kuhiraukan, namun jelas kudengar bisikan itu,
''Aku tunggu digunung, diatas batu yang paling besar'' Demikian suara bisikan itu kembali berkata.
Dengan perlahan, aku membuka mataku, lalu dengan cepat aku bangkit, dan tanganku meraih saklar lampu didinding kamar, 'Ceklek' Seketika ruang kamarku menjadi terang benderang, namun, tak ada sesiapapun, selain diriku sendiri.
Aku duduk di tepi ranjang, berfikir dan bertanya dalam hati, siapa gerangan yang baru saja berbisik ditelingaku dan apa tujuannya menyuruhku saat itu kegunung,
Entah kekuatan apa, yang mendorong hatiku untuk menuruti bisikan itu, aku melangkah keluar kamar, lalu dengan menggunakan sepeda motor, akupun keluar dari parkiran barak menuju ajakan bisikan itu, yang aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya yang berbisik kepadaku.
Singkat cerita, aku terus memacu motorku, hingga aku mulai mendaki ke lereng gunung itu, dilereng gunung masih terlihat beberapa rumah penduduk, dengan demikian jalanpun masih bagus dan mudah untuk dilalui sepeda motorku, hingga akhirnya aku tiba diujung jalan yang buntu, tentunya tidak bisa lagi aku meneruskan perjalanan dengan menggunakan sepeda motor.
Aku parkirkan sepeda motorku dibalik pohon yang lumayan rimbun, lalu aku meneruskan pendakian dengan berjalan kaki, cuaca semakin terasa sangat dingin, beruntung saat itu aku menggunakan jaket walau tidak tebal, lumayan bisa sedikit membantu menghangatkan tubuh.
Gelapnya malam serta terjalnya bebatuan tak menjadi halangan bagiku, aku terus melangkah walau saat itu aku sendiri tidak tahu dimana batu yang paling besar, sesuai dengan Petunjuk bisikan itu.
Dengan senter kecil ditanganku, yang selalu kubawa kemanapun aku pergi ketika malam hari, aku mencari jalan dicelah bebatuan, hingga langkahku tertahan oleh batu berukuran sangat besar, diantara bebatuan yang ada disekitarnya.
''Mungkinkah batu ini yang dimaksudkannya'', fikirku, sambil kuarahkan cahaya senter ke setiap bagian batu itu.
Bentuk batu itu walau ukurannya besar namun tidak menjulang tinggi, bentuknya melebar, sehingga tidak terlalu sulit bagiku untuk memanjat dan naik keatas batu itu.
Singkat cerita, saat itu aku telah berada diatas batu besar, yang diatasnya terlihat datar, aku duduk diatasnya dengan posisi menghadap kebawah gunung.
Walau tidak dari puncaknya. namun lumayan tinggi, aku melihat gemerlap cahaya kota Ranai, terlihat bergitu indah, dengan kelap-kelip cahaya lampu dari setiap rumah penduduk, bak mutiara yang bertebaran, melihat keindahan itu sesaat membuat aku terlupa akan segala problema hidupku.
Ditengah aku menikmati indahnya alam digunung Ranai, tiba-tiba saja turun hujan, walau hanya gerimis, namun sudah pasti dengan perlahan membasahi alam, serta aku yang saat itu tengah duduk di atas batu besar, serta dikegelapan malam.
Rintik hujan, menyadarkanku dari lamunan, aku beranjak dari duduk dan memutuskan untuk turun gunung, dan kembali kebarak, namun baru saja aku hendak turun dari batu itu,
''Astaghfirulloh''
Aku dikejutkan oleh siluet putih di atas batu, yang berukuran besar juga di sebelah kiri ku.
Sosok putih itu berdiri menghadap kearahku, walau tidaklah terlalu jauh, namun aku tetap tidak dapat dengan jelas melihat muka dari sosok itu, dan akupun tidak ada keberanian untuk menyorotkan senter kearahnya. Jantungku berdebar, bulu Roma seketika meremang, karena tidak mungkin itu manusia, fikirku.
Dengan tubuh mulai gemetaran, karena rasa takut mulai merasuki jiwa, aku kembali beringsut menghadapkan tubuh dan pandanganku ke arah kota Ranai. aku merasakan sosok itu terus mengawasi ku.
Entah karena rasa takut atau memang mataku telah mengantuk, aku merasakan kepalaku begitu berat serta badanku terasa lelah, dengan perlahan aku merebahkan tubuhku, dengan posisi menghadap kesebelah kanan, tentunya membelakangi sosok putih, yang aku rasakan masih terus mengawasi ku.
Sesaat kemudian akupun terlelap diatas batu besar serta dinginnya malam.
Suasana hari yang begitu tenang dan nyaman, terangnya hari namun tak terlihat sang mentari, aku tengah duduk sendiri diatas batu yang besar,
Tiba-tiba saja, ada seorang pria separuh baya menghampiriku, pria paruh baya itu mengenakan pakaian seperti pakaian adat Melayu atau yang biasa disebut, baju teluk belanga. Pria itu tersenyum ramah kepadaku, tanpa berbicara sepatah katapun ia menghampiri dan menyalamiku, walau ia tidak terlihat berbicara, namun aku seakan mengerti apa yang di maksudnya, dalam hatiku seakan ia mengatakan namanya, serta menanyakan siapa namaku,
''Perkenalkan nama saya Rahman, nama mu siapa nak?"
Demikian ujarnya didalam hatiku.
''Nama saya Dayat pak, Bapak dari mana, kok ada digunung ini?''
Tanyaku kepada pak Rahman.
Pak Rahman hanya terseyum, sungguh senyumnya begitu terasa nyaman dihatiku, tatapannya teduh, layaknya seorang ayah ke anaknya.
''Ayok ikut saya nak''
Beliau tak menjawab pertanyaanku, justru ia mengajakku, yang saat itu aku tidak tau hendak diajak kemana.
Tanpa bertanya, akupun mengikuti beliau dari belakangnya, yang mulai melangkah terlebih dahulu.
Singkat cerita, aku diajak pak Rahman ke suatu daerah yang terlihat ramai, dengan bangunan terlihat megah, dengan desain dan ukiran, serta warna sangat kental dengan Entik Melayu.
Jujur aku merasa senang ditempat itu,
Hatiku merasa sangat bahagia. Serasa aku tak mau kembali pulang.
Aku terus dibawa pak Rahman memasuki perkotaan yang ramai, namun terasa begitu teratur, disaat tengah berkeliling kota nan bersih dan damai, tiba-tiba saja,
''Allohhuakbar, Allohuakbar....
Tiba-tiba terdengar menggema, suara adzan ditelingaku, mungkin dari mesjid yang ada didekat sini, fikirku.
Namu, seketika aku terkejut yang tidak terkira,
''Astaghfirulloh''
Suasana yang terang, seketika berubah menjadi gelap, cuaca yang sejuk berubah menjadi dingin, aku sapukan pandangan mataku ke segala arah, yang terlihat hanya kegelapan malam, serta bayangan pohon Pinus yang terlihat bagai monster tengah mengelilingiku.
''Ya Alloh''
Aku masih diatas batu besar yang ada digunung.
Terdengar suara adzan subuh dari mesjid yang ada di Ranai darat hampir usai.
Akupun segera beranjak turun dari batu itu, dan segera turun gunung.
Singkat cerita, aku sudah berada di mana sepeda motor aku parkirkan, lalu akupun kembali ke barak.
Setibanya dibarak, aku langsung mandi dan melaksanakan sholat fardu subuh dibarak, karena tidak sempat lagi aku berjamaah di Mesjid.
Setelah selesai sholat, akupun langsung berpakaian dinas untuk persiapan apel pagi.
Singkat cerita, dikantor aku masih terus memikirkan kejadian yang telah aku alami, pengalaman yang begitu terasa aneh bagiku.
''Kamu kenapa melamun terus Yat?"
Tiba-tiba saja, seseorang menyapaku,
Aku sedikit terkejut, karena aku tak menyadari telah berdiri seseorang disampingku serta menyapaku,
Aku palingkan mukaku kesebelah kananku, dan ternyata seniorku bang Hendrik,
"Eh, siap bang, gak ada cuma lagi duduk-duduk saja"
Jawabku, sedikit tergagap.
Bang Hendrik duduk dikursi yang ada di sebelahku, dengan terus menatapku ia kembali bertanya,
''Dayat ada masalah ya?, Ceritalah sama saya"
Ucapnya, seakan ia tahu apa yang tengah aku rasakan saat itu.
Aku hanya tertunduk, mendengar ucapan bang Hendrik, yang saat itu bertanya sambil terus menatapku,
Lalu akupun mulai bercerita, dan menceritakan semua yang aku alami, hingga kejadian tadi malam.
Dengan raut wajah serius beliau mendengarkan ceritaku, lalu beliau menanggapi,
''Begini Yat, kalau Dayat mau, ayok saya ajak ke rumahnya pak haji yang ada di gunung itu, mungkin beliau bisa memberikan solusi'' Demikian, tutur bang Hendrik kepadaku.
Singkat cerita, akupun menyutujuinya, dan kami berdua saat itu juga berangkat kerumahnya pak haji yang dimaksud bang Hendrik.
Beruntung, setibanya dirumah pak haji, beliaupun ada, tengah duduk di pinggir kolam ikan.
''Assalamualaikum pak haji'' Salam bang Hendrik.
''Waalaikum salam''
"Ape cite yau?" (Apa kabarnya kamu) "Ayoklah masuk" Jawab beliau kepada kami.
"Alhamdulillah sehat pak haji" jawab Bang Hendrik.
Lalu kamipun masuk kedalam rumahnya. Setelah duduk dikursi diruang tamunya, beliau langsung bertanya kepada kami.
''Ape hal yau, lame dah yau tak datang Kat sini ye?'' (Ada masalah apa, sudah lama kamu tak datang kesini ya).
''Iya pak haji, begini pak haji Adek leting saya sedang punya masalah, mulai dari masalah pribadi, hingga kejadian yang baru saja ia alami tadi malam'' ujar bang Hendrik dan singkat cerita, aku ceritakan semua kepada pak haji itu.
''Hmmm, aku faham dah, apeu yang bin alami tadi malam tu'' (Aku sudah faham apa yang beliau alami tadi malam itu) Ujar pak haji.
''Jadi begini ya, apa yang awak alami tadi malam, kebetulan awak dapat jumpa dengan yang baik, (orang bedung/makhluk halus yang berada di gunung Ranai) dan dia kasihan melihat awak tengah putus asa, makanya dia menunjukkan bahwa hidup awak tu masih panjang, dan cerah dihari depan, jadi supaya awak tetap semangat untuk hidup, serta awak harus selalu bersyukur, kemudian yang lebih penting, awak harus bertobat'' Demikian penuturan pak haji panjang lebar.
"Tapi ingat.... Jangan awak ulangi lagi yeu, datang kat gunung ni lagi, malam hari pulak, saye takot yang datang bende yang jahat'' Sambung pak haji, mengingatkanku agar jangan diulangi lagi datang ke gunung pada malam hari, karena beliau takut yang mendatangiku jin yang jahat.
Singkat cerita, setelah mendapat pencerahan dari pak haji, kamipun berpamitan pulang, kembali ke kantor, karena saat itu memang masih jam kerja.
Saat aku berpamitan dan menyalami pak haji, beliau berkata, ''Beruntung yeu, awak dapat jumpeu haji Rahman, jarang orang yang dapat jumpe bin, mungkin karena awak baik orangnye''
(Beruntung ya kamu bisa jumpa dengan haji Rahman, jarang orang yang bisa jumpa dengan beliau, mungkin karena kamu orang baik) Ujar pak haji kepadaku.
"Siap, makasih ya pak, atas pencerahannya untuk saya, saya ijin pamit''
Ditahun 2005, aku memutuskan untuk meninggalkan segala gaya hidup yang glamour, maklumlah yang namanya masih berjiwa muda, walau saat itu usiaku sudah tidak muda lagi.
Aku hidup diranai Natuna benar-benar sendiri, sendiri dalam artian jauh dari keluarga atau saudara.
Dengan memutuskan untuk merubah gaya hidup dan prilaku, tentunya bukanlah hal yang mudah, banyak cobaan dan rintangan.
Langkah pertama caraku merubah hidupku yaitu dengan cara menjauhi tempat dan teman, yang cenderung kuat mempengaruhi diriku ke hal buruk, karena aku berfikir sekuat apapun imanku, jika aku masih mendatangi dan berteman dengan yang buruk maka aku tidak akan bisa berubah menjadi lebih baik.
Caraku menuai banyak permasalahan, banyak temanku yang gaya hidupnya masih glamour, mengatakan aku munafik dan sebagainya, dan orang yang memang hidupnya sudah baik, tidak mau menerimaku diantara mereka,
Mereka selalu curiga dan menganggapku layaknya manusia paling buruk dimuka bumi ini.
Namun aku tetap dengan tekadku, biarlah aku dijauhi mereka, yang penting Alloh tidak akan pernah menolak tobatku.
Kondisi batinku sungguh menyakitkan, saat itu tiada tempat untuk bercerita selain kepada Alloh.
Setiap waktu sholat aku selalu berusaha untuk berjamaah dimesjid, yang tidak jauh dari barak dimana aku tinggal, karena dengan aku selalu sholat dimesjid, semakin aku yakin dan bisa untuk berubah menjadi lebih baik dalam hidup, selain itu aku selalu melaksanakan puasa sunah Senin dan Kamis, tak ketinggalan hampir setiap malam aku mengerjakan sholat tahajud.
Ketika dikantorpun, disaat ada waktu kosong selalu aku gunakan dengan membaca Alqur'an, karena aku selalu menjaga wudhu.
Hari berganti hari, demikian pula dengan bulan aku lalui dengan terasa berat, namun dengan tekad serta keyakinanku aku jalani dengan ikhlas, akhirnya Alhamdulillah aku merasa bahagia, lingkungan hidupkupun secara perlahan tapi pasti mulai memberi ruang untukku. Yang tentunya kehidupan yang normal dalam nuansa religius.
Suatu malam di mesjid batu hitam Ranai. Selepas waktu sholat fardu Maghrib, aku duduk-duduk sendiri di teras mesjid, yaah karena aku belum ada keberanian untuk bergabung dengan jamaah lain, jujur aku masih minder, karena aku merasa tak pantas berada diantara mereka, yaitu bapak-bapak jamaah lain beserta pak imam.
Saat itu aku tengah fokus berdzikir dalam hati sambil melihat kearah jalan melihat kendaraan yang lalu lalang.
"Tinggal dimana pak?"
Tiba-tiba saja aku dikejutkan satu suara yang sepertinya menyapaku. Kupalingkan mukaku ke sebelah kanan, dan ternyata itu pak Imam menyapaku dengan senyum ramahnya.
"S saya tinggal dibarak pak" Jawabku, sedikit tergagap dan canggung.
Lalu beliau duduk disampingku.
''Saya lihat bapak rajin sholat berjamaah dimesjid ini, tapi kenapa tak pernah mau bergabung dengan yang lain?", Tanya beliau kepadaku dengan tetap tersenyum.
''Saya segan pak'' Jawabku singkat.
"Kenapa bapak segan dengan kami?" Tanya beliau sambil menatapku dengan teduh, Sungguh aku tak berani membalas tatapannya, aku hanya tertunduk.
"Saya merasa tak pantas pak bergabung dengan jamaah lain, karena saya..... Karena saya manusia yang banyak dosa, cuma saya berusaha untuk berobat serta memperbaiki diri" Demikian jawabku dengan pelan.
Astaghfirulloh...
"Bapak jangan seperti itu berfikirnya ya, kita ini semua sama dimata Alloh, dan jujur kami yang sudah tua ini senang melihat bapak masih muda tapi tekun ibadahnya" Jawab beliau, seraya menepuk lembut bahuku.
Mendengar ucapannya, yang sungguh membuat hatiku merasa damai, seketika aku menatap wajah teduhnya, beliau membalas dengan senyuman, kuraih tangannya kusalami dan kucium tangannya.
"Terimakasih ya pak, sudah mau menerima saya dengan baik dimesjid ini" ucapku kepada beliau.
"Hehehe, ini rumah Alloh pak, jadi semua orang muslim boleh datang Kat sini" jawab beliau.
Singkat cerita, setelah selesai sholat fardu isya aku pulang ke barak, aku merasa senang dan bahagia, karena akhirnya kini aku mulai punya teman yang lebih baik, yaitu pak ustadz dan jamaah mesjid dimana aku selalu sholat berjamaah. Dengan demikian aku semakin semangat beribadah kemesjid itu.
Hari-hari kehidupanku berangsur membaik, mungkin karena pola hidupku yang sudah mulai teratur, namun aku manusia biasa yang tak luput dari pasang surut dalam Suasana hati, juga keimanan, walau dalam ibadah aku sudah berangsur membaik.
Malam itu aku merasakan suasana hatiku tengah dilanda kegalauan, fikiranku terlalu jauh melayang, entah kemana, aku duduk sendiri di depan barak, tiba-tiba saja, terlintas difikiranku ke gunung, siapa tahu aku bisa ketemu kembali dengan pak Rahman, fikirku.
Tanpa fikir panjang, aku kembali ke kamar barakku, aku pakai jaket serta kubawa senter kecilku.
Aku keluar barak dengan sepeda motor dengan tujuan ke gunung Ranai. Sebelum mendaki aku singgah di warung yang ada dilereng gunung yang terlihat masih buka, aku membeli sebungkus rokok dan sebotol air mineral, kemudian aku melanjutkan perjalanan mendaki gunung.
Seperti tempo lalu, aku menggunakan sepeda motor sampai jalan yang buntu, lalu aku parkirkan sepeda motor dibawah pohon yang rimbun itu.
Kemudian akupun melanjutkan dengan berjalan kaki.
Singkat cerita, akupun sampai di batu yang besar, aku duduk diatas batu itu dengan posisi menghadap kearah kota Ranai, suasana malam itu beda dengan malam waktu tempo lalu, malam itu langit terlihat begitu indah, walau sang rembulan belum menampakan diri, namun sang bintang bertaburan menghiasi langit.
Bersaing dengan lampu-lampu yang bertebaran dari kota Ranai, terasa sejuk suasana saat itu tapi tidak sampai membuat aku kedinginan.
Ku ambil sebatang rokok dari kotaknya, kubakar dan kuhisap dalam-dalam, sehingga terlihat kepulan asap saat aku hembuskan dari mulutku.
Malam yang hening, nan damai, sedikit terganggu dengan gigitan-gigitan nyamuk di sekelilingku.
Kutepuk nyamuk yang hinggap di badanku, namun kusadari nyamuk-nyamuk itu semakin banyak, mengepungku, Kukibas-kibaskan tanganku ke gerombolan nyamuk itu, namun nyamuk itu justru semakin banyak, walau tidak menggigit dan hanya berputar-putar di depan telingaku saja, namun aku merasa sangat terganggu.
Disaat aku tengah sibuk mengusir nyamuk, saat itu pula aku melihat kelebatan-kelebatan hitam, dari balik pepohonan disekelilingku, semakin dekat dan dekat ke sisi batu yang aku tengah duduk diatasnya.
Melihat bayangan hitam nan tinggi dan besar itu, jantungku berdebar, rasa was-was pun mulai terasa.
Dengan perlahan aku mengambil senter di saku jaketku, kugenggam erat ditangan, lalu dengan kekuatan hati aku hidupkan dan kuarahkan cahaya senter ke depan dimana makhluk itu berdiri paling dekat dariku.
Astaghfirulloh.......
Bertepatan cahaya senterku mengenai muka sosok itu, terlihat ia menyeringai dan menatap tajam kearahku. Seketika itu pula aku matikan kembali senterku.
Bukan hanya berdebar jantungku, tapi saat itu tubuhku gemetaran setelah aku melihat muka dari makhluk-makhluk yang saat itu tengah mengelilingiku.
Disaat aku panik karena kedatangan makhluk-makhluk menyeramkan, terdengar seperti ada seseorang yang tidak terlihat mataku, berbisik.
"Pejamkan matamu nak, baca surat An-Nas"
Dalam situasi yang menegangkan, dan sudah pasti menakutkan, aku berusaha untuk konsentrasi mengikuti bisikan itu, tanpa aku mencari tahu siapa yang berbisik.
Kupejamkan mataku, walau sulit untuk fokus, karena suara geraman dari makhluk-makhluk itu kian mendekat, seakan sengaja menunjukkan eksistensinya, agar aku tidak bisa fokus.
Akupun demikian, aku tidak mau kalah dengan makhluk-makhluk itu, karena aku meminta pertolongan kepada Sang pemilik Alam ini, yaitu Alloh SWT.
Dengan kedua mata kupejamkan, lalu aku membaca;
Begitu aku selesai membaca ayat suci itu, dengan mata masih terpejam, tak kudengar lagi suara geraman dari makhluk-makhluk menyeramkan itu, tak kudengar pula suara nyamuk walau hanya satu ekor, heniiing.
Dengan perlahan aku membuka kedua mataku.
Saat aku telah membuka kedua mataku, hanya ada satu sosok yang berada dihadapanku, sosok itu duduk bersila, kira-kira 1 meter dihadapanku, walau aku tidak melihat dengan jelas raut wajahnya, karena gelapnya malam, namun aku tahu siapa sosok itu, yah beliaulah pak Rahman atau haji Rahman.
''Saya tahu kamu ingin jumpa dengan saya, tapi bukankah kamu sudah diingatkan pak haji, agar kamu jangan kesini lagi nak'' Demikian ujar pak Rahman kepadaku.
Aku menahan nafas, saat pak Rahman berbicara kepadaku, karena aku tahu beliau marah kepadaku walau dengan cara bijaksana.
''I iya pak, saya salah, saya rindu dengan bapak, saat ini saya tengah gundah, maafkan saya pak'' Jawabku kepadanya, merasa bersalah.
"Mulai saat ini kalau mau ketemu dengan saya, tak perlu datang kesini ya"
Sekarang pulanglah, tetap berpegang teguh kepada Alloh, jika ingin selamat, Sambung beliau kepadaku.
Singkat cerita, setelah ketemu beliau aku turun dari gunung dan kembali ke Barak dengan senang hati, karena kedepannya jika ingin ketemu beliau, tak perlu aku ke gunung lagi, karena beliau sudah memberi tahuku cara memanggilnya.
SEKIAN