Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PERJALANAN SPIRITUALKU


JEJAKMISTERI - Kisah hidupku memang unik. Baik itu cerita tentang kehidupan secara umum maupun dari sisi spiritual. Cerita tentang kejadian-kejadian diluar nalar yang pernah aku alami di masa lalu.

Mari kita flashback ke Tahun 2009. Saat itu aku adalah remaja belasan tahun yang nakal, ndablek dan jarang ada di rumah. Aku lahir di keluarga yang kurang harmonis. Tumbuh menjadi remaja yang maaf, bisa dibilang kurang didikan orang tua. Dan aku berdomisili di Bantul.

Pernah suatu ketika di suatu malam aku main ke kost teman di daerah Gedongkuning, Jogja. Saat itu belum kenal aplikasi google map dan aku sendiri belum hafal jalan-jalan area jogja. Modal nekat saja. Di kasih ancer-ancer sedikit. Main feeling akhirnya sampai juga di kost temanku itu.

Ngobrol kesana kemari, ketawa haha hihi sampai jam setengah 1 malam. Saat itu diluar hujan gerimis. Temanku menyarankan supaya aku tidur dikost saja. Tapi entah mengapa aku kekeuh untuk pamit pulang. Tanpa ada firasat apapun aku gas otw pulang ke arah Bantul dengan motor bututku.

Jalan arah pulang berbeda dengan rute ketika pas berangkat tadi. Waktu itu instingku cuma menyusuri jalan yang arah ke barat terus ke selatan. Ke barat dan selatan begitu seterusnya. Dengan cara itu pikirku bisa tembus ringroad selatan. Sampai akhirnya aku lewat sebuah pasar. Kala itu aku belum tahu kalau itu pasar kotagede. Karena tidak tahu jalan, aku malah muter-muter di area pasar kotagede.

Dari sini aku sudah mulai ngeh kalau kesasar. Jam segitu jalanan sudah sepi. Ditambah gerimis semakin deras. Tidak ada orang lain untuk bertanya. Aku coba lagi melanjutkan perjalanan mana tahu bisa menemukan jalan pulang. 
Pikiranku sempat ngeblank dan kosong sejenak. Entah bagaimana alurnya aku tiba-tiba masuk parkiran sebuah makam. Di area tersebut ada pohon beringin tua yang besar sekali. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tatapan bingung. Pandanganku terhenti saat melihat papan plakat besar berwarna hijau dengan tulisan putih "MAKAM RAJA RAJA MATARAM". Aku tertegun sejenak. Bulu kudukku merinding. Aku tidak tahu sedang berada dimana? Meskipun aku lahir dan besar di Bantul tapi aku tidak pernah mendengar tentang makam ini. Aku juga belum pernah datang kesini sebelumnya.

Aku mencoba menenangkan diri. Ambil nafas panjang lalu hembuskan perlahan. Tubuh mulai kedinginan. Tangan mulai kaku. Tapi aku harus tetap melanjutkan perjalanan. Dengan penuh keyakinan aku meninggalkan komplek makam itu. Seingatku ambil ke arah pasar lalu ada pertigaan ambil kiri. Melewati turunan lalu ada jembatan. Setelah jembatan naik terus ketemu lampu merah. Dari lampu merah aku ambil kiri lagi. Dua kilo meter kemudian sampai di Terminal Giwangan. Hatiku lega rasanya. Kalau dari sini, aku sudah hafal jalan arah pulang ke rumah. Langsung tancap gas los dol gas pol nganti meh protol. Hehe

Selang 5 Tahun kemudian sudah ada HP canggih. HP Android bisa untuk jual beli barang online dan transaksi via cod. Kebetulan saat itu ada janjian cod HP Second di daerah kotagede. Awalnya penjual bilang kalau tidak ada pembeli lain yang menawar. Tapi Penjual tidak punya Nomor WA. Tidak bisa caranya Share lok. Dia hanya memberitahu via inbox bahwa ancer-ancer rumahnya dekat dengan Makam Raja-Raja di Kotagede. Sore itu aku langsung tancap gas menuju rumah si penjual. Dari Rumah ke Lokasi Penjual HP sekitar 45 menit.

Setelah sampai depan makam, aku mencoba menghubungi lagi penjual via inbox. Ternyata
HP yang tadi dia tawarkan sudah dibeli sama pembeli lain. Aku kalah cepat. Ya sudah... Mungkin belum rejekiku. Entah mengapa aku tidak merasa jengkel. Aku pandangi sejenak plakat tulisan "MAKAM RAJA-RAJA MATARAM". Lalu aku kembali pulang ke Bantul.

Keesokan harinya, hanya selang satu hari. Aku ada janjian cod HP lagi. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah di setting dari sananya. Janjian cod nya di dekat makam Raja-Raja lagi. Kali ini transaksi sukses. Aku berhasil dapat HP dengan kondisi bagus dan harga terbilang murah. Puas banget rasanya.

Setelah dapat HP itu, terbesit dalam benakku untuk mampir ke Makam. Kali ini bukan karena nyasar. Benar-benar diniati untuk masuk melihat ada apa di dalam sana? Siapa tahu ada sebuah petunjuk yang bisa aku dapatkan. Baru pertama kali masuk. Tanpa ada teman yang mendampingi. Sempat bingung juga sih... Mulai dari melihat Masjid Gedhe. Siang itu aku sempatkan sholat dzuhur di masjid itu.

Selesai sholat aku melanjutkan penelusuran dengan masuk ke lokasi yang lain. Sampai akhirnya berhenti dan duduk di sebuah pendopo. Disana aku bertemu dengan salah satu juru kunci makam yang ramah. Kebetulan sedang sepi pengunjung. Ini moment yang tepat untuk menggali informasi. Juru kunci itu dengan sabar menjelaskan panjang lebar tentang sejarah Makam.

Ditengah obrolan santai itu tiba-tiba pandangan mataku tertuju pada sebuah foto lukisan yang dipajang di dinding kayu pendopo. Secara spontan aku tersentak saat melihat foto tersebut. Juru kunci disampingku ikut kaget lalu bertanya.

"Ada apa mas? Kenapa jenengan kaget?"

"Saya pernah melihat wajah beliau saat sedang bangun tidur. Saat saya membuka mata. Wajahnya beliau begitu dekat dengan wajah saya sembari tersenyum. Wajahnya mirip sekali dengan yang di foto itu. Beliau itu siapa ya Pak?"

"Beliau adalah Eyang Panembahan Senopati".

(Jantungku langsung berdebar kencang. Jadi yang aku lihat waktu itu adalah Eyang Panembahan Senopati? Sebenarnya aku ini siapa? Dalam hatiku masih tidak percaya. Untuk lebih meyakinkan, aku coba bertanya lagi kepada juru kunci).

"Nyuwun sewu Pak, apakah wajah beliau sama persis dengan yang di foto itu? "

"Nggih mas, leres... 90% mirip dengan yang di foto itu."

Aroma wangi tiba-tiba tercium. Aku langsung terdiam tidak melanjutkan percakapan.

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Aroma wangi yang aku cium semakin kuat. Bahkan beberapa Juru Kunci yang berada di pendopo sebelah yang tadinya saling bercakap-cakap. Mendadak ikut terdiam saat aroma wangi itu menyeruak menyusuri setiap sudut tempat itu. Wanginya memang berbeda. Lebih wangi daripada parfum atau dupa yang paling mahal sekalipun. Lima menit rasanya seperti berada dalam dimensi yang berbeda.

Setelah aroma wangi itu pergi, aku berpamitan dengan seorang Juru kunci yang setia menemaniku duduk sejak aku datang tadi. Tidak langsung keluar meninggalkan area makam. Ada sebuah energi lain yang menarikku ke sebuah tempat. Sebuah kolam yang didalamnya terdapat beberapa ikan lele. Ada salah satu ikan lele yang ukuranya sangat besar. Panjangnya mungkin lebih dari satu meter. Ikan lele itu mengingatkanku pada seseorang yang sudah lama tiada. Beliau adalah mendiang simbah kakungku yang rumahnya di Mungkid, Magelang. Aku jadi flashback ke masa kecilku dulu.

Masih terekam jelas dalam ingatanku. Waktu masih kelas 1 SD aku diajak berkunjung ke rumah Simbah. Begitu sampai dirumah simbah, aku langsung diajak ke depan rumah untuk melihat ikan lele peliharaan beliau. Ukuran kolamnya kecil sekali. Hanya sekitar 1,5 meter kali 60 cm. Ikan lelenya sama persis dengan ikan lele yang aku lihat di sendang tempat aku berdiri saat ini. Kala itu simbah kakung berkata seperti ini.

“Le... putuku cah bagus. besok ikan lele ini mau dibawa ke kotagede. Mau dipindah ke sendang.”

“lho.. kenapa dibawa kesana Mbah?”

“dulu simbah dipercaya untuk memelihara ikan lele ini. Tapi sekarang simbah sudah sepuh. Tidak ada anak yang bersedia meneruskan merawat ikan lele ini. Jadi sebaiknya ikan lele ini dikembalikan ke sendang.”

“Ooo... begitu ya mbah”

“Iyo le, ndang dikasih makan ikan lelenya.”

“Nggih Mbah...”

Seingatku itu adalah moment pertama dan terakhir kalinya aku bertemu simbah di daerah Mungkid, Magelang. Setelah simbah tiada, aku tidak tahu apakah ikan lelenya jadi dipindah ke kota gede atau tidak. Suara percikan air akibat dua ekor lele yang saling bertabrakan menyadarkan aku dari lamunan. Rangkaian kejadian di masa lalu mulai nyambung dengan kejadian yang aku alami akhir-akhir ini. Aku mengitari area sendang itu sejenak. Kemudian aku pamit dan meninggalkan makam itu dengan perasaan yang lebih tenang.

Selang beberapa bulan kemudian ada kejadian yang menurutku aneh. Ada kaitannya dengan Ibu ku. Dari dulu Ibu orangnya tidak suka pergi-pergi. Tidak suka jalan-jalan keluar rumah. Hari-hari dihabiskan dengan mengurus pekerjaan rumah. Entah ada angin apa tiba-tiba hari itu Ibuku mengajakku ke Makam Kotagede.

“Le... aku kok pengen ke Makam Kotagede ya?”

“Lhooo... tumben banget bu?
Ada apa ini? 
Ada perlu apa ke makam Kotagede?”

“Gak pengen apa-apa, pengen datang saja terus pulang.”

“ibu ini aneh-aneh saja. Tapi ini hujan deras lho bu. Apa ndak besok kapan-kapan saja kalau pas cuacanya bagus?"

“Nggak le... pokoknya harus berangat sekarang.”

“Yowis, ini dipakai mantolnya bu.”

“Ndak usah pakai mantel, basah kuyup juga gak papa.”

“tenane niki bu, nanti kalau masuk angin gimana?”

Ora.., aman wis, ayo gek ndang mangkat!”

Sore itu akhirnya aku mengantar Ibu ke MAKAM RAJA RAJA MATARAM yang di kotagede. Kondisi basah kuyup kami berdua masuk ke area makam. Ibuku langsung berjalan masuk ke area makam. Aku mengikuti dari belakang. Hujan sudah reda tapi langit terlihat gelap berselimut mendung. Ibuku tidak masuk ke area makam utama. Ibu mengambil arah kiri lalu menuruni tangga menuju ke arah sendang kakung yang ada ikan lele besar itu. Berdiri di tepi sendang sambil melihat ke arah kolam. Aku hanya duduk terdiam disudut tangga sambil menahan rasa dingin yang mendera tubuhku. Sesekali terdengar suara gemuruh petir dari kejauhan. Mewakili sebuah kerinduan yang teramat dalam akan sosok Bapak yang telah lama pergi. Mungkin dengan hadir di tempat ini perasaan rindu ibuku kepada Simbahku bisa terobati. Tanpa ada sepatah katapun yang keluar dari bibir beliau. Dan ketika rasa rindu itu tersalurkan, Ibuku mengajakku pulang. Setelah kejadian itu Ibu tidak pernah lagi mengajakku pergi ke makam ini.

Hari demi hari terus berganti. Aku merasa ada kedekatan batin dengan Eyang Panembahan Senopati. Padahal aku hanya manusia biasa. Tidak ada garis keturunan dari Sang Raja. Tapi semesta sudah menuntunku kesini. Pasti ada sesuatu yang akan terungkap di kemudian hari. Yang jelas sejak kejadian itu aku mulai menata diri. Aku mulai mengenal Tuhan. Aku mulai rutin sholat, puasa dan lebih tekun dalam beribadah. Aku seperti terlahir menjadi pribadi yang baru. Secara finansial aku bukan orang kaya tetapi yang namanya rejeki alhamdulillah selalu dimudahkan. Dari sisi spiritual aku juga semakin sering bersinggungan dengan dimensi sebelah. Semakin hari semakin banyak informasi yang ku dapatkan dari Dunia gaib. Bukan dari aku yang meminta tapi ada sosok pembimbing yang setia mendampingi aku ketika memasuki gerbang antar dimensi.

Pernah suatu malam saat aku sedang berdiam diri di dalam kamar. Tiba-tiba aku mencium aroma wangi yang sangat pekat menusuk hidungku. Tiga detik kemudian aku langsung tertidur dan seolah sedang bermimpi berada di suatu tempat. Aku sedang berdiri melayang di tengah lautan. Anehnya aku tidak merasa takut sedikitpun. Padahal aku sejatinya tidak bisa berenang. Lalu mengapa aku bisa berada di tempat ini? Aku mencoba menapakan kaki di atas permukaan laut. Kakiku tidak tenggelam. Ini sungguh ajaib. Bagaimana bisa ini terjadi?

Aku menatap jauh ke ujung sana. Ada sebuah kerajaan yang sangat megah. Lalu aku berjalan mendekati Kerajaan itu. Aku baru menyadari bahwa ada empat sosok wanita berpakaian khas kerajaan pantai selatan yang mendampingi aku saat sudah dekat dengan pintu gerbang istana. Pintu gerbang dijaga oleh dua algojo raksasa yang berpakaian serba hitam. Algojo tersebut memegang senjata, kalau orang jogja menyebutnya “godo”. Mirip senjatanya tokoh Bima dalam kisah pewayangan. Berhubung aku hadir sebagai tamu undangan yang didampingi oleh keempat dayang putri tadi, aku dipersilahkan masuk oleh dua penjaga yang bermuka garang itu.

Sambil berjalan, para dayang itu menjelaskan bagian-bagian keraton yang tengah kami lewati. Mulai dari halaman depan istana. Lalu masuk lagi sampai di Pendopo Agung Lir–Ilir. Nama kerajaan yang sedang aku kunjungi ini namanya Balai Kencana Dhomas. Saking megahnya Istana ini, di dalamnya masih dibagi lagi menjadi tiga bagian utama. Ada Keraton Kencana Dhomas, lalu ada Pendopo Saka Dhomas. Sedangkan ruangan yang digunakan untuk menyimpan senjata pusaka diberi nama Salaka Dhomas. Setiap ruangan ini memiliki fungsi masing-masing dengan ukuran yang sangat luas.

Singkat cerita aku dituntun menuju ruangan utama yaitu Kencana Dhomas. Ini adalah singgasana dari Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Karpet merah yang mewah digelar dari pintu masuk sampai ke kursi tahta Sang Ratu. Lantai Istana terbuat dari kaca. Bening dan bersih sekali sampai bisa untuk bercermin. Property, dinding dan perabot di dalam istana sebagian besar terbuat dari emas. Semakin mempesona karena hiasan pernak pernik yang terbuat dari intan, permata, berlian dan mutiara dengan warna yang beragam. Disepanjang karpet merah, disamping kanan dan kirinya terdapat kursi-kursi dan abdi-abdi kinasih yang menduduki kursi itu semuanya berdiri saat aku melintasi karpet merah. Bak tamu agung yang kehadirannya disambut dengan penuh rasa hormat. Sebagian besar Abdi kinasih berwujud perempuan. Ada yang berwujud laki-laki tetapi tidak banyak. Bagiku wajah mereka semuanya asing, tidak ada satupun yang aku kenal.

Tiba saatnya langkah kakiku sampai diujung karpet merah. Ada sebuah tangga dengan panjang sekitar 2 meter. Di atas sana ada Kursi Singgasana Sang Ratu. Kursi yang terbuat dari emas dengan pernak pernik hiasan berlian dan permata. Di bagian paling tengah ada Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Sedangkan disebelah kanan dan kirinya berjajar sembilan Putri Kinasih. Aku dikenalkan dengan kesembilan Putri Kinasih itu satu per satu.
SEKIAN

close