PETAKA BATU SAFIR (Part 1)
PROLOG
Sudah dua hari aku tidak pulang, entah bagaimana nasib istri dan anakku. Kemiskinan ini membuatku putus asa, ingin mati saja rasanya. Bagaimanapun caranya aku harus kaya, aku muak dengan cemooh orang tentang keluargaku, aku bosan dengan kemiskinanku, apapun jalannya pasti akan ku tempuh.
Perjalanan ini harus membuahkan hasil, aku harus menemui Eko, sahabat yang aku kenal. Baru beberapa tahun yang lalu nasibnya sama sepertiku, tapi kini kudengar dia sudah memiliki rumah mewah di daerah Sumatera. Tolong aku sahabat, tolong bantu aku keluar dari kemiskinan ini..
Dari sedikit tulisan diatas, tentunya sudah ada yang bisa menebak kemana arah cerita ini??
Yups... ini adalah cerita tentang Bayu (nama samaran) yang berusaha merubah nasib dengan jalan pintas. Awalnya Bayu adalah seorang pengusaha, yang bergerak dibidang jasa Event Organizer, karena salah bergaul ia terjebak dengan dunia NARKOBA.
Kesehariannya di habiskan untuk berkumpul dengan teman-temanNya sehingga melupakan bisnisnya. Beberapa temannya sudah hidup dibalik jeruji besi, beruntung waktu penangkapan terjadi Bayu sedang tidak ada di tempat. Namun ketika Bayu sadar akan kesalahannya semuanya sudah terlambat, beberapa event telah gagal dia tangani dan akhirnya klien-klienNya meminta ganti rugi atas semua kegagalan acara mereka. Mobil, motor, bahkan rumah dia jual untuk mengganti semua kerugian atas kelalaiannya.
KEPERCAYAAN ITU MAHAL!!!
Ya, itulah yang terjadi kepada Bayu, semua teman-teman yang sempat membantunya dalam berbisnis pergi meninggalkan bayu yang sedang mengalami kebangkrutan. Kini Bayu dan keluarga kecilnya harus tinggal di rumah kontrakan kecil dipinggiran kota, seperti kata pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga" itulah yang terjadi saat itu.
Ditengah keputusasaannya, Bayu di telpon oleh sahabat kecilnya bernama Eko (bukan nama sebenarnya), lalu Bayu menceritakan semua kejadian yang menimpanya. Tidak disangka Eko memberikan informasi yang membuat Bayu bersemangat, tentang jalan pintas menuju kekayaan.
Berhasilkah Bayu mewujudkan keinginannya?? dan kejadian apa yang akan menimpa Bayu nantinya??
Silahkan dipantau terus 'JejakMisteri', semoga ini bisa menjadi pelajaran untuk kita dan bisa berfikir seribu kali untuk melakukan hal-hal yang tidak benar..
***
Langsung ke cerita..
PERJALANAN PANJANG JAKARTA-MEDAN
Namaku Bayu, kejadian ini aku alami antara tahun 2011-2012, aku adalah seorang kepala keluarga yang gagal, gagal memberikan kehidupan yang layak bagi keluargaku. Setelah aku bangkit dari jeratan NARKOBA, aku fikir semua akan kembali normal seperti dahulu lagi. Namun kenyataan tidak sesuai dengan harapanku, semakin lama hidupku semakin hancur, hutang-hutangkupun semakin menumpuk, jangankan untuk bayar kontrakan, untuk makan sehari-hari sajapun aku harus memutar otak. Ditengah keputusasaanku, aku mendapatkan telp dari sahabatku Eko, dia sekarang sudah sukses dan menjadi orang kaya di daerah Sumatera Utara, dia lalu menyuruhku untuk menemuinya dan berjanji akan mengubah nasibku 180 derajat. Semoga Eko bisa menepati janjinya, dan memberikanku jalan pintas menuju kekayaan.
Hari ini cuaca begitu panas, sudah empat botol air mineral aku habiskan selama berada dalam bus. Sumatera Utara, itulah tujuanku, perjalanan dengan menggunakan bus ini diperkirakan memakan waktu 3-4 harian dari Jakarta, setidaknya itu informasi yang aku dapat dari kondektur bus, semoga tidak ada masalah dalam perjalanan. Penumpang dalam bus ini sangat ramai, semua bangku telah terisi oleh penumpang, aku duduk disamping bapak-bapak yang sepertinya mulai agak kepanasan dengan udara didalam bus. Orang tua itu lalu membuka bajunya, menyisakan kaos dalam yang aromanya langsung menusuk kedalam otakku. Belum lagi suara tangisan anak kecil yang terdengar memecah gendang telingaku. Ahhh sebaiknya aku berada di smoking room sebentar, bisa muntah lama-lama disamping bapak-bapak ini.
"Permisi pak, mau kebelakang dulu merokok" kataku yang langsung bangkit dari tempat dudukku
"Oh iya mas, silahkan-silahkan"
Aku berjalan kesebuah ruangan yang berada di belakang bus, dengan gagang pintu yang sudah patah, akhirnya aku berhasil membuka pintu itu. Terlihat tiga orang pemuda sedang berbincang-bincang sambil sesekali menghisap rokoknya.
"Bisa pinjam koreknya mas" tanyaku kepada mereka
"Hey Dit, mana mancismu" kata salah seorang dari mereka yang bertubuh gemuk
"Ah, ini bang, kau pakailah" salah seorang dari mereka memberikanku sebuah korek gas
"Mancis?? bahasa apa itu mas??" tanyaku sambil menyalahkan rokokku
"Oh, di Medan tempat kami, korek api itu mancis bang" jawab pria bertubuh gemuk itu
"Oh gitu, hahahaha.. baru tau saya. Oh iya mas, kenalin nama saya Bayu" kataku sambil menjulurkan tangan kananku
"Saya Jefri bang, ini Adit, dan itu si Ruben" kata pria bertubuh gemuk itu yang aku ketahui namanya adalah Jefri
Kami berempat berbincang-bincang selama perjalanan, Jefri lebih banyak memberikanku informasi seputar Sumatera Utara kepadaku, sementara Ruben, pria berkulit agak gelap itu sedang berusaha memejamkan mata di barisan kursi paling belakang dimana tempat barang-barang penumpang disimpan disitu. Kami terus asik mengobrol dan sesekali Adit menyela perkataan Jefri yang menurutnya kurang tepat.
"Di Sumatera Utara itu durian yang paling enak ada didaerah Sidikalang bang, mantap lah pokoknya, dan gadis-gadisnya juga bikin gak mau pulang.. Hahahah" kata Jefri
"Gadisnya yang terkenal itu di Pematang Siantar cok" kata Adit menyela
"Sama saja laahh, gadis-gadis Medan itu mantap-mandap bang pokoknya" kata Jefri
Aku hanya mendengarkan informasi yang kadang tidak berfaedah dari Jefri, dan sesekali tertawa karena perdebatan konyol mereka berdua. Tidak terasa mengobrol dengan mereka, tiba-tiba di tengah jalan bus yang kami naiki mendadak mogok
"Ahhh begini kan jadinya kalau naik bus ini, sudah kubilang naik bus lain, beda-beda dikit tak masalah lah.." gerutu Jefri
"Sudah gratis mengeluh pula kau" kata Ruben yang sudah bangun karena bus berhenti
Beberapa penumpang turun untuk mengecek penyebab bus berhenti, termasuk kami berempat. Karena kondisi sudah malam dan bus kami mogok di jalan yang kurang pencahayaan, Adit menyalahkan senter hp nya, nokia 1280 yang saat itu masih populer dizamannya. Terlihat sopir dan kondektur bekerja sama mengotak atik mesin mobil. Aku dan yang lain menunggu dipinggir jalan, karena rokokku sudah habis, terpaksa aku meminta rokok si Jefri untuk menghilangkan rasa jenuhku karena menunggu bus bisa hidup lagi.
Setelah agak lama menunggu, akhirnya mesin bus kembali hidup. Kami semua naik kedalam bus, aku kembali duduk disamping bapak-bapak yang bau badannya sangat menyengat, bukan pusing karena perjalanan jauh, malah mabuk karena bau badan dia.. SIALL
Singkat cerita, setelah tiga hari dalam perjalanan, dan beberapa kali berhenti di tempat istirahat, bus kami sampai di Kota Medan. Aku berpamitan kepada tiga orang itu, dan kulihat mereka langsung berlalu dan menghilang dari pandanganku. Seperti arahan Eko, ketika sampai di Medan, aku harus menghubunginya agar bisa dia jemput, maka aku segera menelpon dia
"Halo sob, gw udah di Medan nih" kataku
"Oh oke,, oke, lu tunggu aja disitu ya, makan-makan aja dulu sambil nungguin gw" kata Eko
"Oke deh, gw tunggu ya" kataku
Aku lalu pergi kewarung makan padang yang ada di pool bus itu, dan langsung memesan nasi beserta lauk pauknya. Selesai makan aku kembali menyalahkan rokokku, dan teringat wajah istri dan anakku. Apa kabarnya mereka disana? Jika aku mau telpon, maka aku harus menelpon kakak iparku, karena istriku tidak memegang hp, sedangkan kakak iparku sekarang sangat membenciku. Sabar ya sayang, aku pasti pulang membawa hasil, dan akan aku bungkam mulut mereka yang sudah menghina kita
BERTEMU SAHABAT LAMA
Ketika asik merokok, aku melihat sebuah mobil berhenti tepat di rumah makan ini, dan seorang pria turun dengan mengenakan kemeja lengan panjang yang dilipat, dan sepatu sneaker yang melekat dikakinya. Pemuda yang berambut agak ikal dengan lesung pipit ini adalah Eko, sahabatku!
"EKO??" kataku
"Hahahaha, gimana kabar lu Bay?'
"Wiihh makin keren aja lu sob.." kataku yang tidak memperdulikan pertanyaannya
"Bisa aja lu. Elu udah makan?" tanya Eko
"Udah, baru aja selesai" jawabku
"Udah bayar belum?" tanyanya
"Belum, emang mau langsung jalan?"
"Berapa Da??" kata Eko kepada pelayan rumah makan itu
"Semua 35rb" kata pelayan itu
"Ini ambil saja kembaliannya" kata Eko yang memberikan uang 50rb kepada pelayan itu
"Gak usah sob, pakai uang gw aja nih" kataku
"Udah.., hayo langsung jalan, udah mau malem juga ini" kata Eko
Sepanjang perjalanan kami terus membicarakan masa remaja kami, Eko adalah teman sekelasku waktu SMA, dia adalah salah satu sahabat baikku. sesekali aku terus memandangi kota yang belum pernah aku datangi, dan sesekali pula aku menyinggung tentang kehidupan Eko sekarang. Informasi yang aku dapat waktu itu adalah bahwa Eko telah menikah dengan anak orang kaya, dan dari mertuanyalah dia mendapatkan modal untuk membuka usaha kuliner di Medan. Eko ini memang masih keturunan Medan, Ayahnya Jawa dan Ibunya asli Medan, dulu waktu tinggal di jakarta Ayahnya membuka usaha Bengkel motor, lalu ketika ayahnya meninggal Eko balik ke Medan bersama Ibunya.
"Beberapa tahun lalu gw juga miskin abis sob, gw kerja di perkebunan sawit, bawa-,bawa sawit pake motor butut. Karena cape hidup susah, gw nekat nyari-nyari info biar cepet kaya.." Kata Eko sambil terus sibuk memutar-mutar stir mobilnya, karena jalan yang kami lewati memang berliku liku
"Trus gw ketemu sama orang tua, bener-bener udah tua. Bahkan beberapa orang bilang usianya udah lebih dari 100th!. nah dia kasih gw sesuatu yang nanti bakal gw kasih ke elu" kata dia
"Karena itulah gw bisa dapetin anak gadis sipemilik kebun kelapa sawit terbesar di daerah gw, hahahaha..."
Aku hanya diam sambil memutar-mutar otakku, dia mau kasih itu cuma-cuma ke gw? masa iya dia sebaik itu?
Setelah beberapa lama, sampailah kami disebuah rumah mewah, rumah dua lantai itu dikelilingi pagar yang terbuat dari tralis besi. Lalu Eko membunyikan klakson mobilnya, nampak seorang security keluar dari posnya dan membukakan pintu pagar untuk kami.
"Gila lu sob, udah hebat lu sekarang" kataku
Eko hanya tersenyum dan mengangkat sebelah tangannya kepada security itu lalu memasukkan mobilnya ke garasi. Kami berdua turun dari mobil dan Eko melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah itu. Aku mengikuti dia dari belakang, sambil terus mengagumi rumah beserta perabotan-perabotan mahal yang menghiasi rumah ini.
"Mau minum apa lu Bay?" tanya eko
"Apa aja lah" jawabku yang langsung duduk diatas sofa empuk diruang tamu
Eko lalu membawakan dua botol minuman dingin yang ditaruh diatas meja
Kami lalu mengobrol panjang lebar malam itu, dan ditengah perbincangan eko memberikan sesuatu yang membuat hidupku berubah setelah itu.
"Nah, ini bakal gw kasih ke elu, kalau lu ngga kaya lu boleh hina-hina gw" lalu Eko melepaskan sebuah cincin yang melingkar di jari manis tangan kanannya
Batu cincin itu begitu indah, biru dan sangat berkilau. Ringnya terbuat dari perak dan dihiasi motif yang sangat serasi dengan keindahan si batu. Lalu Eko melepaskan cincin itu dan memberikannya kepadaku
"Pakai nih... tenang aja sob" kata Eko
Aku lalu memakai cincin itu dan terasa seluruh badanku hangat seketika, ring cincin ini agak panas saat pertama kali aku pakai
"Awalnya gw juga gitu, pakai aja terus, entar juga biasa lama-lama" kata Eko
***
MBAH BHANU
Suasana dirumah Eko sangat sunyi, walaupun rumah ini besar dan mewah namun aku tidak melihat istri dan anaknya. Ditengah perbincangan kami, terdengar suara mobil memasuki garasi rumah Eko. Tidak berapa lama nampak seorang wanita cantik, dengan rambut sebahu dan memiliki kulit yang putih bersih, lalu wanita ini menyapa kami
"Pah, ini kawan kamu itu ya?" perempuan itu menghampiri kami
"Iya mah, kenalin ini Bayu" kata Eko
Aku lalu berdiri dari dudukku dan menjulurkan tangan kananku
"Bayu.." kataku
"Milta.." jawab wanita itu ramah.
"Pah, aku langsung ke kamar ya, lelah banget. Oiya aku gak sempet masak, jadi aku beli makan dijalan buat kamu" kata perempuan itu sambil menaruh satu bungkusan diatas meja makan
"Iya mah, kamu istirahat aja duluan" kata Eko
Nampak wanita itu memasuki kamar lalu menutup pintunya lagi.
"Hebat benar cari istri lu sob" kataku
"Hahahaha, bisa aja lu" kata Eko
"Eh ngomong-ngomong anak lu mana??" tanyaku kepada Eko
"Emm,, anak gw meninggal sob, sakit kayanya" kata Eko santai tanpa memperlihatkan rasa sedih sama sekali
"Oiya bro, malam ini lu istirahat aja, besok pagi kita berangkat keorang tua yang gw ceritain tadi ya"
"Dia orang Jawa, tapi udah lama di Medan, dari sebelum merdeka malah" kata Eko
"Oh gw fikir tanpa kesana udah bisa sob, kan cincinnya udah lu kasih ke gw" kataku sambil mengusap-ngusap cincin itu
"Belum sob, nanti bakal ada ikatan kontrak antara lu sama penunggu nih cincin, nah si mbah itu yang bakal nuntun lu nanti"
"Ikatan kontrak gimana maksud lu?" kataku
"Lu mau cepet kaya kan? lu pengen usaha lu maju lagi kan? katanya kemarin apapun bakal lu lakuin?" suara eko terdengar membangkitkan memoriku soal kehidupanku yang susah dan selalu diremehkan
"Iya Ko, apapun bakal gw lakuin, udah hancur banget hidup gw"
"Nahhh gitu dong, tekad lu harus kuat sob, jangan mundur apapun yang terjadi, hahaha" kata Eko
"Ya udah, lu istirahat aja sono, kamar lu udah gw siapin diatas, yang pojok itu ya." kata Eko sambil menunjuk sebuah pintu berwarna cokelat yang berada dilantai dua.
"Oke deh, thanks ya.." aku lalu mengambil barang-barangku, dan menuju ke kamar yang Eko tunjukkan tadi.
Terlihat Eko mengambil bungkusan yang tadi ditaruh istrinya diatas meja makan, lalu masuk kekamarnya dan langsung menutup pintu, aku berjalan menaiki tangga yang berada disudut kanan rumah ini. Ketika menaiki tangga, aku merasa ada sesosok bayangan yang mengikutiku namun ketika aku berbalik tidak ada siapa-siapa dibelakangku. Aku terus melanjutkan langkahku dan kembali membulatkan tekad untuk satu tujuan, KEKAYAAN.
Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi, bahkan nyawa sekalipun jika memang itu taruhannya. Tekadku sudah bulat, aku tidak mau pulang dengan tangan kosong, aku harus memberikan kehidupan yang layak untuk keluarga ku.
Sesampainya di dalam kamar, aku meletakkan barang-barangku diatas meja, ada sebuah kasur ukuran satu orang dan sebuah lemari kayu yang masih kosong. Nampaknya ini memang kamar khusus tamu atau saudara yang ingin menginap, fikirku. Didalam kamar itu juga terdapat satu buah bangku yang terbuat dari kayu dan sebuah meja bulat yang aku gunakan untuk menaruh barang-barangku tadi.
Aku lalu menggganti pakaianku, dan bersiap untuk tidur. Namun ketika hendak memejamkan mata, aku melihat seperti ada bayangan yang berdiri disudut kamar, aku langsung duduk dan memastikan apa yang barusan aku lihat. Namun lagi-lagi bayangan itu menghilang.
"Mungkin cuma firasatku saja" fikirku yang kembali mencoba untuk tidur
Aku lalu kembali memejamkan mata, dan terus membayangkan istri dan anakku dirumah. Sampai tak terasa mataku terasa berat dan sangat mengantuk, mungkin karena lelah akhirnya akupun tertidur.
***
Keesokan paginya, sayup-sayup aku mendengar suara ketukan pintu kamarku.
"Bay... Bayu..." terdengar suara Eko yang berusaha membangunkanku
"Iyaa Ko.." kataku yang masih sedikit mengantuk
Aku lalu berjalan menuju pintu, ketika kubuka pintu kamarku, terlihat Eko menyambutku dengan senyum khasnya
"Udah jam 8 sob, mandi sono, abis itu sarapan. Biar langsung jalan kita" kata Eko
"Iya iya.."
"Gw tunggu dibawah ya" kata Eko sambil berlalu
Aku lalu mengambil handuk serta pakaian ganti yang aku bawa dalam ransel, lalu menuju ke kamar mandi yang berada disamping kamarku. Selesai mandi dan berganti pakaian, aku segera menuju lantai bawah, terlihat Eko sedang duduk menonton Tv diruang tamu.
"Makan sono, udah disiapin tuh sama istri gw" kata Eko
"Lah istri lu mana?" kataku sambil menuju meja makan dan langsung menuang beberapa lauk pauk keatas piring
"Udah pergi dia dari tadi, biasa ngatur-ngatur nanak-nanak diresto"
Setelah menghabiskan sarapan, aku bergabung dengan Eko diruang tamu dan menyalahkan sebatang rokok. Kami berbincang-bincang seputar cincin ini
"Gini Bay, ada yang harus lu ketahui dulu sebelum kita berangkat.." kata Eko
"Orang tua yang bakal kita temui ini namanya Mbah Bhanu, dialah yang nanti bakal mempertemukan lu sama penghuni cincin ini..."
"Cincin ini "dihuni" oleh Jin yang sangat kuat,, sekali lu melakukan kontrak, lu gak bisa batalin sampai selesai masa perjanjian lu sama Jin ini" kata Eko menjelaskan
"Berapa lama Ko?" tanyaku
"Tujuh kali bulan Suro" jawab Eko
"Berarti lu udah tujuh tahun make ini dong?" tanyaku
"Gw baru tiga tahun Bay..."
"ada cara untuk mutusin perjanjian, lu harus cari orang yang punya kemauan kuat mau kaya, tapi setelah pemilik yang lama udah kasih persembahan kedia.." kata Eko
"Maksud lu tumbal??" tanyaku lagi
"Iya, pertama dia bakal ambil orang yang paling lu sayang, dan berikutnya ketika lu banyak uang, lu harus baik sama seseorang, dan ketika dia makan hasil kekayaan elu, anak atau orang yang dia sayang bakal jadi tumbal berikutnya dari si jin" kata Eko menjelaskan
"Lu faham maksud gw kan?"
"Ngerti Ko.." jawabku pelan
Aku masih memikirkan tentang anak dan istriku, aku tidak bisa membohongi diri sendiri, anakku lah orang yang paling aku sayang. Aku menjadi sedikit ragu setelah tinggal selangkah lagi menuju keinginanku. INILAH PESUGIHAN!!! Ada banyak macam dan jenisnya, namun intinya tetap sama, mereka pasti minta TUMBAL.
"WOI.. Lu kenapa ngelamun? Lu mau mundur Bay?" suara Eko terdengar agak sedikit marah
"Ngga lah, ngapain gw jauh-jauh sampe sini kalau ujung-ujungnya gw mundur" kataku yang berusaha menguatkan tekadku lagi
"Yaudah, ayolah kita berangkat" kata Eko yang langsung menuju garasi
Aku mengikuti dia dari belakang, sambil sesekali melirik kearah cincin yang aku kenakan. Setelah kami berada didalam mobil, terlihat security sibuk membukakan pintu gerbang yang besarnya dua kali tinggi badanku.
Perjalanan kali ini agak memakan waktu, setelah melalui beberapa perkebunan sawit dan perbukitan. Akhirnya kami memasuki jalan perkampungan, aku fikir rumah Mba Bhanu berada diantara pekampungan ini, ternyata mobil kami masih terus melaju melewati satu perkebunan karet lagi.
"Udah deket nih Bay" kata Eko
Kami tiba di salah satu rumah yang terbuat dari anyaman bambu, disekeliling rumah itu masih terdapat pohon-pohon besar. Aku melihat seorang kakek-kakek yang sudah sangat tua sekali, badannya agak kecil karena termakan usia, dan mengenakan sebuah tongkat sebagai penyangga tubuhnya yang sudah lemah. Pria tua itu duduk bersama seorang nenek yang aku yakin adalah istrinya, lalu Eko turun dan menghampiri mereka berdua, aku terus mengikuti Eko dari belakang
"Mbah, ini saya Eko, dan ini kawan saya Bayu" kata Eko
"Iya, mbah ingat kamu, dan ini belum tujuh tahun kan semenjak kamu datang?" kata lelaki tua itu
Aku melihat nenek yang duduk disamping Mbah Bhanu ini terus memperhatikanku dengan serius
"Iya mbah, makanya saya ajak kawan saya untuk..." belum selesai Eko bicara, lelaki tua ini memotong
"Cukup, mbah sudah ngerti mau kalian... duduk" lelaki tua ini menyuruh kami duduk
Disamping mereka terdapat bangku yang terbuat dari batang kayu yang di susun rapih, lalu aku dan Eko duduk dan menunggu kata-kata yang akan diucapkan dari mulut mbah Bhanu
***
RITUAL PEMANGGILAN
Nenek itu bangun dan masuk kedalam rumah, aku terus memandangi sekeliling rumah ini, sebuah rumah yang berada diantara pohon-pohon besar. Posisi rumah ini berada di atas tanah yang agak tinggi, disebelah kanan rumah terdapat sebuah kolam yang airnya agak keruh. Tidak berapa lama si nenek keluar dan membawa beberapa gelas berisi minuman
"Ah diminum dulu" kata mbah Bhanu
Kami langsung mengambil sebuah gelas dan meminumnya, walaupun saat itu aku tidak begitu haus, namun untuk menjaga perasaan si mbah akupun meminumnya.
"Siapa namamu tadi?" tanya mbah Bhanu sambil menunjuk kearahku
"Saya Bayu mbah" kataku sambil menundukkan kepala
"Sudah tau semua resikonya?"
"Sudah mbah, saya siap dengan segala resikonya" kataku yang sebenarnya masih teringat wajah anakku
"Nanti malam kita akan mulai, dan kamu juga harus ikut untuk melepas perjanjianmu" kata mbah yang sekarang ucapannya mengarah ke Eko
"Dalem mbah.." kata Eko yang menggunakan logat Jawa halusnya
Waktu berjalan begitu lambat, kami berbincang-bincang dengan mbah Bhanu, ditengah perbincangan mbah Bhanu lalu pergi, beliau pergi untuk menyiapkan beberapa syarat yang harus ada ketika ritual nanti. Sebelum pergi, mbah Bhanu sempat berpesan agar jangan sekali kali masuk kedalam hutan, apapun yang terjadi. Lalu mbah Bhanu pergi bersama si nenek, tinggal lah aku dan Eko di rumah ini, Eko lalu membaringkan tubuhnya diatas bale bambu yang ada di samping kolam, dan setelah beberapa lama akhirnya dia tertidur. Sementara aku masih asik menikmati keindahan batu cincin yang baru saja aku terima dari Eko kemarin.
Ketika sedang memutar-mutar cincin, aku melihat dengan jelas seorang anak kecil di seberang kolam, ia memberikan senyum dan menunjuk kearah hutan. Anak kecil yang aku lihat ini seperti anak normal pada umumnya, tidak ada keanehan dalam benakku saat itu. Dia lalu berjalan dan menoleh kearahku sambil kembali menunjuk kearah hutan, tanpa sadar kakiku berjalan mengikuti langkah kaki anak kecil tersebut.
Setelah berada agak jauh dari tempat semula, anak kecil itu menoleh kembali kearahku, lalu terlihatlah wajah aslinya yang menyeramkan, matanya merah dan melotot kearahku, dia tertawa keras sekali sampai terlihat gigi-giginya yang berwarna hitam. Aku sangat ketakutan saat itu, aku lalu membalikkan badanku dan berlari sekuat tenaga, sampai dirumah mbah Bhanu aku masih melihat Eko yang sedang tertidur, kemudian tanpa menunggu lama aku langsung membangunkan Eko untuk menceritakan apa yang aku lihat.
Aku menggoncang-nggoncangkan tubuh Eko yang saat itu posisi tidurnya membelakangiku, ketika badan Eko berbalik, betapa terkejutnya aku karena wajah Eko seperti bangkai mayat yang sudah lama membusuk, terlihat belatung yang berjalan diantara luka-luka di wajah itu, kedua matanya bolong dan hanya menyisakan darah yang mengalir dari lubang matanya. Aku lalu pingsan dan tidak sadarkan diri sampai mbah Bhanu membangunkanku.
"Woi Bay.. lu kenapa tadi?" kata Eko yang sudah duduk disampingku
Sekarang aku sedang berbaring didalam sebuah rumah, kondisi rumah ini agak terawat sebenarnya, namun karena bangunan ini terbuat dari ayaman bambu dan letaknya di kelilingi pohon-pohon besar, tetap saja terlihat angker menurutku. Aku lalu mencoba untuk duduk, dan mulai menceritakan semuanya ke mereka
"Mmm,, sudah mbah bilang untuk jangan memasuki hutan, kamu bandel juga" kata mbah Bhanu
Aku tidak menjawab dan terus memegang kepalaku yang masih agak pusing. Mbah Bhanu lalu membawa sebuah tampah yang diatasnya sudah ada bunga-bunga segar dan seekor ayam hitam yang sudah dalam kondisi mati. Si nenek berjalan mengikuti langkah mbah Bhanu sambil membawa gerabah yang sudah mengeluarkan asap berbau kemenyan.
"Sebentar lagi kita akan mulai memanggil dia" kata mbah Bhanu
Seketika aku sadar, bahwa hari sudah malam. "Sudah berapa lama aku pingsan?" kataku dalam hati. Aku lalu melihat sekeliling, terlihat dari balik jendela langit sudah gelap, dan didalam rumah sudah ada beberapa buah lentera yang menggantung di beberapa bagian dinding rumah.
"Yang itu tolong dimatikan ya nek" kata mbah Bhanu sambil menunjuk sebuah lentera yang menggantung tepat di belakang Eko.
Ketika lentera dimatikan, pencahayaan mulai berkurang, walaupun tersisa satu buah lentera yang masih menyala di dapur. Kami berempat lalu duduk disetiap sudut ruangan yang aku perkirakan ukurannya 3x3 meteran, mengelilingi tampah yang berada ditengah-tengah ruangan. Terdengar sayup-sayup suara mbah Bhanu membacakan sebuah mantera yang aku yakin itu adalah logat jawa. Mbah lalu menghentikan manteranya dan berpesan agar jangan ada yang memejamkan mata dan lari ataupun teriak saat apapun hadir ditengah-tengah kami. Lalu mbah memintaku untuk tetap memakain cincin itu walau rasanya akan panas nantinya.
Mbah lalu kembali membaca mantera-mantera, setelah agak lama aku merasa seperti ada angin yang datang entah dari mana, dan terdengar suara lemparan-lemparan batu dari atap rumah mbah, aku terus berkonsentrasi dan menyiapkan diriku untuk sesuatu yang akan muncul nantinya.
Perlahan asap putih muncul dari tengah-tengah tampah, lalu kemudian membentuk suatu sosok pocong yang tingginya sekitar dua meteran lebih, kafan yang agak kotor dan sudah tidak berwarna putih itu sangat jelas terlihat olehku. Awalnya aku sangat takut sekali terlebih wajah makhluk ini seperti wajah Eko yang aku lihat sebelum pingsan tadi, busuk dan mengeluarkan darah. Sesekali aku menundukkan kepala karena rasa takut yang masih tersisa didiriku, walaupun aku tau tidak akan terjadi apa-apa juga kepada kami.
Setelah agak lama, sosok pocong itu menghilang dan kembali menjadi kepulan asap tebal. Aku kembali mengangkat kepalaku yang sedari tadi agak menunduk, dan masih terdengar sayup-sayup suara mbah Bhanu membaca mantera. Tidak berapa lama kembali aku merasakan angin yang datang, tapi kali ini udaranya agak hangat, kemudian muncullah satu sosok hitam berbadan besar, makhluk ini memiliki rambut yang panjang dan kuku-kuku yang panjang, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, bukan main takutnya aku saat itu. Aku kembali terus mengingat tujuanku datang kesini, aku mau cepat kaya, aku mau cepat kaya...!!
Hembusan nafasnya seakan mengeluarkan bau busuk yang hampir membuatku muntah, lalu tiba-tiba cincin dijariku terasa panas sekali, seakan akan membuat jariku terbakar. Aku berusaha memberanikan diri untuk tidak memejamkan mata, aku melihat kearah cincin yang aku kenakan ini, cincin ini mengeluarkan asap putih kehitaman, lalu perlahan makhluk itu menghilang dan suasana kembali normal.
Mbah Bhanu menghentikan manteranya, dan terlihat samar-samar nenek bangun dari duduknya dan kembali menyalahkan lentera yang tadi padam.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya