Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH NYATA PRAJURIT DARI MASA LALU


JEJAKMISTERI - Belum lama ini sekitar pertengahan februari 2021 aku diundang untuk ngopi bareng di rumah temanku daerah Gamping, Sleman, Yogyakarta. Sebut saja namanya Mas Agus. Aku sudah beberapa kali berkunjung ke rumahnya.  Ada banyak sekali pengalaman mistis yang pernah kami bahas bersama. Tentu saja tidak semuanya akan dikupas menjadi lembaran cerita. Ada satu sosok yang sejak kemarin terus mengikuti dan ngebet banget pengen curhat. Oke... Duduk yang manis, akan kutulis kisahnya kata demi kata.

Malam itu Mas Agus mengeluarkan keris kecil dari tas rangselnya. Dia baru saja mendapatkan keris itu dari tempat kerjanya. Sebenarnya sudah sejak lama Mas Agus mencurigai ada satu spot di tempat kerjanya yang memancarkan energi magis. Ketika momentnya sudah pas barulah Mas Agus bisa menarik benda gaib itu. Dia menunjukkan keris itu tepat dihadapanku. Kira-kira panjangnya 10 cm. Mataku tak berkedip memandang keris kecil tak bergagang itu.

Sekarang keris itu menjadi miliknya Mas Agus. Meski begitu Mas Agus belum bisa berkomunikasi langsung dengan sosok penunggu keris itu. Ada sebuah tabir yang menghalangi Mas Agus sehingga tidak bisa terhubung secara langsung. Mungkin butuh waktu untuk menjawab teka-teki ini. Kenapa keris itu memilih ikut Mas Agus? Semua benda gaib yang ikut seseorang pasti punya tujuan tertentu.

Suasana malam itu berbeda dari biasanya. Ada aura panas disekitar tempat Mas Agus sedang duduk. Hal ini menandakan bahwa keris kecil itu membawa unsur api. Berulang kali Mas Agus mengeluh badannya tidak nyaman. Seperti ada bentrokan energi. Mungkin penghuni lama rumah Mas Agus kepo dengan aura baru yang dibawa oleh keris itu. Semilir angin dingin berhembus dari ruang tengah menuju ruang tamu. Aku kira itu semacam pertanda akan datangnya hujan. Selang beberapa menit kemudian aku pamit pulang.

Malam itu aku tidak langsung menemukan jawaban. Aku pulang ke rumah seperti biasa. Tanpa disadari aku membawa sedikit energi yang ada pada keris tersebut. Kondisi ini memungkinkan sosok penunggu keris bisa datang ke rumahku kapan saja. Dia bisa mencari keberadaanku dengan catatan terhubung dalam satu frekuensi yang sama.
Saat frekuensi kami berdua bertemu, saat itulah aku bisa menggali informasi lebih banyak. Dari situ aku bisa mengenalnya lebih dekat.

Gambaran yang pertama kali muncul dalam batinku adalah sosok pria yang biasa dipanggil "Zein". Pria muda dengan postur tubuh gempal dengan tinggi badan 172 cm. Latihan militer setiap hari membuat kulitnya menjadi gelap. Hitam manis, mungkin itu sebutan yang tepat untuknya. Semenjak masih SMA si Zein ini menekuni latihan bela diri dan belajar tentang ritual kejawen untuk mendapatkan kekebalan tubuh. Cara itu ditempuh untuk meluapkan rasa dendam dalam hatinya. Waktu kecil Zein sering di bully dan mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-teman sebayanya. Menekuni bela diri agar tidak lagi dianggap lemah.

Setelah dinyatakan lolos seleksi selanjutnya Zein mengikuti masa pendidikan. Setiap hari ditanamkan rasa cinta Tanah Air dalam jiwanya. Rasa dendam yang dulu pernah menyulut amarahnya berangsur padam. Tapi Zein sudah terlanjur terikat dengan ritual yang pernah ia dalami untuk mendapatkan kekebalan tubuh. Meskipun ilmu itu bisa melindungi raganya dari serangan musuh. Tapi tetap saja, energi negatif itu akan jadi benalu dan akan terbawa terus sampai mati.

Terpancar aura bahagia saat Zein menceritakan masa lalunya. Sebenarnya Zein ini orangnya humorist dan suka bercanda. Dia senang ada manusia yang bisa mendengarkan curahan hatinya. "Iyo Zein... Awakmu cen suueneng owg... Lha Aku lho sing senep." Mendengarkan curhatan masalah dari teman (manusia) saja bisa bikin aku pusing apalagi dengerin curhat mahluk gaib seperti kamu zein. Hadewh... Sik... Sik... Sebentar.... Ini badanku mulai anget. Tiba-tiba kucing peliharaanku datang menghampiri. Menunjukkan tingkah manja minta di elus-elus. Kucing yang baik punya naluri untuk menolong tuannya yang kondisi tubuhnya mulai lemah karena energinya terkuras. Dengkuran detak jantung kucing bisa membuatku kembali rilek dan tenang. Dengan sigap si Zein mundur dan jaga jarak. Dia takut sama kucing. Hahaha.
Oalah Zein... Zein... Ora sembodo karo awakmu sing gagah gedhe dhuwur. Karo kucing we wedi. Hehehe.

Malam berikutnya Zein datang lagi ke rumahku. Sepertinya dia ingin melanjutkan sesi curhat yang kemarin. Padahal dia tinggalnya di rumah Mas Agus tapi dolane malah nengomahku. Alasan Zein memilih tinggal di rumah Mas Agus karena Bapaknya Mas Agus ini pensiunan Tentara. Zein suka dengan energi rumah itu dan dia merasa aman tinggal disana. Mas Agus bisa menjamin keamanan Zein dari gangguan sosok jahat dari dimensinya mereka. Ironisnya Mas Agus tidak bisa menangkap sinyal histori dari mantan Prajurit ini. Maka dari itu curhatnya ke aku. Wis jian... Untunge aku apikan Zein. Ndang gek cerito o meneh tak rungokne.

Zein lahir di Malang. Rasa sakit hati dan dendam atas pengalaman pahit di masa kecil membuat Zein bertekat untuk belajar ilmu kekebalan tubuh. Sejak duduk di bangku SMA dia mencari guru untuk mengajarinya. Tidak hanya 1 guru tapi berpindah-pindah tempat. Sampai lulus SMA belum menemukan guru yang dirasa cocok. Akhirnya Zein pergi ke jogja untuk melanjutkan pencariannya.

Usaha untuk menemukan guru yang dianggap paling sakti akhirnya berhasil. Ambisi untuk jadi manusia super semakin membara dalam dirinya. Ada satu syarat yang harus ditempuh untuk menyempurnakan ilmunya. Sang Guru mengarahkan Zein pergi ke salah satu tempat di Jogja yang sangat sakral. Misi terakhir adalah mendapatkan Keris Tameng Rogo. Singkat cerita Zein berhasil mendapatkan keris itu. Keris yang bisa menyatu dengan raganya. Membuatnya kebal dari serangan benda tajam. Tidak merasa sakit meski dipukul benda keras sekalipun.

Ada kepuasan tersendiri setelah puncak keilmuan berhasil diraih. Keris itu memancarkan energi keberanian yang sangat kuat. Jalur seleksi masuk Angkatan Bersenjata terasa mulus. Proses selanjutnya adalah mengikuti masa pendidikan. Zein jadi prajurit di masa Pemerintahan Pak Suharto. Piye kabare? Penak jamanku to? Tidak banyak hal yang aku tangkap dari masa pendidikan militer kala itu. Tanpa disadari Keris Tameng Rogo yang bersemayam di tubuh Zein sebenarnya menyerap energi kehidupan yang sejatinya merugikan bagi Zein itu sendiri. Guru yang selama ini membimbing Zein juga tidak mengetahui bahwa Keris Tameng Rogo hanyalah alat untuk mencari tumbal. Iblis memang sangat pandai dalam memanipulasi dan menjerumuskan manusia. Suatu hari saat Zein dan teman-teman satu letingnya sedang latihan perang di medan terbuka tiba-tiba Zein jatuh sakit. Sempat dilarikan ke Rumah Sakit tapi akhirnya nyawanya tidak tertolong. Maaf ya gaes, aku tidak bisa menceritakan secara detail penyebab kematian Zein karena dia tidak mau bagian ini diketahui oleh publik. Kita hargai privacinya Zein. Cukup aku saja yang sedih melihat tragedi itu. 😢😭

Setelah meninggal dunia, jasadnya diantar dan dimakamkan di Malang. Sedihnya lagi ternyata sukmanya Zein masih terjebak di Jogja. Raja Iblis pemilik Keris Tameng Rogo itu sengaja menangkap Zein menjadi tawanan. Selama bertahun-tahun Zein jadi budak di kerajaan Iblis Jahanam itu. Singkat cerita ada kakak kandung Zein yang tahu bahwa arwahnya sedang tidak tenang di alam sana. Doa-doa yang kakaknya kirimkan setiap hari selama bertahun-tahun. Ketika bersedekah dan berbuat baik kakaknya selalu diniatkan mengatasnamakan Zein. Akumulasi dari amalan baik itu akhirnya bisa melepaskan rantai yang mengikat Zein. Dengan begitu Zein bisa melarikan diri dan akhirnya tertarik oleh keris kecil yang sekarang ada di rumahnya Mas Agus.

Lagi seru-serunya Zein bercerita, mak jegagik..! eh... Ada si Haruka nimbrung. Aura baru yang dipancarkan Zein membuat Haruka kepo lalu datang mendekat. Heleh... Mergo ono cah ganteng njuk Haruka moro rene. Haruka memang agresif kalau lihat cowok yang menurutnya tampan. Aku sudah tidak asing lagi dengan Hantu cantik dan genit ini. Hehe...

Malam itu aku sedang menulis cerita di Ruang Tengah. Ada Zein yang sedang duduk santai disampingku. Saat kami berdua sedang sinkronisasi tiba-tiba  Haruka datang. "Weee... Tumben sekali kamu datang ka? Lama tak kulihat dirimu. Kemana saja selama ini?"
Haruka hanya nyengir dan tersipu malu. Haruka lebih tertarik melihat ke arah Zein sambil melirik ngasih kode kearahku. Matanya dikerlingkan karena penasaran dengan sosok yang baru dia temui. Zein mendadak jadi salah tingkah. Suasana jadi dingin dan hening. Mungkin si Haruka malu. Tanpa permisi dia pergi dan berlalu begitu saja. Meninggalkan sebuah pertanyaan yang menggantung di hati. Sepertinya cerita tentang Haruka bisa dikulik lagi. Tapi lain waktu saja ya gaes. Sekarang kita kembali ke cerita sesuai judul. Hehe..

Zein berhasil melarikan diri dari Kerajaan Iblis Jahanam. Dia terbang melayang luntang-lantung tak tentu arah. Sampai akhirnya ada sebuah energi yang menarik perhatiannya. Energi itu berasal dari keris kecil yang tertanam di area tempat kerja Mas Agus. Alam semesta bergerak sesuai kehendak Tuhan. Pertemuan dan perpisahan sudah ada yang menggariskan. Seperti yang pernah aku sampaikan di lembaran cerita sebelumnya. Alasan Zein ikut ke rumah Mas Agus adalah karena rumahnya memiliki nuansa Taruna. Rumah yang bisa mengobati kerinduan Zein pada masa-masa ketika masih jadi prajurit dulu. Setidaknya rumah itu bisa jadi persinggahan sementara sebelum Zein kembali ke tanah kelahirannya di Malang.

Komunikasi yang semakin intens membuatku mengerti bahwa ternyata aku dan Zein memiliki banyak kesamaan. Sama-sama menyukai kesenian. Main alat musik, nyanyi, menggambar dan seni pertunjukan lainnya. Kita berdua juga suka makan bubur kacang ijo. Hehe. Mungkin banyaknya persamaan itulah yang menyatukan ikatan batin. Zein masih betah duduk disampingku. Kaki kanannya dilipat menopang dilutut kaki kiri. Masih dengan kaos yang sama. Kaos oblong warna hijau lumut dengan celana panjang warna hitam. Potongan rambutnya cepak. Rambutnya hitam lurus dan kaku. Kalau orang jawa biasa menyebutnya "njegrak".

Berulang kali aku bertanya dimana alamat rumahnya. Tetap saja aku tidak bisa menemukan alamat rumah Zein. Hanya ada gambaran visual yang tertangkap oleh lensa batinku. Rumah yang berada di dekat gunung. Dinding rumahnya ditempeli keramik merah maroon disusun seperti motif batu bata. Kusen pintu dan jendelanya dicat warna putih. Lantainya seperti tegel jaman dulu yang warnanya abu-abu. Suasana perumahan yang berkabut. Zein rindu dengan rumah itu. Rumah orangtuanya di Malang. Zein pengen sekali pulang kesana. Tapi gambaran itu adalah kondisi rumah era tahun 1990. Untuk saat ini aku tidak tahu apakah bentuk bangunannya masih sama?

Zein memintaku untuk mengantarnya pulang ke Malang. Aku jadi ingat Mas Agus yang punya rencana pergi ke Malang. Niatan pergi ke Malang sudah ada sebelum Mas Agus bertemu dengan Zein. Tujuan utama Mas Agus adalah menyusul "Jack" yang kebetulan sedang ada projek pekerjaan disana. Mungkin ini sudah jadi suratan. Keris kecil yang kamu tempati sekarang sudah menjadi milik Mas Agus.

"Besok Zein pulangnya diantar Mas Agus Saja ya..."

"Tapi Zein pengennya Mas juga ikut ke Malang. Jadi kita berangkat bertiga. Mas mau kan?"

"Aku sebenarnya pengen banget Zein. Malang adalah salah satu kota impian yang menarik untuk dikunjungi. Sudah lama aku pengen kesana tapi belum kesampaian."

"Yaudah... Tunggu apa lagi?"

"Aku gak punya duit Zein. Emang kamu bisa mencuri uang agar aku punya ongkos ke Malang? Hehe."

"Tidak bisa. Aku bukan Tuyul...!" haha."
Sudahlah Zein, Jika Tuhan mengijinkan aku pasti datang ke kotamu. Aku sudah nitip pesan ke Mas Agus supaya perjalanan dari Jogja ke Malang tidak perlu mampir apalagi di tempat yang sakral. Mas Agus akan menjamin keselamatanmu di perjalanan. Selamat jalan brader semoga selamat sampai tujuan. Aku bantu doa dari sini semoga arwahmu bisa segera disempurnakan. Sampai ketemu lagi di lain kesempatan.
Good bye "Husein Admaja"

S E K I A N


close