Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TUNGGU AKU DAN ANAKMU DIBATU NISANMU


Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat semua dimanapun berada, apakabarnya?
Yaaah semoga saja, kita semua selalu sehat Wal Afiat serta selalu dalam lindunganNya. Amiiiin.
Baik kali ini saya bercerita masih dikisah nyata tentunya, semoga berkenan🙏

Bismillahirrohmanirrohim

JEJAKMISTERI - Menikah dengan orang yang dicintai tentunya harapan semua orang, kreteria pilihan tentunya berbeda-beda, walau mungkin ada beberapa poin yang sama.

Tujuan menikah tentunya ingin hidup bahagia bersama orang yang dicintai tentunya.
Demi cinta banyak orang rela menderita, bahkan korban nyawa, walau tujuannya bahagia.
Seperti halnya dengan sebuah kisah yang saya tulis dalam cerita ini, Rosidi dengan tarsini memutuskan untuk menikah secara diam - diam karena orang tua Rosidi tidak merestui Rosidi menikah dengan tarsini, setelah menikah pasangan muda itupun meninggalkan kampung halamannya dengan ikut bertransmigrasi ke Riau, tanpa ada yang tahu seorangpun dari keluarga mereka.

Tahun 1982 di daerah bagan siapi-api Riau, tepatnya di lokasi transmigrasi, desa Rokan 3 blok b. itu daerah yang saya ingat hingga saat ini.
Hidup pasangan muda suami istri, yang berasal dari Jawa barat, tepatnya dari indramayu, mereka hidup bahagia, walau jauh dari sanak dan saudara.

Di perantauan yang jauh dari keluarga, Rosidi sebagai suami sangat menyayangi istrinya yaitu Tarsini, demikian pula sebaliknya. 
Untuk hidup sehari-hari Rosidi bekerja keras bertani, bercocok tanam di lahan pemberian pemerintah pada masa orde lama, dan bukan hanya Rosidi, melainkan semua warga desa mendapatkan fasilitas dari pemerintah.

Rosidi serta warga desa yang lain pada masa itu tidak ada kesulitan dalam mengelola lahan, karena memang pemerintah sudah memberikan segala sarana dan prasarana pengelolaan lahan, hingga ke berbagai macam bibit, pemerintah juga memberikan sandang pangan buat warga desa, hingga warga desa bisa mandiri atau sudah panen dari hasil lahan yang dikelolanya.

Lanjut cerita ke Rosidi dan Tarsini,
Dua tahun Rosidi menikah dengan Tarsini, belumlah mendapat momongan, namun mereka tetap bersabar dan tak mengurangi rasa cinta dan kemesraan yang ada satu sama lainnya.

Setiap pagi Rosidi berangkat ke ladang untuk mengelola ladangnya, karena selain lahan halaman rumah, merekapun mendapat lahan kebun seluas 2 hektar, dan saat itu Rosidi mengelola lahan itu dengan menanam padi dan tanaman keras.

Pagi hari Rosidi berangkat sendiri ke ladang, dan menjelang siang Tarsini menyusul dengan membawa bekal makan siang untuk Rosidi, demikian mereka berdua setiap hari bahu membahu dalam menjalani hidup.

''dek kalau suatu saat kita punya anak, mau kasih nama apa ya?''
Di sela istirahat makan siang, tiba-tiba saja, Rosidi bertanya tentang kelak jika mereka mempunyai anak akan diberi nama apa.

''hahaha, kakang ada-ada saja''
Tarsini bukannya menjawab pertanyaan suaminya, justru ia tertawa terbahak, merasa lucu dengan ucapan suaminya.

''Alah kang, aku aja belum hamil, gimana bisa kita punya anak?''
Ujar Tarsini, sambil tertawa.
Mendengar ucapan istrinya, Rosidi ikut tertawa.

''ya siapa tau esok atau lusa Adek hamil, rejeki kan Gusti Alloh yang ngatur'', 
Disela tawanya, Rosidi berkata.

''amiiiin.... Yaa Robb'',
Tarsini mengaminkan ucapan Rosidi.

''dek, kita pulang yuk, soalnya kakang capek kali, hari ini kerjanya'' 
Rosidi mengajak pulang istrinya dan tidak berniat melanjutkan kerja selepas makan siang tadi. Tarsini pun mengiyakan tanda iapun setuju, dan merekapun akhirnya pulang kerumah.

Di pagi yang sangat segar nan indah, embun pagi masih terlihat putih menggumpal diudara, kicau burung bersahutan seakan bergembira menyambut datangnya hari, terlihat warga desa mulai beriringan. berjalan hendak pergi keladang, namun ada juga yang hanya bekerja dihalaman rumah masing-masing.

''dek, kakang berangkat dulu ya''
Pagi itu Rosidi berpamitan kepada istrinya, hendak keladang,

''Kang, kalau bisa hari ini jangan keladang ya, aku kan lagi kurang enak badan nih, rengek Tarsini, melarang suaminya agar tak pergi keladang, karena ia merasa tidak enak badan.

Tarsini memang sepulang dari ladang kemarin merasa tidak enak badan, Tarsini mengeluh sakit kepala, dan perutnya mual, hingga beberapa kali iapun muntah.

''Gini saja ya dek, kakang pergi ke ladangnya sebentar saja, sebelum siang kakang pulang, karena kalau kakang tak keladang gimana dengan padi kita yang sebentar lagi mau panen?''. 
Rosidi tetap mau pergi keladang dan berjanji tidak akan lama. Tarsini pun akhirnya setuju dan rosidipun berangkat,

Setelah Rosidi berangkat ke ladang, Tarsini pun masuk kembali ke kamarnya, ia kembali membaringkan tubuhnya dikasur, karena ia saat itu benar-benar merasa pusing dan mual-mual. akhirnya Tarsini tertidur.

Jam 10 pagi tarsini terbangun, karena ia mendengar suara ketukan dipintu depan rumahnya, dengan tubuh terasa lemah, tarsini bangkit dari kasurnya, lalu ia keluar dari kamar dan membuka pintu depan,
Sambil membuka pintu itu, tarsinipun sambil berkata,

''Udah pulang ya kang?''
Ujarnya, namun didepan pintu itu tarsini tidak melihat suaminya.

''Kang....kang''....
Tarsini memanggil suaminya, namun tak ada jawaban. Tarsinipun menutup kembali pintu depan, lalu iapun berjalan menuju pintu dapur dan membukanya, karena ia fikir mungkin suaminya lewat pintu belakang, namun tetap ia tak menjumpai suaminya.

''apa aku bermimpi ya''
Gumam tarsini, bicara sendiri. tarsini memutuskan untuk memasak. Karena memang ia harus masak buat makan suaminya nanti sepulang dari ladang.

Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, namun suaminya belum juga pulang dari ladang, padahal tadi pagi suaminya berjanji tidak akan lama, namun tarsini tetap berfikir positif.

''mungkin dia lupa keasikan kerja''
Fikir tarsini. setelah selesai memasak buat suaminya, iapun kembali istirahat dikamarnya.

Waktu menunjukkan pukul 4 sore, Rosidi belum pulang juga dari ladang, 
Tentunya perasaan tarsini mulai resah, ia khawatir takut terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap suaminya, karena suaminya tidak pernah hingga sesore ini belum pulang dari ladang.

Tarsini keluar rumah, dan mendatangi rumah tetangga, tiga rumah dari rumahnya,

Assalamualaikum...
Ummi, mi.....
Kartini mengucapkan salam dan memanggil tetangganya itu.

Waalaikum salam,
Tak lama berselang dari dalam rumah itu, terdengar suara menjawab salam dari tarsini, dan pintu rumah pun dibuka,

''ada apa dek?''
Tanya pemilik rumah itu, yang seorang ibu-ibu.

''mi, kang Rosidi belum pulang dari ladang dari pagi tadi mi''
Ujar tarsini dengan raut wajah khawatir, kepada ibu pemilik rumah yang biasa dipanggil ummi.

''loh...biasanya Adek kan pergi bareng ke ladang? Tanya ummi ke tarsini.

''iya mi, aku dua hari ini gak enak badan, kepalaku pusing dan perutku mual mi, jadi aku gak ikut keladang''.
Jawab tarsini,

''Mi, bisa gak minta tolong ke bapak susulkan kang Rosidi ke ladang, aku khawatir ada apa-apa sama suamiku, karena gak biasanya dia belum pulang sampai sore gini mi''.
Tarsini meminta tolong ke suami ummi untuk menyusulkan suaminya.

Singkat cerita, akhirnya ummi menyampaikan kepada suaminya untuk menyusul Rosidi ke ladangnya.
Dan suami ummipun berangkat dengan 2 orang tetangga lainnya, menyusul Rosidi keladang.

Ladangnya Rosidi memang tidak terlalu jauh, kira-kira 2km dari rumahnya, namun pada saat itu masih banyak hutan belantara di sekeliling desa itu. Makanya warga desa paling lama jam 3 sore sudah kembali kerumah masing-masing dari ladang, pertimbangan takut karena masih banyak binatang buas diarea hutan.

Tarsini masih menunggu dirumah ummi, ia belum mau kembali kerumahnya sebelum suaminya pulang.

Menjelang Maghrib suaminya ummi dan dua tetangganyapun kembali dari menyusul Rosidi, namun tidak terlihat Rosidi bersama mereka, tentu saja hal itu membuat tarsini semakin risau..

''mana suamiku kok gak ikut pulang pak ustadz?"
Tanya tarsini kepada suaminya ummi, yang ternyata didesa itu sebagai ustadz.

''saya dan teman-teman tak menjumpai suamimu disana dek''
Kami sudah mencarinya dan memanggilnya, tapi dia gak ada. Berhubung hari sudah hampir Maghrib dan gelap, kami memutuskan untuk pulang, karena kami tidak bawa senter dan senjata apapun'', tutur pak ustadz.

''jadi suamiku kemana ya?''
Tarsini saat itu bukan cuma khawatir, ia mulai menangis, ummi berusaha untuk menenangkan tarsini agar tetap tenang.

''tenang dulu ya dek, habis sholat Maghrib nanti saya umumkan di mesjid, dan kita cari bersama ya''
Demikian pak ustad berkata dan berjanji akan melakukan pencariannya setelah Maghrib.

''Iya pak ustadz, aku minta tolong ya''.
Jawab tarsini sambil menangis.

Singkat cerita, setelah sholat Maghrib diumumkan oleh pak ustadz perihal belum pulangnya Rosidi dari ladang, semua warga desa kompak malam itu juga mencari Rosidi diladang dan sekitarnya.

Masing-masing warga membawa obor atau senter sebagai penerangan, selain itu wargapun masing-masing membawa senjata tajam sebagai perlindungan dari segala hal yang mungkin sewaktu-waktu diserang binatang buas di ladang dan dihutan.

Mulai memasuki area kebun dan hutan warga sudah memukul pentungan dari bambu, sambil memanggil nama Rosidi, namun warga belum juga menemukan Rosidi di ladangnya,

Warga terus menyisir ladangnya Rosidi hingga memasuki area hutan,

Geeerrrrrsss....
Tiba-tiba saja terdengar suara geraman seperti suara harimau atau apalah, intinya warga yakin itu suara binatang buas, mendengar suara geraman itu sontak warga terkejut, bahkan ada rasa takut.

''Bapak-bapak, agar lebih tingkatkan lagi kewaspadaan, saat ini kita berada didalam hutan, ujar pak ustadz mengingatkan, lalu dengan dikomando pak ustadz merekapun melanjutkan pencarian dengan suara pentungan dibunyikan lebih keras lagi, hingga..

''gerrrrs....''
Terlihat kelebatan warna hitam dan besar melompat dari bawah pohon ke arah semak belukar, yang diiringi suara geraman.

Melihat hal itu warga semakin mempercepat langkahnya, dengan kewaspadaan penuh mengejar kelebatan hitam tadi, yang diyakini warga itu seekor beruang besar, hingga warga berada tepat dibawah pohon besar, dimana beruang besar tadi melompat dan berlari masuk ketengah hutan, sejenak warga berhenti melangkah dan memeriksa situasi diarea bawah pohon itu,

''Pak ustadz, lihat ini apa pak?''
Tiba-tiba saja, dari sebelah kiri pohon seorang warga berteriak memanggil pak ustadz, seraya mengarahkan cahaya senternya ke bawah pohon itu, pak ustadz pun mendatangi warga itu, yang ternyata Wak Jono yang berteriak, setelah mendekat, pak ustadz dan warga melihat bercak darah yang begitu banyak disana, diantara dedaunan kering, tercium bau amis darah yang begitu menyengat,

Wak Jono, serta yang lainnya terus mengikuti jejak dan percikan darah itu dengan senter masing-masing,

Astaghfirulloh pak ustad, kie ana kelambine sapa ya, akeh temen getihe...
Ujar pak tanari, seraya terus menyorotkan cahaya senternya ke satu titik di sebelah pohon besar itu, ia menemukan satu helai pakaian berbahan kaos berwarna biru muda, yang terlihat penuh dengan bercak merah darah yang masih basah, pak ustadz bersama pak RT yang saat itu ikut serta, terkejut melihat temuan pak tanari, dengan menggunakan kayu sebagai pengait, baju itu di tarik pak tanari, karena posisinya agak sulit dijangkau dengan tangan.

Astaghfirulloh,
Semua warga yang berada ditempat itu beristighfar dan tegang melihat baju itu, dalam fikiran mereka mulai berfikir dan mengaitkan dengan hilangnya Rosidi.

Dengan ditemukan sehelai baju kaos, warga mulai melebarkan pencariannya diseputaran ditemukannya baju itu. Merekapun mengatur cara pencariannya, berhubung tengah di dalam hutan dan baru saja terlihat seekor beruang besar di area tersebut, dengan pertimbangan itulah membagi tugas, sebagian fokus mencari dan sebagian mengawasi sekitarnya, jaga-jaga bila tiba-tiba saja ada serangan dari binatang buas.

'Paaak, lihat ini pak''...
Terdengar seorang warga berteriak...
Sontak teriakan itu mengejutkan sebagian warga lainnya, lalu beberapa warga mendatangi rekannya yang berteriak tadi,

''Ya Alloh, melas temen''....
(Ya Alloh kasihan kali)

Ucap warga yang melihat satu benda, yang baru saja ia temukan di semak belukar itu.
Warga yang melihat benda bulat yang berlumuran dengan darah itupun beristighfar.

Astaghfirulloh....
Inalillahi wainnailaihi roji'un' 
Terjawab sudah, karena benda yang ditemukan itu adalah sebuah kepala manusia, yang tentu saja walau wajah kepala itu penuh dengan darah, namun masih bisa mereka kenali, itulah kepala orang yang tengah mereka cari, yaitu kepalanya Rosidi.

'Pak ustadz, pak RT, kepriben kie dadine?''
(Pak ustadz, pak RT, gimana ini jadinya)
Tanya pak tanari dengan suara bergetar setelah melihat apa yang terjadi,

''Begini saja bapak-bapak, baju dan kepalanya kita kumpulkan, namun kita coba sisir lagi seputaran sini siapa tahu masih ada bagian tubuh Rosidi yang tersisa''. Ujar pak ustadz dan pak RT,

Singkat cerita, setelah menyisir sekali lagi diseputaran diketemukannya baju dan kepala Rosidi, namun tak juga diketemukan sisa tubuhlainnya, akhirnya warga memutuskan untuk kembali ke desa.

Setibanya didesa, warga berkumpul dirumah pak ustadz,

Sedikit diceritakan pada saat itu di desa trans, struktur desa sudah tidak jelas lagi, tidak ada kades juga perangkat lain, dikarenakan banyak warga desa yang memutuskan bermigrasi lagi ke dareah lain, dengan pertimbangan sulitnya akses keluar daerah itu, sehingga banyak warga desa yang tidak tahan dan tidak betah tinggal disana. Yang bertahan tinggal beberapa KK saja, kira-kira 50 KK yang tersisa, dengan demikian suasana desa itu terasa sangat sepi, karena banyak rumah trans yang kosong ditinggal begitu saja oleh pemiliknya.

Lanjut cerita.....
Warga berkumpul dirumah pak ustadz, tarsini yang sedari sore tadi tidak pulang dari rumah ummi, merasa heran dan belum tau apa yang terjadi, dia menyapukan pandangannya ke arah kerumunan warga yang berada di depan rumah pak ustadz, ia mencari suaminya, apakah warga telah menemukan suaminya itu. Karena ia tidak juga melihat suaminya, tarsinipun mendekati pak RT dan pak ustadz yang saat itu tengah mengobrol, membahas bagaimana cara memberi tahu kepada tarsini, bahwa suaminya telah tiada dengan kondisi sangat mengenaskan.

''pak, mana suamiku kok gak ada?''
Tanya tarsini kepada pak RT dan pak ustadz,
Sejenak pak RT dan pak ustadz hanya terdiam, pak RT memberi isyarat ke pak ustadz agar pak ustadzlah yang menyampaikan perihal sebenarnya yang telah terjadi kepada Rosidi.

''ehem...begini dek, kami semua tadi sudah mencari suamimu diladang kalian, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan suamimu, lalu kami melanjutkan pencarian ke hutan sebelah Utara ladang kalian,

Singkat cerita pak ustadz dan pak RT menceritakan semua yang terjadi dan yang ditemukan.
Setelah mendengar penuturan pak RT dan pak ustadz sontak tarsini menangis histeris, lalu iapun tak sadarkan diri. Ummi beserta ibu-ibu yang lainnya mengurus tarsini dengan cara memijat-mijat kepala tarsini, sambil menangis turut bersedih dengan yang dialami tarsini.

Diluar rumah pak ustadz dengan dibantu warga mulai membersihkan bagian kepala Rosidi, setelah bersih kemudian dikafani layaknya jenazah, dan malam itu juga akan dikebumikan. Namun tentunya menunggu tarsini sadarkan diri.

Satu jam berlalu, tarsinipun sudah siuman dari pingsannya, begitu ia siuman, tarsini kembali menangis,

''gusti Alloh, kenapa suamiku Kau biarkan dimakan binatang buas, lalu aku dengan siapa lagi didunia ini ya Alloh, aku ingin ikut mati saja ya Alloh''.
Tarsini meratapi nasib hidupnya.

''istighfar dek, yang ikhlas ya, semua sudah kehendak Gusti Alloh''.
Ujar ibu-ibu lainnya berusaha menenangkan dan menguatkan hati tarsini, yang saat itu benar-benar terpukul dengan kepergian suaminya dengan tragis.
Perlahan tarsini mulai sedikit tenang, dan setelah tarsini tenang, pak ustadz mendekatinya dan berbicara.

''maaf dek, saya mau minta ijin sama Adek, berhubung kondisi almarhum suamimu tidak memungkinkan jika berlama-lama, rencana malam ini juga kami mau mengebumikannya, apa Adek mau melihat terlebih dahulu? Tapi saya mohon Adek harus kuat ya'',

Ujar pak ustadz ke tarsini.

TUNGGU AKU DAN ANAKMU SI BATU NISANMU''

''TARSINI''
part 2
By. Kang Asep Hidayat

#Nyata

Sejenak tarsini hanya diam, ia hanya menangis, terlihat kedua matanya sembab karena menangis, lalu tarsini menggelengkan kepalanya pelan, dan menjawab..

''aku gak sanggup pak, ya udah kebumikan saja suamiku pak''
Lalu tarsini menangis lagi.

Setelah diijinkan tarsini, pak ustadz pun bersama warga segera berangkat ke area pemakaman, yang letaknya diperbatasan desa blok B dengan blok C, yang jaraknya hanya 1 kilo meter dari rumahnya pak ustadz.
Jenazah rosidipun dikebumikan disana, walau yang dikebumikan hanya sebuah kepala saja. Setelah dikebumikan dengan penuh haru, wargapun meninggalkan Rosidi dengan tenang, dan saat itu Rosidi lah yang pertama menghuni area pemakaman di desa itu.

Singkat cerita, sepulang dari kebumikan Rosidi, dirumah pak ustadz terlihat ibu-ibu tengah melaksanakan yasinan, mereka begitu peduli sesama, walau saat itu hari sudah larut malam, dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa dan tahlil oleh bapak-bapak.

Tahlilan meninggalnya Rosidi dilaksanakan dirumah pak ustadz selama 7 hari, dan malam itu malam ke 7, tarsini terlihat mulai mengikhlaskan kepergian suaminya itu, namun suatu hal wajar jika ia sesekali masih terlihat meneteskan air matanya jika tengah mengingat suaminya yang telah tiada.

Atas saran pak ustadz dengan ummi, agar tarsini tinggal dirumah mereka, karena kasihan jika tarsini seorang diri dirumahnya, pak ustadz memiliki anak yang lumayan banyak, saat itu beliau mempunyai 6 anak, namun anak ke satu dan kedua dipekanbaru tengah melanjutkan sekolah.
Dengan demikian tarsini tidak akan merasa kesepian jika berkumpul dirumah pak ustadz.

Lanjut cerita tarsini.
Dimalam ke 7 tahlillan Rosidi, warga berkumpul dirumah pak ustadz, membaca surah Yasin dan berdoa untuk Rosidi, saat itu tarsini terlihat lelah dan minta ijin ke ummi untuk membaringkan tubuhnya sejenak di kamar,

Ditengah warga dengan khusuk membaca surah yaasin tiba-tiba saja

''kaaaaang....kang Rosidi''
Awaaas kaaaang, lari Kang....

Warga dikejutkan oleh suara seseorang yang berteriak dari dalam kamar, sontak warga terkejut dan sejenak menghentikan pembacaan yasinnya, ummi langsung masuk kedalam kamar dimana tarsini tadi berbaring istirahat.
Benar saja ternyata tarsini sudah terduduk sendiri sambil menangis,

''kenapa dek?''
Tanya ummi dengan lembut, seraya memeluk tarsini, 
''aku bermimpi mi, aku mimpi melihat kang Rosidi waktu sedang kerja diterkam beruang besar dan di seret kedalam hutan mi'', ujar tarsini sambil menangis. Ummi sangat memahami bagaimana perasaan tarsini saat itu, ummi berusaha untuk menenangkan tarsini agar tarsini tenang dan sabar.
Diruang keluarga terdengar warga melanjutkan kembali pembacaan surat yaasin.

Suatu hari kira-kira pukul 9 pagi, ummi mengajak tarsini membersihkan ikan, karena tadi jam 7 pagi pak ustadz dapat ikan banyak dari bubunya,(bubu adalah perangkap ikan yang terbuat dari bambu atau rotan)

''dek, ayok bantu ummi bersihkan ikan, kita buat dendeng aja biar awet, biar gak suntuk juga kan'',
Ajak ummi ke tarsini.

''ayok mi'',
Jawab tarsini dengan senang hati, iapun sudah mulai bisa tersenyum dan mau mengobrol. Alhamdulillah..
Ummi dan tarsinipun membersihkan ikan-ikan itu dibelakang rumah, yang memang dibuat seperti teras, perumahan trans didesa itu berbentuk rumah panggung, karena daerahnya daerah pasang surut air.

Sambil membersihkan ikan, tarsini bersama keluarga pak ustadz ngobrol dan sesekali diselingi canda, sehingga dapat mengurangi dukanya tarsini, di saat asyik membersihkan ikan tiba-tiba saja,

''hoooeeks';
Tarsini merasa perutnya mual, dan kepalanya pusing, hingga ia muntah,
Melihat tarsini muntah tentu saja ummi khawatir, apalagi seketika wajah tarsini terlihat pucat.

''kamu kenapa dek? Kamu sakit ya?
Lalu ummi memijit-mijit kepala bagian belakang tarsini, dan mengoleskan minyak angin di bagian pelipis serta tengkuknya tarsini.

''dek, jangan-jangan kamu hamil''
Ujar ummi ke tarsini, sambil terus memijit tarsini,

Masa iya mi aku hamil?
Jawab tarsini, merasa tak yakin jika ia saat ini tengah hamil.

''adek sudah berapa lama gak halangan dek?''
Tanya ummi lagi ke tarsini, karena memang pada saat itu dipedesaan yang jauh dari kota, untuk memastikan seorang wanita hamil yaitu dari waktu terakhir ia haid, karena tak ada bidan apalagi dokter, yang ada hanya dukun bayi.

''aku sudah lama mi gak halangan, mungkin sekarang masuk bulan ke 3 aku gak halangan mi'',
Jawab tarsini ke ummi.
Maklumlah pada masa itu diperkampungan diusia masih sangat muda sudah menikah, saat itu tarsinipun baru berusia 18 tahun, jadi ia belum faham atau belum mengerti bahwa ia tengah hamil atau tidak.

''oalah dek, kamu ini sedang hamil, pantesan kamu sering mual''
Tutur ummi ke tarsini.
Mendengar penuturan ummi yang mengatakan ia hamil, tarsini terlihat termenung, lalu ia menangis.

''loh kok nangis, seharusnya Adek bahagia dek'', ujar ummi dengan lembut ke tarsini.

''iya mi, aku bahagia tapi aku sedih juga, karena dua hari sebelum kang Rosidi meninggal dia bilang sama aku waktu diladang, kalau nanti kami punya anak mau dikasih nama apa''.
Ujar tarsini ke ummi ditengah Isak tangisnya.

Sesaat ummi terdiam, tak terasa bening air matanya ummipun menetes, tentunya sesama wanita turut merasakan kesedihannya tarsini.

''Yang sabar ya dek, Adek harus jaga kesehatan biar Adek dan anak yang ada dalam kandunganmu sehat yah''.
Ujar ummi memberi semangat tarsini.

Hari demi hari terus berjalan, tak terasa usia kandungan tarsini menginjak usia 9 bulan, perut tarsinipun terlihat besar, sore itu tarsini meminta ijin ke ummi malam nanti ia hendak tidur dirumahnya, dengan alasan merasa rindu dengan rumahnya.
Yaaah selama ini semenjak suaminya meninggal tarsini tinggal bersama keluarga pak ustadz dan ummi.
Namun sesekali ia pulang kerumahnya dan malam hari tarsini tidur dirumah pak ustadz.

''mi, nanti malam aku tidur dirumahku ya mi, kangen rasanya aku mi dengan kang Rosidi''
Ujar tarsini ke ummi, yang saat itu tengah mengankat ikan-ikan yang sedari pagi dijemur supaya kering.

''mendengar tarsini meminta ijin untuk bermalam dirumahnya, ummi sedikit terkejut, dan menghentikan kegiatannya, lalu ummi memandang tarsini dengan raut khawatir.

''Aduuuh dek, gak usah, Adek lagi hamil besar loh, nanti kalau ada apa-apa gimana?''
Jawab ummi mengkhawatirkan dan melarang tarsini.

''gak apa-apa mi, nanti aku minta temenin sama Dayat aja ya mi''
Jawab tarsini ke ummi, meyakinkan bahwa ia gak akan kenapa-kenapa, dan akan ditemani Dayat, anak laki-laki ummi yang saat itu masih berusia 6 tahun.

Singkat cerita, karena tarsini memaksa dan mengatakan akan minta ditemani Dayat. Ummipun mengijinkannya. Sebelum berangkat kerumahnya, terlebih dahulu ummi menggoreng kan pisang dan ubi talas, beberapa potong untuk tarsini dan Dayat, takutnya malam nanti lapar gak ada yang bisa mereka makan. Dan sebelum Maghrib Ummipun mengantarkan tarsini dan Dayat kerumahnya tarsini, yang memang tidaklah terlalu jauh, kira-kira 100 meter dari rumah ummi.

Sesampainya didepan rumah tarsini, pintupun dibuka tarsini, terasa sepi dan pengap, maklumlah rumah itu lumayan lama tidak terurus dan kosong semenjak kepergian Rosidi.
Setelah membantu tarsini menyapu rumahnya serta menghidupkan beberapa lampu templok (lampu minyah tanah pakai kaca semprong yang biasa ditempelkan di dinding), Ummipun pamitan, dan sebelum pergi ummi berpesan ke tarsini.

''dek, Sebelum tidur Adek sholat dan mengaji dulu ya, walau cuma selembar, jangan lupa berdoa ya, nanti malam kalau bapak sudah pulang dari pengajian kami kemari''

''iya mi, makasih banyak ya mi''
Jawab tarsini, lalu ummipun pulang.
Tarsinipun sudah menganggap ummi sebagai ibunya, karena memang ia jauh dari keluarga.

Pak ustadz malam itu tengah menghadiri pengajian dimesjid, walau warga desa itu tinggalah sedikit, namun pak ustadz seminggu dua kali mengadakan pengajian.

Waktu menunjukan pukul 10 malam, pak ustadz bersama satu orang anak laki-lakinya yang bernama Deden, yang saat itu berusia 9 tahun, berjalan kaki menuju pulang dari mesjid.

Setibanya di rumah, pak ustadz langsung makan, karena memang sore tadi beliau belum makan.
Sambil menemani bapak makan, ummi mengajak ngobrol,

''pak, setelah makan ini kita kerumah tarsini yok, ummi khawatir sama dia, soalnya dia kan lagi hamil besar''.
Ujar ummi ke bapak

''ayoklah''
Jawab bapak singkat.

Dirumah tarsini, 
Seperti pesan ummi Sebelum tidur harus sholat sunat dan mengaji dulu, tarsinipun beranjak dari kamarnya menuju dapur, karena kamar mandinya berada di dekat dapur, setelah membetulkan selimut Dayat yang sedari tadi tertidur pulas,

Tarsini masuk ke dalam kamar mandi, setelah buang air kecil, iapun berwudhu, setelah itu ia membuka pintu kamar mandi dan hendak kekamar nya lagi, namun baru saja ia membuka pintu kamar mandi dan hendak melangkah keluar, pandangan matanya tertuju ke sudut ruang dapurnya, ia melihat sesuatu yang bergerak, di temaramnya cahaya lampu templok, samar ia melihat benda bulat bergerak menggelinding seperti bola kaki mendekat ke arah kakinya yang saat itu hendak keluar dari kamar mandi.

Tarsini dengan menyipitkan bibir matanya untuk memperjelas pandangannya kearah benda yang menggelinding kearahnya itu, dan berhenti berjarak 1 meter dari kakinya, 
Begitu benda itu berhenti di hadapannya tentulah tarsini bisa melihat dengan jelas benda apa itu,

Astaghfirulloh....
Tarsini beristighfar, matanya terbelalak menatap benda itu, tubuhnya terasa lemas,
Yaah, tarsini kini sedang berhadapan dengan benda yang ia tau, benda itu kepala suaminya, tengah menghadapnya dengan muka pucat kebiruan, kedua bola matanya berwarna putih semua, dari mulutnya terdengar seperti suara ngorok layaknya suara sapi yang tengah dipotong lehernya.

Tarsini tak bisa berkata-kata, ia hanya terpaku, 
Brrruk. Tarsini terkulai dan terjatuh di depan kamar mandi dengan posisi terduduk. Serta tidak sadarkan diri.

Tok...tok...tok..
Assalamualaikum...
Dek....dek tarsini?
Selesai makan dan minum, sesuai rencana ummi dan pak ustadz akan datang melihat tarsini dan Dayat. Namun beberapa kali mengetuk pintu dan memamggil, tapi tak ada jawaban,

''pak, dobrak aja pintunya,perasaan ummi gak enak ni, gak mungkin walau orang sedang tidur tidak mendengar ketukan dan panggilan.
Ujar ummi kepak ustadz khawatir akan tarsini. Pak ustadz pun setuju,

Bruaaak, sekali dobrakan pintu kayu itupun terbuka lebar, seketika itu juga ummi dan pak ustadz langsung masuk, dan memeriksa, ummi masuk kekamar tarsini, namun ummi hanya mendapati Dayat yang tengah menangis, mungkin terbangun dan terkejut karena suara dobrakan pintu tadi,
''pak, tarsini gak ada dikamarnya''
Ujar ummi ke pak ustadz sambil menggendong Dayat kecil.
Coba cek di dapurnya, ujar pak ustadz sambil melangkah menuju dapur.

''Astaghfirulloh''
Mi.... Lihat ini, 
teriak pak ustadz ke ummi dari dapur, Ummipun segera mendatangi pak ustadz, betapa terkejutnya ummi, begitu melihat tarsini sudah terkapar di depan pintu kamar mandi itu, terlihat darah segar dari pangkal pahanya.

''ya Alloh'' pak, gimana ini?''
Ujar ummi panik,

''mi, bersihkan saja tarsini, bapak mau panggil Wak Jono yah'',
Ujar pak ustadz ke ummi, lalu pak ustadz keluar dari rumah tarsini, dengan tergesa-gesa.

Setelah menurunkan Dayat dari gendongannya, Ummipun segera membersihkan tubuh tarsini, terutama bagian yang banyak mengeluarkan darah, diberi sabun dan dibersihkan, ummi meraih sehelai handuk yang tergantung di dinding kamar mandi itu, lalu dibalutkan ketubuh tarsini.

Tak lama berselang pak ustadz dan Wak Jono kembali, kemudian mengangkat tubuh tarsini dari dapur dan di bawa ke ruang depan. 
Ummi mengambil minyak kayu putih dari meja yang ada didalam kamar tarsini, lalu dioleskan di hidung tarsini, serta bagian pelipisnya, kemudian ummi memijat kepala tarsini,

Saat itu pak ustadz dalam diam berfikir, bahwa tarsini baru saja mendapat gangguan dari sebangsa jin, karena ketika pak ustadz baru masuk dapur tadi, melihat benda bulat bergerak mengelinding kesudut ruang dapur yang gelap.

''wak tolong ambilkan air putih segelas di dapur'', 
pinta pak ustadz ke Wak Jono yang sedari tadi ia hanya terdiam.
Lalu Wak Jono beranjak kedapur, dan tak lama iapun kembali dengan membawa segelas air, dengan tangan gemetaran Wak Jono menyerahkan segelas air putih itu ke pak ustadz

Dengan suara pelan pak ustadz membaca doa, yang terlebih dahulu gelas yang berisikan air putih itu didekatkan di bibirnya.
Tak lama pak ustadz membacakan doa pada air putih itu, kemudian diserahkan ke ummi,

''usapkan air ini ke mukanya dan bagian kepalanya, lalu minumkan walau sedikit'', 
ujarnya ke ummi dan Ummipun melaksanakan perintah pak ustadz

Beberapa menit kemudian, terdengar suara erangan lemah, yaah..tarsini sudah siuman dari pingsannya.
Melihat tarsini sadar, ummi sangat senang, sambil menangis dipeluknya kepala tarsini dipangkuannya.

''Alhamdulillah, kamu sudah sadar dek''
Ucap ummi sambil terisak sedih.

''pak, kita bawa pulang kerumah kita saja tarsini, kasihan kalau disini''
Pinta ummi ke pak ustadz

''iya mi, tapi sebentar lagi ya, biar tarsini agak lebih kuat, karena sekarang dia masih lemah''
Jawab pak ustadz setuju.

Singkat cerita, setelah tarsini terlihat agak kuat, tarsinipun dibawa pulang kerumah ummi dan pak ustadz, tarsini dibimbing oleh pak ustadz dan Wak Jono.
Setibanya dirumah ummi, tarsinipun dibaringkan di dalam kamar, dan ditunggu ummi, ummi memang menyayangi tarsini dengan segala permasalahannya.

Pak ustadz dan Wak Jono duduk di teras depan sambil mengobrol, dan teh Nunung anak ke 3 pak ustadz dan ummi yang saat itu berusia 15 tahun membuatkan 2 gelas kopi hitam dan membawakan sepiring goreng pisang.

''pak ustadz, saya rasa tarsini tadi dapat gangguan''
Ujar Wak Jono membuka obrolan.

Mendengar ucapan Wak Jono, pak ustadz mengerutkan kening, seraya menatap Wak Jono,

''Maksud Wak Jono?''
Pak ustadz bertanya, agar memperjelas ucapan Wak Jono, yang mengatakan tarsini mendapat gangguan,

''maksud saya, tarsini diganggu mahluk halus pak ustadz'', karena sewaktu saya ke dapur rumahnya tarsini, saya melihat kepala manusia dimeja.
Jawab Wak Jono.

''hmmm....iya sih Wak, saya fikir Wak Jono gak melihatnya, tapi saya mohon Wak Jono jangan bercerita ke siapapun ya, takutnya jadi fitnah, kasihan Rosidi. Tutur pak ustadz dengan suara pelan.

''karena itu perbuatan jin yang sengaja memperdaya keimanan manusia'', sambung pak ustadz lagi.

Mendengar penjelasan serta pesan pak ustadz, Wak Jono menganggukkan kepala, tanda ia mengerti.

Semenjak di temukan pingsan dirumahnya, tarsini nyaris tak pernah sehat, ia selalu mengeluh sakit pada bagian perutnya, hingga pada suatu malam, sakit yang ia alami sangatlah tak tertahankan lagi, tarsini teriak-teriak kesakitan.

Lagi-lagi Wak jonolah yang saat itu bisa dimintai tolong, karena selain rumahnya paling dekat, beliau juga memang sangat baik dan peduli dengan sesama,

Wak Jono yang saat itu tengah main dirumah pak ustadz segera pergi menjemput dukun bayi, karena mungkin tarsini saat itu mau melahirkan walau belum saatnya.

Singkat cerita, dukun bayi pun tiba dirumah pak ustadz, seorang ibu-ibu separuh baya, dengan segera ia langsung melihat tarsini, dan memeriksanya, tak lama berselang dukun bayi itu memberi tahu ummi bahwa bayinya harus segera dikeluarkan, walau belum saatnya karena menurut dukun bayi itu, bayi yang ada didalam kandungannya tarsini sudah tidak ada pergerakan sama sekali. Mungkin saja bayinya sudah meninggal didalam.

Akhirnya setelah berunding antara ummi dengan pak ustadz akhirnya menyetujui saran dari dukun bayi itu,
Lalu dukun bayi itu membuat ramuan yang diseduh dengan air panas, setelah ramuan itu agak dingin atau hangat-hangat kuku, ramuan itu diminumkan ke tarsini, tak memakan waktu lama terlihat ramuan yang diberikan dukun bayi itu bereaksi, tarsini mulai berteriak kesakitan, saat itu ummi tak beranjak sedikitpun dari kepala tarsini, sesekali ia mengusap keringat dari wajah tarsini, sementara dukun bayi itu dengan cekatan membantu persalinan tarsini, dan
Akhirnya jabang bayi itupun keluar dari rahim tarsini.

Tak ada tangisan, tak ada gerakan dari bayinya tarsini, dan tarsinipun saat itu tak sadarkan diri.
Ummi terpaku melihat bayinya tarsini yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan.

''bu, bayinya sudah meninggal ya?''
Tanya ummi ke dukun bayi itu dengan suara bergetar.
Dengan suara pelan, dukun bayi itu menjawab,
''iya Bu ustadz, sepertinya sudah lebih dari dua hari'.

Dukun bayi itu, dengan cepat membersihkan dan memandikan bayi tarsini yang sudah menjadi mayat itu.
Setelah tarsini dan bayinya dibersihkan, ummi memanggil pak ustadz yang saat itu berada diteras depan bersama Wak Jono,

Pak masuk dulu sebentar, tarsini sudah melahirkan, 
Mendengar tarsini sudah melahirkan
Pak ustadz secara bersamaan dengan Wak Jono berucap syukur,

Alhamdulillah....
Anaknya laki-laki atau perempuan mi?
Tanya pak ustadz ke ummi,

Li..lihat dulu pak kesini, jawab ummi tergagap karena panik, pak ustadz pun tanpa banyak tanya lagi langsung masuk kedalam rumah dan langsung menuju kamar, yang diikuti Wak Jono dibelakangnya.

Begitu tiba didalam kamar dan melihat kondisi bayi tarsini, seketika pak ustadz terkejut dan beristighfar,

Astaghfirulloh,
Lalu ia perlahan mendekati bayi yang telah tak bernyawa itu dengan tatapan sedih, bagaimana tidak pak ustadz tidak sedih melihat kondisi bayi itu, bayi mungil yang berjenis kelamin laki-laki itu telah tak bernyawa dengan hampir seluruh badannya membiru,
Dengan suara bergetar, pak ustadz berkata,

Innalillahi wainnailaihi roji'un',
Kemudian pak ustadz menutup jenazah bayinya tarsini dengan selimut. Kemudian pandangan pak ustadz beralih ke tubuh tarsini yang saat belum sadarkan diri.
Kemudian pak ustadz keluar dari kamar itu, dan tak lama berselang iapun kembali kekamar itu dengan membawa segelas air putih ditangannya,

''mi, usapkan air ini keseluruh badannya, kemudian minumkan walau sedikit, perintah pak ustadz ke ummi, lalu menyerahkan air itu ke ummi, yang sedari tadi duduk disamping kepala tarsini.
Setelah menyerahkan segelas air putih itu ke ummi, lalu beliau dan Wak jonopun keluar kamar dan duduk di ruang keluarga.

Singkat cerita, terdengar oleh pak ustadz dan wol Jono suara tangisan pelan dari kamar, pak ustadz belum sempat bertanya, ummi muncul dari balik pintu,memberi tahu bahwa tarsini sudah sadar, lalu pak ustadz berdiri dari duduknya dan beranjak melangkah ke kamar,

Alhamdulillah, kamu sudah sadar dek,
Ucap pak ustadz merasa lega.

Dengan tatapan sayu, tarsini memandang pak ustadz, lalu dengan suara lirih dan mengalihkan pandangannya ke ummi yang ada didekatnya, dan menanyakan anaknya,

''mi, mana anakku?''
Tanya tarsini ke ummi.
Mendapat pertanyaan itu, tentu saja ummi bingung harus menjawab apa.
Ummi melirik ke pak ustadz, dan pak ustadz memberi isyarat agar ummi tidak menjelaskan saat ini.

''a..anakmu sedang di mandiin sama Bu de, jawab ummi tergagap.
''sekarang Adek istirahat saja ya''
Sambung ummi.

''mi, pak''
Minta maaf ya sudah menyusahkan ummi sama bapak, terimakasih sudah sayang sama aku,
Dengan suara lirih tarsini berbicara kepada pak ustadz dan ummi, tentu saja kata-kata tarsini seketika membuat ummi menangis,

''jangan ngomong seperti itu dek, ummi sama bapak sudah menganggap kamu anak angkat kami, kami sayang sama kamu, dan tidak pernah merasa direpotkan.
Jawab ummi sambil memeluk kepala tarsini dan menangis.

''iya mi, makasih ya mi, udah sayang sama aku, tapi....tapi sepertinya aku tak kuat lagi mi''
Sambung tarsini dengan suara semakin lirih dan terlihat kesulitan bernafas.
Melihat gelagat dari tarsini, dengan cepat pak ustadz mendekati tarsini, dan membisikkan sesuatu, yang tentunya membuat semua orang merinding, dan sedih....

''ashaduallailahaillolloh, waashaduannamuhammaddarosulloh''
Pak ustadz membisikan dua kalimah syahadat ditelinga tarsini, terdengar suara tarsini mengikuti bisikan dari pak ustadz, lalu..

''heekhs''
Terdengar suara tersedak dari mulut pucat tarsini, seketika itu pula ia terkulai, tak bernyawa lagi.
''innalillahi wainnailaihiroji'un''

Tarsini menyusul anak dan suami tercintanya dengan tenang.
Pak ustadz menatap tajam tangan serta leher tarsini yang putih bersih itu, terlihat urat-urat hijau membayang dibalik kulit putih itu, yang beberapa saat kemudian tak terlihat lagi garis urat yang bersembulan tadi. Dengan suara pelan ia berkata dan diiringi jatuhnya bening air matanya,

''betapa sakit dan pedihnya sakaratul maut itu ya Alloh''
Ampunilah segala dosa kami ya Alloh''.
Demikian yang terucap dari bibir pak ustadz.

Lalu pak ustadz bersama Wak Jono keluar kamar meninggalkan ummi dan dukun bayi yang sedang menangis di dekat jenazah tarsini dan anaknya.

''wak Jono, tolong sekarang juga kemesjid, umumkan di speaker ya''
Pak ustadz minta tolong ke Wak Jono.

''Tapi ustadz, sa saya gak bisa, bagaimana kalau saya kerumah pak tanari saja minta tolong umumkan''.

Sejenak pak ustadz mengernyitkan keningnya, mendengar jawaban Wak Jono yang mengatakan ia tak bisa ke mesjid, lalu,

''ya sudah, bagamana baiknya saja Wak''
Ujar pak ustadz. Kemudian dengan senter ditangan, karena saat itu waktu masih menunjukan pukul 2 dini hari, Wak Jono berangkat kebelakang rumah pak ustadz karena rumah pak ustadz.

Kira-kira 30 menit kemudian terdengar suara speaker toa dari mesjid.
''assalamualaikum, warohmatullohi wabarokatuh,
Innalilahi, wainnailaihiroji'un''
Telah kembali kerahmatulloh saudari kita, tarsini, tutup usia 18 tahun,

Singkat cerita, beberapa saat kemudian, beberapa warga walau hari masih bisa dikatakan tengah malam berdatangan, baik ibu-bu, apalagi bapak-bapsknya, mereka berdatangan dengan masing-masing membawa penerangan, mulai dari lampu pertomak, hingga ada yang membawa obor, dengan demikian rumah pak ustadz didalam maupun diluar menjadi terang benderang.

Setelah banyak warga berkumpul, kemudian pak ustadz mengambil kebijakan agar tarsini segera dimandikan serta dikafani malam itu juga, pertimbangan jika besok pagi diurusnya, akan menjadi sulit mengurusnya bila jenazahnya sudah mengeras.
Kemudian ummi dengan dibantu ibu-ibu lainnya memandikan dan mengkafani jenazah, setelah selesai jenazah tarsini beserta bayinya di letakkan diruang keluarga, menunggu pagi baru akan dikebumikan.

Malam itu, semua warga berkumpul dirumah pak ustadz menunggu jenazah yang belum dikebumikan. Malam itu juga terlihat dengan suka rela, para warga secara bergantian membaca surah Yasin hingga menjelan waktu sholat fardu subuh.

Singkat cerita, dipagi harinya dirumah pak ustadz hampir semua warga yang tersisa didesa itu berkumpul, bahu membahu mempersiapkan segala sesuatunya untuk pemakaman jenazah tarsini dan putranya, hingga ke penggalian liang lahat.

Pagi itu pula cuaca didesa itu tampak mendung, walau pagi telah tiba namun sang mentari tak kunjung jua menampakkan sinar terangnya, rintik gerimis turun membasahi bumi secara perlahan, seakan bumipun ikut merasakan kesedihan.

Setelah mendapat info dari pemakaman, bahwa liang lahat sudah siap, jenazahpun dimasukkan kedalam keranda, kemudian diangkat dan di letakkan di depan teras rumah pak ustadz, lalu pak ustadz menyampaikan sedikit pesan kepada warga yang ada.

''Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh''
Bapak-bapak, ibu-ibu sekalian, hari ini telah terjadi lagi bukti janji serta kekuasaan Alloh, bahwa setiap mahluk yang bernyawa dimuka bumi ini akan mengalami yang namanya kematian, saat ini dihadapan kita putri dan cucu angkat saya mendahului kita semua menghadap sang ilahi, semoga dengan ini, kita bisa mempersiapkan diri dalam menghadapi sakaratul maut, karena sakaratul maut itu sakit dan pedih, dengan demikian semoga bisa kita jadikan pelajaran agar bisa menjaga serta lebih meningkatkan lagi keimanan serta ke taqwaan kita terhadap Alloh SWT.

Singkat cerita, setelah penyampaian pesan dan permohonan maaf serta ucapan terimakasih kepada semua warga, kemudian diakhir dengan do'a bersama.
Dengan diiringi takbir, jenazahpun diangkat dan dibawa ke pemakaman untuk dikebumikan.

Dislokasi pemakaman jenazahpun segera dikebumikan dengan posisi makam tarsini berdampingan dengan makam suaminya, dan bayinya diantara makam Rosidi dan tarsini.
Kini terbaring dengan tenang satu keluarga kecil diarea pemakaman desa itu. Setelah pemakaman selesai, para wargapun kembali kerumah masing-masing, dan akan dilanjutkan tahlillan mulai nanti malam selama 7 hari di rumah pak ustadz.

Singkat cerita, malam itu malam ke 7 tahlillan meninggalnya tarsini dan putranya meninggal, setelah pembacaan surah Yasin dan diakhiri do'a, tiba-tiba saja, salah satu warga yaitu pak RT angkat bicara,

Assalamualaikum pak ustadz, sebelumnya saya mohon maaf, insyaalloh besok pagi saya dan beberapa warga lainnya akan meninggalkan desa ini, karena sepertinya desa ini tidak bermasa depan yang baik, dan saya sendiri besok pagi mau kembali saja ke Jawa, dan teman-teman yang lainnya sudah mencari lokasi masing-masing didaerah lain, malam ini saya serta yang lainnya mohon maaf jika selama ini ada salah, baik yang di sengaja maupun yang tidak sengaja, dan kami mohon pamit.

Mendengar berita kepindahan sebaigian besar warga malam itu, tentu saja membuat pak ustadz dan yang tersisa terkejut, sekaligus merasa sedih, namun apa oleh buat inilah kehidupan.

Singkat cerita, esok paginya terlihat warga berbondong-bondong menujut dermaga desa untuk meninggalkan desa itu untuk selamanya, dan meninggalkan keluarga pak ustadz serta 7 KK lainnya didesa yang pada awalnya berjumlah ribuan KK itu.

Suatu suatu malam yang begitu hening ditambah turunnya hujan, walau tidaklah deras namun cukup membuat suasana desa tertinggal itu terasa mencekam, terlihat di satu rumah tengah berkumpul beberapa orang duduk ngariung sambil minum kopi dan merokok, yaaah itulah rumah pak ustadz,

''pak ustadz, lalu bagaimana dengan nasib kita kedepannya?''
Pak Marzuki bertanya kepada pak ustadz. Sejenak pak ustadz terdiam, beliau berfikir keras untuk mencari solusi, karena memang disituasi saat itu sangatlah sulit, tak ada lagi struktur desa yang tersisa tentunya tidak ada tempat berkoordinasi,

''begini saja, siapa yang mau ikut dengan saya besok pagi?''
Tanya pak ustadz ke 7 warga yang tersisa.

Mau kemana unsradz?
Tanya Wak Jono, yang sedari tadi hanya diam sambil merokok.

Saya mau ke Pekanbaru, saya mau mendatangi kantor transmigrasi, saya akan meminta pertanggung jawaban dari pemerintah, karena desa ini masih tanggung jawab pemerintah, karena desa ini masih dipimpin oleh KUPT, jawab pak ustadz.

Kalau tidak, begini saja, yang ikut dengan saya besok pagi, Wak Jono saja, karena Wak Jono tidak punya keluarga, yang lainnya tolong jaga satu dengan yang lainnya ya, selama saya dan Wak Jono pergi, dan ini akan memakan waktu lama. Sambung pak ustadz.

Singkat cerita, akhirnya semua setuju dengan ide ustadz, dan esok paginya ustadz bersama Wak Jono berangkat ke kota Pekanbaru.
Sehari, dua hari, tiga hari, ustadz dengan Wak Jono belum juga kembali dari kota Pekanbaru, sementara suasana di desa itu semakin mencekam, pada siang hari saja binatang-binatang dari hutan mulai berani memasuki area pedesaan, tentu saja warga yang tersisa semakin takut, 
Ditambah desas desurnya ada suara-suara aneh ketika malam hari, siang itu istri pak cente dan pak tanari bertandang kerumah ummi, hanya untuk mengobrol,

''ummi, tadi malam dengar sesuatu gak diluar rumah?
Tanya Bu cente ke ummi,

suara apa Bu?, ummi gak dengar suara apapun''
Jawab ummi, sambil terus mengupas ubi talas hendak digoreng.

''masa iya mi, udah 2 malam ini seperti ada orang menangis di depan rumah kami, suara perempuan nangis mi''. Ujar Bu cente bercerita penuh ketakutan.

''iya ummi, malam kemarin juga ada di depan rumah saya''. Sambung Bu Marzuki, yang baru saja datang langsung menyambung ucapan.

Mendengar cerita dari tetangganya itu, ummi hanya senyum kecut, lalu ia berkata,
''udah tenang saja ibu-ibu, insyaalloh gak ada ap-apa, yang penting terus berdoa dan mengaji saja, Alhamdulillah dirumah saya gak ada apa-apa kok''.
Tutur ummi, berusaha menenangkan.

''ya udah ayok dimakan goreng talasnya, daripada cerita yang enggak-enggak, sambung ummi, sambil tersenyum ramah.

Namun didalam hati ummi berkata,
'' ibu-ibu...sebenarnya akupun mendengar suara tangisan perempuan dan bayi itu''.

Sambil makan goreng ubi talas, tetap saja yang namanya ibu-ibu, masih terus membahas masalah tangisan perempuan dan bayi di depan rumah mereka,
''bu...tadi malam jam berapa mendengar suara perempuan menangis itu? Tanya Bu cente ke Bu tanari,

''walaaah, aku ya gak sempat lihat jam, aku langsung masuk kedalam kamar, jangankan aku Bu, suamiku saja yang laki-laki ketakutan kok''.
Jawab Bu tanari seraya bergidik ngeri.

''apa itu hantunya tarsini ya?'
Tiba-tiba Bu Marzuki berbicara dengan suara berbisik.

Mendengar Bu Marzuki mengatakan apa itu hantunya tarsini, seketika ummi yang sedang menggoreng menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu ia membantahnya.

''huussht...
Gak boleh gitu Bu, gak baik ngomongin orang yang sudah gak ada, kasihan dia Bu''
Pungkas ummi, dengan suara sedikit ditekan.
Mendengar bantahan ummi, ibu-ibu langsung terdiam dan hanya saling pandang saja.

''lalu, suara siapa ummi, karena sebelum tarsini meninggal di desa ini gak pernah dengar apa-apa kalau malam'', jawab Bu cente, seakan membenarkan pernyataan Bu Marzuki.

''begini saja, seandainya isyapun itu mendiang anak angkat saya, lebih baik kita doakan supaya dia disana bahagia dan tenang'',
Jawab ummi, supaya mereka tetap berfikir positif saja.

''tapi saya yakin itu bukan tarsini, melainkan jin yang berusaha menjerumuskan kita, supaya kita ketakutan dan akhirnya kita syirik';
Sambung ummi lagi.

Hari ke 5 pak ustadz dan Wak Jono ke Pekanbaru.
''mi, bapak kok lama kali ya beli mainannya, kapan bapak pulang?''

Ditengah membalikkan ikan-ikan yang dijemur agar cepat kering yang dijemur di halaman rumah, Dayat kecil bertanya ke ummi kenapa bapak belum pulang, karena ketika pak ustadz hendak berangkat, ummi mengatakan ke Dayat jika bapak pergi mau beli mainan untuk Dayat, agar Dayat tidak mau ikut dan tidak menangis.

''iya sabar ya Yat, mungkin bapak belum dapat mobil-mobilannya, tapi Dayat kemarin bilang minta belikan yang warna merah.''

Jawab ummi, memberi alasan agar anak laki-lakinya itu bersabar. Walau sebenarnya Ummipun mulai bertanya-tanya dalam hati kapan bapak pulang.

Tanpa terasa siangpun berganti petang, seperti biasa, sebelum Maghrib ummi memasak makanan buat malam, serta anak-anaknya disuruh masuk kedalam rumah, menutup pintu, jendela serta menguncinya.
Lampu-lampu minyak dan lentera sudah dihidupkan diteras depan dan belakang, anak-anaknyapun semua sudah berwudhu persiapan melaksanakan sholat fardu Maghrib, dan dilanjutkan dengan mengaji atau membaca AlQur an.

Selesai mengaji, ummi beserta anak-anaknya baring-baring di ruang keluarga, karena memang semenjak bapak ke Pekanbaru mereka memilih tidur barsama di ruang keluarga,
tiba-tiba saja Neneng adik perempuan Dayat yang saat itu baru berusia 3.5 tahun, menunjukkan telunjuknya ke arah pintu kamar bekas kamarnya tarsini,

''mi... Ada mbak''
Ujarnya dengan suara cadelnya.
Sontak ummi terkejut, namun ummi tak melihat kearah yang ditunjuk putri kecinya itu. Ummi membantah ucapan putrinya itu dan menyuruh agar segera tidur saja.

''ah, gak ada nak, 
Udahlah tidur aja, dah malam nih, ujar ummi, dengan suara bergetar, entahlah bagaimana perasaan ummi saat itu. Tapi ummi sosok ibu yang sangat luarbiasa, tangguh serta bijaksana.

Ummipun menidurkan anak-anaknya, seperti biasa, didendangkan sholawat nabi, hingga tak memakan lama anak-anaknyapun tertidur pulas.
Setelah putra putrinya tertidur, kini justru ia sendiri yang tak dapat tidur, samar terdengar suara tawa perempuan serta kepakan air di bawah rumah, karena memang saat itu air tengah pasang, dari celah lantai papan terasa angin yang begitu dingin seperti sengaja seseorang menghembus-hembus dari bawah rumah. 
Walau sedang tidak tidur namun ummi enggan rasanya untuk membuka mata, walau hanya sedikit, karena ummi menyadari saat itu ada yang tengah memperhatikannya dari dalam kamar depan, yang saat itu pintunya tidak tertutup.

''miii....miii....
Mana selimutku mi, aku kedinginan''

Tiba-tiba saja ada suara lirih memanggil ummi, dari belakangnya, 
Posisi ummi saat itu berbaring miring menghadap ke dinding sambil memeluk Neneng, membelakangi pintu kamar Nunung anak ke 3 nya, dan bekas kamar almarhumah.
Mendengar suara seseorang memanggilnya, ummi sedikitpun tak bergeming, karena ia sangat mengenal dengan baik suara itu. Namun tak hanya sampai disitu,...

''deeegh''
Jantung ummi serasa berhenti berdetak seketika, tiba-tiba saja, ummi merasakan ada telapak tangan yang memegang pada pergelangan kakinya, terasa begitu dingin, sedingin es, seketika tercium aroma seperti aroma jenazah tengah dimandikan, menyeruak seakan memenuhi ruang keluarga rumah ummi.

Dengan tubuh gemetaran, serta bulu Roma meremang, ummi kini nekat bangkit dari baringnya, lalu ia menguatkan sepenuh hati dan jiwanya, namun posisinya masih menghadap ke dinding, lalu ummi berkata,

''aku tahu, kamu bukanlah tarsini, jika kamu jin Qorinnya tarsini, kenapa kamu lakukan ini pada tarsini, kasihan tarsini semasa hidupnya sudah menderita, dan sekarang kamu berbuat seolah-olah tarsini disana tidak tenang, aku yakin tarsini sekarang sudah bahagia, karena dia mati karena melahirkan, dan itu Sahid Dimata Alloh''

''Dan jika engkau jin jahat, maka kau akan kuhancurkan''.
Demikian ummi berkata, seraya tangannya meraih gelas di tepi lantai, lalu dengan satu kali gerakan ummi berbalik badan sambil menyiramkan air digelas itu....

Begitu ummi membalikan badan dengan sekali gerakan, begitu jelas ummi melihat sesosok perempuan tengah membelakangi ummi menghadap pintu kamar bekas tarsini, dan tentu saja telak mengenai punggung sosok itu.
Seketika terdengar suara jeritan yang bisa membuat semua orang bergidik bila mendengarnya, seketika itu pula, sosok itu menghilang menyisakan kepulan asap putih, dan berangsur hilang melalu ventilasi pintu dan jendela rumah itu.

Setelah mahluk itu menghilang, sejenak ummi menghela nafas lega, sambil terus berdzikir dalam hatinya.
Lalu ummi berdiri dan melangkah mengambil bungkusan putih yang terlatak dimeja, dan ternyata itu garam kasar, setelah berada ditangannya, kemudian ummi menaburkan garam itu kesekeliling rumahnya dibagian dalam. Setelah selesai, ummi kedapur dan berwudhu di kamar mandi yan ada didekat dapur itu...

Setelah berwudhu, ummi kembali ke ruang keluarga, terlihat anak-anaknya tengah tidur pulas, kemudian ummi mengenakan mukena dan melaksanakan sholat malam, dan dilanjutkan dengan dzikir, setelah berdzikir lalu ummi berdoa, dan berbisik sangat pelan,

''pak, cepatlah pulang jika semua urusannya sudah selesai'',
Entah cara apa yang ummi lakukan, mungkinkah cara seperti itu yang dinamakan telepati, atau menggerakkan hati seseorang dari jarak jauh. Wallohua'lam.

Singkat cerita, dihari ke 7 pak ustadz dengan Wak Jono kepekanbaru.
warga yang tersisa di desa itu semakin resah, pagi-pagi mereka datang kerumah pak ustadz, namun saat itu yang mereka jumpai hanya ummi dan anak-anaknya.

Di pagi yang sungguh saat itu tidak cerah, karena 2 Minggu terakhir memang desa itu terus diguyur hujan, walau tidaklah terlalu deras hujannya,
Namun cukup membuat suasana hati begitu terasa sedih dan mencekam, apalagi bila malam mulai menjelang,
(Para pembaca yang paling saya cintai pasti bisa membayangkan bagaimana suasana desa itu, desa yang luas, bisa menampung ribuan KK, dan saat itu hanya dihuni 8 KK saja, tak ada listrik, tak ada komunikasi, bahkan jauh dari segala ases).
Lanjut cerita....

''assalamualaikum''
Sisa warga yang tersisa datang kerumah ustadz, bukan untuk demo nih, tapi mereka hanya ingin mengadu, karena memang saat itu hanya pak ustadz dan ummi tempat warga bercerita segala keluh kesahnya, walau saat itu pak ustadz dan ummi tergolong masih muda.

''waalaikum salam''
Dari dalam ummi menjawab salam,
Pintupun dibuka dari dalam.

''loooh ada apa nih ramai-ramai?''
Ayoklah masuk,
Sapa ummi sekaligus mempersilahkan pada tamunya.

''nda usah mii, disini saja kita ngobrolnya'
Jawab pak cente,

';Ibu ayok masuk bantu bikin kopi''
ajak ummi ke ibu-ibunya,
Lalu ibu-ibu itu masuk kerumah ummi dan langsung kedapur.

''o ya ada apa nih rame-rame?''
Tanya ummi membuka obrolan setelah bapak-bapak itu duduk di balai-balai atau teras rumah ummi.

''begini mi, kira-kira kapan ya pak ustadz pulang?''
Kini pak Marzuki yang langsung bertanya ke ummi, ummi dengan senyum menjawab dengan bijak,

''insyaalloh bapak hari ini pulang, doakan saja beliau selamat dan lancar segala urusannya ya''

Amiiiin,
Mereka mengaminkan ucapan ummi.
Cuma mi, kami datang kesini, mau minta ijin untuk menyambung rumah ummi sama pak ustadz untuk tempat tinggal kami, karena kami sudah tidak tahan lagi setiap malam selalu saja ada gangguan. Jawab pak Marzuki menjelaskan.

Sejenak ummi terdiam mendengar keluh kesah serta rencana para warga. Namun dengan tanpa ragu ummi mengambil keputusan dan menjawabnya.

''ya sudah jika memang itu yang bisa membuat bapak-bapak tenang dan nyaman, silahkan saja'',
Jawab ummi memberi ijin.

''tapi mi?''
Apa sebaiknya nunggu pak ustadz datang dulu?'
Tanya pak Marzuki lagi.

''tidak usah, biar nanti saya yang bicara sama bapak, o ya kapan akan dikerjakannya? Sambung ummi.

''Sekarang juga mi''
Dengan pasti mereka menjawab.

Singkat cerita, mereka dengan kompak bahu membahu menyambung rumah pak ustadz untuk tempat tinggal mereka, dengan pertimbangan, dengan berkumpul mereka bisa saling melindungi, jika ada sesuatu hal gangguan, karena rumah mereka saat itu memang berjauhan, pemikiran mereka menyatu dengan rumah pak ustadz, mereka merasa aman.
Yaaah begitulah pemikiran mereka saat itu, atas dasar apa, mereka jugalah yang tahu.

Menjelang sore bangunan sudah selesai, karena memang pembangunan itu dibuat darurat tidaklah dengan model dan dsain bagus, yang penting ada tempat tinggal.

sebelum Maghrib mereka mulai angsur-angsur angkat barang pindah kerumah pak ustadz, lampu-lampu minyak sengaja mereka hidupkan diluar maupun didalam rumah lebih awal, sehingga lumayan suasana diluar dan dalam menjadi terang ketika malam tiba.
Ummi hanya tersenyum tipis melihat mereka yang begitu serius menyambut malam.

Di ujung jalan, dimana satu-satunya akses jalan keluar masuk desa, terlihat dari jauh dua orang berjalan kaki memasuki pedesaan yang sepi,
Dan mulai temaram, karena sesaat lagi siang akan berganti malam, 
Dengan langkah cepat mereka berdua berjalan ingin segera tiba dirumah peluh membasahi badan karena jarak tempuh dari dermaga lumayan jauh,
Dua orang itu pak ustadz dan Wak Jono, telah kembali dari Pekanbaru.

Singkat cerita, pak ustadz merasa heran melihat bentuk rumahnya berubah, ditambah begitu banyak lampu terpasang, nyaris disekeliling rumah, pintu dan jendela tak ada satupun yang terbuka.

''assalamualaikum''
Pak ustadz mengucapkan salam,

''waalaikum salam''
Kembali pak ustadz sedikit terkejut, beliau mendengar banyak suara laki-laki didalam rumahnya,

Pintu rumah terbuka, dan yang membuka pintu itu pak Marzuki.

''alhamdulillah ya Alloh''
Begitu melihat pak ustadz yang datang, pak Marzuki berteriak senang, hingga ia tak malu lagi memeluk pak ustadz. seraya menangis.

''Udah-udah, yang tenang, ayok masuk dulu ya, kita sholat Maghrib berjamaah dulu, setelah itu kita makan, dan baru kita ngobrol ya'', 
ujar pak ustadz menenangkan pak Marzuki.

Singkat cerita, setelah melaksanakan sholat fardu berjamaah dan makan malam bersama, mereka bercengkrama, masing-masing bercerita segala pengalaman sepeninggalan ustadz ke Pekanbaru. 
Ummi hanya diam tidak ikut menceritakan apa yang telah terjadi kepadanya. 
Pak ustadz hanya manggut-manggut mendengar segala keluhan sahabat-sahabatnya itu, lalu ia mulai berbicara,

''bapak-bapak semua, yang pertama dan yang paling utama, kita tidak boleh takut dengan gangguan itu, kita ini manusia, yang diciptakan oleh Alloh lebih tinggi derajatnya dari mereka bangsa jin, dan saya tegaskan itu bukan tarsini yang jadi hantu, karena tarsini sudah bahagia disana, insyaalloh''.

''Yang kedua, saya mengabarkan bahwa insyaalloh 3 hari lagi, kita akan pindah ke daerah Kampar, dimana itu Kampar?, tak perlu saya jelaskan saat ini, yang penting daerah itu lebih baik dan aman buat kita, mulai besok pagi segera kemas barang yang mau dibawa''. Tutur pak ustadz memberikan kabar.

''Alhamdulillah, terimakasih ustadz, kalau tak ada ustdz entah bagaimana nasib kami ini, kami ini bodoh gak ngerti apa-apa''
Ujar mereka dengan penuh haru dan bersyukur, atas segala upaya pak ustadz yang telah menperjuangkan nasib mereka.

Singkat cerita, malam itupun istirahat dan tidur, demikian pula ustadz dan Wak Jono yang lelah pulang dari Pekanbaru.

Pukul 02.00 wib dinihari, seperti biasa selelah apapun pak ustadz bersama ummi selalu terbangun untuk melaksanakan sholat tahajud, dan ketika baru saja pak ustadz hendak keluar kamar, hendak menuju kamar mandi untuk berwudhu, terdengar suara tangisan pilu dari luar rumah,

''huu....huuu...
Kanca-kanca, aja tinggalen insuuun''..
(Teman-teman, jangan tinggalkan aku)
Demikian ucapan dan suara tangis pilu dari luar rumah berulang-ulang.
Mendengar suara itu sejenak ustadz terdiam, lalu beristighfar dan berdoa, setelah tidak terdengar lagi suara apapun, pak ustadz melanjutkan langkahnya kekamar mandi, bersuci lalu beliau melaksanakan sholat malam.

Singkat cerita, malam itu malam terakhir didesa itu, semua barang telah dikemas, malam itupun ibu-ibu memasak banyak yang kira-kira tahan untuk seharian di perjalanan. Bapak-bapaknya setelah mengemasi barang, mereka duduk-duduk di ruang keluarga sambil mengobrol.

Tak terasa waktupun mulai larut malam, namun entah karena tak sabar lagi esok pagi berangkat atau karena apa, mereka tidak merasakan kantuk. Diluar hujan gerimis terus membasahi bumi.
Tiba-tiba saja...

Tok...tok....
Mereka dikejutkan dengan suara ketukan sebanyak 2 kali pada pintu, sontak mereka yang ada didalam merasa terkejut, hanya terdiam dan saling pandang, karena mereka yakin tak ada 1 pun diantara mereka tengah diluar.

Pak ustadz memberi isyarat agar jangan ada yang membuka pintu itu,
Belum lagi rasa takut dan tegang itu hilang,

''oweee....oweee'',
Terdengar suara tangis bayi, seakan memecah kesunyian malam yang mencekam itu,
''tok...tok''....
Kembali pintu itu ada yang mengetuk dari luar.
Situasi saat itu begitu menegangkan, jangankan ibu-ibu, para bapaknyapun terlihat pucap pasi,

''huuuuu.....huuuu.....
Kanca-kanca, aja tinggalen insuuun''
(Teman-teman jangan tinggalkan aku),
Terdengar kembali suara perempuan menangis pilu dan berkata jangan tinggalkan aku(seperti judul lagunya imam s arifin&Nana, m/jangan tinggalkan aku).

Dalam situasi menegangkan serta menakutkan, terlihat pak ustadz berdiri dari duduknya, lalu beliau mendekati pintu itu, setelah didepan pintu pak ustadz berdehem 3x, entah apa tujuannya hanya ustadz yang tau.

Perlahan pak ustadz membuka pintu dan melangkah keluar serta menutup kembali pintu itu dari luar.
Setibanya diluar pak ustadz melihat samar sesosok wanita tengah memeluk seorang bayi didadanya, wanita itu dengan rambut tergerai basah terkena hujan, hanya diam mematung dengan kepala menunduk.
Dengan perlahan tapi pasti pak ustadz mendekati sosok itu hingga berjarak kira-kira 5 meter dari sosok itu, lalu pak ustadz berkata dengan lembut namun penuh tekanan,

''wahai jin yang ada dihadapanku, kamu salah sasaran untuk menggoyahkan keimanan kami yang ada disini, karena aku tahu kamu bukan tarsini, begitu giatnya kamu ingin menjerumuskan kami, pergi dan jangan kembali atau dengan caraku agar kamu pergi'' 
Demikian ujar bapak berkata kepada sosok itu, namun tanpa diduga, tiba-tiba saja mahluk itu tertawa mengikik, hingga terdengar bagai menggema, merontokkan mental yang ada dirumah ustadz yang saat itu tengah mengintip keluar rumah.

Mendengar mahluk itu tertawa bukannya pergi, tentu saja membuat ustadz kesal, seketika ustadz membaca ayat-ayat suci Al Qur'an,
Tiba-tiba saja terlihat kilatan terang dari langit yang gelap itu,

Duaaaar,..
Kilatan petir itu menyambar telak mahluk itu, terdengar suara jeritan melengking dari sosok itu, dan menghilang bagai ditelan bumi.
Pak ustadz menghela nafas lega, setelah mahluk itu hilang, lalu beliau berbalik dan kembali masuk kedalam rumah.

Singkat cerita, setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah, 8 KK yang berkumpul dirumah itu, lalu dilanjutkan sarapan bersama, dan dilanjutkan berdoa mohon keselamatan, lanjut bersiap diri.
Pukul 6 pagi dengan mengucapkan
''BISMILLAHHIRROHMANIRROHIM"

Akhirnya pak ustadz beserta yang lainnya, melangkah pergi meninggalkan desa itu dengan segala kenangan suka dan dukanya, meninggalkan Rosidi, Tarsini serta bayinya, selamat tinggal kenangan selamat tinggal TARSINI, walau kami tak menjenguk di kuburmu, namun doa kami selalu menyertaimu.
~~~SELESAI~~~

KILAS INFO
Mohon kiranya buat semua pembaca yang saya cintai, limpahkan doa buat tokoh yang ada dalam cerita ini.
Karena tokoh yang ada dalam cerita sudah banyak yang sudah menghadap Allah, semoga mereka diampuni segala dosanya serta diterima segala amal ibadahnya. Amiin..

Yang sudah gak ada :
1. Pak Acep Aay. (Pak ustadz)
2. Nani chojanah (ummi)
3. Pak Marzuki/ istrinya
4. Pak cente
5. Wak Jono
6. Rosidi dan tarsini.
7. Iis Martini/anak pak ustadz
8. Ayi Rohaini/anak pak ustadz

Yang masih ada :
1. Istri pak cente
2. Pak tanari/istrinya rantisem
3. Deden/anak pak ustadz
4. Neneng/anak pak ustadz
5. Nunung/anak pak ustadz

Demikian kisah nyata ini, semoga ada manfaatnya serta berkenan, mohon maaf jika banyak kesalahan, terimakasih🙏🙏🙏


close