Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gelap Tak Selamanya Kelam (Part 2)

Hari ini hujan turun lebat dalam waktu yang lama. Aku duduk dicafe sambil browsing berita. Karena hujan cafe sepi hanya satu dua pengunjung. Erni dan Joko duduk dikursi didekatku.

"Kenapa wajahmu cemberut gitu Joko": kataku.
"Kayanya saya gagal nikah cepet-cepet sama erni": kata Joko
"Emang apa sebabnya": kataku.
"Kami berbeda keyakinan": kata Joko.
"Loh koq bisa, bukannya kalian agamanya sama?": tanyaku.
"Bukan itu maksudnya saya tetap pada keyakinan saya kalo saya ganteng, tapi Erni bilang sebaliknya. Erni yakin saya ga ganteng. Kalo saya ga ganteng kenapa Erni mau sama saya?": kata Joko.
"Mungkin Erni kena pelet kamu Joko": kataku
"Sembarang saya ga pernah main pelet": kata Joko.
"Terus kenapa Erni bisa mau sama kamu?": tanyaku.
"Jawab Erni, karena aku ganteng ya"; kata Joko.
"Aku mau sama kamu Joko karena kasian ga ada cewe yg mau sama kamu": kata Erni sambil tertawa.
"Sayang koq ngomongnya gitu, saya ngambek loh": kata Joko.
"Baguslah kalo ngambek kan bisa ngelaba": kata Erni sambil tertawa.
"Becandanya jeleeeeek": kata Joko terus cemberut. 
"Jiahahaha mungkin ganteng kamu udah luntur Joko": kataku.
"Haduh nasib deh dibully terus": kata Joko.

Kulihat Irene sedang duduk termanggu didekat taman kecil dalam cafe.

"Kenapa tuh Irene?": tanyaku.
"Habis putus sama pacarnya": kata Erni.
"Ka, hibur Irene. Kalo sama sama Erni udah coba tapi ga ngefek tuh": kata Joko.
"Ya aku coba": kataku.

Aku berdiri dan melangkah kearah Irene. Aku duduk dihadapan Irene, tapi Irene seperti tak menyadari kehadiranku.

"Ehm ehm"; aku berdehem
"Eh, aka udah lama disini": kata Irene
"Baru serius amat ngelamunnya sampe ga tau ada orang yang duduk didepannya, kalo macan udah gigit": kataku.
"Biar deh digigit macan juga": kata Irene.
"Yeeee sayang dong masa orang cantik digigit macan": kataku
"Ah buat apa cantik kalo selalu terluka": kata Irene.
"Ya hati-hati dong biar ga terluka, mana yang luka biar diperban": kataku.
"Hatiku aka, yang terluka bisa gitu diperban": kata Irene.
"Koq bisa terluka?": kataku.
"Biasa cowo suka selingkuh": kata Irene.
"Ah cewe juga": kataku.
"Nyindir aku ya?": kata Irene
"Ngga, cuma ga mau aja cowo yang selalu disalahkan. Udah jangan sedih masih banyak cowo yang baik": kataku.
"Aku ga sedih malah seneng tau dia selingkuh daripada nanti pas sudah nikah. Lagian aku udah nemuin cowo yang baik"; kata Irene.
"Baguslah, udah jadian aja sama cowo yang baik": kataku.
"Sayangnya cowo itu udah punya istri": kata Irene
"Hadeuh, cari yang singel atuh non jangan yang dobel": kataku.
"Ah maunya sama cowo itu": kata Irene.
"Kasian istrinya ntar terluka perasaannya seperti yang kamu rasa saat ini"; kataku.
"Tapi kan aku juga ingin bahagia": kata Irene.
"Tapi apa arti bahagia apabila diatas penderitaan orang lain": kataku.
"Aku ingin bahagia dalam sisa waktu hidupku. Aku divonis dokter kena kanker. Aku ingin menghabiskan hidupku dengan orang yang kusayangi.": kata Irene.

Irene berurai air mata. Seperti cuaca hari ini hujan deras. Aku berdiri mendekati Irene. Ku belai rambutnya. Sungguh berat apa yang dialami Irene.

"Sabar yah Ren. Semoga dibalik ini semua ada hikmahnya.": kataku.
Irene hanya mengangguk tapi tetap menangis.
"Aku ambilin minuman yah": kataku.
Irene kembali mengangguk. Aku melangkah ke dapur cafe mengambil minuman dan sedikit cemilan.
"Aka, kenapa dengan Irene koq nangis": kata Erni yang menyusulku kedapur. 
"Irene kena kanker": kataku
"Duh kasian banget koq ke aku gak cerita": kata Erni 
"Yang penting sekarang kita harus suport Irene": kataku. 
Aku meminta Tia membuatkan Jus Mangga kesukaan Irene. Sampai sekarang aku masih ingat minuman dan makanan kesukaan Irene. 
"Erni kita kedepan temenin ngobrol Irene": kataku
"Iya": kata Erni.
Aku dan Erni kembali menuju ketempat Irene sambil membawa minuman. Kulihat Irene masih tersedu-sedu. Kuletakkan minuman dimeja.

"Irene kenapa kamu ga cerita ke aku": kata Erni sambil duduk disebelah Irene. Irene masih menangis terisak.
"Irene kita disini semua sahabat, ada apa-apa cerita. Aku akan bantu kamu": kataku.
"Ya Ren, kamu kaya baru kenal aku aja": kata Erni.
Joko datang menghampiri kami.
"Ka, nyonya datang. Tuh diluar": kata Joko.

Aku beranjak dari tempat dudukku pergi kedepan. Sampai didepan kulihat Viona menggendong Anisa bersama Tania.
"Tuh ayah": kata Viona ke Anisa 
Aku menggendong Anisa.
"Anak ayah dari mana nih": tanyaku.
"Dari mall ayah, cari hadiah buat Indri yang baru melahirkan": kata Viona.
"Kita kedalam, kayanya Tania udah kelaperan": kataku.
"Ih kakak tau aja": kata Tania.
Kami melangkah kedalam. Ku ajak Viona dan Tania duduk kursi dekat Irene. Irene terlihat masih terisak Erni berusaha menenangkannya. Joko hanya diam.

"Tania, pesen makanan kebelakang ada Tia dan yang lain dibelakang": kataku.
"Ok, banyak boleh kan": kata Tania.
"Bebas": kataku.
"Irene kenapa koq nangis": kata Viona.
"Irene kena kanker": kataku.
Viona pindah duduk disebelah Irene. Viona mengusap air mata Irene dengan sapu tangan.
"Kamu udah periksa dokter": kata Viona
"udah dokter kasih rujukan kerumah sakit yang ada dokter onkologi": kata Irene.
"Terus udah kerumah sakit, keluarga kamu udah diberi tau?": tanya Viona.
"Aku belum beritahu keluarga ibuku sedang sakit dikampung, mau kerumah sakit biayanya besar": kata Irene.
"Masalah biaya jangan dipikirin ntar Aka dan aku yang bayar yang penting kamu bisa sehat lagi": kata Viona.
"Kamu baik banget sih Viona pantes Aka memilih kamu": kata Irene sambil menangis. Viona menenangkan Irene.
"Besok anterin Irene kerumah sakit ya": kata Viona.
"Iya, kamu ikut ga yang?": tanyaku.
"Ntar Anisa sama siapa?": tanya Viona.
"Ya udah ntar Erni ikut juga kerumah sakit": kataku
"Ok bos, biar Joko yang ngatur cafe besok": kata Erni.
"Ren, kamu ga usah kerja aja dulu fokus sama pengobatan kamu. Terus kamu masih kos bareng Intan?": tanyaku.
"Ka, kalo ga kerja aku punya uang dari mana tuk sehari-hari bayar kos ngirim ke kampung": kata Irene.
"Yang, gimana kalo Irene kerja dipercetakan kan katanya kamu butuh orang untuk ngawasin kan kerjanya ga cape.": kata Viona
"Irene mau ga pindah kepercetakan ntar bareng sama Intan disana kerjanya kalo lagi sakit ga kerja juga ga apa-apa, gaji tetep dibayar koq.": kataku.
"Aku mau, kalian baik banget sama aku.": kata Irene.
"Kita kan sahabat apa yang bisa kami bantu pasti kami bantu": kata Viona.

Sepertinya Anisa seperti ingin minum. Aku menggendong Anisa ke dapur mencari air minum. Viona ikut menyusulku. Sampai didapur Viona membuat susu untuk Anisa.

"Pak anaknya lucu banget boleh gendong ya": kata Tia.
"Iya ": kataku sambil menyerahkan Anisa untuk digendong Tia.

"Yang, aku kasian deh sama Irene": kata Viona.
"Kasian kenapa?": tanyaku.
"Kasian harus berjuang melawan penyakit, uang pas pasan, disini sendirian, orang tua sakit dikampung. Aku tau rasanya ga punya keluarga. Aku beruntung memiliki kamu jadi punya keluarga lagi punya Ibu mertua baik sekali seperti Ibu sendiri, punya Teh Ida yang baik dan sayang seperti kakak sendiri belum keluarga besar dari ibu. Aku jadi merasa seperti memiliki keluarga baru. Yang, bantu Irene kasian": kata Viona
"Iya aku juga merasa beruntung mempunyai istri baik hati seperti kamu": kataku.

Aku bersyukur masih diberi kenikmatan yang besar. Memang bila memandang kebawah kita akan merasa sangat bersyukur diberi kehidupan yang lebih baik. Masih banyak orang yang hidup dalam kesulitan.

Hari ini aku bersama Erni mengantar Irene ke rumah sakit. Setelah menunggu beberapa lama Aku dan Irene masuk keruangan dokter. Setelah memeriksa hasil usg dan biopsi, dokter memberitahu kalau Irene kena kanker payudara stadium dua dan menyarankan segera operasi. Irene langsung nangis, aku bisa ngerti menghadapi operasi saja sudah berat apalagi salah satu payudara Irene mesti diangkat walau nanti bisa diperbaiki dengan operasi rekonstruksi. Istilah kedokteran yang asing bagiku bahkan aku baru tau kalo usg bukan hanya untuk cek janin saja.
Keluar dari ruangan dokter Irene menangis memeluk Erni. Sungguhku jadi ikut sedih. Belum ku melihat beberapa pasien yang ikut antri. Entah mengapa ketika melihat salah satu pasien tiba-tiba sekelebatan bayangan pasien itu meninggal membuatku ingin cepat-cepat meninggalkan tempat ini.

Aku menyetir mobil menuju kosan Irene dan Erni duduk dibelakang. Irene menyandarkan kepalanya di bahu Erni. Sedih juga lihat Irene seperti itu. Aku tahu dari Intan bahwa mamanya Irene akan datang hari ini setelah malam sebelumnya ditelpon Irene. Sesampainya di kosan Irene kulihat Intan dan Mamanya Irene sudah disana.
Turun dari mobil Irene setengah berlari menemui mamanya dan memeluknya. Keduanya menangis, sungguh gak enak ada dalam situasi seperti ini.
Kami masuk dalam kamar. Irene menjelaskan apa yang dideritanya dan saran dari dokter. Mama Irene mendengarkan sambil terisak, dari wajahnya kulihat mama Irene pun sebenarnya belum begitu sehat.

"Mama ingin kamu segera operasi Irene, tapi tunggu tanah dikampung laku dulu": kata Mama Irene.
"Jangan pikirin masalah biaya, saya tanggung biaya operasinya": kataku.
"Terimakasih nak tapi mama malu, dulu nak ini juga yang bayarin rumah sakit waktu Irene sakit": kata Mama Irene.
"Ga apa-apa, kan kewajiban kita saling bantu": kataku.
"Ini ma, ada uang 5 juta sumbangan dari temen-temen": kata Erni.
"Makasih semuanya kalian baik sekali pada anak mama": kataku.
"Sama sama ma, kami siap membantu bila ada yang perlu dibantu": kata Erni.
"Maaf ma saya ga bisa lama-lama mesti pergi ke tempat kerja": kataku
"Oh iya terimakasih nak": kata mama Irene hendak mencium tanganku.
"Mama jangan seperti itu seharusnya saya yang lebih muda mencium tangan mama": kataku sambil mencium tangan mama Irene.
"Saya juga pergi dulu ya ma": kata Erni sambil memeluk mama Irene kemudian memeluk Irene.

Aku pergi kecafe dengan Erni. Sampai di cafe kulihat Viona ada didalam.
"Yang koq ada disini mana Anisa": kataku
"Tuh Anisa lagi digendong Tia, yang Tania tuh lagi bt makanya ngajak aku kesini": kata Viona.
"Bt kenapa sih?": tanyaku
"Mama Shinta akan segera menikah": kata Viona.
"Tanianya mana?": tanyaku.
"Lagi ngelamun dipojokan": kata Viona.
Aku melangkah menuju Tania dan duduk didepannya.
"Kenapa koq ngelamun?": tanyaku pada Tania.
"Ah pasti ka Viona udah cerita": kata Tania.
"Terus kenapa kamu kaya bt harusnya senang mau punya papa baru": kataku
"Rasanya aneh aja, ga ada yang bisa gantiin almarhum papa": kata Tania, matanya berkaca-kaca.
"Kan papa baru bukan untuk gantiin almarhum papa, tapi kasian bila kamu nanti sudah menikah mama kamu hari harinya sendirian. Kalau ada papa baru kan ada yang jagain mama, ada yang nemenin, ada tempat curhat": kataku.
"Iya sih tapi sulit menerima orang baru diantara aku dan mama": kata Tania.
"Nah kalo aku sama Viona kan asalnya juga asing bagi kamu": kataku.
"Hihihi kaka berdua beda aku kan bisa minta jajan sama kadang pinjem mobil": kata Tania.
"Yang ternyata selama ini kita dimanfaatin Tania, besok Tania kita pecat jadi adik": kata Viona sambil becanda.
"Kaka jangan dong ntar aku terlantar": kata Tania merengek.
"Kalo gitu aku juga mau dong. Aka angkat aku jadi adik lu sehingga aku bisa minta jajan sama pinjem mobil": kata Joko yang datang ikut nimbrung.
"Aku juga mau": kata Erni yang dari tadi dengerin percakapan kami.
"Haduh punya adik atu aja udah puyeng": kataku.
"Ih ga bisa hanya aku adik satu-satunya. Ka bantuin pindahan dong aku mau ngekos": kata Tania.
"Ngapain ngekos, paling biar bebas pacaran ya?": kataku.
"Ih ngga, kan biar bisa mandiri": kata Tania
"Kalo mandiri jangan minta jajan": kataku.
"Yeeeeee masih lah minta jajan": kata Tania.
"Mestinya Tania suruh cepet nikah biar ga minta jajan": kata Joko
"Nah kamu nyuruh orang nikah belum juga nikah": kataku.
"Jadi keingetan kalo aku nikah pada mau ngasih apa": kata Joko
"Ngasih apa ya aku ngasih doa semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah, kan keluarga sakinah sangat berharga.": kataku.
"Ah lu mah pelit aja": kata Joko.
"Hihihihi udah aku nyumbang tempat aja kan cafe ini luas tuh daripada nyewa gedung": kataku
"Sekalian makanannya ya kan Ka?": kata Joko
"Boleh asal amplop dari tamu buat aku": kataku.
"Yaelah sama juga boong": kata Joko.
"Tanya dulu calonnya mau diajak nikah ga": kataku.
"Pasti dong, ya kan Erni": kata Joko.
"Aku pikir pikir ga kayanya deh": kata Erni sambil tertawa.
"Buset deh Ayang kamu teganya-teganya-teganya ": kata Joko.
Kami pun mentertawakan Joko yang cemberut dibecandain Erni.

Hpku berdering. Kulihat ada panggilan masuk tapi tak ada nomer penelepon. Ku angkat ku berkata halo berulang kali tapi tak ada yang menjawab. Aku melangkah kedepan cafe mungkin sinyal hp didepan cafe lebih kuat. Ku berkata halo berulang-ulang tapi tak ada jawaban hanya ada suara mendengung.. Sekali lagi aku bilang halo.. Dan... ada suara disisiku.

"Aku disini": suara itu terdengar.

Aku melihat kesamping. Astaga sosok wanita basah kuyup tertunduk dengan dari tangannya menetes darah dan dipergelangan tangannya terlihat luka menganga

Sosok itu hanya diam dan sedikit-sedikit menjadi samar-samar dan hilang. Tiba-tiba rasa cemas menghantui aku. Aku masuk kedalam.

"Joko, kamu bawa motor? Anter aku ya": kataku.
"Bawa, anter kemana?": tanya Joko.
"Dah nanti dijalan aku kasih tau, Viona aku pergi dulu sebentar": kataku.
"Hati-hati": kata Viona.

Aku mengambil jaketku dan bersama Joko ke parkiran, kuberitahu Joko agar segera ke kostan Irene. Joko segera memacu motornya ke arah kostan Irene. Aku telpon Intan sedang ada dimana dia. Intan menjawab sedang membeli makanan bersama mama Irene. Ke khawatiranku makin menjadi, aku minta Joko lebih cepat memacu motornya. Sampai di kostan Irene aku dan Joko bergegas ke kamar kostan Irene.

Kulihat pintu terbuka sedikit. Ku ucap salam tak ada yang menjawab. Aku dan Joko masuk, kulihat seseorang dipintu kamar mandi. Kostan Irene memiliki kamar mandi didalam. Ku mendekati kamar mandi, ternyata ke khawatiranku menjadi nyata. Kulihat Irene sedang mengiris lengannya dengan pisau cutter. Aku langsung berteriak agar Irene hentikan apa yang dilakukan. Aku segera merebut pisau cutter itu, sampai tanganku terluka ketika merebut pisau itu. Setelah kuberhasil merebut pisau itu dan kulempar jauh-jauh.

"Biarkan, biarkan aku mati": teriak Irene.
"Istigfar Irene, istigfar coba istigfar": kataku sambil memegang kedua tangan Irene.
"aku mau mati aja": kata Irene sambil menangis. Aku gak tau apa yang terjadi dengan Irene. Dia basah kuyup pakaian yang dipakainya basah semua. 
"Istigfar Irene, istigfar ": kataku lagi.
Irene memelukku sambil menangis keras. Berulang kali Irene berkata ingin mati, tapi terus ku bimbing dia agar mau istigfar.
Akhirnya Irene mau istigfar.

Tak lama Intan dan mama Irene datang. Intan dan mama Irene keheranan mengira apa yang terjadi.

"Ada apa ini": kata mama Irene.
"Tadi Irene coba bunuh diri": kata Joko.
"Astagfirullah Irene kenapa kamu nak, jangan seperti itu": kata mama Irene.
"Irene jangan lakukan hal seperti itu lagi inget itu dosa, kasian sama mama": kataku.
Irene hanya menangis dan tetap memelukku. 
"Tadi pas ditinggal Irene biasa aja lagi telpon sama pacarnya": kata Intan.
"Coba liat hp Irene": kata Joko.
Intan mengambil hp Irene yang tergeletak di kasur dan memberikannya pada Joko.
Joko memeriksa hp Irene.

"Kurang ajar masa cwo itu kirim sms kasar dan kurang ajar sama Irene": kata Joko.
"Sini aku liat": kata Intan.
Joko ngasih hp Irene ke Intan.
"Iya kurang ajar nih orang": kata Intan.
"Mau aku hajar nih cwo": kata Joko.
"Udah jangan ributin cwo itu, kita pikirin Irene aja": kataku.
Mama Irene membelai rambut Irene yang menangis memelukku.

Setelah reda ku minta Irene duduk dan melepas pelukannya. Irene melepas pelukannya dan duduk dilantai.

"Aka tanganmu berdarah": kata Intan.
"Sini biar kuperiksa": kata Joko sambil melihat tanganku. 
"Lukanya cukup dalam ka mesti ke dokter. Intan ada kain buat nekan luka": kata Joko.
Intan mengambil t shirt dan Joko mebalut lukaku dengan T Shirt. 
"Coba periksa Iren juga": kataku.
Joko meriksa lengan Irene, untung luka Irene cuma luka gores belum mengenai nadinya.

"Aka udah kedokter dulu biar Irene kami jaga": kata Intan.
"Ayo Aka biar kuantar": kata Joko.
"Dekat belokan didepan ada klinik coba kesana": kata Intan.

Aku dan Joko pergi ke klinik. Di klinik dokter menjahit tanganku 2 jahitan.

"Sebenarnya isi sms itu apa Joko": kataku.
"Kayanya Irene ngehubungi pacarnya minta supportnya, tapi balasan sms dari pacarnya kasar sekali dan ga sopan, mana bilang perempuan penyakitan segala. Ntar kalo ketemu aku hajar cwo itu": kata Joko.
"Udah jangan biarin aja. Perasaan Irene pernah bilang udah putus gara-gara cowo itu selingkuh": kataku.
"Nah Irene jarang ngobrol masalah pribadi ke aku sama Erni, ka sekarang balik ke cafe atau ke kosan Irene": kata Joko.
"Ke kosan Irene dulu, aku ingin pastiin Irene udah stabil emosinya, aku gak nyangka Irene bisa berbuat senekat ini": kataku.

Aku dan Joko kembali ke kosan Irene. Sampai disana sudah ada Erni, Viona dan Tania. 
Kulihat Irene sudah berganti pakaian kulihat mama Irene dan Viona sedang menasehati Irene sesekali kulihat Viona membelai rambut Irene. 
Kuhampiri Erni yang sedang menggendong Anisa.

"Koq kalian bisa ada disini?": tanyaku.
"Tadi Viona ngajak aku dan Tania nengok Irene, beneran tadi Irene mau bunuh diri": kata Erni.
"Bener untung pisaunya direbut Aka. Kayanya sih gara-gara kata-kata cwonya Irene, apalagi kondisi Irene lagi ga stabil": kata Joko.
"Kalian harus suport terus Irene yah, kasian gantian kalo ada yang punya waktu luang tengokin Irene": kataku.
"Pastinya ka, kita semua sebagai sahabat sayang sama Irene": kata Erni.
"Untungnya penghuni kamar kostan yang lain pada kerja jadi gak heboh. Kasih tau Intan jangan sampai orang lain tau": kataku.
"Iya kasian Irene jangan sampai orang lain tau Irene mau bunuh diri": kata Erni.

Viona keluar dari kamar dan mengambil Anisa dari gendongan Erni. Erni dan Joko kemudian masuk ke kamar kosan menemui Irene. Aku dan Viona duduk di bangku diluar kamar kosan Irene.

"Kamu gak apa-apa, kata Intan kamu terluka yang": kata Viona
"Gak apa-apa udah dijait tadi ke dokter cuma 2 jahitan": kataku.
"Koq kamu tau Irene mau bunuh diri?": tanya Viona.
"Pas dicafe tiba-tiba aku liat sosok mirip Irene basah kuyup terus pergelangan tangannya terluka dan mengeluarkan darah aku jadi ingat Irene dan khawatir makanya aku ajak Joko": kataku.
Anisa ingin pindah kepangkuanku. Kupangku dan kucium lembut rambutnya.

"Semoga anak ayah jangan seperti ayahnya": kataku.
"Kenapa yang?": tanya Viona.
"Aku gak mau Anisa seperti aku. Tadi dirumah sakit aku melihat seorang pasien dan kulihat pasien itu akan meninggal. Terus di cafe kulihat sosok mirip Irene berdarah-darah. Aku gak mau hal seperti itu terjadi pada Anisa. Aku juga ingin berhenti mengalami itu. Aku ingin seperti orang lain. Aku ingin hidup normal. Melihat seperti ini sungguh menyakitkan dan membebaniku.": kataku.
Aku tertunduk. Ku harap anakku tumbuh normal jangan mengalami hal seperti ayahnya. Aku tak tau apa ini sebuah kutukan atau anugrah.
"Sabar yang semua ada hikmahnya": kata Viona.
Tania menghampiri kami mengajak pulang. Aku dan Viona pamit pulang ke Irene, mamanya dan Intan. Aku berpesan agar Intan menjaga Irene. Mamanya Irene berulangkali mengucapkan terimakasih. Tania menyetir mobil aku, viona dan Anisa duduk dibelakang. Hari yang melelahkan bagiku.

Hari ini aku lagi males ngapa-ngapain. Dari pagi aku asik bermain dengan putriku Anisa. Apalagi kini Anisa sedang belajar bicara, aku sangat senang melihat Anisa belajar mengucapkan kata-kata. Aku tau hari ini Irene operasi tapi aku lagi malas kerumah sakit aku takut melihat hal-hal yang tak ku inginkan. Lagi asik ku bermain tiba-tiba datang Tania dan temannya.

"Kakak tolongin dong": kata Tania.
"Tolongin apa?": kataku.
"Pokonya tolongin": kata Tania.
"Ih ga jelas, Anisa ini siapa? Tante Centil": kataku sambil menunjuk Tania.
"Ate Etil": kata Anisa terbata-bata.
"Koq jadi tante kutil sih": kataku.
"Ih kakak malah ngajarin anaknya ngomong jelek. Pake bilang aku Tante Kutil segala, ih cepet tolongin": kata Tania.
"Iya apa yang mesti ditolong centiiiiil": kataku.
"Kenalin dulu temen satu kos aku Susi": kata Tania.
"Susi": kata Susi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Aka": jawabku sambil bersalaman.
Dan terjadi hal yang tak kuinginkan. Bayangan seperti klise-klise film negatif berjalan. Kadang ada yang jelas kadang ada yang tak jelas gelap suram dan penggalan-penggalan cerita terlihat.

"Kakak ih lepasin salamannya koq lama amat sih": kata Tania
"Tangan kamu yang ini menyentuh "dia" semalam": kataku.
Susi tertunduk. Aku masih memegang tangan Susi kurasakan dingin seperti es, pucat pasi kulihat.
"Kamu ketika membaca buku sambil ngemil makanan ringan malam itu. Ketika tangan kamu hendak mengambil cemilan sedang mata kamu tetap membaca. Kamu merasakan memegang sesuatu yang dingin seperti es dan pas kamu lihat, kamu memegang tangan yang pucat pasi": kataku.
"Iya kaka, aku takut sekali. Aku sedang sendirian sedang Tania lagi beli makanan.": kata Susi.
"Aku tau kamu berteriak terus keluar kamar menunggu Tania didekat Tangga": kataku.
Susi mengangguk. Tania menatap wajahku seperti yang keheranan. Aku melepas peganganku pada tangan Susi. 
"Hari hari ini kehidupan kamu sungguh pelik. Mungkin kalau kukatakan kamu gak akan percaya": kataku.
"Pertama ketika Tania mengajak bertemu kakak, saya gak percaya. Saya pikir orang yang ngerti supranatural udah tua. Terus dirumahnya banyak pusaka, tapi kakak masih muda paling beda 4-5 tahun dengan saya. Terus rumahnya seperti tidak ada pajangan barang-barang supranatural seperti keris. Tapi ketika kakak cerita kejadian malam itu dikosan saya jadi percaya kakak mengerti hal beginian soalnya detil kejadian itu tidak saya ceritakan pada siapa-siapa termasuk Tania": kata Susi.
"Jadi suara tawa dan ketukan dipintu atau jendela yang kamu ceritakan pada Tania": kataku.
"Ka kalau suara tawa atau ketukan aku mengalami": kata Tania.
"Maaf aku bukan bermaksud mencampuri urusan pribadi kamu tapi ini masalah besar bagi kamu": kataku.
"Ceritakan ka, saya siap dengan konsekuensinya": kata Susi.
"Karena kamu sudah setuju, soal pacarmu hati-hati dia sudah memiliki istri": kataku.
"Kaka serius?": kata Susi.
"Aku serius, kamu buktikan saja kata-kataku": kataku

Susi terdiam sepertinya dia sedang berpikir keras. Tania pun ikut terdiam.

"Kalau masalah kosan coba temui pak Dayat": kataku.
"Ih koq kakak ga bantuin": kata Tania.
"Ya aku bantuin, biar di cek dulu sama pak Dayat kalo udah kan bisa didiskusikan dengan pak Dayat solusinya": kataku.
"Maaf ya Susi aku cerita bukan bermaksud jelek, daripada nanti terjadi hal tak baik mending dari sekarang jaga-jaga": kataku.
"Iya kak, saya ngerti kakak bermaksud baik. Saya cuma heran koq dia ngakunya bujangan": kata Susi.
"Oh iya soal kerjaannya pun dia bohong. Saranku coba aja pancing cwo kamu ke kosan nah, pas pulangnya dibuntutin aja dia rumahnya dimana pulang kemana": kataku.
"Makasih atas sarannya kaka": kata Susi.
"Ka Viona kemana koq gak keliatan": kata Tania.
"Lagi beli sayuran sama Bibi": kataku.
"Pantes, ka aku sama Susi kerumah pa Dayat dulu": kata Tania.
"Saya pamit dulu kaka": kata Susi.
"Iya, hati-hati dijalannya": kataku.
Mereka berdua pergi kerumah pak Dayat. Sebenarnya aku malas ke kosan Tania. Aku lagi males ketemu makhluk-makhluk tak kasat mata. Aku lagi senang meluangkan waktu dengan anakku.

Tak lama Viona datang dengan bibi. 
"Yang, tadi kaya ngeliat Tania naik motor berdua": kata Viona.
"Iya tadi dari sini sama temennya": kataku.
"Ate etil": kata Anisa terbata.
"Bilang apa sih cantik": kata Viona pada Anisa.
"Tante centil": kataku.
"Siapa Tania, tante centil?. Ayang koq anaknya diajarin bilang Tabtr Centil": kata Viona.
"Hihihi koq malah cepet apal kalo dikasih tau tante Centil": kataku
"Ih ayang mah aneh-aneh aja, emang ada apa Tania kesini sama temennya": tanya Viona.
"Ceritanya ada gangguan di kosan Tania": kataku.
"Loh sejak kapan Tania kost?": tanya Viona.
"Kan tempo hari waktu minjem mobil, itu buat bawa barang-barang Tania ke kosan.": kataku.
"Terus ayang bantuin?": tanya Viona.
"Aku suruh temui pak Dayat. Ayang tau ga putra pak Dayat naksir Tania. Sekalian biar bisa ketemu antara anaknya Pak Dayat sama Tania. Lagian Tania kan udah putus sama Yana": kataku.
"Oh Erwin ya, emang ayang tau dari mana Erwin suka sama Tania?": kata Viona.
"Tau lah kan Erwin pernah minta ijin mau pdkt sama Tania.": kataku.

Sebenarnya itu hanya alasanku. Saat ini aku merasa belum siap untuk bertemu makhluk-makhluk tak kasat mata.

Hari ini aku baru pulang dari rumah sakit setelah menengok Irene. Operasi yang dijalani Irene berhasil kini tinggal pemulihan. Sesampainya dirumah ternyata dirumah ada Tania, Susi dan Pak Dayat.

"Asalamualaikum": kataku
"Wa alaikum salam": jawab mereka.
"Wah ada tamu rupanya": kataku.
"Iya nak kami ada perlu sama nak aka": kata Pak Dayat.
"Oh iya pak sebentar saya mandi dulu": kataku.
Aku segera mandi dan ganti baju. Lalu aku duduk diruang tamu menemui pak Dayat, Tania, dan susi. Viona membawakan kopi untukku.
"Yang, buat yang lain mana?": tanyaku.
"Udah dari tadi": kata Tania.
"Oh kirain belum, ada apa perlu apa ya pak?": tanyaku.
"Gini nak kemarin bapak sudah kekosan Tania. Bahkan sudah ketemu dan ngobrol sama pemilik kosan. Memang kosan itu sering terjadi hal-hal aneh makanya kosan itu sepi jarang yang kos disana. Bahkan pemilik kosan minta bantuan bapak. Bapak sudah cek tapi kalau sendiri Bapak ga sanggup. Ya bapak minta bantuan nak Aka": kata Pak Dayat.
"Iya ka, tolong bantu ya": kata Susi.
"Ya udah, kapan bapak mau kekosan Tania?": tanyaku.
"Bapak terserah nak aka sekarang juga ga apa-apa": kata Pak Dayat.
"Yang, gapapa aku pergi kekosan Tania?": tanyaku pada Viona.
"Boleh, bawa kunci cadangan aja kalo pulangnya malem malem": kata Viona.
"Iya": jawabku.

Aku, Pak Dayat, Tania dan Susi pergi kekosan naik mobil. Singkat cerita kami sampai dikosan Tania. Setelah memarkirkan mobil dihalaman. Kami menemui pemilik kosan. Rumahnya tepat disamping kos-kosan. Setelah mengucap salam. Pintu terbuka dan muncul seorang Bapak kisaran 50 tahunan. Kami dipersilahkan masuk. Kami masuk dan duduk diruang tamu. Kulihat ada foto keluarga. Di foto itu bapak yang tadi membuka pintu memakai seragam tentara. Rupanya bapak itu tentara berpangkat perwira.

"Nah pak, ini kakak saya yang pernah saya ceritain": kata Tania.
"Oh ini orangnya, kenalin saya Arman": kata pak Arman.
"Saya aka": kataku.
"To the point aja nak Aka. Mungkin pak Dayat sudah cerita tentang kosan milik Bapak. Semoga nak Aka bisa membantu agar kosan Bapak tak banyak gangguan dan penghuni kos pada betah.": kata pak Arman.
"Saya coba semampu saya pak, cuma saya minta waktu sampai malam di kosan": kataku.
"Nginep juga boleh nak, kalau ada perlu apa-apa hubungi bapak aja": kata Pak Arman.

Kemudian pak Arman mengantar kami kekosan dan pak Arman memberi kunci salah satu kamar untuk aku dan pak Dayat pergunakan. Kulihat kosan ini termasuk bagus ada 12 kamar terdiri dari 2 lantai. Kamar Tania dilantai bawah. Dari 12 kamar cuma ada 2 kamar yang terisi. Kamar yang diisi Tania dan Susi, satu lagi yang diisi Ratna seorang karyawati dan kata Tania pulangnya selalu menjelang malam. Pak Dayat membuka kamar disebelah kamar Tania kemudian menggelar sajadah dan meletakkan tas kecil yang dibawanya. Tania pergi mencari makanan. Aku berjalan berkeliling kosan. Ku coba menajamkan rasa. Rasa dingin menerpaku, ku berjalan menuju pohon mangga yang ada di halaman. Rasa dingin itu bersumber disini tapi sepertinya makhluk-makhluk itu belum mau menampakkan diri.

Aku kembali mendekati kamar kos Tania dan duduk dikursi didepan kamar kos. Susi mendekatiku dan duduk di tembok pagar kamar kosan.

"Apa yang kakak bilang tentang pacar saya benar": kata Susi.
"Masa sih": kataku.
"Bener ka, temen saya buntutin pacar saya pas pulang apel dari sini, diikutib sampe ke rumahnya ternyata ada perempuan keluar menyambutnya. Kemudian temen saya tanya tentang pacar saya diwarung dekat rumahnya, ternyata dia punya istri dan anak.": kata Susi.
"Yang sabar aja ya, suatu saat kamu bakal ketemu orang yang baik": kataku.
"Bisa ceritain ciri-cirinya": pinta Susi.
"Wah aku ga bis ngeramal, kalo ada penglihatan baru bisa cerita kalo tidak ada ya ngga": kataku.

Kemudian datang Ratna yang menghuni kamar sebelah kamar Tania. Susi mengenalkan ku pada Ratna. Tak lama kemudian terdengar adzab Magrib. Kemudian aku mengambil air wudhu dan sholat magrib. Beres sholat, Tania mengajak kami makan nasi yang tadi dibelinya kami pun makan bersama. Setelah makan, pak Dayat kembali kekamar yang tadi baru dibuka. Sedang aku, Tania dan Susi ngobrol diluar kamar. Tak lama Ratna bergabung dengan kami ngobrol. Ratna merasa senang karena ada aku dan pak Dayat kosan menjadi tambah ramai. Aku merasakan pak Dayat sedang mempersiapkan sesuatu. Hawa dingin mulai menyergapku. Harum bunga sudah mulai tercium. Kusuruh Susi, Tania dan Ratna ngobrolnya dalam kamar saja. Mereka menurut dan masuk kamar. Walau aku sudah beberapa kali menghadapi hal semacam ini tetap saja aku sedikit takut. Bahkan aku sempat kaget ketika ada seperti tangan yang sedingin es memegang tanganku.. Tiba-tiba hembusan angin begitu terasa dan serasa helaian rambut menerpa pipiku dan aku kaget setengah mati karena tiba-tiba disisiku muncul wanita berambut panjang bergaun putih dengan kepala tertunduk sedangkan tangannta yang sangat dingin memegangku.

Sosok wanita bergaun putih memegang tanganku. Rasanya seperti disentuh es. Kupandang sosok itu, ntah mengapa waktu seperti berjalan mundur aku tiba-tiba merasa berada di masa lalu. Kulihat kosan ini belum ada. Hanya ada rumah pa Arman dan pohon mangga yang tak berubah. Kilasan pandangan berubah ketika seorang gadis menguburkan sesuatu dibawah pohon mangga. Kemudian kilasan itu berubah jadi ketika gadis itu dimarahi dan dihujat beberapa orang. Penglihatan itu seperti film tanpa suara. Kulihat gadis itu berjalan sambil menangis hingga di jembatan. Dibawahnya sungai mengalir kencang, gadis itu akan melompat aku berusaha mencegahnya, tapi aku seperti berada di ruang waktu yang lain. Gadis itu meloncat ke bawah dan tertelan arus sungai yang deras. Aku tiba-tiba merasa orang yang tenggelam aku merasa air masuk keparu-paruku nafasku tercekat dan pandanganku gelap... Tiba-tiba aku tersadar kembali, aku merasa diwaktu sekarang. Sosok bergaun putih kini berubah menjadi seperti gadis yang tadi kulihat. Dia tersenyum padaku sosoknya seperti gadis biasa hanya kulitnya berwarna pucat.

"Maafkan aku tak bermaksud menakuti semua yang disini aku hanya ingin menyampaikan sesuatu": kata sosok gadis itu.
"Katakanlah tapi jangan kamu ganggu yang lain": kataku
"Baik, aku ingin yang dikubur dibawah pohon mangga dipindah kesisiku": kata sosok gadis itu 
"Kucoba semampuku": kataku.

Sosok itu perlahan menjadi samar-samar dan hilang seiring harum wangi bunga dan angin yang berhembus. Aku menghela nafas sebenarnya kejadian seperti ini aku hindari tapi takdir yang membawaku ke tempat ini.

"Kaka, kenapa baju kaka basah semua seperti habis kehujanan": kata Tania yang muncul dari dalam kamar kosan.

Aku baru sadar bahwa seluruh pakaianku basah semua. Padahal disekelilingku kering semua.

"Aku tak tau, tiba-tiba pakaianku basah semua": jawabku.
"Ka, dari dalam aku merasa kaka sedang berbicara, apakah dengan makhluk yang diam disini.": kata Tania.
Aku hanya mengangguk.

Tiba-tiba pak Dayat keluar dari kamar yang lain. Pak Dayat mengajakku kelantai 2 kosan. Aku dan pak Dayat bergegas kelantai 2. Sekelebat bayangan hitam melayang. Kulihat pak Dayat membaca sesuatu. Aku pun bersiap aku mulai berdoa. Bayangan itu mulai mendekati kami. Pak Dayat melemparkan sesuatu pada bayangan itu. Terdengar sosok bayangan itu menjerit. Ku terus membaca doa dan sedikit demi sedikit bayangan hitam itu seperti terbakar habis.

Aku mengehela nafas lega gangguan kali ini tak begitu sulit. Cuma pesan sosok gadis itu yang belum terlaksanakan. Aku dan pak Dayat turun kembali kebawah. Astaga pakaianku yang tadi basah tiba-tiba kering sendiri. Tania yang melihatku pun terheran-heran.

"Malam ini kalian bisa tenang istirahat tak ada gangguan, tapi jangan lupa tetap berdoa dan mohon perlindungan pada Tuhan": kata Pa Dayat.
"Iya pak terimakasih": kata Tania dan Susi.
"Pak kita ke pak Arman ada sesuatu yang perlu dibicarakan": kataku.
"Baik nak": kata Pa Dayat.
"Aku ikut": kata Tania.

Aku, Tania dan Pak Dayat menuju rumah pak Arman. Susi dan Ratna menunggu dikosan. Pak Dayat mengetuk pintu rumah pak Arman. Pak Arman membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Kamipun duduk dan masuk.

"Nah ada apa": tanya pak Arman.
"Maaf pak sebelumnya, saya ingin menggali dibawah pohon mangga dihalaman kosan karena ada sesuatu yang terkubur disana": kataku
"Oh seperti itu, sebentar saya panggil pak Dodo tukang kebun saya": kata pak Arman. Pak Arman kedalam rumah kemudian kembali bersama pak Dodo.
"Nah ceritakan apa yang hendak digali": kata pak Arman.
"Begini pak mungkin bapak tak percaya saya mendapat penglihatan sosok bayi dikubur dibawah pohon mangga oleh gadis yang kemudian meninggal bunuh diri di sungai. Sebaiknya jenazah bayi itu dipindah ke sisi makam gadis itu. Tapi saya belum tau dimana gadis itu dimakamkan": kataku.
Tiba-tiba saja pak Dodo menangis. Kami semua kaget, pak Arman menenangkan pak Dodo. Setelah cukup tenang pak Dodo bercerita.

Dulu sebelum dibeli pak Arman rumah ini dihuni sebuah keluarga. Gadis yang kulihat adalah pembantu dikeluarga itu. Pak Dodo menjalin kasih dengan gadis itu. Tapi hubungan mereka berlebihan hingga sang gadis hamil. Ketika hamil sudah besar gadis itu minta pertanggung jawaban pak Dodo. Pak Dodo pulang kekampung meminta ortunya melamar gadis itu. Tapi takdir bicara lain ayah pak Dodo sakit keras. Pak dodo menunggui ayahnya yang akhirnya meninggal dunia. Sedangkan disini sang gadis menunggu hingga melahirkan secara sembunyi-sembunyi dan menguburkan bayinya dibawah pohon mangga. Tapi lama kelamaan pemilik rumah mengetahui perbuatan gadis itu dan mengusirnya. Karena merasa sedih dan putus asa karena pak Dodo disangka gadis itu tak menepati janji akhirnya gadis itu bunuh diri. Sedangkan pa Dodo setelah mengurus pemakaman ayahnya mengajak ibunya melamar gadis itu. Tapi ketika sampai disini gadis itu telah dimakamkan. Sampai sekarang pak Dodo masih tetap merasa sangat bersalah.

Akhirnya aku dan yang lainnya kebawah pohon mangga dan menunjukkan lokasi bayi yang dikuburkan. Setelah menunjukkan tempatnya aku dan pak Dayat pamit pulang. Aku dan pak Dayat pun pulang kerumah.

Keesokan harinya aku dan Pak Dayat kembali ke kosan Tania. Pak Dodo dan pak Dayat menggali dibawah pohon mangga dan ditemukan kerangka bayi. Lalu kerangka bayi itu dikuburkan disamping makam gadis itu dipekuburan warga yang tak jauh dari situ. Ku menasehati pak Dodo agar berhenti menyalahkan diri sendiri padahal kejadian itu hanya 15 tahun yang lalu. Lebih baik sering mendoakan sang gadis agar dimaafkan dosanya.

Aku yakin sosok gadis yang menemuiku bukan arwah sang gadis. Itu cuma sosok jin yang suka mengikuti gadis itu sehingga bisa menyerupai mirip sang gadis. Semenjak dipindah kerangka bayi itu kos kosan Tania tak ada hal-hal aneh yang terjadi. Bahkan kini hampir seluruh kamar kos terisi. Mungkin jin sosok gadis itu ikut pindah kepemakaman. Tapi siapa yang tau.. jangan-jangan ikut ke salah satu pembaca cerita ini . ..who knows...

Hujan gerimis mewarnai hari ini. Dan terulang lagi hal yang tidak kusuka. Aku berdiri di tanah merah di pemakaman umum dikampung halaman Irene. Mama Irene menghembuskan nafas terakhirnya ketika baru saja tiba dirumahnya. Aku, bersama Joko, Intan mengantar Irene dari kota kekampung halamannya. Berulangkali Irene pingsan melihat jenazah ibunya. Adik Irene yang masih duduk dibangku SMA pun terlihat sangat terpukul.

Aku, Joko dan Intan berusaha menguatkan hati Irene. Apalagi Irene pun masih dalam masa penyembuhan pasca operasi. Kami semua takut hal yang tak diinginkan terjadi dengan Irene.

Setelah selesai pemakaman orang-orang sudah mulai meninggalkan area pemakaman tapi Irene masih bersimpuh didepan makam mamanya. Aku dan paman Irene membujuknya, akhirnya Irene mau pulang.

Sungguh aku tak tega melihat Irene seperti ini. Matanya seperti bengkak karena terlalu lama menangis. Malam itu aku terpaksa menginap. Aku terlalu cape untuk menyetir mobil kekota. Saran Intan dan Joko agar besok pagi saja kembali kekota. Malam itu keluarga Irene sedang berunding, aku, Joko dan Intan yang bukan termasuk keluarga duduk diteras rumah Irene. 
Karena mengantuk aku memilih tiduran di dalam mobil. Tak lama aku tertidur dan aku bermimpi. Aku bermimpi bertemu dengan mama Irene. Beliau seperti berpesan agar aku mau menjaga Irene.

Keesokan paginya aku, Joko dan Intan bersiap kembali kekota. Dan Irene hendak ikut kami kekota.

"Irene bukan sebaiknya kamu disini dahulu untuk beberapa hari": kataku.
"Ka, kalau aku terus disini, aku akan terus teringat mama. Aku ingin bisa melanjutkan hidupku": kata Irene.
"Ya kalo gitu baiklah, tapi kamu sudah bicarakan sama adik dan paman kamu": kataku.
"Sudah mereka setuju, biar disini adik dan pamanku yang mengurus. Kata paman, aku harus konsentrasi penyembuhan penyakitku dulu.": kata Irene 
"Aku belum pamitan sama keluarga kamu Irene, antar aku pamitan sama paman dan adik kamu": kata Joko 
Irene dan Joko kedalam rumah untuk pamitan. Aku dan Intan menunggu didepan mobil.

Aku dan Intan sedang memandang kearah Irene dan Joko berjalan tiba-tiba... Muncul bayangan dan berubah menjadi jelas. Muncul dihadapan aku dan Intan sosok mirip mama Irene yang tersenyum kearah kami. Intan mencengkram kuat tanganku karena kaget dan ketakutan. Aku yakin Intan pun melihatnya. Sosok mama Irene terlihat seperti bicara. Dan aneh walau sosoknya didepan tapi suara terdengar dibelakang telingaku.

[i]"tolong jaga anak tante ya":/i] suara lirih terdengar dan perlahan sosok mama Irene menghilang.

Tak lama Joko dan Irene menghampiri kami.
"Ayo berangkat, malah pada bengong aja": kata Joko.
Kuusap muka Intan dan kemudian sepertinya Intan tersadar. Aku masuk kedalam mobil dan menyalakan mesin. Irene duduk didepan disampingku.
Irene mencoba tersenyum padaku. Kubalas senyumannya kuusap sisa air mata dipipinya dengan tisu.

"Ka maafkan aku yah, selama ini selalu menyusahkanmu dan Viona": kata Irene.
"Ga apa-apa, Irene kamu harus kuat dan tegar menghadapi semua cobaan ini": kataku.
"Iya, aku akan berusaha kuat dan tegar. Aka kamu jangan jauhi aku ya": kata Irene.
"Gak lah, aku dan Viona sudah nganggap kamu seperti saudara sendiri. Viona juga minta maaf ga bisa dateng kesini": kataku.
"Kalian berdua baik banget aku jadi malu dulu ingin memiliki kamu walau sudah punya Viona": kata Irene.
"Emang sekarang udah ga kepingin?": tanyaku.
"Sekarang inginnya jadi saudara aja": kata Irene sambil tersenyum malu. Akhirnya Irene bisa tersenyum juga tanpa dipaksa.
"Aku ga diaku juga sebagai sodara?": kata Joko.
"Kalo Irene dan Aka ngaku kakak adik juga orang percaya kan mukanya mirip. Nah elo beda banget udah item jelek lagi hehehehe": kata Intan.
"Enak aja aku ganteng lagi nih buktinya": kata Joko sambil menggoda beberapa dan gadis yang lewat dekat mobil. Dan alhasil para gadis itu lari menjauhi mobil.
Intan dan Irene tersenyum melihat hal itu.
"Aka udah cepet jalan ntar aku bakal dibully lagi ama Intan": kata Joko sewot.
"Berangkat": kataku sambil memacu mobil meninggalkan tempat ini.
Kulihat di spion sosok mama Irene dikejauhan melambai seperti mengucapkan selamat jalan. 
Kali ini sepertinya hanya aku saja yang melihatnya. Mobil meninggalkan rumah Irene menuju kota. Irene menyetel lagu lawas kesukaan kami berdua ketika dahulu masih bersama.
Irene berbisik padaku: "ka, walau kita tak bisa bersatu aku akan tetap sayang pada kamu, walaupun hanya sebagai teman atau saudara. Aku juga akan menyayangi Viona seperti adikku sendiri".

Aku hanya bisa tersenyum. Semoga Irene dipertemukan dengan orang yang baik dan bisa menjaga dan membimbingnya dengan baik.

"Ayo bisik-bisik apaan": kata Joko
"Gak kata Irene apa Joko ga malu ngegodain cewe eh cewenya malah kabur": kataku.
"Waduh Irene ikutan ngebully aku": kata Joko.
"Ntar aku bilang Erni kalo Joko godain Cewe disini": kata Intan.
"Haduh Intan jangan ember dong": kata Joko
"Traktir dulu nanti ga akan dibilangin": kata Intan.
"Kan aku gak bawa duit ": kata Joko.
"Gampang pake duit aku dulu ntar potong gaji": kataku.
"Nah bener tuh": kata Intan.
"Apes bener nih aku": kata Joko lemes.
Kami mentertawakan Joko yang wajahnya jadi seperti memelas.

Hari-hari berlalu, kami silih berganti menemani dan menyemangati Irene. Kini Irene mulai bangkit dari keterpurukannya. Kini Viona pun mulai akrab dengan Irene. Diawali niat Viona agar Irene tak sedih, Viona suka mengajak Irene jalan-jalan. Seperti hari ini Viona habis pulang dari supermarket dengan Irene membeli keperluan sehari-hari. Anehnya putriku kini malah lengket denganku jadi kemana aku pergi selalu ingin ikut. Ibunya pergi ke supermarket, putriku malah ingin bersamaku di cafe mengawasi karyawan, walau kadang digendong Erni, kadang Tia. Memang Anisa putriku sedang lucu-lucunya banyak orang yang bertemu ingin menggendongnya kadang ingin mencubitnya.

Viona, Irene, dan Erni sedang sibuk ngobrol masalah belanjaan. Sedangkan Joko dan Tomi asik main gitar sambil bernyanyi. Memang cafe saat ini belum begitu rame. Anisa duduk dipangkuanku, kini umurnya 3 tahun dan mulai pintar bicara.

"Ayah kenapa tante itu senyum terus": kata Anisa
"Biasa nisa perempuan kalo ngobrol belanjaan begitu pada rame": kataku tak begitu memperhatikan perkataan Anisa.
"Bukan ayah, itu Tante yang pake baju ijo": kata Anisa.
Dug.. Jantungku bergetar. Aku kaget sebab tak ada yang pakai baju hijau hari ini. 
"Yang mana sayang": tanyaku.
"Itu yang berdiri sendiri": kata Anisa sambil menunjuk ke sudut ruangan. Astaga apakah Anisa pun bisa melihat seperti apa yang kulihat. Kucoba tingkatkan rasa dan indera ku. Dan benar saja disudut ruangan itu ada sosok wanita cantik berbaju hijau bermahkota tersenyum kearah kami. Sosok ini kukenal karena beberapa kali datang menemuiku.

Aku heran kenapa sosok wanita ini menemuiku pada sore hari. Sosok itu melayang mendekati kami. Herannya Anisa malah tertawa. Setelah dekat sosok itu berkata "hati-hati ada yang mengincar keluargamu".
Setelah berkata sosok itu melayang pergi.
"Ayah itu tadi tante siapa": kata Anisa
Aku bingung mau menjawab bagaimana. Kujawab sekenanya saja.
"Tadi temennya ayah": jawabku.

Viona menghampiri aku dan Anisa.
"Anisa ga kangen ama ibu nak, sini ibu beli kue kesenangan kamu": kata Viona.
Anisa turun dari pangkuanku dan duduk di pangkuan Viona.
"Ibu tadi ada tante cantik terbang": kata Anisa 
"Masa sih koq ibu ga liat": kata Viona.
"Ayah liat, tadi terbang dari sana kesini terus kesana": kata Anisa.
Viona terlihat kaget dan menatapku. Aku mengangguk. Viona mencium dan mengusap rambut Viona. Aku kaget selama ini Anisa tak menunjukkan dia bisa melihat mereka tapi hari ini. Aku harap Anisa bisa tumbuh normal jangan sepertiku.

Baru saja aku hendak berdiri tiba-tiba kepalaku sakit sekali dan ada sesosok makhluk hitam didepanku. Aku merasa pusing hingga aku jatuh dan semua pandanganku tiba-tiba menjadi gelap dan hitam.

Apa yang terjadi denganku telingaku berdengung. Aku bisa merasakan orang yang memapahku dan membantuku duduk disela dengungan ditelingaku terdengar suara-suara viona. Tiba-tiba aku seperti bermimpi tapi kepalaku sakit sekali aku melihat kilasan-kilasan kehidupan orang-orang sekitarku. Semua itu menjejali pikiranku. Argggh sakit... Sakit sekali.... Terdengar suara Viona mengucap istigfar ditelingaku. Aku mencoba mengucap istigfar perlahan-lahan pandanganku mulai terang tapi rasa sakit masih terasa. Kini dengungan ditelingaku mulai hilang. Aku masih memegangi kepalaku.

Kini rasa sakit mulai berkurang. Viona terus mengucapkan istigfar ditelingaku.

"Ayah.. Ayah kenapa": kaya Anisa sambil memegang kakiku.
Aku meraih Anisa dan memangkunya. Anehnya kilasan-kilasan peristiwa terlihat lagi. Kilasan-kilasan peristiwa itu membuat kepalaku sakit aku mengucap istigfar berulang kali dan akhirnya kilasan peristiwa itu hilang, begitu pula rasa sakit dikepalaku.

Ku usap kepala Anisa sambil berdoa agar apa yang terjadi denganku tak terjadi pada Anisa.

"Yang, masih kerasa sakit": kata Viona.
Aku menggelengkan kepala. Viona mengambilkan air putih. Kulihat Irene, Joko, Erni dan Intan sudah ada didekatku. Mungkin mereka khawatir dengan apa yang terjadi barusan.

"Ren, bentar lagi adik kamu telpon ngasih tau kalau udah dekat terminal. Joko udah jangan khawatir ortu kamu setuju kamu mau ngelamar Erni. Intan ntar lagi Bapak kamu sampe sini. Erni siap-siap ntar lagi banyak konsumen": kataku tiba-tiba berkata seperti itu.
Irene, Joko, Erni dan Intan keheranan dengan kata kataku. Tak lama hp Irene berdering. Irene menjawab telpon tersebut. Tak lama hp Intan berdering dan Intan pun menjawab telpon tersebut.

"Ka, koq kamu tau kalo adik aku mau dateng kesini aku juga ga tau sebelumnya kalo adikku mau kesini": kata Irene.
"Bener ka, katamu bapakku bentar lagi sampe": kata Intan.
"Kalo gitu aku mesti telpon kekampung sapa tau kata-kata lu bener ka": kata Joko yang kemudian mengambil hp dan menelpon ke orangtuanya.
"Aka bener lu, ortu ku setuju mau lamar Erni. Yes makasih ya aka": kata Joko kegirangan.
Aku hanya terdiam kilasan peristiwa yang terlihat tadi sama persis dengan yang terjadi.
"Erni siap-siap bentar lagi tamu-tamu bakal dateng ke cafe ini": kataku.

Baru saja aku bicara tak lama kemudian berdatangan tamu kecafe. Sehingga mulai sibuk.

"Yang, kita pulang badanku serasa gak enak": kataku pada Viona.
"Iya, yang kenapa hidungmu berdarah"; tanya Viona.
"Mungkin mimisan ": kataku.
"Ya udah sekarang pulang aja biar bisa istirahat. Aku yang nyetir aja": kata Viona.
"Erni aku pulang dulu ya": kataku
"Ya ka istirahat aja biar cepet sehat lagi": kata Erni.

Aku menggendong Anisa kearah mobil. Anisa membukakan pintu mobil. Setelah kami dalam mobil Viona menyetir mobil menuju rumah. Singkat cerita kamipun sampai dirumah. Aku segera kekamar dan merebahkan diri. Astaga tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti dipegangi beberapa makhluk dan aku merasa aku berpindah-pindah tempat.

Hingga aku merasa berada disuatu tempat. Tempat ini seperti didalam gua gelap dan hanya terdengar suara tetes air. Dinginpun terasa diseluruh tubuhku. Terdengar suara-suara bergeser dan tiba-tiba terdengar suara ular mendesis-desis. Aku tak bisa melihat karena keadaan sangat gelap tiba-tiba muncul setitik cahaya yang makin lama makin terang. Astaga kini jelas didepanku ada sosok ular besar didepanku. Aku tak bisa menggerakkan badanku yang terbujur kaku. Apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Ular itu tiba-tiba seperti bicara. Bicara dengan bahasa yang tidak kumengerti. Perlahan lahan desisan suara ular itu berubah jadi suara seorang wanita.

"Salah satu diantara kalian harus jadi pengikutku": kata ular itu.

Aku berdoa memohon perlindungan. Perlahan rasa dingin mulai menghilang. Dan berganti kehangatan. Tiba-tiba aku terbangun dikamarku. Kudengar adan magrib berkumandang aku bangkit dan menuju kamar mandi. Aku mandi lalu mengambil wudhu dan kemudian sholat magrib. Beres sholat magrib aku berdoa mohon perlindungan untukku, keluargaku, dan orang-orang terdekat dari segala gangguan. Selesai berdoa aku menghampiri putriku yang sedang dipangku ibuku. Putriku terlihat senang mendengarkan ibuku mengaji. Kutinggalkan mereka berdua, aku menuju ruang tengah kulihat Viona sedang asik menonton tv kuhampiri dan duduk disampingnya. Viona menyandarkan dirinya padaku.

"Yang apa kamu udah baikan?": tanya Viona.
"Udah, Anisa lucu deh lagi dipangku ibu, terus seperti mau ngikutin ibu ngaji belum bisa mulutnya komat-kamit ga jelas": kataku.
"Iya, semoga jadi anak sholehah. Yang sebenarnya aku ingin kasih tau sesuatu sama kamu": kata Viona.
"Kasih tau apa?": tanyaku.
"Anggota keluarga kita akan bertambah, aku hamil": kata Viona.
"Alhamdulillah, udah dicek ke dokter?": kataku.
"Sudah kemarin, kata dokter udah dua bulan. Tadi siang mau cerita eh kamunya sakit kepala": kata Viona.
"Semoga kita bisa menjaga amanah yang diberikan amanah": kataku.
"Ya yang, sekarang aku mau ganti manggilnya ga ayang lagi ganti aa aja boleh?, kalo ayang ayangan kaya masih pacaran ": kata Viona sambil tertawa kecil.
"Gapapa panggil ayang juga kan biar romantis": kataku.
"Malu ah romantis kan udah mau punya anak dua": kata Viona.
"Biarin aja ngapain malu, toh kalo jalan berdua banyak orang yang kira kita masih pacaran. Umurmu juga belum genap 24 tahun": kataku.
"Hihihi iya, masa pas keundangan sama ibu, dikira anak ibu dan belum menikah sama temen pengajian ibu": kata Viona.
"Waduh bahaya ntar kalo keluar rumah mesti diperhatiin takut banyak yang godain kamu, apalagi kamu cantik masih kaya gadis": kataku.
"Hihihi gak lah, apalagi ntar perutku buncit karena hamil": kata Viona.
Kupeluk Viona kuusap rambutnya dengan lembut. Wanita terbaik yang kini mengisi hari-hariku dan memberiku kebahagiaan.

Tidak, jangan, jangan lagi ada penglihatan. Ah penglihatan itu muncul kembali ... Bayi laki-laki.. tidak-tidak jangan... Jangan ganggu.... Astaga berarti ada makhluk yang mengincar jabang bayi dalam rahim istriku.

Aku berdoa mohon agar Tuhan melindungi keluargaku, menjauhkan kami dari segala gangguan dan perbuatan jahat.
Terdengar suara bel. Ada tamu didepan rumahku.

"Yang, aku kedepan dulu kayanya ada tamu": kataku.
"Iya yang": kata Viona.

Aku melangkah kedepan menuju pintu depan. Suara bel terdengar lagi. Kubuka pintu. Tiba-tiba saja seorang wanita memelukku sambil menangis. 
Viona muncul dari belakangku.
"Ada apa yang?": tanya Viona.

Kupandang wanita yang memelukku, ternyata dia Tania. Heran tak seperti biasanya Tania menangis selama ini dia selalu ceria. Paling cemberut kalo pada ngeledekkin.

"Ada apa Tania koq kamu nangis?"; tanyaku
"Iya tumben-tumbenan"; kata Viona
"Aku habis ditampar"; ucap Tania sambil terisak.
"Siapa yang menampar kamu?'; tanyaku
"Apa kamu ditampar mama Shinta?'; tanya Viona
"Bukan tapi pacarnya mama": kata Tania
"Berani amat orang itu nampar kamu": kataku tersulut emosi
"Iya sekarang pacarnya mama lagi marah-marah dirumah"; kata Tania
"Ya udah aku kerumah kamu sekarang, kamu disini aja": kataku
"Yang, hati-hati": kata Viona

Aku berjalan menuju kerumah Tania. Sebelumnya aku lapor dulu Pak RT bahwa ada keributan dirumah Tania. Pak Rt pun mengajak keamanan komplek mendatangai rumah Tania. Sesampainya disana ku lihat halaman rumah Tania berantakan. Kursi dan pot bunga berantakan. Kami langsung masuk kedalam rumah. Kulihat Om Broto pacar Mama Shinta sedang marah-marah. Dan Mama Shinta sedang terduduk menangis.

"Ada apa ini, bukannya lebih baik dibicarakan secara baik-baik"; kata Pa RT.
"Ini bukan urusan kalian pergi dari sini": kata Om Broto 
"Bapak sudah mengganggu ketentraman warga disini, itu sudah termasuk urusan saya": kata Pa Rt
"Ah banyak omong"; teriak Om Broto

Bruugggg tinju om Broto mendarat di wajah Pa Rt yang membuatnya terhuyung. Satpam Komplek yang hendak membantu pa Rt berdiri tegak ditendang om Broto hingga terjatuh.
Aku yang melihat kejadian itu jadi emosi kutarik badan om Broto entah kekuatan dari mana tenagaku menjadi kuat. Sekali tarik dan kulemparkan om Broto keluar rumah. Aku menyusulnya ke luar rumah. Om Broto berdiri dan menyerangku. Bugggg pukulannya kena wajahku tapi aneh aku tak merasa sakit sedikit pun. Om broto memukulku beberapa kali dan malah kubiarkan pukulannya mengenaiku. Pandanganku serasa merah dan emosiku semakin meningkat. Kupukul ulu hati Om Broto hingga dia terjatuh berlutut. 
Dan bruggg ..... kupukul mulut om Broto hingga dia jatuh terjengkang kebelakang dan darah segar mengalir dari mulutnya. Ketika aku hendak mendekati dan memukul om Broto tiba-tiba tanganku dipegang seseorang.

"Sudah nak, sudah. istigfar nak istigfar"; suara mama Shinta
Ku berbalik kulihat mama Shinta yang memegang tanganku. Emosiku meningkat melihat pipi mama Shinta merah seperti bekas ditampar. Aku berbalik hendak menghajar om Broto tapi kembali mama Shinta melarangku bahkan kini mama Shinta memelukku erat hingga aku tak bisa bergerak. 
"Istigfar nak, istigfar nak"; kata mama Shinta
"Astagfirullah, astagfirullah": berulang kali aku mengucap istigfar.
Emosiku menurun dan pandangan mataku yang serasa merah kini kembali biasa.

Satpam komplek segera menghampiri om Broto yang tergeletak. Beberapa warga mulai berdatangan kesini. Tak lama datang Tania, Viona dan Mas Indra yang ternyata datang kerumahku untuk menengok ibu dan keluargaku.

"Kalian gak apa-apa": kata mas Indra
"Gak mas, mama yang terluka kayanya"; kataku

Mas Indra menelpon tak lama kemudian datang polisi dan membawa om Broto ke kantor Polisi. Mas Indra menyarankan mama Shinta, Tania dan Pak Rt kerumah sakit untuk meminta catatan medis untuk laporan kekantor polisi. Akhirnya kami kerumah sakit. Lalu pergi ke kantor polisi bikin laporan. Setelah sekian waktu akhirnya beres juga dan kami pulang.

Setelah beres kami pun pulang kerumah, kusarankan mama Shinta dan Tania menginap dirumahku dulu. Mereka pun mengiyakan.

"ma, sebenarnya kenapa Om Broto sampai ngamuk dan menampar mama sama Tania?": tanyaku.
"Broto hendak pinjam mobil mama, tapi Tania melarangnya terus Tania dan Broto bertengkar, mama minta putus sama Broto, belum nikah aja sudah galak sama anak mama. Tapi Broto malah kalap menampar Tania terus mama menghalangi ikut ditampar pula": kata Mama Shinta.
"Bagus gak dikasih mungkin mobilnya bisa disalahgunakan"; kataku.
"dari awal Tania gak setuju mama pacaran sama Om Broto orangnya mau ngeret harta mama aja"; kata Tania
"maafin mama karena gak mau dengerin kata Tania: kata mama Shinta
"ya udah yang penting sekarang sudah beres masalahnya": kataku.
"nak, mama tadi takut sekali liat kamu marah. Kaya beda sekali dengan keseharian kamu. Mama takut Broto mati kamu pukulin makanya mama halangin kamu. Jangan seperti itu lagi ya nak"; kata mama Shinta
"gak akan mati lah ma, orang cuma dua kali pukul. Aku emosi liat Tania sama Mama di tampar dipukul. Tanya Viona aku gak pernah sekalipun pukul perempuan kalo lagi marah aku hanya diem aja gak mau ngomong": kataku.
"Iya tapi aku lebih suka kalo kamu marah ngomong jadi aku tau salah aku apa bukannya diem aja"; kata Viona
"Kalo ngomong gak akan jadi marahnya. Kalo liat wajah kamu suka langsung luluh hatiku": kataku.
"Huuuuuu gombal": kata Tania.
"Makanya cepet punya pacar lagi biar ada yang ngegombalin"; kata Viona
"Gak mau ah ntar kdrt"; kata Tania
"yang kdrt paling kamu Tania, kan galakan kamu ama cowoknya"; kataku
"Ih kaka jeleeeeeeeeeekkkk"; kata Tania sambil nyubitku keras.
"sakit tauuu"; kataku.
"oh ya kalian juga harus siap nanti kalau diminta melengkapi laporan"; kata Mas Indra
"iya terimakasih banyak mas"; kata Tania
"Mas koq teh ida dan putranya gak diajak, aku kangen loh": kata Viona
"Nanti kan mas tugas disini lagi 2 bulanan lagi pindah ke kota ini lagi"; kata mas Indra

Anehnya aku merasa semua masalah ini belum berakhir bakan masalah berat akan menghadang didepan kehidupanku dan orang-orang sekitarku. Malam ini aku habiskan untuk merenung apa yang terjadi denganku kenapa apabila aku emosi selalu terjadi hal yang berbeda. Aku hanya ingin jadi manusia biasa.

[Bersambung]

*****
Selanjutnya 

*****
Sebelumnya

Note : 
Untuk kisah selanjutnya, saya update SECEPATNYA. Terimakasih semoga berkenan.
Penulis : Sam Ali

close