Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jejak Misteri Kisah Nyata MAKAM KEMBAR

Disebuah perbukitan yang subur nan rimbun ditepian hutan terdapat sebuah jalan yang membentang menghubungkan dua dusun yaitu dusun dalam dan dusun luar atau disebut dengan kampung barat dan kampung timur, kampung barat langsung berbatasan dengan hutan dalam dan kampung timur merupakan kampung yang langsung menuju akses jalan besar antar kota. Ditengah tengah antara kampung timur dan barat ada dua pemakaman umum, dimana sisi kanan untuk pemakaman orang kampung barat sedangkan sisi timur adalah untuk pemakaman orang kampung timur, orang-orang menyebut makam kembar karena letaknya kiri dan kanan badan jalan dan didalamnya terdapat pohon randu alas yang besar nan tua didalam kedua makam tersebur, letaknya pun juga sama yaitu ditengah tengah area makam, letak pohon pohon kamboja yang tumbuh pun juga hampir sama, mungkin hanya nama-nama nisannya saja yang tak sama.

Dibawah tepat pohon randu alas tersebut, terdapat satu makam yang ukurannya dua kali lipat panjang ukuran makam biasa pada umumnya. Baik disisi makam kanan maupun sisi kiri, konon katanya mereka suami istri pendiri dari dua kampung tersebut yaitu kampung barat dan kampung timur entah kenapa, mereka berdua tak dimakamkan ditempat yang sama dalam satu lokasi, penduduk sekitar enggan tuk mau bercerita lebih lanjut. Mungkin karena takut atau semacam kutukan jika berani tuk bercerita tentang kedua makam kramat tersebut baik disisi makam kanan maupun makam sisi kiri 

Nisa datang kekampung tersebut bersama kakaknya yaitu si Alif, tuk mengembalikan mustika yang tersimpan dalam bola besi kuningan yang konon didapat dari pemakaman kembar tersebut dari hasil ritual seseorang dukun suruhan bapak dari teman sekolah Nisa yaitu Aliyah. Kini sang bapak sakit dalam koma, hidup tidak matipun juga tidak. Sedangkan sang dukun meninggal lebih dulu ,entah kena kutukan atau sakit, akan tetapi meninggalnya sangat mendadak dan tidak wajar.

Kita menginap dirumah kepala dusun saja, ”Alif membuka kata ketika sampai dikampung timur dan senja bersemayam dikampung tersebut.”
Rumahnya yang mana kak,? “ Nisa menjawab.”
Ya kita tanya nona jelek. “suara Alif sedikit meledek karena bawelnya Nisa sejak dari tadi.”
Iyaa orang ganteng sedunia, “sambil sungut sungut lalu mencubit pinggang Alif.”
Aduu,, “teriak Alif kesakitan ketika cubitan Nisa bersemayam di pinggangnya.”

Tak lama mereka berjalan Alif bertanya kepada seseorang yang dijumpai ketika menuju kekampung yang dituju, “pak maaf rumah kepala dusun kampung ini yang mana ya,?” Oh rumah pak Noto, itu aden jalan aja lurus nanti ketemu pos ronda bercat merah, la dari situ tiga rumah, rumah gedong yang halamannya ada pagar warna putih. Makasih pak “Jawab Alif undur diri.”
Mereka berdua berjalan menyusuri jalan kampung yang memang konon katanya ketika senja menuju malam jalanan kampungnya sangat sepi dan memang penduduk setempat mempercayai hal-hal yang berbau mistis yang begitu sangat kental, masih terdengar burung gagak berkoar koar didahan tinggi dan burung hantu bersahutan mendengkur. Kampung yang masih menyimpan mistis yang sangat dalam.

Didepan sebuah surau tua Alif dan Nisa menghentikan langkahnya karena memang hari akan segera magrib. Ada kakek dan nenek disitu membersihkan surau tersebut ketika Alif dan Nisa memasukinya, sang nenek menyapu bagian dalam, sedangkan sang kakek mengisi tempat air wudhu.
Assalamuallaikum, “Alif dan Nisa berucap salam.”
Waallaikum mussalam,” mereka berdua menjawab bersahutan.”
Nisa langsung berjabat tangan sang nenek seraya menciumnya, ”biar Nisa saja nek ,yang menyapu, nenek duduk duduk saja biar gak capek.” Uda biasa cu, biar nenek saja. Tetapi dengan cekatan sapu itu sudah berpindah tangan ke Nisa dan Nisa langsung yang meneruskan pekerjaan sang nenek dalam penyapu ruang sembayang yang beralas kayu tersebut, sedangkan Alif membantu sang kakek dalam mengisi tempat air wudhu.

Kalian dari mana cu,,? “tanya sang kakek.”
Surabaya kek, “jawab si Alif sambil terus mengisi air tempat wudhu yang sebentar lagi akan penuh.”
Wala jauh juga ya surabaya, “sang kakek heran. ”Emang punya saudara disini, “sang kakek bertanya lagi.”
Tidak kek,, ada sedikit keperluan disini “kata Alif menyudai menimbah air karena sudah penuh.”
Ini kan sebentar lagi malam, emang akan menginap dimana,? “ tanya sang kakek lagi.”
Maunya sehabis maghriban ini kerumah pak Noto kepala dusun tuk meminta ijin menginap, “terang si Alif.”
Uda nanti menginap dirumah kakek saja, biar besuk pagi saja kakek antar kerumah pak kepala dusun minta ijin. “ajak sang kakek.” 

Mereka pun akhirnya menunaikan sholat magrib bersama sama dan Alif sebagai imamnya. Dalam sholat tersebut Alif sengaja membacakan ayat ayat panjang dengan alunan yang sangat baik nan merdu berlafal sangat bagus berikut panjang, pendek serta cengkok yang sahdu. Lantunan ayat-ayat yang dibacakan Alif mengundang kekaguman tersendiri bagi kakek dan nenek itu sebagai makmumnya, yang memang pada waktu itu disurau tua hanya ada kakek nenek dan Nisa sebagai pihak tamu, karena tak ada lagi yang berjamaah sholat magrib disurau tersebut. Dalam perjalanan menuju rumah kakek Akhmad, sang kakek menceritakan bahwa penduduk sini sudah banyak yang meninggalkan sholat berjamaah, mereka sudah merasa enggan jika keluar rumah dimalam dan subuh hari, karena sudah terpengaruh hal hal yang berbau mistis, hingga tingkat ketagwaannya sudah terkikis oleh rasa takutnya sendiri, surau dan masjid atau tempat ibadah yang lain adalah simbol semata tanpa digunakan lagi.

Ketika memasuki rumah sang kakek. Alif terdiam didepan pintu memandang tulisan arab gundul yang tertera diatasnya, lalu memegangnya dan menempelkan dijidatnya baru masuk kedalam rumah sang kakek, sedangkan Nisa menyelonong saja sambil tetap mengandeng tangan si nenek.
Kakek dan nenek tinggal sendirian ya disini “tanya Nisa.”
Iya cu, anak anak nenek sudah pada meninggal beberapa tahun yang lalu, “ungkap sang nenek dengan nada sedih. Nisa kemudian memeluk erat sang nenek tuk menghalau rasa sedih itu muncul kembali, kemudian sang nenek mengaja Nisa kedapur tuk membuat minuman dan sajian ala kadarnya.

Memang kalian kedusun ini ada keperluan apa,? “tanya sang kakek.”
Iya kek, saya kesini tuk mengembalikan ini, ”kemudian Alif mengeluarkan suatu benda dari dalam tas rangselnya si Nisa. Ketika dikeluarkan oleh Alif dan diletakkan diatas meja, sang kakek ketika melihatnya langsung memekik tertahan memundurkan badan tersurut kebelakang karena kaget, “Mustika Batu Merah Makam Kembar” kata sang kakek yang masih tertegun melihat bola besi kuning yang berada dimeja rumahnya. Memang sepintas jika dilihat cuman bola kuningan sebesar genggaman tangan orang dewasa, tetapi tuk yang bisa melihat, itu merupakan batu mustika merah yang berada dalam balutan bola besi kuning tersebut.

Astogfirulloh, kog bisa berada pada dirimu cu,, “tanya kakek yang masih merasa heran.”
Ini Nisa yang ambil dari seseorang yang pernah datang kedesa ini dan mengambil yang bukan haknya disini, dan sekarang salah satu yang mengambil mustika ini sudah meninggal sedangkan satunya lagi yaitu bapak dari temannya Nisa itu kini dalam keadaan hidup tidak, matipun juga tidak, “Alif menjelaskan.” Maunya Nisa kesini tuk mengembalian mustika ini dengan beberapa temannya, tetapi saya larang kek,, karena ini bukan mustika sembarangan dikuatikan akan membawa petaka juga bagi teman teman Nisa, “Alif menambahkan.” 

Kebetulan teman Nisa tidak masuk sekolah beberapa hari namanya Aliyah, ketika Nisa kerumahnya dia dirumah sakit, kata pembantunya, tetapi Nisa menangkap ada aura jahat dalam rumah Aliyah tersebut yang ingin pulang, dan waktu Nisa kerumah sakit ternyata bapaknya koma tuk beberapa lama dan team dokter sudah angkat tangan, maka dari itu sewaktu berada dirumah Aliyah dan meminta ijin keluarganya, Nisa langsung mengambil mustika didalam kamar kerja sang bapak dari Aliyah, “kata Nisa.”

Kalian masih muda sudah memiliki bakat bakat yang hebat, dulu cerita para tetua kakek terdahulu, ini mustika sudah ada sejak ratusan tahun berada didusun ini, tak ada yang sanggup memilikinya, banyak orang-orang sakti ingin memiliki mustika ini, tetapi berujung kepada kematian, kalau tidak mati saling bunuh, ya mati dengan cara tak wajar, hingga sampai sepasang suami istri yang sanggup mengambil dan memiliki sampai akhirnya mereka berpisah berebut mustika itu dan mereka akhirnya mendirikan dusun wetan ( timur), dusun kulon (barat) dan mustika itu lepas kembali kealamnya tepat ditengah antara dusun barat dan dusun timur, dan ketika mereka meninggal pun dimakamkan secara terpisah di tengah tengah letak dari mustika ini ketika lepas dahulu. “sang kakek mencoba menceritakan kisah dari mustika tersebut,” Konon katanya siapa saja yang memegang mustika ini jika dia kuat memeliharanya atau mengambilnya akan menjadi orang yang sukses segala apapun, jika raja dia akan menjadi raja yang akan disegani oleh rakyat maupun raja lainnya, jika dia pengusaha dia akan menjadi konglomerat yang kaya raya, dan jika dia orang sakti maka kesaktiannya akan sangat digdaya. “Sang kakek menambahkan.”

Tiba-tiba rumah sang kakek mendapat lemparan benda berpijar dan jatuh dipelataran depan, Nisa langsung keluar, sedangkan mustika yang berada diatas meja menyala berpijar sesaat, karena Alif langsung memasukkannya kembali kedalam tas Nisa yang sudah di asmai ketika dibuat tuk menyimpan mustika tersebut. Alif keluar diikuti sang kakek tetapi Alif mencegahnya “kakek didalam saja, lebih aman,” Sang kakek pun menurut saja.

Siapa Nis, 
Arahnya dari sana kak, mungkin dari arah makam itu,
Tiba-tiba Alif meregangkan telapak tangannya diletakkan ditanah sambil berjongkok, sedang Nisa mengamati terus arah datangnya lemparan pijar itu, malam kian menegangkan suara suara gagak berkoar beberapa kali hingga bisa membuat dingin tengkuk siapa saja yang mendengarnya, angin bertiup memecah jelaga malam yang kian pekat berkabut, burung hantu bersahutan mendengkur diiringi kesenyapan yang menjadi saksi. Kini suara suara aneh mulai terdengar seperti tawa juga tangisan, rintihan, kadang sangat berisik seperti keramaian sesaat a kemudian hilang kembali.

Banaspati yang melempar bola pijar ini tetapi ada lagi yang ingin menguasai mustika batu merah itu entah siapa kelihatannya sangat samar tetapi sangat kuat disekitar daerah ini, mungkin dari dusun dalam ditepi hutan sana, “Alif menunjuk dalam kejauhan gelapnya malam.” 
Tiba-tiba angin begitu ribut disatu sisi rumpun bambu, seakan akan rumpun bambu tersebut ingin melangkah mendekati rumah sang kakek akmad dimana Alif dan Nisa yang berdiri dihalamannya, Nisa sudah melihat gelagat tak baik langsung mengangkat telunjuk jari tinggi tinggi kemudian diletakkan dijidatnya tuk memfokus diri memagari rumah sang kakek agar tak terkena lemparan gaib yang mungkin akan dilakukan oleh banaspati atau lainnya karena memang mustika yang ingin mereka kuasai berada dalam rumah tersebut, itulah salah satu ilmu pagar gaib yang diajarkan oleh kinanthi yang memang terbilang sangat ampuh dan mungkin tuk selamanya dari gangguan jahat mahluk mahluk gaib yang ingin mencelakai. 

Angin semakin ribut, menderu-deru hanya diarea tertentu tepatnya dibelakang rumah kakek Akmad dimana ditempat itu tumbuh dua atau tiga rumpun bambu yang begitu lebat. Rumpun bambu itu mulai menari nari bringas seperti menghantui Nisa dan Alif seakan akan ingin menyambar dengan pucuk pucuknya laksana cemeti yang akan dicambukkan kepada mereka berdua. 

Nis,, kau pancing dia keluar, “bisik Alif.“ 
Baik kak,, “Nisa langsung masuk kedalam rumah mengambil mustika batu merah tersebut kemudian keluar dengan tangan membawa bola besi kuningan ditelakkan ditelapak tangannya sebelumnya dia memeras remas atau menggosok gosok mustika itu ketika didalam rumah tadi.”

Seketika bola kuningan tersebut menyala pijar merah kekuningan ditelapak tangan Nisa yang diarahkan keangin ribut rumpun bambu dibelakang rumah kakek Akmad, dan,,,
Sebongkah bola pijar melesat kearah Nisa datang dari rumpun bambu yang terpulas angin ribut tersebut ingin menyambar bola kuningan yang berada ditangan Nisa. Alif yang sejak tadi sudah siap, langsung menyambutnya dengan menghantam ketika bola tersebut melesat kearah Nisa, Blaaaarrr,, asap putih meletus diatas atap rumah kakek Akmad, hingga membuat kakek dan nenek keluar sampai didepan pintu tuk melihat apa yang sedang terjadi, tetapi Nisa memberi isyarat agar kakek dan nenek tidak sampai kehalaman rumah mereka. 

Kini tampak seraut wajah memerah diantara rimbunnya rumpun bambu, matanya menyala merah sangar menyeringai menampilkan wajah marah membara dengan satu cula dijidatnya, malam kian mencekam senyap senyap menakutkan, diluar lingkup halaman rumah kakek akmad, malam begitu sangat sunyi terasing suara suara yang biasa ditembangkan oleh malam, kini seperti sirep menyelimuti jalanan desa sekilas laksana lorong panjang yang tak berujung pangkal dengan kesepian. Tetapi diarea halaman adalah arena dimana laga baru dimulai dengan ketegangan jiwa beraduk dengan kekuatan kekuatan gaib yang sulit dinalar akal manusia biasa.

Sang banaspati meniupkan bola bola api kearah dimana Nisa masih mengangkat tinggi pijar mustika batu merah, sedangkan si Alif dengan cekatan memukul dengan kekuatan gaib yang dimilikinya, hingga terjadilah letusan dan ledakan yang menimbulkan asap putih diatas atap rumah kakek Akmad.
Kak, sudah waktunya mengakhiri lemparan lemparan ini,, tanganku capek nii,, “gerutu Nisa merengek.” Dengan tersenyum Alif kini mulai merentangkan kedua tangannya kearah dimana dia dan Nisa melihat sosok Banaspati yang menyerupai raksasa dalam rimbun rumpun bambu, mulutnya mulai melafalkan ayat ayat suci yang begitu merdu dan indah, tak lama berselang sang Banaspati blingsatan menutupi kupingnya dan lenyap tak berbekas, angin perlahan namun pasti berhenti dari ributnya, malam kini tenang kembali, dan serangga juga mulai terdengar menyanyi.

Kita tuntaskan aja malam ini kak,,
Iya mari kita kemakam dusun ini ,kita kembalikan sebelum semuanya datang dan membuat kita repot lagi.
Tidakkah kakak merasakan ada yang mengawasi kita sejak kemunculan Banaspati tadi.
Benar ada yang mengawasi kita, tetapi mereka tak berani mendekat.
Ayo kemakam kembar ini, pamit dulu ke kakek,

Mereka berdua akhirnya menyusuri jalan dusun yang begitu sepi senyap karena malam memang begitu mencekam sejak munculnya banaspati yang ingin menguasai mustika batu merah. Suara-suara tembang malam yang biasanya bertakbir menghiasi malam kini musnah seperti tertelan sekumpulan gaib-gaib yang memang sedang mengintai dua anak manusia yang sedang berjalan menyusuri jalan dusun. Suara suara aneh mulai terdengar jelas oleh mereka ketika akan mendekati area makam kembar, tangisan, jeritan, rintihan serta tawa begitu nyata didepan sana, dimana keadaannya sangatlah hanya gelap sejauh mata memandang. Kini tampaklah sudah area makam itu pohon randu alas sudah tampak walau samar, berdiri tegak nan kokoh disisi kiri dan kanan badan jalan, mulai terjadi penampakan banyak setan setan yang berseliweran karena memang mereka tertarik dengan apa yang dibawa Nisa dan Alif yaitu mustika batu merah.

Kita sudah memasuki area dimana kekuatan gaib akan menjadi sangat besar, setan setan dan jin jahat yang ingin menguasai mustika ini mulai berdatangan, sedangkan mereka masih takut dengan banas pati yang tadi menyerang kita, dia masih mengikuti kita,” Alif membuka kata kata dalam sunyinya malam yang mana seratus meter lagi sudah area makam.” Ada dua sosok yang menanti kita disana kak, sosok jin yang menyerupai sepasang suami istri pemilik mustika ini sebelumnya, “bisik Nisa kepada Alif.” Iya kakak melihatnya, mungkin sebagian orang menganggap itu hantu dari yang pernah dimakamkan di situ tetapi itu sifat dari jin jahat menyerupai manusia yang sudah mati dengan ujud semasa hidup mereka, “Alif menjelaskan.“ 

Tunggu sebentar, ”Alif menghentikan langkahnya.”
aiiich,, ada jala gaib atau semacam pintu gerbang ini kak. “lengung Nisa bertanya.”
Entahlah ini apa, mungkin ini adalah batas dari dua kekuatan gaib yang berseberangan sisi dalam dan sisi luar, mungkin juga sebuah pintu gerbang kekuatan kerajaan gaib dari golongan tertentu, coba kakak buka. Kini Alif merentangankan kedua tangannya, ketika tangan Alif menyentuh jaring gaib tersebut, tiba-tiba tenaganya seperti tersedot masuk dalam jaring gaib itu, hingga membuat tubuhnya terhuyung-huyung limbung dan akan jatuh kedepan. Melihat kakaknya terhuyung-huyung Nisa langsung menyambarnya memegang pundak Alif dan kemudian menusukkan satu jarinya agar Alif tidak melekat pada jaring gaib tersebut.

Dua sosok penampakan dibagian dalam jaring gaib sempat tersenyum melihat Alif yang terhuyung huyung oleh sedotan kekuatan gaib tersebut, tetapi begitu melihat Nisa menyelamatkannya mereka menjadi berang tanpa bisa berbuat apa-apa karena mereka jika terhalang batas dari jaring gaib itu. Bola kuningan dari dalam tas Nisa tiba-tiba berpijar kembali seakan akan ingin keluar mencari tempat bersemayamnya atau mencari majikannya dialam yang memang sudah lingkungan dimana dia diambil paksa dari tempatnya.

Jangan jangan si banaspati datang lagi ingin merebut,, “Alif memberi kode ke Nisa.”
Iya kak,, lihat dirimbun pohon sebelah sana ada pijar redup dari sosok banaspati itu, “Nisa menunjuk salah satu pohon.” Tetapi mustika ini menginginkan kita melepasnya disini, “kata Nisa lagi.” Coba kau lepas dan kau amati dua sosok jin di depan itu dan kakak akan mengamati gerak dari banaspati disana. ”Kata Alif.”

Nisa kemudian meletakkan mustika batu merah ditelapak tangannya dan mustika itu berpijar begitu terang, menerangi sekeliling malam pada pemakaman kembar itu. Dengan perlahan mustika batu merah itu terangkat dan melayang keudara lepas dari tangan Nisa, pijarnya kini semakin terang benderang memerah saga membara, dua sosok jin yang menunggu sejak dari tadi kian jadi blingsatan ingin merebut mustika itu, tetapi terhalang oleh jala gaib entah siapa yang membuatnya yang merentang antara pohon randu alas sisi kiri dan sisi kanan pekuburan tersebut. Banaspati melihat mustika itu terlepas dari tangan Nisa langsung merangsek maju ingin menyambar, tetapi Alif sudah membentengi tempat tersebut dengan alunan ayat-ayat suci merdu sambil merentangkan kedua tangannya keudara. Merasa tak bisa masuk dalam lingkaran yang dibuat Alif, dengan sepasukannya banaspati kian bringas dalam menyerang, hingga seperti kumparan merah menyelimuti Alif dan Nisa dalam melindungi mustika batu merah itu. Alif kian terdesak oleh kuatnya arus selaksa pasukan banaspati yang ingin mengambil mustika dalam keadaan melayang di hadapan Nisa.

Nisa bantu kakak, pukul aliran merah yang paling besar,, “teriak Alif yang mulai mengucurkan keringat oleh kekuatan panas yang mengelilinginya.” Tanpa berkata-kata Nisa langsung menghantam kumparan merah yang paling besar dengan ilmu pemberian kakeknya yaitu kyai Shidik atau lebih dikenal dengan gus Shidik secara bertubi-tubi, tetapi hasilnya tak berarti apa-apa karena memang begitu besar dan banyaknya pasukan banaspati tersebut. Mereka berdua akhirnya terdesak Alif sudah mulai lemah sedangkan Nisa masih dengan kekuatannya terus menyerang semakin membabi buta hingga mengeluarkan semua kemampuan dalam dirinya.

Dalam keadaan terdesak tiba-tiba ada beberapa kelebatan cahaya-cahaya putih yang masuk dalam kumparan selaksa pasukan banaspati tersebut, mereka memecah keutuhan sepasukan banaspati yang ingin merebut keberadaan mustika yang sedang melayang menuju tempat persemayamannya yaitu tepat ditengah-tengah jala gaib yang membentang dari sisi randu alas kiri dan kanan. Lesatan cahaya itu begitu cepat bisa memporak porandakan barisan utuh banaspati yang sedang menyerang Nisa dan Alif dalam melindungi mustika batu merah itu. Kini kedua remaja berilmu itu kian mendapat angin dalam menyerang sepasukan banaspati itu hingga kian tercerai berai dari keutuhannya, entah siapa yang membantu mereka berdua ini.

Dalam sekejab saja selaksa pasukan banaspati itu lenyap, entah musnah atau menyingkir, sedangkan mustika itu kian tinggi dan akhirnya melekat pada tengah jaring gaib lalu kian meredup kemudian padam. Mungkin itulah tempat sejatinya dan tidak berada ditangan manusia sebagai tak semestinya. Assalamuallaikum aden dan ni mas, “suara yang dalem nan berwibawa dari bayangan-bayangan putih tadi, berupa cahaya-cahaya yang membantu Nisa dan Alif dalam memerangi sepasukan banaspati.” Waallaikum mussalam, ”jawab Alif serta Nisa secara bersamaan. ”Kini dihadapan Alif dan Nisa telah berdiri sepuluh lelaki berjubah dan bersorban putih putih. Terima kasih telah membawa mustika itu pada tempat yang layak dan memang disinilah tempat asal muasalnya “kata sosok yang lebih tua dan berjengot putih dengan wajah putih pula seperti tembus pandang bercahaya dalam kegelapan.” Maaf kalau boleh tahu siapa para kyai ini yang membantu kami ini ?, ”tanya Alif.” Yang ditanya demikian mala tersenyum semua dan membungkuk memberi hormat kepada Alif dan Nisa kemudian mengucapkan salam dan menghilang sambil membisikkan kata-kata ketelinga Alif dan Nisa dengan suara dalam yang jauh, ”Jika aden dan ni mas butuh bantuan panggil saya, kami akan datang (sambil menyebut nama), itu sebagai tanda bakti kami atas pengembalian mustika ini pada tempatnya.“

Alhamdulillah “kata Alif dan Nisa sambil tersenyum.”
SELESAI


KISAH MISTERI BERDASARKAN KISAH NYATA
-------------------------------------------------------
~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~
close