Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gelap Tak Selamanya Kelam (Part 3)

Sore hari ini aku sedang santai duduk di kursi teras. Ku melihat Anisa sedang bermain dengan teman sebayanya dihalaman, sedangkan Viona sedang asik mengobrol dengan ibu-ibu muda dikomplek ini sambil mengawasi anak-anak yang sedang bermain.
Kulihat Tania datang setelah menyapa Viona dan ibu-ibu. Tania langsung menuju ke arahku dan duduk disampingku.

"Ka, aku ingin ngomong serius": kata Tania.
"Iya ngomong aja": kataku.
"Ka, kalo milih pasangan yang baik yang gimana sih?": tanya Tania.
"Ya, pilih yang kuat agamanya": kataku
"Tapi kalo suka sama yang cakep gimana?": tanya Tania lagi.
"Ya udah pilih aja yang cakep": kataku.
"Tapi takut kaya kejadian sama mama, om Broto cakep eh kelakuannya begitu": kata Tania
"Ya kamu tinggal pilih dari tiga mana yang sreg dihati kamu": kataku.
"Perasaan tadi ga cerita deh ada tiga orang": kata Tania.
"Emang ngga cuma perasaanku dari tiga yang deketin kamu, dua yang lagi diseleksi. Kalo perasaanku walau belum pernah liat orangnya yang ganteng kamu lebih suka tapi kamu kurang suka sikapnya. Tapi kalo yang ganteng juga sih cuma gantengan yang kamu suka, orangnya kalem pembawaannya baik. Nah kamu ngerasa nyaman sama yang mana?": tanyaku.
"Ih kakak curang belum diceritain koq udah tau. Aku nyaman sih sama yang kedua baik terus enak diajak ngobrol tapi koq kaya monoton. Kalo yang pertama... Ah ga ah malu": kata Tania.
"Nyosor melulu ya? bilang gini aja halalin dulu baru boleh nyosor 24 jam hehehehehe": kataku
"Tu kan koq tau sih sebel deh, jadi pilih siapa dong?": kata Tania
"Pilih yang bener-bener sayang sama kamu": kataku.
"Caranya gimana?": tanya Tania.
"Ajak aja nemuin mama kamu": kataku.
"ah mama aja bisa salah pilih": kata Tania.
"Ga boleh gitu bagaimanapun itu mama kamu seorang mama punya rasa yang lebih keanaknya bisa tau mana yang bener atau yang salah": kataku.
"Tapi kaka temenin mama ya, atau ketemu sama kaka dulu baru ketemuin sama mama, lagian mama kan percaya sama kaka": kata Tania.
"Iya boleh, suruh kesini aja kasian dari tadi nungguin di warung deket belokkan": kataku.
"Kaka tau dari mana?": kata Tania
"Nebak aja": kataku.
"Hihihihi kaka bener ini yang mau serius yang atu lagi ga mau diajak ketemu keluarga aku maunya cuma nyosor doang sebel, ntar ya aku telpon dulu": kata Tania.

Tania menelpon pacarnya. Kulihat Viona sudah beres ngobrol, kulihat para ibu-ibu pulang bersama anaknya masing-masing. Kulihat Viona menggendong Anisa dan menuju kearah kami. Sesampainya diteras Anisa ingin dipangku oleh ku dan Viona duduk disampingku.

"Alo Anisa cantik": kata Tania.
"Alo tante tengil": kata Anisa
"Ih siapa yang ngajarin bilang tante tengil?": kata Tania.
"Bunda, kalo tante datang ayah tanya siapa yang dateng, kata bunda tante tengil": kata Anisa.
"Kaka Viona ih ngajarin yang jelek": kata Tania sambil melotot ke Viona.
Aku dan Viona tertawa. 
Tak lama kemudian datang motor memasuki halaman rumah.

"Yang, siapa tuh yang dateng?": tanya Viona.
"Pacar nya tante tengil": kataku sambil tersenyum. Dan Tania mencubitku.
"Tante, jangan cubit ayah sakit tau": kata Anisa.
"Ih gemes deh Anisa dah pinter ngomong": kata Tania 
Seorang cowo turun dari motor dan menghampiri kami.

"Asalamualaikum": cowo itu mengucap salam
"Wa alaikum salam, silahkan duduk": kata Viona.
Cowo itu mengajak salaman. Pertama bersalaman dengan Viona lalu denganku. Ketika bersalaman denganku cowo itu sedikit kelihatan kaget. Cowo itu lalu duduk.

"Ka, kenalin ini temen aku, namaya Diki": kata Tania.
"Iya, kenalin juga saya Viona dan suami saya Aka": kata Viona.
"Mereka kaka aku": kata Tania pada Diki.
"Yah, tuh kucing gede kok diem disana aja. Pus sini": kata Anisa sambil melambai kearah motornya Diki.
"Mana ga ada kucing?": kata Tania.
"Iya ga ada": kata Viona.
"Ada itu pus, pus sini main": kata Anisa.
"Kalo yang besar kucing, apa coba? itu seperti boneka Anisa yang belang.": kataku.
"Harimau ya yah": kata Anisa
"Iya sayang": kataku.
"Kumaha damang, Diki?": tanyaku.
"Pangestu, kumaha sawalerna?": kata Diki.
"Alhamdulillah damang": kataku.
"Diki ga pernah cerita bisa sunda": kata Tania.
"Kan ga pernah ditanya": kata Diki.
"Ih sebel malah kaka yang tau duluan": kata Tania.
"Diki mesti sabar ngadepin sikap Tania yang gampang berubah tergantung cuaca": kataku.
"Ah apaan sih kaka": kata Tania.
"Punten, koq akang tau saya orang sunda": kata Diki.
"Ayah, kucing nya mirip yang pernah ke kamar ayah, cuma yang kekamar lebih gede putih warnanya": kata Anisa.
"Masa koq ayah ga liat": kataku.
"Ayahnya lagi bobo": kata Anisa.
"Anisa ayo mandi dulu": kata Viona
"Iya bunda, tante Tania nisa mandi dulu ya, dadah pus.": kata Anisa. Viona dan Anisa kedalam rumah. 
"Ih Anisa ngomong apaan sih": kata Tania.
"Namanya juga anak kecil, oh ya Diki temen kuliah Tania": tanyaku
"Ngga ka, saya satu kampus beda jurusan": kata Diki
"Oh, dah lama kenal Tania": tanyaku.
"Lumayan kenal ada setahun lebih, cuma sering ngobrolnya baru beberapa bulan": kata Diki.
"Iya ka, aku ajak kesini biar kenal ama keluargaku. Ntar kalo mau ngajak main atau kemana tau kemana harus minta ijin": kata Tania.
"Iya ka, saya serius sama Tania": kata Diki.
"Ya kalau serius Tania ajak ketemu mama": kataku.
"Sama kakak dong ketemu mamanya": kata Tania.
"Iya ayo sekarang aja": kataku.
"Makasih ka, sekalian ada yang ingin saya tanyakan pada kakak": kata Diki.
"Ya udah nanti ngobrolnya dirumah Tania": kataku.

Aku masuk kedalam rumah bilang pada Viona hendak ke rumah mama shinta. Lalu aku, Tania, dan Diki berjalan menuju rumah Tania.

Sesampainya dirumah mama Shinta aku mengucap salam dan tak lama mama Shinta membuka pintu.

"Nak aka, mama kira siapa": kata mama
"Ini ma nganter Tania pulang, katanya takut pulang gara-gara bawa pacar": kataku.
"Ih kaka jelek, boong ma ka aka boong": kata Tania cemberut.
"Ayo masuk kedalam": kata mama.

Kami pun masuk kedalam dan duduk di kursi diruang tamu.

"Mau minum apa kopi, teh atau yang lainnya": kata mama 
"Jangan ngerepotin ma biar Tania yang bikinnya, aku kopi item": kataku.
"Ih kaka ngeselin deh": kata Tania sambil beranjak ke dapur.
"Loh koq tamunya ga ditanya mau minum apa": kataku.
"Gapapa ka, Tania udah tau": kata Diki.
"Nah, ma ini temennya Tania katanya mau kenal keluarga Tania": kataku.
"Iya tante perkenalkan nama saya Diki": kata Diki
"Saya mamanya Tania": kata mama.
"Tante saya ingin mengenal keluarga Tania lebih jauh": kata Diki.
"Oh begitu, ya kamu udah kenal sama nak Aka, sama Tante begini keadaan keluarga kami. Nak Diki masih kuliah?": kata mama.
"Masih Tante lagi nyusun skripsi, rencananya abis wisuda saya ingin serius dengan Tania": kata Diki.
"Tante setuju aja dengan pilihan Tania. Tante sih tinggal tunggu kedatangan orang tua kamu": kata mama 
"Iya tante beres wisuda saya bawa orang tua saya kesini.": kata Diki.

Tania datang dan membawa minuman dan kemudian duduk disamping mamanya.

"Ya kalian kan sudah dewasa, mama titip jaga Tania. Jangan sampai kalian berbuat tak baik": kata mama.
"Iya tante": jawab Diki.
"Ka, Anisa koq ga dibawa sekalian kesini mama kangen": kata mama.
"Tadi lagi mandi": kataku.
"Ya udah kalian ngobrol aja mama mau kedalam dulu": kata mama.
"Nah kalian sudah diberi kepercayaan sama mama, ku harap kalian bisa menjaganya": kataku.
"Iya kaka": jawab Tania dan Diki.

Ku meminum kopi yang dibuat Tania, rupanya Tania sudah apal kopi apa kesukaanku. Kulihat minuman untuk Diki berbeda denganku berarti Tania pun sudah apal apa minuman kesukaan Diki.

"Ka, saya ingin bertanya?": kata Diki.
"Silahkan, jangan yang susah-susah jawabannya": kataku.
"Ih kaka ini serius tau": kata Tania.
"Iya ini juga serius": kataku.
"Gini ka, kata Tania kaka mengerti soal supranatural, bahkan tadi dirumah kaka, putri kaka bisa liat yang suka ngikutin saya. Saya bisa liat kalo kata orang khodam seseorang tapi saya gak bisa liat khodam kaka. Tania kadang bisa liat hal yang tak nampak tapi koq ga bisa liat yang suka ngikutin saya": kata Diki.
"Aku gak ngerti masalah begituan. Jawabnya setau aku aja ya. Pendapatku kita ga bisa liat jin atau khodam kecuali jin itu menampakkan diri pada seseorang. Pas kita bisa liat jin mungkin jin itu ingin diliat oleh kita. Ada kemungkinan bila bisa liat khodam orang lain, 
1. Khodam itu ingin terlihat oleh orang lain.
2. Khodam itu terlihat orang lain karena orang itu juga mempunyai khodam yang punya tingkatannya sama atau lebih tinggi. 
Jadi kalo kita punya khodam lebih rendah ga bisa liat orang yang berkhodam lebih tinggi": kataku.
"Berarti khodam saya tingkatnya lebih rendah dari punya kaka": kata Diki.
"Ngga lah aku ga punya apa-apa termasuk khodam": kataku.
"Koq bisa tau harimau saya": kata Diki.
"Ya karena khodamnya ingin diliat aku dalam bentuk harimau, putri saya juga bisa liat mungkin karena masih polos": kataku.
"Kenapa kaka ga punya khodam pastinya banyak makhluk ghaib yang ingin ikut kaka": kataku.
"Hahaha ngaco kamu, coba kamu tau doa yang paling mudah diingat?": kataku
"Robana atina fidunya hasanah, itu bukan ": kata Diki.
"Iya kamu tau maknanya?": kataku.
Diki hanya terdiam.
"Maknanya kita meminta pada Tuhan kebaikan didunia dan akhirat dan dijauhkan dari api neraka. Makna satu meminta memohon hanya pada Tuhan. Jadi aku gak menginginkan khodam biarkan hanya Tuhan sebagai penolong kita. Makna kedua kita memohon kebaikan didunia dan akhirat. Bila ingin kebaikan mesti berbuat baik.": kataku.

"Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tanyakan ka": kata Diki.
"Ya kalau ada waktu boleh kita ngobrol lagi, cuma pesan aku masalah ghaib jangan terus dikejar, kita hidup didunia nyata. ": kataku.
"Iya ka setiap orang berbeda-beda pendapatnya. Kata-kata kaka sedikit banyak jadi masukan bagi saya": kata Diki.
"Lebih baik perdalam agama dan berdoa agar diberi petunjuk, aku juga ingin diberi petunjuk menjadi orang yang hidup dijalan Allah": kataku
"Iya ka, saya juga ingin seperti itu": kata Diki.
"Kalo aku ingin bakso tuh tukang bakso langganan lewat depan rumah": kata Tania
"Ya udah pesen aja tanya mama mau ngga": tanyaku.
"Asik kaka yang traktir ya. Semua mau kan": kata Tania
"Iya pesenin buat semua": kataku.
Tania keluar rumah sambil bernyanyi riang. Aku dan Diki tertawa melihat tingkah Tania. Semoga aja Diki bisa sabar menerima sifat Tania yang kadang kekanak-kanakan.

Roda kehidupan selalu berputar. Waktu yang lalu mama Shinta dan Tania berduka karena Om Broto, kini Tania bahagia karena sudah resmi bertunangan dengan Diki. Kini Tania tidak lagi kos tapi tinggal lagi dengan mamanya. Dan ternyata Diki anak pak Arman pemilik kos-kosan yang pernah ditempati Tania.

Hari itu aku sedang dikantor distro. Aku sudah jarang kekantor karena kesibukan masing-masing. Dikantor ku bertemu Indri yang kebetulan mengajak putranya.

"Ka lama kita tak bertemu?": kata Indri.
"Iya, sibuk akhir-akhir ini kalo Deni kemana jarang ketemu nih cuma sering sapa aja sosmed": kataku
"Deni sibuk lagi persiapan nyalonin jadi anggota DPRD": kata Indri.
"Hebat dong": kataku.
"Ah aku gak suka Deni ingin jadi anggota DPRD, penghasilan dari usaha aja udah cukup buat hidup. Aku malah iri sama Viona, kamu lebih sering ngehabisin waktu sama keluarga. ": kata Indri.
"Ah kamu tau dari mana": kataku.
"Aku kan suka chat sama Viona": kata Indri.
"Viona pernah bilang ingin lebih banyak waktu denganku ya aku turutin, lagi pula aku nikah dengan Viona untuk lebih banyak waktu dengannya. Anjas sekarang berapa tahun": kataku.
"Udah 16 bulan, seandainya Deni punya pemikiran seperti kamu": kata Indri.
"Berdoa aja, aku bisa seperti ini karena doa dari Viona juga": kataku.
"Iya, aku ikutin saran kamu": kata Indri.

Hpku berdering kulihat ada telpon dari ibu.

"Asalamualaikum bu, ada apa?": kataku.
"Walaikum salam nak cepet kerumah sakit, ibu dapat kabar dari pa Rt tania dan Viona kecelakaan": kata ibu.
"Astagfirullah rumah sakit mana": tanyaku.
"Rumah sakit Internasional, ibu dan Shinta sedang kesana": kata ibu.
"Ya ibu aku berangkat sekarang kesana": kataku. Telpon ditutup.

"Aka ada apa?": kata Indri
"Viona dan Tania kecelakaan": kataku.
"Terus bagaimana kabarnya?": kata indri
"Aku belum tau aku berangkat dulu": kataku
"Hati-hati ka, kabarin aku secepatnya": kata Indri.
"Iya indri": kataku.

Aku bergegas mengendarai mobil ke rumah sakit dan ternyata jalanan padat, perasaanku sangat kacau, pikiranku tertuju hanya pada keadaan Viona dan Tania. 
Waktu berjalan seperti lama hingga akhirnya aku sampai dirumah sakit. Aku segera menelpon ibu menanyakan apa sudah sampai. Ibu memberitahuku sudah berada di IGD. Aku segera menuju IGD. Kulihat Ibu, mama Shinta dan pa Rt ada disana.

"Ibu bagaimana kabar Viona dan Tania": kataku
"Sedang dalam perawatan, ibu juga sedang menunggu kabar": kata ibu.
"Pa Rt tau kenapa istriku bisa kecelakaan": kataku.
"Gini nak bapak waktu itu ada didepan komplek lagi beli makanan. Bapak liat Tania pake motor menggonceng Viona berhenti gak jauh dari bapak kayanya mau beli makanan. Tiba-tiba ada mobil nabrak motor Tania terus kabur Bapak sama beberapa orang fokus nolongin tapi kayanya ada pedagang yang nyatet nopol mobil itu": kata Pa Rt.
"Ya makasih pa Rt": kataku.

Seorang dokter menemui kami. Dokter memberitahu kami kalau Tania mendapat luka yang mesti dijahit dan beberapa luka ringan. Yang parah adalah Viona yang mengalami pendarahan. Dokter menyarankan operasi cesar agar bayinya bisa diselamatkan mengingat usia kandungan pun sudah mencapai 7 bulan. 
Aku dan ibu menyetujui operasi. Aku membereskan administrasi Viona sedang ibu dan mama shinta menunggu.

Beres menyelesaikan administrasi aku balik ke Ibu. Ibu mengajakku menemui Tania. Aku memasuki ruangan kulihat Tania sedang duduk diatas ranjang. Beberapa luka ringan ditubuhnya sedang ditangannya luka jahitan.

"Kaka maaf aku ga bisa jaga kaka Viona": kata Tania sambil menangis.
"Ga apa-apa bukan salah kamu": kataku.

Dalam hatiku sangat sedih aku sangat terpukul atas kejadian ini. Padahal beberapa malam sebelumnya aku bermimpi Viona celaka. Aku tak yakin itu akan menjadi kenyataan.

"Kak, maafin aku. Aku yang ngajak ka Viona pergi beli makanan": kata Tania.
"Bukan salah kamu, semuanya sudah terjadi, tak perlu mencari kesalahan. Bantu doain Viona ya": kataku.
"Pasti kak, aku akan selalu mendoakan kak Viona": kata Tania.
"Bu, sebaiknya ibu pulang dulu aku khawatir kasian Anisa dirumah": kataku.
"Iya nak, ibu juga kepikiran Anisa takut nangis nyariin ibunya": kata ibu.
"Bareng aja sama kami, Tania sudah boleh pulang"' kata mama Shinta.
Tak lama kemudian Ibu, mama Shinta, Tania pulang. Pak Rt pamit padaku dan memberitahu motor Viona yang tertabrak di titipkan dibengkel. Aku berterimakasih pada pak Rt atas segala bantuannya.

Aku sendiri menunggu kabar dari ruang operasi. Indri menelponku menanyakan kabar Viona. Ku memberitahukan bahwa sedang dioperasi. Indri mendoakan untuk kesembuhan Viona.

Waktu serasa berjalan lambat. Hingga seorang dokter menemuiku memberitahu bahwa operasi berhasil. Anak keduaku lahir dengan selamat dan seorang laki-laki. Tapi Viona masih dalam kondisi tidak baik dan harus dirawat di ICU. Rasa bahagia memiliki putra bercampur dengan rasa sedih atas kondisi Viona membuatku tak bisa berkata-kata. Aku berdiri terdiam hingga tepukan dibahuku menyadarkanku. Kulihat Joko dan Irene ada disini.

"Bagaimana keadaan Viona": tanya Joko.
"Masih harus dirawat di ICU. Tapi putra ku sudah lahir lewat operasi cesar": kataku.
"Sabar ya ka, aku yakin kamu mampu lewati ini semua": kata Irene.
"Bisa nengok Viona?": kata Joko.
"Belum bisa paling jam besuk malam": kataku.
"Kalo putramu, bisa kami melihatnya": kata Joko.
"Bisa ada diruang untuk bayi, ayo kita liat aku juga belum liat": kataku.

Kami berjalan menuju ruang khusus bayi. Sesampainya disana kami melihat dari kaca diluar ruangan. Ada beberapa bayi dalam inkubator. Kucari yang ada namaku disana. Kulihat bayi yang disisi namanya ada namaku. Rasa bahagia terbesit dalam hatiku. Tapi sedih kurasa ketika ku ingat Viona. Aku berjalan menuju bangku dan duduk. Joko dan Irene duduk disampingku.

"Sabar ya ka, kamu harus kuat demi kedua anakmu": kata Irene.
"Iya ka, gue akan bantu semampu gue": kata Joko.
Hp Joko berdering, Joko menjawab telpon. 
"Ka, kamu pasti belum makan": kata Irene.
"Belum, aku belum ingin makan": kataku.
"Kamu harus makan, jangan sampai sakit kamu harus sehat biar bisa jaga keluarga kamu, aku pergi cari makanan dulu jangan kemana-mana": kata Irene.
"Ka aku kedepan dulu jemput Erni. Dia sudah sampe didepan": kata Joko.
"Iya": jawabku.

Aku termenung sendiri. Tiba-tiba harum semerbak bunga melati tercium kuat. Dan kulihat disisiku tiba-tiba muncul wanita cantik berbaju hijau.

"Jangan khawatir anakmu akan kujaga": kata wanita itu.

Aku jadi teringat ancaman makhluk yang dulu pernah mengatakan menginginkan anakku.

Aku akan menjaga anak mu seperti aku menjaga orang-orang sebelum kamu": kata sosok wanita itu.

Dan tiba-tiba sosok wanita itu hilang. Dan nampak Joko dan Erni menghampiriku.

"Aneh koq wangi melati ya disini padahal ga ada pohon melati disekitar sini": kata Joko.
"Paling ada yang pake parfum melati, ka yang sabar ya kami semua berdoa untuk kesembuhan Viona": kata Erni.
"Makasih ya, kalian tau dari mana Viona kecelakaan": kataku.
"Dari Indri dia bbm aku, eh putranya udah lahir ya bisa liat?": kata Erni.
"Ayo aku anter": kata Joko.

Erni dan Joko pergi melihat putraku. Tak lama Irene datang dan duduk disebelahku.

"Makan dulu": kata Irene.
"Makasih ya": kataku.
"Iya, kamu dan Viona baik sekali sama aku. Pas aku sakit kalian bantu aku. Apapun akan kulakukan untuk balas budi pada kalian": kata Irene.
"Udah ga usah kamu pikirkan balas budi segala, aku hanya minta bantu doa dari kamu agar Viona kembali seperti biasa": kataku.
"Iya, tanpa kamu minta aku selalu doain kamu dan Viona": kata Irene. 
Aku memakan roti yang dibawa Irene, pikiranku masih memikirkan keadaan Viona.

"Ka, anakmu putih ya mirip bundanya": kata Erni.
"Eh ka kamu malem nunggu disinikan sama siapa?": kata Joko.
"Iya, aku nunggu sendiri": kataku
"Aku temenin ya, eh Anisa dirumah siapa yang temenin": kata Joko.
"Ada Ibu, aku takut Anisa rewel ga ada bundanya": kataku.
"Ga lah kan ada neneknya": kata Erni.
"Udah mau magrib aku cari mushola dulu": kataku.
"Iya ka, aku pamit dulu besok aku balik lagi kesini": kata Erni.
"Iya, Irene kamu pulang bareng Erni aja": kataku.
"Iya aku bareng Erni aja": kata Irene. Aku dan joko pergi mencari mushola. Irene dan Erni pulang.

Singkat cerita setelah ke mushola dan sholat berjamaah, aku dan Joko kembali keruang tunggu ICU. Ada beberapa orang yang sama menunggu kerabatnya yang dirawat di ICU.

Jam besuk malam aku diperbolehkan menemui Viona. Aku memasuki ruang dimana Viona dirawat. Kulihat Viona terbaring belum sadarkan diri dengan beberapa alat yang menempel didirinya. Wajahnya pucat, kupandangi wajah yang bertahun menemaniku. Masih ku ingat ketika ku pergi Viona mencium tanganku, dan tersenyum. Senyum yang selalu kulihat setiap pagi. Kuingat suara lembutnya, harum rambutnya yang menelusup relung hatiku. Kini penyemangat hidupku terbaring tak berdaya. Kukecup lembut keningnya tak terasa air mata menetes. Ku berbisik ditelinganya.."kamu harus sembuh sayang, kedua anak kita butuh kasih sayang bundanya".
Kupegang lembut tangannya. Aku merasa waktu terasa singkat. Belum lama aku bersama Viona waktu besuk sudah habis. Aku mesti keluar dari ruangan ini. Aku merasa waktu bersama Viona begitu berharga.

Aku kembali keruang tunggu Joko duduk disana memainkan hpnya.

"Gimana ka, Viona sudah sadar?": tanya Joko.
Aku hanya menggelengkan kepala. 
"Sabar yah ka, semoga Viona sadar secepatnya": kata Joko
"Kalau mau makan makanan ini aja Joko, tadi Irene beliin banyak minumannya juga ada. Aku sholat Isya dulu": kataku

Aku sholat isya. Ketika kembali Joko sudah tertidur dibangku panjang. Aku duduk ada beberapa orang juga tidur dikursi dan sebagian didalam ruang tunggu. Teh Ida menelpon menanyakan keadaan Viona dan minta maaf belum bisa kerumah sakit karena mas Indra belum pulang.

Malam makin larut aku masih tak bisa tidur. Aku mencoba membuka rasa, merasakan keadaan putraku diruang rawat anak. Tiba-tiba getaran dari beberapa makhluk terasa. Ah beberapa makhluk ingin berkomunikasi denganku. Kututup inderaku, aku tak mau berurusan dengan makhluk tak kasat mata. Saat ini keluargaku yang utama.

"Ka, lu dorong-dorong aku ya": kata Joko tiba-tiba.
"Aku kebangun gara-gara ada yang dorong badan ku": kata Joko.
"Perasaan kamu aja makanya kalo mau tidur berdoa dulu": kataku.
"Iya ka, aku tidur lagi lu ga tidur": kata Joko.
"Belum ngantuk": kataku.

Dini hari ada salah seorang yang dirawat di ICU meninggal aku sempat kaget, tapi ternyata orang lain. Adzan Subuh terdengar aku segera kemushola. Beres sholat aku lama berdoa memohon kesembuhan Viona dan kesehatan puteraku. Beres sholat aku kembali keruang tunggu. Joko tak ada mungkin lagi sholat. Jam 6 pagi Joko datang membawa kopi dan Roti. Kami pun makan sambil ngopi.

"Ka gue ngimpi didorong-dorong ibu-ibu, tuh ibu-ibu bilang ke aku minggir dia mau lewat": kata Joko.
"Kamu tidur jadi ga tau tadi malem di ICU meninggal dan jenazahnya lewat sini pas dibelakang kamu": kataku.
"Ka, lu nakut-nakutin aja": kata Joko.
"Emang bener, kamu ga usah takut. Setan aja takut sama kamu": kataku.
"Hahahahaha berarti kamu udah ga sedih bisa ngebully aku": kata Joko.

Tak lama Joko pamitan pulang. Aku kembali sendiri memikirkan apa yang akan terjadi. Pikiranku melayang ah tidak aku tidak boleh berpikiran negatif aku harus yakin Viona akan sembuh. Astaga mungkin gara-gara ku melamun aku sampai melihat sosok seperti korban kecelakaan berjalan melayang keluar menembus tembok. Aku segera istigfar.

Aku masih kaget melihat pemandangan yang ganjil itu apalagi masih pagi hari. Belum lama tiba-tiba bau kurang sedap tercium, tiba-tiba ada sosok yang sudah tidak utuh muncul disisiku. Aku kaget sekali, tapi sepertinya sosok itu tak berniat jahat.. sosok itu seperti berbicara tapi tak jelas seperti menggumam karena rahangnya seperti terlepas...
tolong istri mu... Tolong istri mu.. kata sosok itu lalu lenyap.. Aku masih terpaku hingga seseorang menyentuh bahuku. Seseorang bapak-bapak yang sudah tua duduk disampingku.

"Sabar nak, jalani saja takdir yang telah terjadi. Tenangkan pikiranmu nanti kamu melihat jelas": kata bapak itu. Tak lama bapak itu berdiri pergi. Aku bingung siapa bapak itu. Aku mencoba saran bapak itu, aku memejamkan mata menenangkan pikiran. Kuambil nafas dalam dalam. Rasaku membawa batinku ketempat viona berada.. Astaga ada makhluk hitam mencekik Viona. Kenapa aku tak tahu sebelumnya. Mungkin kata bapak itu benar, mungkin karena pikiranku kacau aku tak melihat makhluk yang mengganggu Viona. Kubaca doa perlahan dengan khusuk dan perlahan makhluk itu menyeringai mengerikan dan membalikkan badannya kearahku.

Makhluk itu seperti hendak menerkamku. Aku terus membaca doa. Aneh ada hawa panas keluar dari tubuhku menjalar ke makhluk itu. Makhluk itu kembali menyeringai dan berusaha maju tapi hawa panas itu menahan makhluk itu. Kini hawa panas itu makin terasa panas bagi makhluk itu, hingga makhluk itu berteriak-teriak kepanasan dan akhirnya makhluk itu pergi lari kepanasan.

Aku membuka mata. Keringat membasahi wajahku. Kuambil air mineral dan kuteguk sampai habis heran kenapa aku merasa sangat haus. Kejadian seperti ini lagi terjadi. Kenapa ada saja yang berniat tak baik pada keluargaku.

Seorang dokter menghampiriku.
"Maaf anda keluarganya ibu Viona": kata Dokter itu.
"Ya, saya suaminya": kataku.
"Begini ibu Viona sudah sadar dan telah melewati masa kritisnya dan bisa pindah keruang rawat. Bapak bisa tanya kamar kosong dan memilih kamar yang mau ditempati di kantor administrasi.": kata Dokter tersebut.
"Terimakasih dokter": kataku.
"Ya sama-sama": kata Dokter itu lalu pergi.

Aku pun menuju bagian administrasi. Dalam perjalananku ke administrasi ku bertemu teh Ida.

"Ka, mau kemana. Gimana Viona?": tanya teh Ida
"Ke administrasi, viona udah sadar bisa pindah keruang rawat": kataku.

Aku dan teh Ida ke administrasi. Aku meminta kamar VIP buat Viona. Kemudian aku dan teh Ida kembali keruang ICU ternyata Viona sudah dipindah. Aku dan teh Ida menuju kamar rawat. Sesampainya kulihat Viona sedang berbaring dan dokter sedang memeriksanya. Walau masih pucat Viona tersenyum padaku. Senyumnya membuat semua kekhawatiranku sirna. Dokter memberitahu dalam 2 atau 3 hari Viona bisa pulang. Aku sangat bersyukur sekali atas berita ini. Dokterpun keluar ruangan. Aku dan teh Ida menghampiri Viona.

"Yang gimana bayi kita?": tanya Viona.
"Sehat, laki-laki anak kedua kita": kataku.
"Boleh dibawa kesini?": tanya Viona.
"Gak tau nanti kita tanya dokter": kataku.
"Cepet sembuh ya dik": kata Teh Ida.
"Iya teh, anaknya gak diajak": kata Viona.
"Lagi sekolah, kan sekarang udah masuk tk": kata Teh Ida.
"Anisa gimana": tanya Viona.
"Ada dirumah sama Ibu, udah sekarang banyak istirahat biar cepet sembuh biar bisa ketemu anak-anak": kataku.
"Yang koq pucet": kata Viona.
"Malem ga bisa tidur": kataku.
"Yang aneh aku serasa denger suara kamu tapi seperti ada sosok hitam menghalangi aku ketemu kamu": kata Viona
"Yang penting kamu sekarang sudah lebih baik": kataku.

Hpku berdering ibu menelpon menanyakan kabar Viona ku bilang Viona sudah sadar dan pindah ke kamar rawat inap. Anisa putriku ternyata rewel menanyakan ibunya terus. Kuberikan hp pada Viona. Viona berbicara pada Anisa. Viona menyerahkan kembali hp padaku. Telepon telah ditutup.

"Yang pulang dulu, Anisa rewel kasian ibu. Kata Anisa kalo gak ada bunda dirumah, Ayah harus ada dirumah": kata Viona.
"Iya ka, pulang dulu istirahat dulu dirumah biar teteh tunggu disini": kata teh Ida.
"Iya teh kayanya aku perlu tidur sebentar": kataku.
"Hati-hati dijalannya": kata Viona

Aku melangkah keluar menuju parkiran dan kemudian mengendarai mobil pulang kerumah.

Setelah 3 hari dirawat dirumah sakit Viona diperbolehkan pulang. Hari itu rumahku ramai sekali tetangga silih berganti menjenguk Viona dan putraku. Sampai malam masih banyak tamu yang menengok Deni, Indri, Intan, Erni, Joko, Irene dan karyawan cafe datang.

Sekitar jam sepuluh malam mereka pulang. Rumahku mulai sepi. Viona tidur di kamar bersama Anisa. Aku dan bibi beres-beres gelas dan piring. Pukul 11 malam sudah beres bibi dan ibu mulai memasuki kamar masing-masing. Aku masih duduk melepas lelah sambil menonton tv.

Sekitar tengah malam aku mendengar tangis bayi aku menengok putraku menangis dan sedang diganti popoknya dan kemudian tak lama keduanya tertidur kembali. Aku kembali duduk didepan tv. Tak lama terdengar suara tangis. Kupikir putraku menangis tapi setelah kudengar secara seksama tangis ini suara perempuan. Kudengarkan seksama tapi ini bukan suara Viona, bukan suara ibu atau bibi. Kurasa bulu kudukku mulai merinding, aku mulai merasa ada yang janggal suara tangis itu seperti menjauh kemudian mendekat. Aku mulai membaca doa.

Aku masuk kamar aku khawatir akan keadaan istri dan anak-anakku. Aku terus membaca doa tapi suara tangis itu tak mau hilang. Terus seperti itu suata tangis itu kadang seperti jauh kadang seperti dekat kadang seperti berputar diatas rumahku.

Aku sempat kaget ketika pintu kamarku terbuka. Ternyata ibu membuka pintu melihat kedalam kamar. Ibu ternyata terbangun karena mendengar suara tangisan perempuan. Ibu kira viona yang menangis. Aku meminta ibu tidur dikamar menemani Viona. Ibu menyetujuinya, Ibu tidur disebelah Anisa.

Aku mencari senter, setelah menemukan senter aku melihat dari jendela kearah keluar. Tidak ada apa-apa. Terdengar suara pintu kamar terbuka kulihat bibi terbangun. Bibi terbangun mendengar suara tangisan.

"Den, koq ada suara yang nangis apa Viona ga apa-apa?": tanya bibi.
"Bukan Viona yang nangis tapi suaranya dari luar": kataku.
"Duh siapa yang nangis ya malam-malam gini bibi jadi takut": kata bibi.
"Saya juga ga tau bi, aku keluar mau cek bibi tunggu disini ya": kataku.
"Iya den": kata bibi.

Aku membuka kunci pintu depan dan keluar. Diteras aku mengambil sebilah kayu. Lalu aku menyorotkan senter yang kupegang mencari-cari siapa yang nangis. Dari jauh kulihat dua orang satpam komplek sedang keliling patroli berjalan kaki.

"Pak Aka ada apa malam-malam diluar sendirian": kata Dede salah seorang satpam.
"Aku mendengar suara perempuan menangis pak": kataku.
"Masa sih pak": kata Bram satpam yang lain.
"Coba dengerin": kataku.

Kami bertiga mendengarkan dengan seksama. Ya terdengar suara tangis itu lagi.

"Kayanya dari arah sana deh pak": kata Dede.
"Iya ayo kita kesana": kataku.

Kami bertiga menuju kearah suara itu. Kami mencari-cari sumber suara itu. Itu sepertinya sumber suaranya. Aku mengarahkan sinar senterku ke sumber suara itu.
Astaga ternyata yang menangis itu sosok wanita berambut panjang, bertaring dan bepakaian lusuh penuh tanah dan melayang sekitar setengah meter dari tanah. Melayang-layang sambil menangis, matanya memancarkan sinar kehijauan. Kini sosok itu melihat kearah kami dan seperti marah. Matanya menjadi merah membara mukanya tak jelas seperti belepotan tanah hanya taringnya yang jelas terlihat. Sosok itu melayang mendekati kami kulihat Bram jatuh terduduk lemas, Dede wajahnya terlihat tegang dan memegang erat pentungan yang dibawanya.

Jujur baru kali ini aku mengalami hal seperti ini. Sosok wanita yang melayang ini jelas dilihat bukan hanya olehku. Dan biasanya aku menghadapi makhluk tak kasat mata dialam mereka, kini aku menghadapi makhluk ini dialam manusia.

Aku juga merasakan takut tapi kutekan ketakutanku karena kutau memang keinginan makhluk seperti itu. Agar manusia merasa takut.

"Awas pak hati-hati biar saya didepan": kata satpam yang bernama Pak Dede.

Kulihat ia sedang merapal doa sambil maju selangkah kedepanku. Aku melepaskan kayu yang kubawa. Aku berjongkok mengambil segenggam tanah dipinggir jalan dan ku membaca doa lalu aku berdiri lagi.

Sosok makhluk itu makin mendekat. Rambut panjangnya tertiup angin hingga menampakkan wajahnya yang seperti busuk dan mata merah menyala dan seperti tak memiliki hidung, hanya lubang hidung wajahnya tak jelas hanya terlihat taring putih menyembul.

Ketika sudah dekat sekali dengan makhluk itu, pak Dede mengayunkan pentungan karetnya pada sosok itu. Anehnya pentungan itu seperti menembus bayangan saja. Sosok itu tembus melewati pak Dede. Kemudian melewati ku hanya satu meter dari depanku. Ketika sosok itu melewatiku bau tak enak tercium dan terasa dingin menerpa membuat bulu kuduk berdiri. Sosok itu tertawa melengking setelah beberapa jauh sosok itu berbalik arah dan mengarah kembali kearah kami. Aku membaca doa. Sosok itu kembali melayang kearah kami dibarengi teriakan Cumiakan telinga. Ketika sangat dekat ku lemparkan tanah ke arah sosok itu dan....

Sosok itu terpental jatuh dekat pak Dede. Dengan sigap pak Dede memukulkan pentungannya. Buggg.... Pukulan pentungan pak Dede mengenai makhluk itu disertai jerit melengking makhluk itu. Pak Dede meraih kain yang dikenakan sosok itu dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanannya yang memegang pentungan mengayun hendak memukul lagi.

Tapi sosok itu bangkit melayang menjauh sambil menjerit dan tiba-tiba berubah jadi asap putih yang kemudian hilang tertiup angin. Aku menarik nafas lega. Pak Dede pun sama seperti ku, pak Dede melihat tangan kirinya yang tadi sempat memegang baju sosok itu. Kini ditangannya ada kain kafan kotor oleh tanah. Pak Dede melemparkan kain itu kebawah sambil bergidik.

"Pak Aka ga apa-apa": kata Pak Dede.
"Gak apa-apa": kataku. Sebenarnya aku merasa gak enak dipanggil pak oleh pak Dede yang umurnya jauh diatasku. Mungkin pak Dede memanggilku pak untuk menghormatiku.
"Pak Bram, ga apa-apa": kataku teringat satpam yang satu lagi.
Kami menghampiri pak Bram yang ternyata pingsan.

"Waduh gimana nih Bram, nama aja bram kumis gede baru gitu aja pingsan": kata Pak Dede.
"Pak, kita pindahin aja keteras rumahku.": kataku.
"Iya pak": kata Pak Dede.

Aku dan pak Dede menggotong pak Bram dan membaringkannya di kursi panjang diterasku. Aku masuk kedalam rumah ternyata bibi belum tidur lagi. Ku meminta bibi mengambilkan minyak kayu putih. Bibi mengambilkannya, kemudian mengibas-ngibaskan minyak kayu putih didekat hidung pak Bram. Tak lama pak Bram sadar, dan seperti ketakutan. Pak Dede menenangkan pak Bram. Bibi mengambilkan air putih dan pak Bram meminumnya, akhirnya pak Bram jadi tenang.

"Pak Aka selama saya jadi satpam, baru kali ini saya mengalami hal paling menakutkan seperti ini. Biasanya cuma bayangan sekilas, suara-suara. Yang ini jelas sekali": kata Pak Dede.
"Tapi bapak hebat berani ngga lari": kataku.
"Dulu kata guru ngaji saya jangan takut sama makhluk seperti itu karena manusia lebih mulia, saya juga salut sama pak Aka ga lari": kata pak Dede.
"Kan ada pak Dede, aku jadi gak takut": kataku sambil tersenyum.

Tak lama adzan subuh terdengar pak Dede dan pak Bram pamit kembali ke pos dan aku masuk kerumah untuk mengambil wudhu.

Karena semalaman tak tidur, setelah sholat subuh aku tertidur. Ku terbangun ketika Anisa membangunkanku

"Yah, bangun udah siang": kata Anisa.
"Nisa jangan ganggu ayahnya ngantuk malam gak tidur": kata bibi.
"Gak apa-apa bi": kataku. kulihat jam sudah pukul 11 siang. Aku bergegas kekamar mandi. Setelah mandi aku kedepan kulihat Tania sedang ngobrol dengan Viona di teras, Anisa asik dengan ibu dan bibi menata tanaman dihalaman.

"Eh ada tamu jauh": kataku.
"Kaka masa jam segini baru bangun": kata Tania.
"Malem abis begadang": kataku.
"Yang, kata Tania polisi udah nangkep yang nabrak": kata Viona.
"Baguslah": kataku.
"Bukan yang nabrak tapi yang punya mobil. Waktu itu mobilnya disewa": kata Tania.
"Nah yang bikin laporan kepolisi siapa": kataku.
"Aku, kak malah dianter mas Indra disana ketemu sama bekas bawahannya mas Indra": kata Tania
"Koq aku gak tau ya": kataku.
"Kakak kan lagi nunggu ka Viona dirumah sakit": kata Tania.
"Jadi belum ketauan yang nabrak siapa": kataku.
"Udah ka, coba tebak siapa": kata Tania.
"Hmmmm, pasti cowo.. Bapak-bapak jangan-jangan om Broto": kataku.
"Ah ga seru kaka tebakannya koq bener sih"; kata Tania.
"Masa sih padahal aku becanda": kataku.
"Beneran, kan ninggalin copy KTP waktu nyewa mobilnya": kataku.
"Apa sengaja nabraknya?": tanyaku.
"Mungkin, kan gara-gara mukul aku dan mama sampe dipenjara, terus istrinya dateng kerumah nangis-nangis minta maaf sama minta dicabut laporan": kata Tania.
"Kirain udah ga ada buntutnya kejadian tempo hari": kataku.
"Mungkin dendam ka, kan abis dicabut laporan istrinya minta cerai. Kata istrinya ke mama idah berulangkali om Broto morotin perempuan.": kata Tania.
"Mungkin pas kena batunya kejadian tempo hari": kataku.
"Mungkin ka, sekarang lagi dalam pencarian polisi om Brotonya": kata Tania.
"Semoga cepat ketemu, biar mempertanggung jawabkan perbuatannya": kataku.

"Ka, malem diluar rumah seperti ada yang nangis. Tapi gak lama cuma setengah jam an": kata Tania.
"Ga diliat keluar": kataku
"Engga, takut kaka": kata Tania.
"Loh koq sama, tadi pagi pagi heboh kata bu Tini tetangga sebelah, terus kata bu Deti juga sama ngedenger suara yang nangis. Malah kata bu Tini kedenger ada ketawa sama ngejeritnya": kata Viona.
"Ih, takut ya ka Viona. Ibu-ibu itu gak ngecek keluar siapa yang nangis.": kata Tania.
"Gak, katanya takut suaminya juga takut jadi ga pada keluar": kata Viona.
"Ka Viona ga denger?": tanya Tania.
"Ga, yang nangis malah sibungsu kalo ga ngompol minta susu": kata Viona.
"Kalo saya denger non Tania": kata Bibi ikut nimbrung dalam obrolan kami.
"Yang bener bi?": kata Tania.
"Bener, malah den Aka ngecek keluar": kata bibi.
"Ih kakak koq ga cerita": kata Tania.
"Orang ga ada apa-apa koq": kataku.

"Tapi kenapa ibu-ibu pada rame yah cerita tadi diwarung. Katanya satpam Dede liat hantu bahkan Bram satpam yang kumisan pingsan, kan bibi juga liat Bram dibawa kesini terus disadarin disini": kata bibi.
"Waduh, koq bisa nyebar gitu ceritanya": kataku.
"Hihihihi kan sambil belanja dulu suka ngerumpi": kata bibi.

Kulihat pak Rt dan pak Dayat memasuki halaman dan menghampiri kami.

"Asalamualaikum": kata Pa Rt dan Pak Dayat.
"Wa alaikum salam wr wb": jawab kami.
"Wah lagi pada ngumpul nih": kata pak Rt
"Iya pak, silahkan duduk": kataku.
"Aa aku kedalam dulu liat bungsu takut bangun": kata Viona.

Viona dan Bibi masuk kedalam rumah.

"Ada apa pak Rt pak Dayat kayanya ada yang penting": kataku.
"Gini nak Aka, Bapak denger cerita tadi malam ada beberapa warga denger suara tangisan tadi malam. Bahkan beredar cerita itu hantu dan nak Aka dan para satpam melihatnya. Sekarang bahkan pak Bram salah satu satpam minta ijin ga jaga malam.": kata pak RT.
"Ya seperti itulah": kataku.
"Bahkan malam-malam sebelumnya ada warga yang mengeluh pintu rumahnya diketuk pas dilihat tak ada orang. Kejadiammya pasti malam-malam": kata pak Rt.
"Nah kalo yang itu aku gak tau apa": kataku.
"Kejadiannya pas waktu nak Aka dirumah sakit": kata Pak Dayat.
"Nak Aka ada saran untuk solusinya": kata pa Rt.

"Saran aku kita tetap beraktifitas normal. Terus bagaimana adain ronda aja jangan mengandalkan satpam saja": kataku.
"Nah soal ronda saya mengusulkan yang sama": kata pak Dayat.
"Nah kalo gitu mulai malam ini kita ronda biar wilayah kita aman": kata Pa Rt.
"Pa Rt kalo keluarga saya perempuan semua, wajib ronda juga?": kata Tania.
"Ga usah tapi bantu kosumsi buat yang ronda": kata Pa Rt.
"Ya udah kalo nak Aka setuju nanti malam kita mulai. Saya dan pak Dayat berusaha tiap malam ikut ronda. Saya pamit dulu mau ngasih tau warga yang lain": kata pa Rt.
"Ya pak, aku juga coba berusaha selalu hadir": kataku.

Pak Rt dan Pak Dayat pergi menuju rumah warga yang lain.

"Loh pak Rt dan pak Dayat kemana ini udah dibikinin kopi": kata bibi.
"Telat atuh bi, buat aku aja lah sayang udah dibikin": kata Tania.
"Satu lagi buat Den Aka belum ngopi kan?": kata Bibi
"Iya bi": kataku.

Tiba-tiba hawa dingin menerpa.. Firasatku mengatakan malam ini akan terjadi sesuatu

Bada Isya aku dan keluarga nonton tv. Sesekali aku membantu Anisa mewarnai gambar buku mewarnai. Terdengar pintu diketuk, bibi ke depan membukakan pintu.
Terdengar langkah kaki mendekat. 
"Nak Aka mama nginep disini ya malam ini": kata mama Shinta yang baru datang.
"Silahkan mama, gak usah sungkan-sungkan. Tania ga nginep disini juga?": tanyaku.
"Aku ingin ikut ronda": kata Tania
"Mana ada cewe ronda": kataku
"Ya aku yang jadi pertama cewe ronda": kata Tania.
"Dirumah aja jagain mama, kaka Viona": kataku.
"Yah padahal ingin ikut ronda": kata Tania.
"Tante ajarin Nisa mewarnai dong": kata Anisa.
"Iya sini tante bantu": kata Tania.
"Tania ada-ada aja ingin ronda segala": kata Ibu.

Sekitar setengah jam kemudian aku pamit pergi ronda. Aku membawa sedikit makanan, kopi dan rokok. Aku menuju pos kamling dikomplek. Disana hanya ada pa Dede satpam komplek yang asik nonton Tv yang ada di pos.

"Pak sendirian, yang lain belum pada dateng?": tanyaku.
"Belum den Aka, baru jam 9 bentar lagi mungkin pada dateng": kata pak Dede.
"Nih pak kalo mau ngopi, ada makanan juga, rokok juga ada": kataku.
"Makasih den": kata pak Dede.

Jam menunjukkan pukul 9 malam kurang tapi suasana komplek sangat sepi. Aku ngecek bbm dan nanya keadaan cafe lewat bbm pada Erni.

"Pak, satpam yang tugas malam ini berapa orang?": tanyaku.
"Harusnya 4 orang, tapi pak Bram ga masuk jadi bertiga. 2 orang bagian depan komplek, saya dan pak Bram belakang komplek. Untung pa Rt inisiatif ronda jadi saya ga sendiri.": kata pak Dede.
"Nama asli pak Bram memang Bram atau bukan?": tanyaku.
"Bukan Den, aslinya parman cuma suka dipanggil Bram": kata Pak Dede.

Tak lama pak Rt, pak Dayat, dan pak Toni datang.

"Dah lama nak aka?": tanya Pa Rt
"Belum pak Rt, yang lain mana": kataku
"Ga ada cuma kita yang ronda, yang lain pada gak mau": kata Pak RT.
"Mereka pada takut, seharusnya gak usah takut kalo rame-rame": kata Toni.
"Ya udah mending kita ngopi dulu": kata Pak Dayat.
"Wah banyak makanan yang hadir cuma sedikit": kata pak Toni.

Angin malam berhembus, dingin terasa. Kami ngobrol kesana kemari.
Kulihat dari jauh ada dua orang satpam berjalan mendekati kami.

"Jojo, Maman kenapa kalian kesini bukannya kalian jaga bagian depan": kata pak Dede
"Tau nih Maman ngajak kesini mau minta kopi katanya": kata satpam bernama Jojo.
"Ambil aja banyak nih": kata pak Toni.

Pak Jojo mengambil kopi dan rokok. Sementara pak Maman berdiri agak jauh dari kami.
Aku membuatkan kopi. Kuberikan pada Pak Jojo.

"Yang ini diminum dulu disini": kataku pada pak Jojo.
"Wah den koq jadi ngerepotin": kata pa Jojo.

Aku mencolek pak Dayat dan kemudian menghampiri pak Maman.

"Ini pak silahkan diminum": kataku.
pak Dayat mendekati kami.
"Silahkan pak diminum dulu": kataku 
Pak Maman meminum kopi itu.. Tiba-tiba angin bertiup kencang pak Maman berteriak dan mundur lalu tubuhnya seperti berasap dan..

"Siapa kamu,.. Siapa kamu!!!": teriak pak Dayat.

Tiba-tiba pak Maman berubah ... Tubuhnya menjadi asap hitam.. Dan berubah jadi makhluk hitam yang berbulu hitam dan kini sosok itu mulai berubah menjadi besar.

Pak Dayat mulai membaca doa. Aku pun sama membaca doa. Pak Dayat menyabetkan sarung yang dipakainya kearah makhluk itu. Makhluk itu menjerit dan melompat kebelakang dan menghilang dalam kegelapan.

"Apa itu tadi": kata pak Toni
"Astaga tadi saya berjalan dengan siapa? Maman dimana?": kata pak Jojo seperti kaget.
"Coba kamu cerita bagaimana pas bertemu Maman pas tugas": kata pak Rt.
"Pas magrib ketemu biasa aja sampe, nah pas Maman ijin ke wc. Pas balik lagi Maman koq berbeda dan ngajak kesini": kata Pak Jojo.
"Kalo gitu mesti dicek dimana pak Maman yang asli": kataku.
"Saya aja yang kedepan, nak Aka disini": kata Pak Dayat.
"Saya ikut ya pak Dayat": kata pak Toni.

Pak Jojo, pak Dayat, dan pak Toni pergi kedepan komplek. Aku pak RT, pak Dede menunggu di pos kamling.

Hp pak RT berdering dan pak RT mengangkat hpnya menjawab telpon.

"Nak Aka rumah pak Beni ada yang ngetuk pintunya diliat tak ada orang. Tapi gak lama terdengar lagi. Tadi yang nelpon pak Beni": kata pak Rt.
"Ya udah kita kesana aja": kataku.
"Pak Dede jaga di pos ya": kata pak RT.
"Pak Rt bawa htnya satu biar kita bisa komunikasi, pak Jojo juga pegang satu": kata pak Dede.
"Pak Dede sendirian gak apa-apa": kataku. 
"Gak Den, saya gak apa-apa": kata pak Dede.

Aku dan pak Rt melangkah menuju rumah pak Beni. Ditengah jalan kami bertemu dengan Andri putra pak RT.

"Nak mau kemana": kata pak Rt.
"Nemenin bapak ronda": kata Andri
"Ya udah ke pos kamling aja temenin pak Dede. Hati-hati nak": kata pak Rt.
"Baik pak": kata Andri.

Aku dan pak Rt melanjutkan perjalanan kerumah pak Beni. Andri menuju pos kamling. Tak lama pak Dede memberitahu kalau Andri menemaninya di pos.

"Dirumah pak Rt siapa yang jaga?": tanyaku.
"Ada anak saya yang paling besar": kata Pak Rt.
"Oh, pak mulai baca doa atau sirat yang bapak apal ya": kataku.
"Iya nak, ada yang muncul ya nak?": kata pak Rt.
"Iya pak hati-hati": kataku.

Kami mulai mendekati rumah pak Beni dan angin mulai berhembus kencang. Hawa dingin terasa, aura negatif mulai kuat. Bau tak enak mulai tercium
Pak Rt menyalakan lampu senter yang dibawanya dan menyorotkan sinarnya ke arah depan.

"Nak, ii.ii..iituu.. ituu apa": kata pak Rt.
Pak Rt menunjuk kearah atas rumah pak Beni. Astaga ada yang melayang-layang terbang disekitar atap rumah pak Beni.

Angin bertiup kencang terasa dingin. Pak Rt mengarahkan sinar senternya keatas rumah pak Beni. Dan tampak bayangan putih melayang-layang kemudian turun seperti menabrak pintu rumah beberapa kali lalu terbang keatas. Aku merasakan merinding bulu kudukku. Pak Rt kulihat bergetar tubuhnya. 
Dan kini terdengar suara tangisan dari bayangan putih yang terbang.

"Nak, appa.. aaa...appaaa ituuu?": kata pak Rt terbata-bata.
"Aku gak tau pa": kataku.
"Haduuhhh.... Bagaimana ini....gimana": kata pak Rt

Suara tangisan bayangan putih itu mengerikan karena melayang-layang suaranya kadang seperti menjauh dan kadang mendekat. Pak RT malah memegangku erat. 
Aku mengeluarkan rokok dan menyalakannya sebatang.

"Pak Rt ngerokok dulu": kataku sambil menawari pak RT rokok.
"Nak koq malah ngerokok": kata pak Rt
"Biar ga tegang": kataku.
pak RT mengikutiku mengambil rokok dan menyalakannya.

Aku menajamkan rasa mencari tau apa sebenarnya yang melayang-layang itu. Sambil merokok aku meraba kekuatan bayangan itu.

"Nak, aka bagaimana ini ": kata pak RT setengah ketakutan.
"Ya udah kita kerumah pak Beni": kataku.
"Tapi itu yang melayang-layang bagaimana": kata pak Rt.
"Ya biar aja melayang-layang ntar cape sendiri": kataku.
Aku melangkah mendekati rumah pak Beni. Pak Rt mengikuti berusaha tak ada jarak denganku. Kini makin jelas bayangan putih itu sosok berambut panjang tempo hari. Suara tangisannya makin jelas suara yang menyayat hati sekaligus mengerikan.

Sampai depan rumah pak Beni kuketuk pintu pak Beni.

"Asalamualaikum, pak Beni. Ini aku Aka dan pak RT.": kataku sambil mengetuk pintu.
"Wa alaikum salam": jawab pak Beni sambil membuka pintu.
"Untung pak Rt sama Aka disini saya sekeluarga takut": kata pak Beni.
"Iya pak, hati-hati makhluk itu masih ada diluar.": kata Pak Rt.
"Waduh bagaimana ini": kata pak Beni.
"Ya udah bapak-bapak masuk kedalam rumah, biar saja saya yang menghadapi": kataku.
"Ngga nak, saya pak Rt disini saya bertanggung jawab atas yang terjadi kita hadapi bersama.": kata pak Rt.
"Saya juga disini bersama-sama kita hadapi": kata pak Beni.
"Baik mari kita hadapi, kita berdoa semoga diberi kekuatan dan keselamatan": kataku.

Kami mulai berdoa. Sosok bayangan putih itu kini mulai melayang-layang mendekati kami yang berada diteras rumah pak Beni. Suara tangisan dan kadang tertawa makhluk itu makin keras terdengar. Pak Beni makin keras membaca doa.

Sosok itu kini turun mendekati kami. Kini jelas itu sosok yang kemarin berambut panjang, wajahnya tetap seperti kemarin tak jelas seperti membusuk dan matanya merah darah. Taringnya muncul disela-sela kulit wajahnya yang tak jelas bentuknya.

"Jangan takut pak makhluk itu sengaja menakuti kita": kataku.
"Tapi saya takut nak": kata Pak Beni.
"Jangan takut kita lebih mulia dari makhluk itu": kataku.

Sosok itu melayang mendekati sambil tertawa melengking.
Pak RT dan pak Beni saling berpegangan. Aku diam dan dalam hati mulai membaca beberapa ayat. Ketika sudah dekat makhluk itu hendak kembali menjauh ku serang makhluk itu secara batin dan rasa. Sosok itu tak siap diserang hingga terpelantingke belakang dengan jeritan yang keras.

Makhluk itu marah dan bangkit kembali berusaha menyerangku dengan cakar-cakarnya yang panjang dan hitam tapi ketika dekat seperti membentur benteng yang tak terlihat sehingga mundur lagi.

Aku terus membaca doa. Akan kuserang lagi. Tapi tiba-tiba angin menerpaku dari samping. Dan tiba-tiba disampingku ada sosok eyang dan harimaunya.

"Nak, cepat kerumah bahaya sebenarnya ada dirumahmu": kata sosok eyang.
"Bagaimana dengan sosok ini": kataku.
"Biar eyang yang hadapi": kata sosok eyang.

Kulihat sosok harimau disisi eyang melompat dan menyerang sosok itu. Sosok itu kewalahan melawan harimau eyang. Bila dilihat kasat mata hanya angin menderu deru mengejar sosok itu. Sosok itu melayang-layang menjerit jerit dikejar harimau eyang.

"Pak RT aku harus kerumah ada gangguan dirumah"; kataku.
"Bagaimana dengan sosok itu": kata pak Rt.
"liat sosok itu sudah kabur makin menjauh": kataku sambil berjalan setengah lari.

Pak Beni kembali masuk rumah dan mengunci pintunya. Pak Rt berlari mengikutiku. Ditengah jalan aku bertemu dengan pak Dayat dan Pak Toni yang baru kembali dari depan.

"Ada apa nak sepertinya buru-buru": kata Pak Dayat.
"Ada gangguan dirumahku": kataku.
"Ayo kita kesana": kata pak Dayat.

Aku, pak Rt, pak Dayat, dan pak Toni melangkah menuju rumahku. Sesampainya didepan pagar rumahku ada beberapa orang berpakaian hitam berusaha masuk kedalam rumahku.

"Hai siapa kalian, mau apa kalian": kataku. Aku mengambil sepotong balok kayu sebagai senjata, karena kulihat sebagian dari mereka membawa senjata tajam.

[Bersambung]

*****
Selanjutnya 

*****
Sebelumnya

Note : 
Untuk kisah selanjutnya, saya update SECEPATNYA. Terimakasih semoga berkenan.
Penulis : Sam Ali
close