BATU MUSTIKA HIJAU
JEJAKMISTERI - Air adalah unsur alam yang menjadi sumber kehidupan manusia. Mengalir didalam tubuhku bersama jutaan keping darah. Filosophi air mengajarkan penerimaan. Karena dalam hidup semuanya sudah ditentukan. Ikuti saja alurnya, jalani prosesnya. Biarkan semesta menuntunmu sampai ke tujuan.
Entah sejak kapan aku merasa air adalah unsur yang paling dominan dalam diriku. Tenang tapi menghanyutkan. Mungkin itu adalah kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan. Begitu banyak peran yang dilakukan air dalam menemukan jati diri. Air merupakan media yang paling sering digunakan untuk mensucikan diri. Bisa juga sebagai media pengobatan. Bagi sebagian orang air menjadi jembatan agar terhubung ke dimensi lain.
Cerita ini berawal ketika aku mencari orang yang punya bakat menggambar sosok gaib. Orang yang bisa melihat penampakan tak kasat mata lalu divisualisasi ke dalam gambar yang nyata. Setelah sekian lama mencari akhirnya semesta mempertemukan. Sebut saja namanya Agus.
Kejadiannya sekitar pertengahan tahun 2020. Malam itu aku, Agus dan Susilo pergi ke sebuah cafe di daerah Jogja. Sebelum pulang mampir dulu ke sebuah sendang. Itu pertama kalinya aku datang kesana. Tanpa direncanakan sebelumnya. Kalau Agus dan Susilo sudah sering berkunjung. Sendang ini cocok untuk meditasi. Bisa juga untuk membersihkan diri dari energi-energi negatif yang mengikuti.
Malam itu pengunjung sepi. Kami bertiga langsung turun berendam di air sendang. Suasana begitu tenang. Aku duduk bersila. Tinggi air setinggi dada. Kupejamkan mataku. Nafas ku atur setenang mungkin. Tak ada satupun mulut yang bergeming. Yang ada hanyalah hening.
Meditasi berjalan mulus. Sosok penunggu sendang muncul bergantian. Mulai dari Nyai selendang kuning. Maha guru resi berpakaian serba putih dengan pembawaan yang rendah hati menyambut kedatangan kami. Disusul dengan sosok Kyai bersurban putih, sajadah hijau menempel di pundaknya. Garis wajahnya menggambarkan pribadi yang tegas. Auranya begitu teduh dan bersahaja. Berganti dengan kemunculan Ikan besar berkepala buaya. Terakhir ada ular naga bermahkota emas yang terbang melayang mengitari kawasan sendang.
Mungkin sekitar satu jam kami berendam. Di sudut sendang sudah ada rombongan orang yang berdiri mengantri. Kami beranjak untuk menepi. Merasakan tubuh yang kembali bugar. Badan jadi enteng rasanya. Mata jadi melek kembali. Tapi malam semakin larut. Saatnya pergi mencari warung makan untuk mengisi perut. Mampir makan dulu di warung bakmi jawa samping rumah Agus. Pukul dua belas malam lewat sedikit kami bubar dan pulang ke rumah masing-masing.
Sampai rumah aku langsung mandi lagi. Takut ada sosok negatif yang mengikuti. Hari ini sangat melelahkan. Kegiatan full dari siang sampai tengah malam. Kurebahkan tubuhku di kasur. Beberapa saat kemudian aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi. Agus memberiku sebuah batu mustika berwarna hijau. Tak ada percakapan apapun. Sampai besoknya aku terbangun. Aku cari disekitar tempat tidurku. Batu mustika itu tidak ketemu. Aku langsung bertanya kepada Agus. Dia hanya tersenyum lalu berkata. "Nanti kamu akan tahu jawabannya"
Seminggu berikutnya aku kembali ke cafe yang sama dengan waktu itu. Kali ini tidak hanya bertiga. Tambah satu personil yaitu Wahyu. Kami berempat lansung makan di cafe tersebut. Dilanjutkan ngobrol ngomongin setan. Sosok gaib disekitar cafe akhirnya mendekat. Terjadi gesekan energi. Kami memilih untuk pergi.
Sama seperti minggu lalu. Malam itu kami mampir lagi ke sendang. Sejak diperkenalkan dengan sendang, aku jadi ketagihan. Meditasi berendam di air ternyata menenangkan. Gerbang dimensi lain itu seolah terbuka. Ada banyak hal baru yang aku temui disana. Sebelum turun pastikan minta ijin terlebih dahulu dengan leluhur yang menjaga tempat itu. Ucapkan salam layaknya orang yang sedang bertamu.
Saat sendang sedang kosong bergegaslah masuk ke air. Karena kita tidak tahu, berapa lama waktu berendam akan berakhir. Malam itu meditasi lebih tenang dari sebelumnya. Aku bisa masuk ke dimensi yang lebih jauh lagi. Baru kali ini aku merasakan rilex yang luar biasa. Rasanya seperti mengambang di tengah lautan lepas. Tak ada perasaan takut sedikitpun. Aku ikuti pergerakan air yang terus mengalun. Seperti debur ombak yang membawaku ke tengah samudra. Tanpa ada perasaan akan tenggelam.
Ada seseorang yang mengajakku pergi ke pantai selatan. Dari energinya seperti seorang wanita. Saat itu aku belum bisa melihat secara utuh wujudnya. Aku mendengar suara ombak. Semilir angin yang sepoi-sepoi bertiup disekitarku. Hamparan laut yang begitu luas. Sinar rembulan memancarkan sinarnya. Ada sebuah kerajaan megah di ujung sana. Kerajaan yang berhiaskan dinding emas. Di halaman istana ada banyak umbul-umbul janur kuning. Pintu gerbangnya semakin dekat. Hampir saja aku menggapai pintu utama. Tiba-tiba ada yang berbisik menyadarkan aku.
Bro...
Sudah bro....
Ayo kita mentas. Nggak enak, sudah ada yang mengantri.
Aku buka mataku. Tadi aku masuk terlalu jauh. Sampai tidak sadar kalau ada orang lain yang masuk ke sendang. Aku fikir tadi ombak lautan berubah jadi pasang. Ternyata pergerakan air sendang yang semakin kencang akibat pergerakan banyak orang. Hmmmm.... Gagal sudah. Padahal sedikit lagi masuk Istana Kanjeng Ratu. Gumam hatiku.
Setelah sampai di rumah Agus, aku menceritakan semua pengalaman spiritual yang aku alami di sendang. Mulai dari gambaran seorang Raja bermahkota kuncup emas sedang duduk di tepi sendang. Di pundaknya menempel kain berwarna merah maroon. Sedang mengawasi para selir yang mandi air sendang. Selir yang hanya berbalut kain jarik berjumlah 7 orang.
Berganti dengan visual yang baru. Aku mendengar bayi laki-laki yang menangis. Terlihat seorang dukun bayi ditemani Ibu dari sang bayi. Memandikan bayi tersebut dengan air sendang. Ritual memandikan bertaburkan kembang. Disaksikan para selir dan dayang-dsyang Istana. Terlihat raut wajah mereka begitu terharu dan bahagia. Kelahiran seorang bayi lelaki yang telah lama dinantikan. Sang Raja besyukur punya putra yang akan meneruskan Tahtanya. Sendang itu sudah ada sejak ribuan tahun lamanya. Banyak residual energi yang tersimpan disana. Setiap orang yang datang mengalami pengalaman mistis yang berbeda. Meskipun ada juga pegalaman yang sama.
Tak terasa waktu cepat berganti. Waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah terlambat untuk pulang. Malam itu kami tidur di rumah Agus. Pengalaman mistis masih berlanjut. Mulai dari disambut pocong waktu nebeng pipis di toilet. Sampai melihat sosok penunggu lain yang menjaga rumahnya Agus. Yang paling dominan adalah sosok kakek berpakaian jawa kuno. Beliau adalah Eyang Buyutnya Agus. Ada juga seorang Senopati yang gagah berani. Hidup pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Kemudian sosok pemuda prajurit TNI dari masalalu (Zein). Dia mengenakan pakaian serba hitam. Baju andalan karena Zein jago pencak silat. Yang terakhir ini masih malu-malu. Sosok wanita misterius yang belum berkenan menunjukan jati dirinya.
Tiga hari kemudian saat aku tidur di kamarku sendiri. Malam itu bermimpi bertemu dengan empat orang pemuda yang tak ku kenal. Bukan Agus, Susilo dan Wahyu. Wajahnya masih asing tapi aku seperti sudah akrab dengan mereka. Mengenakan pakaian biasa seperti orang yang hidup di jaman sekarang. Kawanan pemuda itu mengajakku mencari benda langka di suatu tempat. Beberapa saat kemudian aku menemukan batu mustika putih. Batu itu memancarkan cahaya. Aku menunjukan batu itu kepada 4 orang yang lain. Salah satu pemuda itu berkata. "Batu ini jadi milikmu sekarang. Tolong dijaga baik-baik."
Padahal misteri tentang batu mustika hijau belum terpecahkan. Sudah disusul dengan munculnya batu mustika putih yang masih menjadi pertanyaan. Kalau untuk 4 orang sekawanan pemuda itu bisa jadi adalah orang yang akan aku temui di masa depan. Orang-orang yang akan membantuku selama proses perjalanan spiritual. Bisa jadi kamu adalah salah satunya. Iya... Kamu.... Kamu yang sebelumnya tidak kenal sama sekali. Akan dipertemukan karena kesamaan intuisi.
Hari demi hari terus berganti. Aku tidak terlalu intens dalam mencari makna dari mimpi-mimpi itu. Sampai akhirnya datang lagi sebuah mimpi yang memberikan titik terang. Awal bulan April 2021. Malam weton kelahiranku. Sudah masuk bulan suci ramadan. Alur cerita mimpi itu kurang lebih seperti ini.
Aku sedang berjalan sendiri di suatu tempat. Saat tengah berjalan aku menemukan batu mulia hijau persis seperti yang aku dapatkan dari Agus. Selanjutnya aku meneruskan perjalanan. Aku mendapatkan batu mulia lagi. Kali ini warnanya putih bercahaya. Sama persis dengan batu yang aku peroleh saat bersama 4 kawanan pemuda. Setelah dua batu berada di genggaman. Agus muncul dihadapanku. Dengan raut wajah yang ceria, aku tunjukan batu itu kepada Agus. Lalu dia berkata kepadaku.
"Ini adalah batu mustika yang berhubungan dengan pantai selatan."
"Benarkah? Dari awal aku sudah menduga seperti itu. Tapi bagaimana caranya aku bisa bertemu dengan Gusti Kanjeng Ratu Kidul? Sudah sejak lama aku ingin terhubung dengan beliau. Tapi tidak tahu bagaimana caranya?
Cukup mudah bagiku terhubung dengan air tawar. Tapi kenapa susah sekali terhubung dengan air asin?"
"Tenangno pikirmu. Sekarang aku ajari bagaimana caranya. Letakkan kedua tanganmu di depan dada. Pejamkan matamu. Fokuskan pikiran dan jiwamu ke pantai selatan. Lalu utarakan keinginanmu ingin bertemu Kanjeng Ratu. Jika batinmu terkoneksi. Beliau akan datang menghampiri."
Aku ikuti arahan dari Agus. Aku lakukan seperti apa yang dia contohkan. Beberapa saat kemudian muncul sosok wanita cantik di hadapanku. Dia mengenakan ageman yang khas dari Kerajaan Gaib Pantai Selatan. Tubuhnya melayang tidak menyentuh tanah. Warna selendangnya hijau terang. Sama persis dengan warna batu mulia yang pernah aku temukan. Batu permata hijau itu menempel dikalungnya. Dia tersenyum ke arahku. Seketika tempat yang ada dibelakangnya berubah menjadi lautan. Aku terperangah melihat pemandangan yang tak biasa itu. Sementara aku dan Agus masih berpijak di tanah. Masih berdiri di tempat yang semula.
Dari belakang wanita itu, muncul kereta kencana. Diikuti suara gemercing dan suara langkah kuda. Kereta itu semakin dekat. Energi yang dipancarkan semakin kuat. Kereta kencana itu perlahan berhenti. Gusti Kanjeng Ratu Kidul turun disambut oleh wanita berkalung permata hijau. Aku dan Agus memberi salam hormat. Kanjeng Ratu membalas dengan senyum yang anggun. Ada beberapa pesan yang beliau sampaikan. Tentu saja dengan bahasa penuh kiasan. Butuh bakat khusus untuk memahami. Apalagi aku baru bertemu pertama kali.
Pertemuan itu terbilang singkat. Meninggalkan pesan penting yang tersirat. Tanah yang ada didepanku seolah terbelah. Lautan dan tanah semakin lebar jaraknya. Seperti ada jurang pemisah yang membuat dua tempat itu terbelah menjadi dua. Kanjeng Ratu dan Abdi kinasihnya semakin jauh. Terus menjauh sampai hilang dari pandangan. Suara azan subuh membangunkan aku dari tidur. Ketika terbangun badanku lemas rasanya. Mimpi semalam terasa begitu nyata. Perasaan mulai gelisah. Tidak tau harus curhat kepada siapa. Namanya juga mimpi. Pasti ada pro dan kontra.
Setidaknya sekarang ada titik temu. Batu permata hijau itu milik salah seorang Abdi kinasih pantai selatan. Sedangkan batu permata putih adalah batu yang menempel di tongkat trisula Kanjeng Ratu. Secara fisik batu itu memang tak bisa ku sentuh. Mungkin bukan untuk aku miliki. Tapi batu itu adalah media yang bisa menuntun batinku agar bisa terhubung ke pantai selatan. Batu yang akan membantuku memecahkan misteri berikutnya.
Malam berikutnya aku melihat status WAnya Agus. Dia baru saja selesai menggambar seorang gadis cantik. Sosok yang pernah hidup di masa lalu. Aku seperti mengenal wajahnya. Perawakan tubuhnya tidak asing rasanya. Mak jleb.... Aku langsung teringat mimpi semalam. Tidak salah lagi. Gadis itu adalah Abdi kinasih yang kemarin malam datang ke mimpiku. Seperti teka teki yang mulai terpecahkan. Semua hal yang aku alami selama ini ternyata saling berkaitan.
SEKIAN