SANTET
JEJAKMISTERI - Mungkin kita terkadang merasa kaget, tidak percaya, kecewa atau seakan mimpi tentang sebuah takdir kehidupan yang harus kita jalani. Hal itu wajar terjadi ketika kita mengetahui siapa sejatinya diri ini dan tugas yang akan di jalani tidak mudah, mungkin kerap kali di luar logika akal manusia.
Begitulah sebuah kehidupan dan skenario yang telah di buat oleh sang pencipta, hal itu terjadi tidak lepas dari doa para leluhur kita untuk para anak serta keturunannya. Begitulah yang di rasakan oleh Wahyu, setelah menerima undangan untuk pergi ke suatu air terjun dan gunung. Hal itu tidak lain adalah agar Wahyu mengenali para leluhur terdahulu, sejarahnya dan nasab keturunannya.
Kali ini, saya akan menceritakan kisah Wahyu dengan mengganti sebagai aku karena menjadi tokoh utama.
=======================
Siang itu, ketika selesai mengerjakan pekerjaan rumah tiba-tiba ponselku berbunyi. "Siapa ini? No baru dari mana ya," batinku sambil sejenak memperhatikan nomornya. Setelah 2x panggilan dari ponsel tak ku jawab, tiba-tiba muncul Whatsapp "A, lagi dimana? Ini Bapaknya Khalid,"
Belum sempat membalas Whatsapp yang masuk tak lama berbunyi lagi ponselku dari nomor yang tadi masuk pesan. "Assalamu'alaikum, A lagi dimana? Saya Bapaknya Khalid bisa ke pabrik gak sekarang," suara dari sebrang sana.
"Walaikumsalam, iya Pak, saya di rumah baru selesai beresin kerjaan rumah. Sekarang saya mau siap-siap untuk shalat Jum'at ni, bisa paling habis Jum'at ya Pak nanti saya kesana," balasku.
"Oh ya, itu yang pegang project di Karawang siapa ya?" tanya Bapaknya Khalid.
"Saya pak," jawabku.
"Pasti ada sesuatu ni, gak mungkin ada api jika tidak ada yang membakarnya," batinku.
"Penjualan disana gimana? Tadi ada yang telpon ke Imron katanya tadi ada marketing telpon gak di angkat, nah marketing langsung telpon Imron tanya yang di Karawang," tanya Bapaknya Khalid.
"Bada Jum'at, saya ke pabrik aja biar selesai semuanya ya pak, saya mau mandi dulu dan siap-siap ke masjid nih," balasku singkat karena males menerangkan melalui telpon.
"Ok A, di tunggu ya nanti biar masalahnya selesai bukan kata si anu dan anu," sambung bapaknya Wahyu.
"Siap, pak." Jawabku dan mengucapkan salam sambil menutup ponselku.
Aku mencoba berpikir ada angin apa bapaknya Khalid menelpon dan tau dari mana kontakku, sementara bertemu aja jarang banget. Aku lalu mencari kontak Khalid untuk menanyakan posisinya dan ada kepentingan apa sang Ayah tidak biasanya menghubungiku.
"Bro, dimana?" tanyaku.
"Gue lagi di Samsat bang, urus perpanjangan STNK belum selesai ni," balas Khalid dari jauh.
"Bokap Lu, baru aja selesai telpon gue tanya soal lokasi tahap 2 penjualan dan sampai tadi pagi ada konsumen mau beli tapi gak gue angkat. Memang ada telpon dari Malik 2 x di panggilan ponsel, gue gak angkat males jam 6:30 wib bro, lagi ribet sama kerjaan rumah dia telpon," balasku.
"Gue gak tau Bang soal itu, Gue aja baru keluar dari rumah tadi jam 10:00 wib," jelas Khalid.
"Disnaa pabrik ada Imron, gue rasa ada omongan sesuatu gak enak sampai gue di panggil sama bokap lu dan ada indikasi mau menjatuhkan gue efek tahap 2 ni," terang ku.
"Gak tau dah, dia lagi aja mau apa si tuh orang?" tanya Khalid heran.
"Ada kaitan sama kemarin dia mau pinjam duit 5 juta tapi gak lu kasih kayanya, yaudah nanti habis Jum'at ketemu di pabrik Bokap Lu biar kelar semua. Gue jedotin juga bila perlu si Imron udah geram sama dia, tua bukan makin benar tapi malah gak ada otak di ganti otak bin*t*ng kali," gumamku di ponsel geram.
"Yaudah bang, nanti ketemu di pabrik aja," balas Khalid dan perbincangan melalui ponsel kita akhiri.
Setelah selesai salat Jum'at dan istirahat sejenak karena ngantuk akhir ini kurang tidur, aku melihat jam sudah pukul 13:00 wib lalu pamit kepada orang rumah untuk pergi kerja. Aku keluarkan ponsel sejenak dari tas dan memberikan kabar kepada bapak Khalid, aku dalam perjalanan dan meminta untuk Bapaknya Khalid menahan Imron untuk tidak pergi sebelum aku tiba.
Akhirnya aku pun tiba di pabrik Bapaknya Khalid setelah empat puluh lima menit perjalanan, disana telah ada Khalid, Imron dan Bapaknya Khalid. Aku perhatikan Imron wajahnya dan perhatikan gerak gerik dia, terlihat ada rasa panik dan takut jika kebusukannya terbongkar.
"Bro, udah tau apa yang mau di omongin bokap lu?" tanyaku kepada Khalid sambil masuk ke ruang kerja.
"Belum Bang, biarin aja gue mau tau dia bilang apa aja ke Bokap, gue udah cerita sebelum dia cerita ke Bokap gue," jawab Khalid sambil tersenyum seakan dia akan menang dalam pertarungan.
Tak lama Imron masuk ke ruangan kerja dan susul oleh Bapaknya Khalid, tak lama percakapan pun di buka oleh Bapaknya Khalid dengan persilahkan Imron berbicara. "Silahkan Bang Imron, sampaikan apa yang tadi Abang bilang ke saya kepada mereka berdua," ujar Bapaknya Khalid.
"Iya, jadi begini tadi pagi saya dapat telpon dari Jali kalo ada konsumen mau ambil unit di Karawang tapi telpon Wahyu gak di angkat, terus dia telpon ke saya sementara saya gak tau apa-apa terkait lokasi di Karawang," ungkap Imron.
"Jali telpon Abang jam berapa?" tanyaku memulai bermain kata dan intrograsi tanpa dia sadari.
"Tadi pagi sekitar jam sembilan, saya jawab untuk tahap 2 soal penjualan tidak tau apapun karena dari awal tidak terlibat. Saya bilang nanti coba tanya Bapaknya Khalid seperti apa soal tahap 2 itu," jawab Imron.
"Betul Bang, kalo Jali telpon gue jam enam tiga puluh menit dan itu gue memang pagi jatah kerjakan pekerjaan rumah. Pagi buta di telpon 2x, kalo orang waras ketika di telpon gak di angkat maka Whatsapp kasih tau apa yang mau di sampaikan. Gue kan bisa balas atau telpon balik jika itu bersifat ya urgent, lah gak ada kabar dan tiba-tiba telpon lu lagi jam sembilan ya? Jam enam tiga puluh ke jam sembilan berapa lama?" Balasku dan dia diam sejenak.
Bapaknya Khalid lalu bertanya kepadaku, "Selama proses tahap 2, Bang Imron ada andil untuk membantu di lokasi gak?"
"Seharusnya ada Pak, dia yang Carikan lahan tapi pas waktu pengukuran lokasi dia malah gak datang. Saya Whatsapp dan telpon gak di angkat, padahal dia baca tuh Whatsapp kalo orang punya otak pasti bakalan telpon balik atau setidaknya beri kabar kalo dia gak bisa. Justru malah sebaliknya 5 hari pekerjaan dia gak datang gak ada kabar sama sekali, sampai saya bilang ke dia langsung kemana lu Bang di telpon sama angkat gak ada kabar? Dia bilang motor mogok dan rusak Hyu, saya bilang sama dia kalo nanti penjualan mencapai target dan ada bonus dari si Bos jangan harap Lu bakalan Gue kasih ya, tapi dia bilang enak aja dapat jugalah Gue tuh Bang Imron jawab Pak," ungkapku mencoba membuka borok Imron yang sudah 4 bulan ku tahan dalam hati.
Lalu Bapaknya Khalid bertanya kepada Khalid Putrany sendiri apakah benar yang di bicarakan Imron, "A, Bapak mau tanya benar gak selama ni kalo Aa gak pernah kasih duit maupun komisi untuk Bang Imron?"
"Aa kasih Pak ke Bang Imron, kalo ada nimba air atau kadang harian 100 ribu pasti Ada kasihlah gak mungkin orang kerja kasian," jelas Khalid.
"Kalo begitu yang salah Bang Imron, kenapa bilang ke saya kalo Aa gak pernah kasih duit?" Nada mulai naik satu oktaf.
"Saya kemarin udah bilang sama Aa pinjam duit 5 juta, potong komisi saya aja lah memang lagi butuh duit. Saya udah kasih tau jauh-jauh hari terserah mau kasih kapan tapi bilangnya gak ada," ngeles Imron yang merasa telah terpojok berniat mau menikam dari belakang justru dia yang terkena perangkap sendiri.
"Saya kan udah bilang ke Abang, gak ada duit kalo ada bakalan saya kasih. Saya aja pusing konsumen 4 bulan yang bayar cuma 30% pada nunggak semua akibat pandemik belum isu yang di sebarkan orang gak enak, saya udah kantongi buktinya tinggal tunggu aja tanggal mainnya," geram Khalid yang tidak menyangka orang kepercayaan ternyata menikam di belakangnya.
"UDAH, GAK USAH DI KASIH BIARIN AJA A, BUAT APA ORANG KAYA GITU DI TOLONG," amarah Bapaknya Khalid memuncak tak terbendung gali ibarat pintu air udah jebol menahan dari tadi awal pembicaraan.
Allahu Akbar ....
Terdengar suara adzan dari masjid sekitar pabrik, aku yang merasa pembicara tersebut udah antara 2 orang yaitu Khalid dan Imron. Aku undur diri untuk salat ashar, tak lama Bapaknya Khalid menyusul untuk salat dan beliau menjadi Imam untuk menjalankan empata raka'at sore itu.
Sebelum perbincangan usai, memang Imron gak ada otak sama malu masih meminta uang untuk bensin ke Khalid. Sementara Khalid yang memang di dompet cuma ada lima puluh ribu langsung di berikan ke dia. Imron menerima tanpa dosa dan muka masam, berlalu pergi dari ruang kerja.
=============
Setelah kejadian waktu itu, selang 3 hari aku merasakan suasa rumah agak berbeda ada unsur sirep dan santet yang kuat. Aku yang biasanya terjaga tiba-tiba sering sekali ngantuk tak tertahankan, hingga di hari ke 3 itu seperti biasa aku melakukan salat tahajud. Setelah membersihkan diri lalu ku jalankan sepertiga malam bermunajat kepada sang ilahi Robbi, meminta hajatku untuk keperluan dunia dan akhirat.
Dzikir ku lantunkan mulai istighfar, sholawat dan dzikir ku lantunkan namun sirep itu begitu kuat, beberapa kali kepala ini terkantuk kaget. Ku berusaha kencangkan dzikirku meski badan dan kantuk ini menyerangku, 1000x terlewat, 2000x terlewat dan ketika masuk 2500x dzikir sekilas ada bola api yang entah datang dari mana. Dia terbang memutariku dan ingin masuk ke kaki bagian kiri akan tetapi sebelum masuk bola api itu seketika hilang tak meninggalkan jejak.
"Mulai lagi ada yang gak beres, sialan gak boleh lengah gue dan harus menjaga keluarga jangan sampai mereka kena," batinku.
Dan paginya ada Whatsapp masuk dari kawan di Hongkong yang indigo, "Mit, lu ngga apa-apa kan?" tanya dia.
Tumben ni orang Whatsapp panik gak biasanya, padahal lebih sering rese dan koplak kalo Whatsapp tuh.
"Opo Mba, nggak apa-apa kok, mang ada apaan?" balik diriku bertanya.
"Kaki kiri lu dari bahu ke bawah sakit gak?" lanjut dia penasaran.
"Iya sih dikit gak terlalu parah, mang ada apa sih," tanyaku lagi.
"Gue lihat ada orang niat jahat mau celakain lu, dia pengen lu lumpuh hati-hati aja," jawabnya mba dari Hongkong.
"Oalah, iya amba slow aja, memang semalam ada bola api pas Gue lagi salat malam tapi Alhamdulillah sebelum menyentuh kaki ku, bola api itu udah terpental entah kemana, mang siapa yang mau celakain Mba?" ungkap ku.
"Udah gak usah lu pikirin, jaga diri aja dan jangan pengen tau kalo siapa yang mau celakain lu, nanti takutnya dendam malah jadi rusak hati Lu, Mit," jawabnya singkat
Memang Mba yang dari Hongkong kalo ngomong gak ada akal main demat demit aja, kami kenal di Facebook dan belum pernah ketemu. Penjaga dia pernah 1 kali berusaha membelaku sebelum peristiwa bola api yang menyerangku itu, muncul Ratu Ular dan anak kecil bernama Lula untuk melindungi ku dari serangan orang-orang jahat. Lula yang paling marah dan pasang badan kala itu karena tak terima kalo diriku ingin di celakakan.
Dia merubah wujud wajah anak kecilnya menjadi menyeramkan padahal musuhnya kala itu adalah demit kasta tinggi bukan sembarang. Tapi di belakang Lula saat itu berbaris sosok penjaga para pengawal sang Ratu yang mendampingi Lula juga untuk menjagaku.
Semoga kisah ini menjadi pembelajaran, apapun pekerjaan kita akan memiliki resiko main kasat mata maupun tak kasat mata. Maka perkuat benteng diri kita untuk lebih dekat kepada Gusti allah sang pemilik alam semesta ini. Karena semua terjadi tak lepas dari izin Allah subhana wa ta'ala.
SEKIAN