Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MISTERI RATAPAN MAK LASTRI

JejakMisteri - Kisah ini Perkiraan tahun 2006-an, telah terjadi berita yang membuat syok seluruh warga sekitar. Berita itu menyebar dengan cepat di RW 02 daerah K. Bagaimana tidak, semua mengira kemarin baik-baik saja, namun pada nyatanya, Mak Lastri meninggal dunia dengan keadaan yang membingungkan.
Salah seorang warga mengira, Mak Lastri meninggal karena tekanan dari Anaknya yang bernama sebut saja namanya 'cecep'.
Cecep ini tukang mabuk, tukang judi dan tukang tlembuk. Pokoknya warga RW 02 K ini sangat benci dengan sikapnya. Alhasil, banyak warga yang kecewa dengan tingkah Cecep.
"Jadi begini, Jenazahnya susah diangkat. Entah mengapa sangat berat sekali." Jelas Pak RT 04 ini.

"Bagaimana mungkin, pak? Waktu sudah menjelang sore, apakah tidak papa menunda seperti ini?" Tanya Pak Ramdhan, salah satu warga di RT 04 ini.

Tiba-tiba.. Cecep datang dengan mengamuk.
"Mana mamah? Hah, mana? Saya mau minta duit! Ada apa rame-rame kaya gini, siapa yang menyuruh kalian meminta sumbangan."

Ngira Cecep warga berkumpul dirumahnya karena ingin meminta sumbangan.

Padahal, Mak Lastri telah meninggal dunia.
"Cep, istighfar. Mamah sudah meninggal." Jelas Mba Ika, tetangga rumahnya.

"Meninggal? Hahaha, baguslah, mati aja sana, tua bangka! Yaudah, sini saya mau minta duit! Cepetaaaaan."

Emang gaada akhlak tuh si Cecep, parah banget. Mba Ika menyerahkan Uang kepada Cecep, lantas dia pergi untuk kembali mabuk bersama teman-temannya.

Warga hanya bisa mengelus dada.

"Astaghfirullah, ada-ada saja ya tingkah Cecep, kok bisa-bisanya dia seperti itu."
Ucap Bu Rodi'ah.

(Jangan pernah tebarkan kejelekan)

Maksud dari tanda kurung itu adalah, kita tidak boleh membicarakan keburukan atau aib ketika ada salah satu orang yang meninggal, katanya, mereka tidak tenang sebelum yang dituju meminta maaf padanya langsung.

Jenazah Mak Lastri datang pukul 17.30, saya melihat langsung jenazah itu dengan diangkat oleh keranda yang berjumlah "8 ORANG!"

Bayangin beratnya seperti apa?
Tapi semua itu berjalan dengan lancar, namun malam dimana teror itu terjadi! Mak Lastri tidak tenang.

Dia sering menangis di setiap jam 2 pagi. Suara tangisannya sangat lirih, dia juga mendatangi orang-orang yang pernah mengghibahkannya selama dia meninggal.

(Buat yang suka ghibah, tutup mulut kalo ada tetangga yang meninggal, mereka gak ikhlas loh)

Lah emang yang masih hidup aja yang kalo di ghibahin marah, mereka pun sama. Mereka akan marah karena suka di omongin yang tidak enak. Sampai malam ke tujuh-pun tiba. Setelah usai tahlil, si cecep nih selama tahlilan tidak pernah datang, dia menghilang entah kemana.

Tapi pas malam ke tujuh setelah tahlilan dia datang sembari meneteskan air mata.
"Mba, Mba Ika... Mamah meninggal beneran? Terus Cecep sama siapa?"

Mba Ika yang mendengarkan itu terenyuh hatinya, apalagi Cecep masih bujang dia harus mendapatkan pasangannya.

"Cecep disini ada temen kok, nanti ada Pak RT yang bantu melekan di rumah Cecep, gak papa kan?"

Cecep tampak lesu, matanya sayu seperti kurang istirahat. Para warga yang melihat Cecep datang di rumahnya segera mengghibahi perlakuan Cecep.

Bu Rodiah kayaknya jadi duta ghibah waktu itu, dia selalu saja mengatakan yang tidak-tidak. Entah kejelekan Bu Rodi'ah lah atau kejelekan si Cecep lah, semuanya dibabat habis di obrolkannya.

"Kau tahu? Rambut Mak Lastri itu panjang hingga ke betis, gak kebayang kalau dia jadi kunti."

"Husss, gak boleh ngomong gitu, gak baik, takut Mak Lastri mendengar." Ucap Mba Ika dengan nada menasehati.

Bu Rodiah ini emang julid banget kalau ada warga yang meninggal, pasti di ceritakan. Contohnya Mak Lastri ini.

"Mana coba anaknya, dari hari pertama hingga ke-tujuh sekarang gak ada kabar, itu anak durhaka memang. Jelas Bu Rodiah

"Bu, jaga mulutnya. Mulutmu, harimaumu. Jangan sampai kita di teror oleh Mak Lastri gara-gara ngomongi keluarganya, ini sangat riskan, bu.

Mba Ika memberikan nasehat demi nasehat pada Bu Rodiah, tapi tetap dia hatinya begitu tertutup. Ketika Tahlil hari ketujuh selesai, Cecep mendatangi rumahnya dengan matanya yang sembap.

"Mba Ika, mamah beneran meninggal?"

Bu Rodiah yang mendengar penuturan Cecep hanya tersenyum sambil memalingkan wajahnya. Mba Ika yang melihat tingkah Bu Rodiah hanya bisa mengelus dada.

"Cecep habis kemana?" Tanya Mba Ika
"Cecep habis ke rumah temen, Cecep mau ketemu mamah mba, Cecep kangen."

"Eh, Cep! Asal kamu tahu ya! Mamah kamu sudah meninggal sejak 7 hari yang lalu dan kamu masih bertanya-tanya? Kamu tuh harusnya kesini bantuin kami, menyiapkan ini Itu."
Bu Rodiah sangat kesal dengan muka sok polos yang dipasangkan oleh Cecep.

"Bu, gak boleh gitu. Gak baik." Jelas Mba Ika. Cecep hanya terdiam, dia segera menuju kamarnya dengan wajah menunduk.

"Bu, kamu telah menyakiti perasaan si Cecep. Kamu harus minta maaf."

"Minta maaf?"
"Iya, bu. Kamu harus minta maaf, gak baik seperti itu. Dia sakit hati."

"Biarkanlah! Untuk dijadikan pelajaran."

Cecep keluar dengan membawakan baju-bajunya serta tas ransel miliknya.

"Cep, cep.. kamu mau kemana?" Tanya Mba Ika dengan perasaan was-was.

"Cecep mau pergi! Cecep udah bukan warga sini lagi! Cecep sakit hati! Memang Cecep gak berbakti waktu mamah masih hidup, tapi Cecep sekarang menyesal, niat Cecep hanya untuk mengunjungi rumah mamah, tapi warga sini tak punya hati mengusir pendosa seperti cecep ini." Jawabnya

"Eh, cep! Siapa yang mengusir kamu? Siapa? Bukankah kamu sendiri yang mau pergi? Tahu tidak, dari semua perlengkapan yang ada, aku yang tanggung! Jangan sampai kamu tidak berterima kasih ya!"

Mba Ika langsung memegangi tangan Cecep,

"Cep, jangan pergi ya, ada Mba Ika.

"biarkan saja pergi! Dia merepotkan warga RW 02 kok!"

"Bu Rodiah! Tutup mulut kamu! Kamu tidak pantas mengatakan itu kepada Cecep! Apapun yang kamu katakan semuanya sia-sia dan kamu akan mendapatkan karma buruknya, mulutnya harus dijaga!.

"Memang benar, kok.

Bu Rodiah kesal-Dengan pembelaan Mba Ika yang berlebihan, Mba Ika membujuk Cecep untuk menetap di rumah ini.

"Cep, sudah kamu jangan pikirkan, ya. Kamu mandi salin, terus baca yasin buat mamah, insyaallah mamah tenang."

Cecep terharu dengan perkataan Mba Ika yang amat lembut itu. Bu Rodiah segera pamit pulang.

Saat itulah, teror demi teror mulai terbuka. Tepat di jam-jam krusial, rintihan Mak Lastri mengisi keheningan malam.
"Suara siapa sih, malem-malem nangis gak jelas." Ucap Bu Rodiah

Dia segera keluar rumah dan melihat rumah Mak Lastri. Dia tersenyum sembari mengecriskan mulutnya.

"Makanya Lastri, punya anak tuh dididik yang bener, kamu kesiksa kan jadinya?

Hiiikkkk.... Hikkkkkkk.

Bu Rodiah yang ingin masuk menuju rumah nya mendapati kembali suara rintihan tangis seseorang.

"Siapa sih yang nangis di tengah malam beginian, kaya gak ada waktu aja. Dia pun membiarkan suara itu. Ketika dirinya masuk, suara itu masih terdengar olehnya.

(Jangan ceritakan aibku pada orang lain, maka aku akan ikut bergabung dan mengikuti setiap langkahmu)

Suara itu sempat membuat geger seluruh warga RW 02. Mereka meyakini suara itu adalah milik Mak Lastri.

"Tadi malam kamu mendengar suara tangisan tidak?" Tanya Ibu-Ibu yang sedang membeli sayur.

"Iya, suaranya sih mirip Mak Lastri, ya?"

Lalu datanglah duta ghibah RW 02. Siapa lagi kalau bukan Bu Rodiah. Bu Rodiah datang dengan mengendap-endap sembari membuang muka dan pura-pura tidak tahu.

"Hem... Ibu, pagi-pagi bikin seger telinga aja, ada apa nih?" Tanya Bu Rodiah.

"Eh ibu, tau nggak tadi malam aku denger suara orang nangis." Bu Rodiah yang mendengar itu sempat tak percaya, lalu dia menyimaknya hingga selesai.

"Aku juga mendengarnya kok, tapi masa iya Mak Lastri, kan dia sudah meninggal, emang orang meninggal bisa datang lagi?" Tanya Bu Rodiah

"Bukan dianya yang datang tapi arwahnya. Bu Rodiah masih tak percaya dengan takhayul basi yang di lontarkan oleh Ibu-Ibu warga Rw 02.

"Bu, prinsip saya sih gini, kalau yang sudah meninggal ya sudah, apalagi sampai mengghibahkannya.

Ujar Mamang Sayur itu

"Maksudnya, mang?" Tanya Bu Rodiah
"Jangan sampai kita mengghibahkan orang yang sudah meninggal, nantinya dia akan mengikuti kita karena sakit hati."

"Hah, masa sih?" Tanya Bu Rodiah dengan nada menyepelekan.

"Coba saja, bu.

"Kemarin aku sudah mengghibahkannya."

"Hah, i.. ibu beneran ghibahin?
Ibu-ibu yang berada di tempat itu langsung ketakutan, mereka buru-buru untuk menyudahkan belanjaan mereka.

"Kenapa, memang?"

"Ngggaaa.. nggaaa papa, bu."

"Apa maksudmu?" Tanya Bu Rodiah Mereka semua langsung berlarian menuju rumah masing-masing.

"Kenapa, mang?

"Ibu gak ada otak apa?

"Ada, kok. Coba aja buka!"

"Maksudnya bukan otak kepala aja, tapi otak hati, pikiran dan jiwa.

"Kenapa memang?"
"Mak Lastri datang itu gara-gara ibu." Ucap Mamang Sayur itu.

*****
Beberapa warga sudah memprediksikan bahwa Bu Rodiah ini tidak mempunyai tata krama, bagaimana tidak, seluruh orang di tempatnya hampir di ghibahkannya. Semenjak itu, semua orang jadi takut keluar rumah. Beberapa warga meyakini, Mak Lastri akan datang malam ini untuk meneror Bu Rodiah, hal itu dikarenakan Bu Rodiah menyakiti perasaan Mak Lastri.

Malam harinya, tak ada satupun orang yang keluar. Karena waktu itu juga musim angin, jadi mereka takut angin itu membawa sesuatu yang tidak baik.
Suara tangisan itu kembali muncul, semua warga mendengarkan suara itu.

"Tutup semua jendela, matikan lampu. Mak Lastri datang." Ucap warga yang mendengar suara itu. Mak Lastri muncul tepat didepan rumahnya, sembari menangis, Mak Lastri mendatangi Rumah Bu Rodiah.

Bu Rodiah mendengar suara tangisan itu menambah dekat di sisinya.

"Si.. siapa yang nangis malam-malam ini? Apa mungkin..."

"Ro.. di.... Ahhhhh"

"Siapa kamu? Mau apa?"

Mak Lastri hanya berdiri didepan jendela, bersamaan dengan itu Bu Rodiah melihat Mak Lastrih yang sedang mengacungkan telunjuknya ke arah Bu Rodiah.

"Lastri! Kamu pulang ke alammu, jangan menggangguku!"

"Minta maaflah padaku!"

"I.. Iya.. aa.. aku min...Ta... Maa..af."

Bu Rodiah sulit berkata-kata, dia seperti sesak nafas karena melihat Mak Lastri secara langsung. Namun itu tidak berlangsung lama, karena Mak Lastri langsung menghilang.

Bu Rodiah yang syok karena melihat Mak Lastri langsung pingsan ditempat.

Tepat jam 2 pagi, Mak Lastri muncul di rumah warga, salah satu warga melihatnya dengan jelas Mak Lastri melambai-lambaikan tangan sembari memanggil-manggil orang tersebut.

"Man, lukman... "

Mang Lukman yang mendengar ini langsung kaget, dia melihat tubuh Mak Lastri yang mengerikan. Wajahnya yang semula tirus kini berantakan.

"Man, Lukman... "

Mak Lastrih masih melambai-lambaikan tangannya ke arah lukman, sambil menangis Mak Lastrih mengucapkan sesuatu.

"Man, aku ingin tenang."

Lukman yang mendengar ucapan itu, langsung bergetar.

Astaghfirullah, itu Mak Lastri.

Man, Aku ingin tenang..
Lukman sebenarnya paham apa yang harus ia lakukan, namun dengan kondisinya seperti ini, energi dalam tubuhnya sedikit terserap.

"Lukman, aku ingin tenang...

Lukman mendoakan dalam hati kepada Mak Lastri, kalaupun dia mendekat, mungkin dia akan terjatuh pingsan. Dia hanya bisa mendoakan dari kejauhan. Dengan seketika, Mak Lastri menghilang. Semenjak itu teror Mak Lastri tidak pernah muncul lagi.

Bu Rodiah segera meminta maaf kepada cecep atas perbuatannya.

Hingga sekarang, keadaan di RW 02 sudah berhasil kondusif.

~~~SELESAI~~~
close