Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gelap Tak Selamanya Kelam (Part 4) AND

"Siapa kalian!!": teriakku.
"Hati-hati nak, sepertinya mereka berbahaya": kata pak Dayat.
"Pak Rt hubungi yang lain lewat ht": kata pak Toni.

Pak Rt menghubungi satpam pake ht yang dibawanya. Tiba-tiba mereka orang-orang yang memakai penutup muka maju merangsek kearah kami.
Kuhitung mereka ada 7 orang sedang kami hanya berempat.

Pak Dayat, pak Rt dan pak Toni mempersenjatai diri dengan barang seadanya yang ada disekitar. 
Salah seorang dari mereka mengayunkan golok kearahku, segera aku mengelak sambil memukul tangan orang itu dengan kayu yang kupegang. Brukkk... Orang itu terpekik dan golok yang dipegangnya terlepas jatuh dan cepat pak Dayat mengambil golok itu. 2 orang langsung menyerangku dengan goloknya, aku mundur sambil menyabetkan kayu yang kupegang. Ku manfaatkan kelebihan kayu yang lebih panjang dari golok mereka.

Pak Rt dan pak Toni tak tinggal diam mereka mengambil batu disekitar dan melempari orang itu. Kejadian selanjutnya mirip tawuran saling lempar batu. Sedang aku dan pak Dayat bertarung jarak dekat dengan mereka. Aku dikelilingi tiga orang sedang pak Dayat dilawan dua orang. Pak RT dan pak Toni saling lempar batu dengan dua orang yang lain.

Sepertinya pak Dayat memiliki ilmu bela diri hingga mampu melawan mereka berdua. Kembali dua orang bareng menyerangku aku mundur tapi orang dibelakangku menyerang. Hingga terpaksaku menyabetkan kayuku memutar hingga mereka mundur. Aku harus mencari cara agar bisa mengalahkan mereka atau setidaknya mengulur waktu hingga bantuan tiba. Ditempat lain pak Dayat bertarung. Saling serang terjadi. Satu waktu pak Dayat kewalahan diserang bertubi-tubi dari mereka. Satu sabetan golok tak bisa dihindari pak Dayat. Pak Dayat menangkis dengan tangan kirinya. Ketika salah satu menyabetkan goloknya pak Dayat mendahului menyabetkan goloknya hingga lengan orang itu terkena golok yang dipegang pak dayat. Pak Dayat terluka salah satu dari mereka juga terluka.

Pak Rt dan Pak Toni saling lempar dengan dua orang dari mereka. Pak Toni meleset lemparannya bukan mengenai mereka tapi malah mengenai kaca rumahku hingga pecah berantakan. Jeritan kaget istriku dan mama shinta terdengar. Lemparan dari mereka salah satunya mengenai pak Rt hingga pak Rt terjatuh.

Dua orang menyerangku membabi buta aku tidak bisa mundur karena salah seorang yang dibelakangku mengincarku. Serangan mereka kusambut ayunan kayu. Setiap kali mereka menyerang ku pukulkan kayuku. Orang dibelakangku menyerang, untung aku sempat mendengar langkahnya hingga aku sempat loncat kekiri. Dan tiba-tiba salah satu dari mereka menyerang aku sabetkan kayu dan sempat mengenai mereka. Tapi tiba-tiba.. brettt.. Satu sabetan muncul dari arah tak terduga ... Sreeeeeeet... Rasa panas terasa dibagian belakang punggungku terasa panas dan pedih. .. Ahhhh aku terkena sabetan. Kulihat muncul seseorang yang tadi menyerangku. Ternyata ada satu orang lagi yang bersembunyi dan membokongku dari belakang. 
Darah pun menetes dari punggungku. Aku belum sempat menjaga jarak.. Brukkk tendangan dari salah satu dari mereka mengenaiku dan membuatku terjatuh.

Aku cepat bangkit dan dua orang menyerangku tiba-tiba. Aku memukulkan kayuku mengenai salah satu dari mereka. Membuat salah satu mereka menjerit kesakitan tapi kembali seorang dari mereka menyerangku aku sempat mengelak tapi kembali orang yang membokongku menyerang. Tak kulihat senjatanya apa aku menghindar tapi, astaga walau jaraknya sejengkal dari tanganku, panas dari senjata orang itu terasa membakar tanganku hingga kayu yang kupegang terlepas. Orang yang menyerangku tertawa. Bruk pukulan dan tendangan membuatku jatuh tersungkur dan mataku berkunang-kunang.

Aku merasa sulit untuk bangkit. Bruug tendangan mengenaiku membuatku terkapar ditanah. Aku hanya bisa mengucap istigfar. Kesadaranku mulai berkunang.

"Habisi saja sekarang": kata seseorang dari mereka.

Aku sudah pasrah tak mampu bangkit untuk melawan.

"Nak Aka bangun": terdengar suara pak Dayat.

Aku coba berdiri tapi tak bisa sakit dibadanku memaksa untukku tetap terbaring ditanah.

Astaga apa ini. Kenapa kurasakan hawa amarah begitu kuat. Aku menggeram tanpa bisa kusadari. Kenapa, kenapa badanku tak bisa ku gerakkan tak bisa kukendalikan. Pandanganku menjadi merah. Heran aku bangkit sendiri tanpa kugerakkan aku sadar masih dalam tubuhku tapi. Semuanya bergerak sendiri kulihat, tidak... Kenapa kuku tanganku memanjang jadi hitam.

Seseorang dari mereka menyabetkan goloknya, anehnya tanganku bergerak sendiri menangkap tangan orang tersebut. Orang itu menjerit kuku tanganku menancap dalam mencengkram tangan orang itu, sehingga golok yang dipegangnya lepas. Dan sekali tarik orang itu terbawa mendekatiku dan bretttttttt satu cakaran tanganku merobek baju dan kulit orang itu. Jeritan kesakitan terdengar dan orang itu roboh.

Aneh tubuhku meloncat sendiri jauh kedepan. Mendekati salah satu dari mereka. Orang itu menyabetkan goloknya tapi tanganku menangkis golok itu dengan kuku dari jari tanganku. Anehnya golok seperti beradu dengan benda keras. Dan orang itu belum sempat bergerak tanganku yang satu lagi menancapkan kuku ke bahu orang itu. Astaga kuku itu dengan mudah menembus kulit orang itu. Orang itu menjerit kesakitan dan roboh bahunya mengeluarkan darah ketika kucabut kuku dari bahunya.

Seorang lagi yang tadi ikut menendang kulihat ketakutan orang itu gemetaran. Tubuhku mendekat dengan sendirinya. Orang itu mundur menjauhiku. Tiba-tiba hawa panas mendekatiku dari belakang. Aneh reflek badanku bergerak sendiri menghindar dan berbalik.

Astaga pantas saja aku dari pertama tak bisa kulihat orang itu punya aji panglimunan, tubuhnya dihalangi makhluk tinggi besar sehingga tak bisa dilihat oleh kasat mata. Tapi anehnya kini aku bisa melihat. Tubuhku bergerak sendiri maju menyerang makhluk itu. Sekali loncat aku sudah didepan makhluk itu dan menyerang makhluk itu dengan cakaran-cakaranku. Makhluk itu sibuk mengelak tapi tak semua seranganku bisa dielakkan. Makhluk itu menjerit ketika terkena seranganku. Makhluk itu kabur dan menghilang jadi asap.

Dan kini aku bisa melihat sosok tadi yang membokongku. Setelah makhluk yang menutupinya hilang, kini jelas aku bisa melihat jelas sosok itu. Aku mendekatinya, orang itu menodongkan kerisnya. Ternyata keris itu yang melukaiku. Bahkan sekarang aku bisa melihat aura dari keris itu seperti cahaya yang berpendar didekat keris itu.

Aura itu memancarkan hawa panas. Tiba-tiba aku menggeram keras. Aneh tubuhku mengeluarkan hawa panas menyaingi keris itu. Aku menyerang orang itu dengan cakaran-cakaranku. Orang itu melawan dengan menyabetkan kerisnya. Hawa panas tubuhku dan keris beradu dan terdengar ledakan kecil. Orang itu terdorong kebelakang.

Aku menyerang membabi buta, orang itu berusaha melarikan diri tapi tak bisa karena gerakan lebih cepat dari dia. Satu sabetan keris kutahan dengan kuku jariku. Terdengar dentuman dan keris itu terlempar menancap dibatang pohon.

Aku menendang dan orang itu terkena hingga jatuh terpelanting dan tak bangkit. Kudengar orang-orang berdatangan dan beberapa orang dari mereka yang bertopeng kabur. Ketika aku hendak mengejar terdengar suar Viona memanggilku. Pandangan mataku berangsur-angsur normal. Aku bisa menggerakan kembali badanku, tapi aneh badanku terasa lemas sekali.

Beberapa orang dan satpam mengejar mereka yang kabur. Aku lemas dan terduduk, kepalaku terasa pening. Beberapa orang menghampiriku dan memegangiku karena aku seperti mau jatuh.

"Aka, cepet kedokter": kata Viona.
"Aku gak apa-apa kok, ga usah kedokter": kataku.
"Gak apa-apa gimana, itu baju kamu darah semua": kata Viona.
"Ya nak Aka, biar bapak antar nak aka ke dokter": kata pak Beni.

Aku dipapah oleh beberapa orang ke dalam mobil. Pak Dayat dan pak Rt ikut naik mereka juga terluka. Pak Beni mengantar kami ke klinik 24 jam. Aku mesti mendapat jahitan karena punggugku terluka terkena keris. 
Pak Dayat mesti dijahit tangannya karena terkena golok. Dan pak RT dijahit dikepala karena terkena batu.

Ketika datang kerumah ada beberapa polisi menangkap orang yang menyerang kami. Pak polisi meminta kami besok kekantor memberi kesaksian.

Aku duduk dikursi ruang tamu. Sekarang baru aku merasakan sakit dibeberapa bagian. Pak Rt dan pak Dayat telah pulang kerumah masing-masing. Tania dan Viona membersihkan pecahan kaca dan batu batu yang berserakan.

Aku masih merasakan saki dibadanku, tiba-tiba angin berdesir disisiku dan tiba-tiba sosok wanita cantik bermahkota duduk disampingku. Dia berbisik "ini belum usai berhati-hatilah".

Apalagi yang akan terjadi, saat ini kondisiku terluka tapi gangguan belum usai.

Ku terbangun dan rasa sakit masih terasa ditubuhku. Selesai mandi aku menuju ruang tamu kulihat tukang sedang mengganti kaca yang semalam pecah. Ku berjalan kehalaman, anakku sedang bermain. Ibuku seperti biasa sedang merawat tanaman. Istriku sedang berbincang-bincang dengan beberapa ibu-ibu di dekat pagar.

Aku duduk dikursi. Kulihat Viona dan bu Risma menghampiriku.

"Bagaimana keadaanmu nak Aka": kata Bu Risma
"Udah baikan bu": kataku.
"Yang, tau ga kabar terbaru?": tanya Viona.
"Belum, kan aku baru bangun yang": kataku.
"Wah kalian berdua masih romantis masih panggil sayang sayangan": kata bu Risma.
"Ah biasa aja koq bu, dari dulu begini aja": kataku.
"Gini loh nak Aka, penjahat yang kabur kan lari dikejar warga. Nah pas lari keluar komplek tertabrak mobil. Orang itu ternyata pak Broto. Pak satpam mengenalinya kan dulu pernah ikut ngusir pak Broto. Tadi kata pak Satpam akhirnya pak Broto meninggal dirumah sakit. Kata pengakuan penjahat yang lain, pak Broto yang mengatur mau mencelakai dan merampok bu Shinta": kata bu Risma.
"Nah koq malah masuk kerumahku?": kataku.
"Mereka sudah mengincar, bahkan bu shinta sudah diintai 3, hari yang lalu. Karena malam itu. Bu shinta kerumah nak Aka ya makanya eksekusinya kesini": kata bu Risma
"Alhamdulillah kita masih diberi keselamatan": kata Viona.
"Keadaan pak RT, pak Dayat bagaimana?": tanyaku.
"Sudah baikan, nak Aka yang paling parah": kata bu Risma.

Bibi datang membawa minuman dan kue.

"Silahkan diminum bu Risma": kata Viona.
"Ya makasih nak": kata bu Risma.
"Yang, aku masih gak mengerti apa kaitannya kejadian malam ini dan teror hantu?": kata Viona.
"Mungkin teror hantu untuk menakuti warga biar mereka leluasa beraksi. Teror hantu biar warga gak berani keluar malam": kataku.
"Apa beneran hantu yang suka ganggu?"; kata Bu Risma
"Bukan paling jin jahat yang kerjasama dengan manusia": kataku
"Semoga semua sudah berakhir": kata Viona.
"Positifnya nanti malam warga mulai mengadakan ronda kali ini pada mau keluar": kata bu Risma
"Bagus, harus kompak jangan kaya tempo hari gak mau pada ronda": kataku
"Iya nak, kini para bapak-bapak mau ronda.": kata bu Risma.

Kami berbincang ringan. Tak lama kemudian bu Risma pulang. Viona masuk kedalam rumah melihat sibungsu yang terbangun dan menangis.
Astaga kenapa ini, aku tiba-tiba berada ditempat yang berbeda. Kulihat seseorang lelaki setengah baya dikejauhan. Dibelakang lelaki itu berada beberapa makhluk mengerikan.

Tiba-tiba disisiku muncul wanita cantik dan berkata:

"Kami disini akan membantu kamu menghadapi mereka, mereka telah berusaha mencelakakan kamu dan leluhurmu".

Astaga ternyata para makhluk itu telah mengincar leluhurku dan keturunannya sejak dari dahulu. Apalagi yang akan kuhadapi dan mengapa ini harus terjadi padaku.

Aku kembali pada keadaan semula. Anisa berlari kearahku dan meminta dipangku olehku.

"Nisa sini dipangku nenek aja, ayahnya masih sakit": kata Ibu.
"Ga apa-apa koq bu, biar aja mungkin nisa kangen samaku": kataku.
"Ayah tadi tante pake baju hijau kemana koq tiba-tiba hilang": kata Anisa

Aku kaget ternyata Anisa bisa melihat kehadiran sosok wanita berbaju hijau.

Hari berganti, sudah sekian waktu sejak kejadian itu. Beberapa peristiwa membahagiakan terjadi membuatku melupakan kejadian tempo hari.

Pernikahan Joko dan Erni yang dilaksanakan di cafe. Pertama kali aku bertemu dengan orang tua Joko. Bapaknya Joko ternyata lebih ngocol dari Joko, bahkan bapaknya Joko juga sama sok ngaku ganteng. Kini aku tau ternyata keturunan dari Bapaknya. Bahkan beres acara pernikahan bapaknya Joko sempat-sempatnya menggoda pagar ayu. Kontan ibunya Joko menjewer bapaknya Joko. Kami yang melihat tertawa.

Cafe libur beberapa hari. Joko dan Erni pergi bulan madu. Aku, keluargaku, dan karyawan cafe berlibur di pantai. Kami berangkat malam hari sengaja supaya ketika sampai dipantai bisa melihat matahari terbit. Kali ini aku mengajak pula ibu, mama Shinta, Tania juga Diki tunangan Tania.

Sesampainya dipantai kami menunggu matahari terbit sambil berfoto-foto. Aku memangku yusuf putraku yang bungsu. Viona dan ibuku sibuk menjaga Anisa yang sangat bersemangat ingin main air. Setelah melihat matahari terbit kami cek in dipenginapan.

Aku tak mengatur acara disini, karyawan cafe seperti Lina, Siti, Akmal, Nadia, Rahman, Bejo, Yono bebas mengadakan acara sendiri yang penting ketika pulang bareng-bareng. Sedangkan Irene dan Intan lebih senang bergabung dengan keluargaku.

Selesai sarapan pagi yang lain langsung pada main air. Mama Shinta, ibuku, dan Irene pergi belanja. Sedang Tania, Diki, dan Viona bermain dipinggir pantai bersama Anisa, sedang Yusuf yang belum genap setahun dipangku Intan.
Aku duduk dikursi depan penginapan dekat pantai menikmati hawa pantai. Seorang bapak pedagang asongan menawariku suvenir

"Maaf ngeganggu, mungkin bos mau beli oleh-oleh kerajinan sini": kata Bapak itu.
"Boleh pak, jangan bilang bos ah saya orang biasa": kataku.
Bapak itu menyerahkan barang dagangannya untuk kupilih.
"Aden bukan orang biasa, bahkan putra putri aden begitu diterima disini": kata Bapak itu.
"Emang bapak tau anak saya yang mana": kataku.
"Itu yang lagi main pasir dan yang dipangku nona itu, saya tau aura anak aden dan aden sendiri sama dengan aura orang yang pernah bapak temui.": kata Bapak itu.
"Yang bener pak": kataku.
"Iya namanya pak Sugeng, salah satu jawara disini": kata bapak itu.
"Koq namanya sama kaya kakek saya ya pak": kataku
"Memang itu kakekmu bahkan kakek buyut Aden pernah disini belajar ilmu agama dan bela diri sama abah Nata": kata Bapak itu.
"Mungkin bapak salah orang?": kataku.
"Tidak den, mana mungkin bapak salah apalagi aden diikuti harimau putih": kata bapak itu.
"Mungkin aku perlu ngobrol panjang lebar sama Bapak, maaf nama Bapak siapa?": tanyaku.
"Nama saya Dadang, gini bagaimana abis magrib saya kesini lagi saya mau jualan dulu": kata Bapak itu.
"Gimana pak aku beli semuanya jadi kita bisa ngobrol": kataku
"Gak usah den, ini bapak beri cuma-cuma sebagai tanda bahagianya bapak bertemu turunan pak Sugeng.": kata Bapak itu memberi beberapa souvenir.
"Nah ini sebagai tanda terimakasih aku karena Bapak telah membuka cerita tentang leluhurku.": kataku sambil memberi beberapa lembar uang
"Tapi Den": kata Bapak itu seperti menolaknya.
"Udah terima aja, tapi bada magrib kesini ya pak": kataku
"Iya nak, terimakasih": kata bapak itu sambil pamit.

Aku gak menyangka tabir masa lalu terbuka ditempat ini.

Jam pukul 7 malam. Aku masih duduk menunggu pak Dadang. Semua keluargaku dan yang lain jalan-jalan. Aku menghisap rokok dalam-dalam, dari jauh terlihat pak Dadang mendekat.

"Maaf Den tadi lama ya menunggunya": kata pak Dadang.
"Gak pak, silahkan duduk": kataku.
Pak Dadang duduk. Aku memanggil karyawan penginapan memesan makanan dan minuman.

"Nah pak, aku ingin dengar cerita tentang leluhurku yang bapak tau": kataku.
"Begini, bapak saya dipanggil aki Iroh sahabat kakek den Aka. Nah guru aki Iroh yaitu abah Nata temen sepeguruan buyut den Aka. Ceritanya bah Nata pernah belajar sama seseorang, namanya saya lupa. Belajar ilmu beladiri atau kanuragan, teman sepeguruannya buyut den Aka, sama ki keling. Abah Nata lebih mempelajari ke ilmu bela diri, buyut agan lebih ke agama, sedang ki keling ke kadugalan. Buyut den Aka lebih dahulu pergi mencari guru lain tentang agama. Ki keling dikeluarkan dari karena sering membuat onar. Setelah beres berguru Abah Nata pergi kedaerah ini dan bermukim disini menjadi nelayan. Ki keling datang kedaerah ini bersama kawanannya merampok dan membuat onar. Abah Nata melawan, kawanannya bisa dikalahkan tapi Abah Nata kalah oleh ki keling yang memiliki ilmu kebal.": kata pak Dadang.

Datang karyawan penginapan membawa makanan dan minuman.

"Pak, dicicipi makanannya sama minumannya": kataku.
"Ya den": kata pak Dadang sambil mengambil makanannya. Cerita terhenti sejenak karena pak Dadang makan sejenak. Kemudian pak Dadang melanjutkan ceritanya.

"Abah Nata pergi dari sini dan bertemu buyut den Aka, nah buyut den Aka mengajak melawan ki keling kembali. Buyut den Aka memberi keris ke abah Nata, keris itu pemberian salah satu kiai di jawa timur. Singkat cerita abah Nata dan buyut agan bertarung dengan ki keling. Pertarungan berjalan seimbang ilmu hitam ki keling bisa dipatahkan buyut den Aka. Akhirnya abah Nata mengeluarkan keris dari buyut agan dan akhirnya ki keling tewas tertembus keris itu. Nah abah Nata kembali menetap disini dan membuka perguruan sedang uyut den Aka mengajar ngaji disini dan menikah punya anak yaitu kakek agan Pak Sugeng. Keris itu dicuri murid abah Nata. Suatu waktu ada yang membuat keonaran didesa tetangga. Abah Nata dan buyut den Aka diminta tolong mengatasi keonaran. Keduanya pergi dan bisa mengalahkan pembuat onar. Tapi buyut den Aka terbunuh ketika hendak pulang ditusuk oleh mantan murid abah Nata memakai keris yang dicurinya dari abah Nata.": kata pak Dadang

"Terus bagaimana?": kataku.
"Kakek den Aka, pak Sugeng diangkat anak dan menjadi murid kesayangan abah Nata. Bapak saya dan pak Sugeng sama-sama belajar di bah Nata. Pak Sugeng memiliki kelebihan beberapa ilmu dimiliki tanpa diajari abah Nata. Beres belajar di abah Nata pak Sugeng merantau kedaerah lain. Bah Nata menceritakan kelebihan pak Sugeng, menceritakan harimau putih ghaib yang mengikuti pak Sugeng. Kata abah Nata keturunan leluhur daerah sini diikuti harimau ghaib. Ada yang belang mirip punya abah Nata atau yang putih mirip yang duduk didekat den aka": kata pak Dadang.
"Pantas bapak tau karena yang belang ikut sama bapak": kataku.
"Hahaha den Aka tau aja sibelang pemberian abah Nata ke bapak saya, lalu diturunkan ke saya": kata Pak Dadang.
"Aku senang bisa ketemu bapak": kataku.
"Saya yang senang den Aka, nah saya ada titipan dari abah Nata, kata beliau sebelum meninggal tolong disampaikan pada keturunan dari uyut den Aka.": kata pak Dadang sambil menyerahkan sebuah kantung kecil.

Aku membuka dan melihatnya. Ada batu akik warna hijau berpadu dengan putih bening. Sebuah tabung kecil berwarna emas. Kuusap batu akik itu, tiba-tiba angin bertiup kencang disertai harum semerbak bunga. Tiba-tiba pundakku serasa dingin dan tiba-tiba bisik lembut ditelingaku terdengar dan tanganku. Seperti dipegang oleh tangan yang dingin sekali

Tiba-tiba pandanganku berubah aku seperti memasuki waktu yang lampau kilasan-kilasan peristiwa lampu seperti kualami sendiri. Hingga aku ditarik oleh sosok wanita cantik kesebuah waktu. Kulihat sosok seorang bapak sedang duduk dirakit ditengah telaga. Anehnya secara batin aku seperti tersambung dengan bapak itu. Aku seperti mendapat jawaban beberapa pertanyaanku.

Aku tersadar ketika pak Dadang menepuk lenganku. Aku kembali lagi pada saat ini.

"Kenapa den, koq kaya ngelamun?": tanya pak Dadang.
"Ngga, ngga apa-apa. Maaf pak Dadang aku tak bisa terima semua barang ini. Biar bapak yang memegangnya saja.": kataku
"Kenapa den, apa den Aka tau kalau benda ini banyak yang menginginkan": kata pak Dadang.
"Aku tau apa itu pak, tapi itu semua tidak berarti apa-apa dibanding kekuasaan Allah. Aku ingin menjadi hamba yang lemah rindu memohon pada sang pencipta.": kataku.
"Den Aka mendapat pandangan apa? Bapak merasa den Aka mengalami sesuatu"; kata pak Dadang.
"Barusan aku merasa terhubung dengan seseorang yang melepaskan keduniawiannya, kekayaannya, kedudukannya, kesaktiannya hanya untuk mendekat pada sang Pencipta.": kataku.
"Den waktu sudah larut malam bapak mau pulang. Den Aka ada wejangan buat bapak": kata pak Dadang.
"Wah aku orang biasa koq dimintai wejangan. Aku cerita saja apa yang barusan terlihat sepintas. Dalam kehidupan pasti akan kesulitan tapi disetiap kesulitan akan ada kemudahan. Bahkan kerajaan atau negara pun akan gunjang-ganjing, akan mengalami kegaduhan tapi setelah itu akan terjadi kemakmuran. Tapi bila melupakan Tuhan banyak kerajaan hancur dan hilang. Ada negara yang ditimpa azab karena melanggar semua aturan Allah. ": kataku.
"Terimakasih atas semuanya Den, bapak pulang dulu": kata pak Dadang.
"Sama-sama pak, ini sedikit oleh-oleh buat keluarga bapak dirumah": kataku.
"Terimakasih Den": kata pak Dadang kemudian mengajakku bersalaman dan kemudian pergi.

Dalam penglihatanku terjawab sudah. Mereka makhluk tak kasat mata ada yang baik, ada yang jahat dan yang mengikuti sifat yang diikuti. Bila orang yang bersifat buruk makhluk itu juga ikut bersifat buruk.

Iseng aku berjalan-jalan menyusuri jalan disekitar penginapan. Kulihat ada sebuah kantin buka. Aku mendadak ingi membeli segelas kopi. Aku mengambil tempat dikantin itu duduk dekat meja kecil. Aku mengambil hp dan mengirim pesan pada Viona memberitahukan kalau aku ada dikantin.

"Maaf pak, mau pesan apa": kata pelayan
"Pesan kopi hitam satu, ada roti bakar?": tanyaku.
"Ada, mau sekalian sama roti bakarnya": kata pelayan.
"Iya": kataku.

Pelayan pergi, tak lama Tania dan Diki datang.

"Kakak, mau dong": kata Tania
"Pesen aja, kalian koq tau aku disini, yang lain kemana?": tanyaku
"Kata ka Viona ka Aka disini, kaka sama yang lain udah balik kepenginapan": kata Tania
"Belanja apa aja sampe banyak gitu": tanyaku.
"Tau nih Tania segala dibeli": kata Diki.
"Dia mah gitu, suka laper mata": kataku.
"Hihihi mumpung gratis sebagian dibayarin ka Viona sebagian sama Aa Diki": kata Tania

Pelayan datang membawa pesananku. Tania dan Diki memesan juga.
Tiba-tiba harum semerbak wangi bunga tercium. Angin semilir dari arah laut menerpa kami.

Kulihat Diki juga merasakan hal yang janggal. Langit yang terang, cahaya bulan purnama menerangi sekitar kami.

Kulihat wajah Diki menjadi tegang. Ku yakin Diki mulai merasakan bahwa akan ada yang datang.

Tiba-tiba tanpa diketahui kedatangannya dimulai dengan wangi yang sangat harum tiba-tiba muncul sosok wanita yang sangat cantik. Berbaju terusan berwarna hijau dan berambut panjang.

"Maaf boleh saya duduk disini": tanya wanita itu.
Tania mengiyakan sedang kulihat Diki berkeringat padahal angin bertiup menyejukkan.
Pengunjung lain yang melihat wanita itu seperti terpana. Aku merasa seperti pernah melihat sosok wanita didepan itu. Aku mencoba mengingat dimana aku pernah bertemu.

Pelayan yang mengantar makanan terlihat sangat segan melihat sosok wanita itu. Kulihat tangan pelayan itu gemetaran ketika meletakkan pesanan dimeja.
Kini aku ingat dimana aku pernah bertemu wanita ini. Astaga wanita ini yang beberapa kali hadir dalam mimpiku dan pernah beberapa kali membantu aku ketika ada yang mengganggu aku.

Wanita itu tersenyum ramah pada kami. Tania cemberut karena Diki memandang terus wanita itu.

"Akhirnya kita bertemu": kata wanita itu.
Aku mengangguk. Diki dan Tania memperhatikan kami berdua.
"Kamu telah memilih jalan kamu, kami tetap akan membantu dan menjaga kamu": kata wanita itu 
"Terimakasih": jawabku.
"Jangan liat yang jauh lihat diri sendiri, tidak jauh dari raga, ada apa dalam dirimu. Jangan menyuruh orang mencari jati dirimu. Tapi carilah sendiri dan jangan kamu sibuk mencari kesalahan orang lain tapi cari lah kesalahan diri sendiri.
Petunjuk dari guru, nasihat dari ulama, pengingat dari kiai dan leluhur supaya kamu tidak terlena dalam urusan dunia.
Kamu jangan lupa mengaji diri.
Asal dari mana?
Sekarang diam dimana?
Dan pulang akan kemana?
Cari dengan ilmu ketahui dengan pengetahuan beriman lewat agama.
Tanya diri kamu sendiri, tanya rasa kamu, tanya hati kamu.
Kuatkan tekad, tetapkan tujuan jangan sampai salah jalan.
Mengikuti hawa nafsu terjebak dalam kegelapan": kata wanita itu.
"Iya bunda": jawabku.
"Yang sabar dan kuat dalam menjalani takdir, hidup memang penuh rintangan": kata wanita itu.
"Iya bunda": kataku.
Wanita itu kembali tersenyum ramah.
"Kamu Diki jangan sungkan bila ada permasalahan tanya Aka": kata wanita itu.
Tania yang sedang makan melotot kearah Diki ketika nama Diki disebut.
Kulihat Diki tertunduk tak mampu menatap tatapan wanita itu. Bila diperhatikan tidak ada yang aneh dengan wanita itu. Kecuali matanya tak pernah berkedip.
"Maaf bagaimana kabar adik disana?": tanyaku
"Dia baik, dia juga sering menanyakan kabarmu?": kata wanita itu.
Tania dan Diki selesai makan. Aku segera menghabiskan kopiku.

"Sudah larut malam kita pulang": kataku pada Tania dan Diki.
"Iya kak": kata Diki dan Tania.
"Ingat kata kataku": kata wanita itu.
"Iya bunda": kataku.
Aku berdiri dan wanita itu mendekatiku dan mengecup keningku. 
"Hati-hati nak": kata wanita itu dan tampaknya wanita itu agak sedih. 
Ketika aku hendak membayar makanan pelayan menolak dan wanita itu bilang padaku biar dia yang membayar. Aku, Diki dan Tania berjalan pergi dari tempat itu.

"Kakak genit, diem aja dicium wanita itu. Bilangin kak Viona baru tau rasa": kata Tania.
"Husss kamu gak tau apa-apa, diem aja": kata Diki
"Apaan sih Diki": kata Tania.
"Hehehehe udah nanti diceritain pas dipenginapan, inget jangan liat kebelakang sampai dipenginapan. Terutama kamu Tania.": kataku.
"Ih kenapa sih, takut diceritain ke kak viona ya": kata Tania.
"Udah nurut aja": kataku.

Setelah beberapa waktu berjalan, Tania menoleh kebelakang. Tania menjerit dan memegang tanganku kencang.

"Kakak, takut": kata Tania.
"Udah dibilangin jangan liat kebelakang": kataku.
Diki menoleh kebelakang. Dia pun terperanjat dan kaget sekali.
"Kak, kenapa... kenapa kita berada dipinggir laut, kantin tadi mana?": kata Diki.
"Udah jangan dipikirin kita jalan aja": kataku.

Kami berjalan terus hingga sampai penginapan. Kulihat jam sudah pukul 2 dini hari. Perasaan belum sejam ada dikantin.

Anak-anak kafe masih ada yang begadang duduk diluar kamar penginapan. Aku mengantar Tania kekamar. Mama shinta membuka pintu kamar, ternyata mama Shinta belum tidur menunggu Tania.

Aku berjalan kekamarku dan mengetuk pintu perlahan. Viona membuka pintu. Aku kasian mesti membangunkan Viona. 
Kulihat kedua anakku tertidur lelap. Viona kembali tidur disisi anakku. Aku duduk disisi ranjang menatap keluargaku. Kutau rintangan berat akan kuhadapi. Semoga aku mampu melewatinya.

Keesokan harinya aku bermain dipantai bersama Anisa. Viona menggendong Yusuf putra bungsuku. Anisa sangat senang bermain air. Aku sudah lelah tapi Anisa masih ingin bermain. Akhirnya Tania dan Diki gantian mengajak main Anisa.

Ibu, mama Shinta, Irene dan yang lain menyiapkan makan siang. Kupanggil Tania agar membawa Anisa kesini untuk makan siang. Kami pun makan siang. Sungguh senangnya makan bersama, terasa suasana kekeluargaan.

"Kak, katanya mau cerita kejadian tadi malam": kata Tania ketika selesai makan.
"Nanti aja pas dirumah ya"; kataku.
"Ih kakak bohong aja": kata Tania.
"Iya cerita malem dari mana?": kata Viona.
"Iya sampe jam 2 baru pulang": kata mama Shinta.
"Intinya malem aku, Tania dan Diki diundang ke alam lain": kataku.
"Jadi wanita yang tadi malam dan yang lainnya bubukan manusia": kata Tania.
"Bukan": kataku.
"Pas disana kakak sadar bukan dialam manusia?": kata Tania.
"Awalnya engga, tapi pas kamu datang baru sadar, Diki juga tau": kataku.
"Beneran?": tanya Tania.
"Iya bener aku sadar pas wanita itu muncul": kata Diki.
"Makanya pas pulang aku bilang jangan liat belakang": kataku.
"Ih kak, takut ah pulang yu": kata Tania.
"Ga usah takut, takut sama Tuhan aja. Lagian gak bermaksud jahat": kataku.
"Tetep aja takut": kata Tania
"Udah gak usah takut": kataku.
"Iya ayo kita gabung sama yang lain tuh pada selfie": kata Diki.

"Kita cari oleh-oleh buat tetangga": kataku.
"Iya mama juga pengin beli ikan asin": kata mama shinta.

Akhirnya aku, viona, kedua anakku, mama shinta dan ibu berbelanja. Yang lainnya bermain dipantai.
Aku merasa ada aura hitam negatif dari jauh mengawasi aku. Aku tak begitu mempedulikannya dan melanjutkan berbelanja.

Pada malam harinya kami pulang kembali ke kota. Selama perjalanan aku teringat kata-kata wanita itu. Mungkin ada hubungannya dengan aura negatif yang terus mengikuti.

Sebulan telah berlalu semenjak kejadian di pantai. Hidupku berjalan seperti biasa. Roda kehidupan berputar, manusia mengikuti takdirnya masing-masing.

Hari itu aku bertemu dengan Deni dikantor. Deni tidak terpilih dalam pencalonannya sebagai anggota DPRD. Tetapi ayahnya terpilih menjadi anggota DPRD provinsi. Deni diangkat menjadi pengurus sebuah partai besar.

"Aka kamu gak mau ikut aku jadi pengurus parpol?": kata Deni.
"Ngga Den, aku ngga ngerti politik": kataku.
"Nanti aku ajari aku bisa tempatkan kamu jadi pengurus": kata Deni.
"Ga perlu Den, aku ingin benerin diri sendiridulu. Jadi pemimpin itu berat, pertanggung jawabannya berat. Mimpin diri sendiri dan keluarga saja aku gak tau apa bisa mempertanggung jawabkannya nanti di akhirat": kataku.
"Kalau duduk di partai atau jadi anggota legislatif bisa memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat": kata Deni.
"Bila tujuan kamu berpolitik seperti itu aku dukung Den, aku lebih suka berbuat baik dijalan yang lain": kataku.
"Hahaha kamu masih seperti Aka yang dulu. Idealis dan baik kamu tak pernah berubah.": kata Deni.
"Kamu juga sama Den, tetap bercita-cita menggenggam dunia": kataku.
"Hahahaha kamu masih ingat aja obrolan kita waktu sma, kamu memang sobat karibku ka bahkan seperti keluarga"; kata Deni
"Den, aku pulang dulu. Aku janji sama anakku mau beliin es krim.
"Ok, aku juga mo balik mesti kekantor parpol ada pertemuan": kata Deni.

Aku pulang menuju rumah. Dalam perjalanan aku sempatkan membeli es krim kesukaan Anisa. Sore itu jalanan sedikit macet. Tiba-tiba hawa tak enak menyergapku, aku mengucap istigfar dan mempercepat laju kendaraan. Sesampai dirumah kulihat Anisa sedang bermain dengan Yusuf adiknya yang sedang belajar berjalan. Viona tertawa kecil melihat kelucuan anakku yang bermain. Aku memberikan es krim pada Anisa dan Yusuf. Ketika hendak menggendong Yusuf, Viona melarangku. Viona menyuruh mandi dulu

Aku menuju kamar mandi. Aku segera mandi, beres mandi tiba-tiba badanku serasa panas dan pusing. Aku terduduk disisi ranjang. Berulang kali aku mengucap istigfar. Aku merebahkan diri diranjang, badanku serasa sakit semua aku hanya bisa berbaring dan berdoa.

Viona masuk kekamar melihatku.

"Yang ditunggu dihalaman koq malah tiduran, kenapa?": kata Viona
"Aku gak enak badan": kataku
Viona meraba dahiku.
"Yang panas banget, aku panggil dokter yah": kata Viona
Aku mengangguk.

Viona pergi memanggil dokter dan tak lama dokter datang dan memeriksaku. Dokter memberiku beberapa obat-obatan.
Setelah dokter pergi aku meminum obat. Aku mencoba tidur.

Aku merasa antara tidur dan tidak. Ketika tiba-tiba ada sosok ular hitam besar seperti melilitku. Aku merasa sesak dan sulit bernafas. Lilitan itu terasa sangat kuat. Astaga muka ular itu mendekati wajahku kulihat matanya begitu mengerikan. Desisnya terdengar keras bahkan hembusan nafasnya terasa belum juluran lidahnya.

Astaga tiba-tiba muka ular itu berubah jadi wajah wanita berambut panjang bermata seperti ular. Kepalanya mendekat sekali denganku. Berjarak hanya beberapa centi dari mukaku. Lidahnya menjulur seperti lidah ular beberapkali hampir menyentuhku. Aku tak bisa berpaling badanku tak bisa bergerak.

"Seandainya kamu mau jadi pengikutku kamu gak akan mengalami seperti ini.": kata sosok ular itu sambil berdesis.

Aku diam dan membaca doa dan surat yang kuhapal. Kadang aku seperti hilang kesadaran dan sadar kembali tapi ular itu tetap melilitku. Kembali aku berdoa kuatnya lilitan ular itu membuatku sesak nafas seperti kehabisan nafas. Aku terus saja berdoa kembali aku tak sadarkan diri.

Dimana aku, gelap terasa dan dingin. Rasa sakit masih terasa tapi sesak sudah berkurang kembali aku berdoa. Terdengar suara lantunan ayat suci. Suaranya terdengar lembut dan seperti kukenal siapa yang mengaji. Itu suara Viona .

Aku berdoa dan perlahan-lahan aku bisa membuka mata. Aku berada diruang yang serba putih. Kulihat Viona disisiku sedang mengaji. Kugerakkan tanganku menyentuh tangannya.
Viona seperti kaget kemudian memelukku dan mencium keningku.

"Yang, sudah sadar": kata Viona
"Dimana ini, aku gak kenal ruangan ini": kataku.
"Dirumah sakit": kata Viona.
"Kenapa aku bisa disini": kataku
"Kamu gak sadar malam itu, aku dan ibu membawa kamu kerumah sakit. Sudah 4 hari kamu gak sadar yang": kata Viona.
Aku hanya terdiam selama itu aku tak sadar. Aku bersyukur masih diberi kesadaran kembali.
"Dokter juga belum tau pasti sakit kamu apa, jangan seperti itu lagi yang. Aku dan anak-anak masih membutuhkanmu": kata Viona.

Viona kembali memelukku erat. Air matanya menetes membasahi pipinya. Kuusap air matanya.

"Anak-anak sama siapa?": tanyaku.
"Sama ibu. Siang aku nunggu kamu kalau malam ibu dan mama Shinta yang nungguin": kata Viona.
"Yang, sebaiknya kita kembali kerumah saja": kataku.
"Kenapa, kamu belum sembuh": kata Viona.
"Aku sakit bukan sakit biasa": kataku.
"Iya dokter aja ga bisa nemuin apa penyakitnya": kata Viona.

Keesokan hari Viona membawa pulang dari rumah sakit. Aku masih merasa panas dan sakit disekujur tubuh tapi kupaksakan bisa beraktifitas walau dalam rumah.

Hari demi hari belum ada perubahan kini aku tidak bisa makan. Aku hanya bisa minum susu. Setiap malam ada saja makhluk-makhluk menyeramkan menggangguku. Aku tidur terpisah dikamar lain, aku takut anak-anak ikut terkena imbasnya.
Walau ada sosok-sosok yang aku kenal seperti menjaga anggota keluargaku yang lain.

Malam itu aku tak bisa tidur, aku berdzikir menunggu kantukku tiba, panas ini lebih terasa ketika malam. Sesosok makhluk tinggi besar datang membungkuk. Dengan membungkuk saja kepalanya menyentuh langit-langit kamar ini. Taringnya sebesar lengan dewasa. Ketika membuka mulut bau tak sedap menerpaku. Aku terus berdizikir. Makhluk itu meletakkan telapak tangannya yang menutupi seluruh tubuhku kembali sesak kurasa dan pandanganku berkunang-kunang.

Tubuhku tak bisa bergerak sedangkan makhluk tinggi besar itu tertawa. Nafasku mulai sesak dan aku hampir hilang kesadaranku. Hawa panas dan aura kuat muncul di kamar ini. Sungguh kuat aura ini bahkan makhluk itu mundur menjauh dariku.

Cahaya seperti api bercampur warna hitam muncul disampingku. Aku seperti mengenal pancaran energi ini. Kekuatan ini yang selalu muncul menguasai tubuhku ketika terdesak. Aneh kali ini kekuataan itu tidak bisa mengambil alih tubuhku. Hawa panas kekuatan itu membuat makhluk yang menggangguku terlempar keluar dari kamarku.

Dari luar kamar kurasakan kini banyak makhluk-makhluk beraura hitam berdatangan. Tiba-tiba muncul sosok kakek tua disampingku. Sosok kakek berjanggut panjang muncul disisiku.

"Ngger, kenapa kamu ngga ijinkan eyang masuk ketubuhmu?": tanya sosok eyang.
"Eyang siapa?": kataku.
"Aku eyang lanang jagad": kata sosok eyang.
"Kenapa eyang mau merasuki": kataku.
"Aku mau menjaga kamu, seperti aku menjaga leluhur kamu": kata eyang.
"Terimakasih eyang mau membantu, tapi tak perlu merasukiku": kataku.
"Baiklah itu mau kamu biar makhluk-makhluk itu aku hadapi, urusanmu dengan dia pengirim makhluk-makhluk itu": kata eyang.
Tak lama sosok eyang hilang dan terdengar seperti suara perkelahian diluar sana.

Rasa sesak didadaku berkurang tapi rasa sakit diseluruh tubuh masih terasa. Aku kembali berdoa. Tiba-tiba hawa sejuk terasa disisiku. Tercium wangi harum. Kubuka mataku, sesosok perempuan cantik berkebaya hijau tersenyum.

"Nyimas": sapaku.
"Kanda, bersabarlah dalam menghadapi semua ini. Ingat pesan bunda. Kuncinya ada pada dirimu. Untung kamu tidak membiarkan eyang jagad lanang merasuki tubuhmu": kata sosok nyimas
"Kenapa bila aku membiarkan merasukiku?": tanyaku.
"Kanda akan terus bergantung padanya akhirnya akan terjadi perjanjian. Bila ada perjanjian akan terjadi akibat buruk": kata nyimas.
"Terimakasih atas nasihatnya": kataku.
"Aku harus pergi, hati-hati dan bersabarlah": kata Nyimas.

Perlahan sosok Nyimas menjadi samar dan hilang disertai angin berhembus pelan disertai wangi harum tercium dan menghilang.
Tiba-tiba pandangan mataku menjadi jelas sekali. Aku bisa melihat sosok yang duduk didalam rumah mewah. Tiga orang ada dalam rumah itu. Seorang tua, dan dua orang itu aku kenal. Satunya mantan karyawanku dan satu orang itu yang pernah mengganggu viona dan ingin memiliki Viona.

Sekelebat penglihatan penglihatan terlihat jelas. Orang tua itu pernah di mintai tolong om Broto, guru dari orang yang memiliki ilmu panglimunan yang menyerang rumahku. Leluhur orang tua itu yang mencuri keris dari Abah Nata. Leluhurnya yang memusuhi leluhurku. Dan pegangan orang tua itu turun dari leluhurnya yang telah berseteru dengan leluhurku.

Kini tampak sosok suruhan orang itu ular besar hitam dan sosok raksasa mengerikan. Sosok harimau putih muncul disisiku. Dan sosok lelaki mirip kakekku muncul disisiku yang lain. 
Sosok mirip kakekku menjelaskan mantan karyawanku mengumpulkan dan mengambil apa yang diperlukan untuk mengerjaiku.

"Manusia wajib berusaha, tapi dalam usahanya tidak boleh yang ditentukan yang Maha Kuasa, sekarang berusaha lah demi kebaikanmu": kata sosok mirip kakek.
Setelah berkata seperti itu sosok yang menyerupai kakek berubah menjadi harimau belang.

Harimau belang dan harimau putih maju menyerang. Sosok raksasa itu menyambut serangan kedua harimau itu. Pertarungan terjadi, saling serang antara mereka disertai pusaran angin terdengar.

Sosok orang tua itu kini menyatu dengan ular hitam besar. Ular besar itu menyerangku. Aku yang merasakan nyeri dibadanku tak bisa berbuat banyak. Hingga sekali lilitan aku tak bisa bergerak.
Kali ini ular itu langsung menhujamkan taringnya di pundakku. Nyeri sekali kurasa. Bahkan untuk menjerit aku tak sanggup. Mataku kembali gelap.

Hanya gelap, rasa sakit yang kurasa. Susah payah aku berdoa. Aku tau aku harus berusaha, tapi aku hanya bisa berdoa. Mungkin itu yang ingin disampaikan sosok kakek. Doa termasuk usaha. Hal yang terakhir bisa kulakukan berdoa. Kupanjatkan doa setulus hati menyerahkan segalanya pasa Allah SWT. Bila aku harus mati kuingin dalam ridhomu. Ku mohon keluargaku dalam lindungan Nya.

Gelap dan sakit. Aku hampir tak sadarkan diri. Tapi aneh seperti ada benda-benda yang berjalan dari dalam tubuhku keluar dengan sendirinya. Setiap satu benda keluar dari tubuhku, aku merasa hilang sakit di tubuhku sedikit demi sedikit. Nafasku sedikit lega tapi lilitan ular itu terasa masih menyesakkan. Aku bisa merasakan kehangatan di tubuhku.

Lilitan ular mulai melonggar. Aku bisa melihat kembali dengan jelas. Ular itu masih menggigit pundakku. Aku bisa melepaskan tanganku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu benda ada ditanganku. Panas benda itu sangat terasa. Kulihat ada kwria ditanganku. Keris yang sama yang pernah dipakai menusukku. Ki genggam keris itu. Kutusukkan keris itu kekepala ular itu.

Terdengar suara jeritan menyayat hati. Anehnya terdengar suara jeritan lelaki dan perempuan. Tubuh ular itu menggelepar-gelepar hingga aku terlempar terkena tubuh ular itu hingga aku tak sadarkan diri.

Aku terbangun ketika tepukan dipipiku beberapa kali. Kulihat Anisa yang menepuk pipiku. Disampingnya ada Viona yang sedang mengusap air mata. Disisiku yang lain ada ibuku yang beres mengaji. Aku merasa seluruh tubuhku berkeringat. Kurasa badanku jadi ringan seluruh sakit ditubuhku hilang. Kulihat dibeberapa bagian tubuhku lebam-lebam.
Aku mencoba berdiri. Alhamdulillah aku merasa kembali seperti biasa.

"Yang, kamu sudah sembuh?": tanya Viona.
"Iya badanku seperti kembali sehat": kataku.
"Alhamdulillah tadi kami sempat khawatir kamu gak sadarkan diri": kata ibu.
"Aku mandi dulu biar seger": kataku

Aku segera mandi. Beres mandi aku keruang makan. Aku segera makan makanan yang ada. Rasanya enak sekali, mengingat lama aku tak bisa makan ketika sakit. Ibu dan Viona tersenyum melihatku makan dengan lahap.

Beres makan aku keluar rumah. Kulihat Yusuf sedang dipangku bibi. Aku mengambil yusuf dan menggendongnya. Aku merasa tubuhku kembali normal. Viona memelukku dari belakang. Aku bersyukur masih diberi kesempatan berkumpul dengan keluargaku.

[TAMAT]

*****
Sebelumnya


Note : 
Untuk kisah-kisah "Jejak Misteri Kisah Nyata" lainnya, saya update SECEPATNYA. Terimakasih semoga berkenan.
Penulis : Sam Ali

close