TEROR GENDERUWO
JEJAKMISTERI - Udara pagi berembus pelan, membawa hawa basah dan kesejukan. Beberapa bulir embun terlihat tergelincir pelan dari pucuk daun pohon kopi.
Di ujung hamparan kebon cabai terlihat pendar cahaya matahari kekuningan yang keluar belum terlalu tinggi. Menciptakan bayang-bayang memanjang pada tepi jalan setapak di depan rumah yang di tempati oleh Hana.
Sinar matahari tak terasa begitu terik ditempat itu karena terhalang oleh rindangnya pepohona. kampung yang ditempati Hana terletak dipinggir hutan berada di dataran tinggi, sehingga kabut disana sering nampak.
Setelah menyapu depan rumah, sesaat Hana duduk di teras dengan pandangan ke atas sana. Di mana pepohonan tampak berjejer tinggi sesekali tertiup hembusan angin.
Seperti biasa jam delapan pagi rutinitas yang Hana jalani berangkat ke kebun dan pulang ketika hari sudah siang.
****
Malamnya rasa sepi kadang Hana rasakan ketika suaminya pergi ke hutan untuk beberapa hari bekerja sebagai penebang pohon.
Sebelum tidur, dia atas ranjang sesaat Hana menghela nafas pendek, kemudian menetralkan sendi-sendi yang terasa kaku efek beraktivitas di kebun.
Malam beranjak semakin larut. Di dalam kamar, saat Hana mencoba terlelap dalam tidurnya. Beberapa kali tengkuknya terasa dingin. Seperti ada sepasang mata yang mengawasi dari sudut ruang. Tapi saat ia menoleh, kosong.
Menit berikutnya. Tiba-tiba terdengar oleh Hana suara ketukan pintu. Lalu kemudian Hanapun menoleh menuju sumber suara memperhatikan bagaimana dua sisi pintu menampilkan keheningan di luar sana.
"Siapa?" ucap Hana memastikan.
Hening. Tak ada jawaban.
Beberapa saat Hana masih terdiam, menit selanjutnya setelah mengumpulkan segenap keberanian. Akhirnya ia coba menarik diri memastikan situasi di luar kamarnya.
Sambil menahan berat mata Hana bergegas melangkah menuju sumber suara.
Perlahan pintu kamar terbuka. Dan Hana pun didera kejut yang luar biasa ketika melihat Mas Yuda suaminya sedang duduk di ruang tengah.
"Baru berangkat kemarin sore, kok, balik lagi, Mas? Katanya kerjaan menebang di hutan sampai empat hari," tanya Hana heran.
Pertanyaan Hana diabaikan oleh suaminya. Hingga beberapa detik kemudian ia beranjak dari duduknya. Lalu melangkah ke arah Hana sambil menyunggingkan senyum.
"Aku khawatir padamu," bisiknya pada Hana. Lalu kemudian masuk ke kamar.
Awalnya Hana merasa tidak ada hal yang janggal, tapi kesadaran bangun terpaksa, rasa kantuk yang mendera kini entah ke mana.
"Pintu aku kunci dari dalam, bukankah suamiku saat pergi tidak membawa kunci serep?" gumam Hana.
Setelah menyadari pintu masih terkunci dari dalam. Hingga akhirnya Hana mulai memahami situasi yang tidak beres sedang terjadi.
"Ayo tidur sudah malam." seketika lamunan Hana terbuyarkan ketika mendengar kalimat itu dari dalam kamar.
Hana benar-benar merasa bingung, dia takut jika sosok yang menyerupai suaminya itu akan menyakitinya. Dengan perasaan cemas Hana pun melangkah masuk ke dalam kamar.
Sosok yang menyerupai suaminya terlihat sedang berbaring terlentang. Menatap lekat pada Hana, ia benar-benar terjebak dalam situasi saat ini.
"Cepat tidur, kenapa malah berdiri aja." Dia berkata kembali.
Terasa Dada Hana mulai bergemuruh, panas menyelimuti. Panik dan cemas menjadi satu.
Sebenarnya ingin rasanya menolak, tapi Hana merasa takut jika sosok itu jadi marah kalau ia menolak untuk tidur di sampingnya.
Dengan terpaksa Hana pun naik ke atas ranjang dan berbaring di samping sosok yang menyerupai suaminya.
Hana dengan posisi menyamping membelakangi sosok itu masih membuka mata dengan perasaan gemetar ketakutan.
Lalu kemudian perlahan terasa ada lengan melingkar ke bagian pinggangnya. Ternyata sosok itu memeluk Hana dari belakang.
Mau teriak juga percuma karena rumah Hana jauh dari tetangga. Dan takut juga jika sosok yang kini didekatnya bakal menyakitinya jika Hana berontak.
"Aku mau shalat isya dulu," ucap Hana beralasan pada sosok itu.
Di kamar yang biasa digunakan untuk shalat, Hana membaca surat Yasin yang entah sudah berapa kali dibacanya berulang-ulang sampai ia ketiduran.
Ketika tertidur. Hana bermimpi bertemu sosok sangat mengerikan, kemudian Hana dibawa terbang oleh sosok itu sangat tinggi.
Entah sudah sampai ketinggian berapa sosok itu membawa. Sampai tiba-tiba terdengar suara bergemuruh terdengar jelas di telinga Hana.
"LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL-ALIYYIL AZHIM."
(Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah yang maha tinggi dan maha agung)
Seketika sosok yang membawa Hana terbang terpental jatuh. Kemudian Hana pun terbangun.
Hana mengusap wajah, sesaat kemudian menetralkan detak jantung yang terasa ritmenya terlalu cepat. Kemudian Hana palingkan pandangan ke jam yang menempel dinding, sudah jam 2 dini hari. Lalu Hana beranjak menuju kamarnya.
Dengan perasaan was-was Hana melangkah secara perlahan. Dan ketika pintu kamar dibuka sosok yang menyerupai suaminya sudah menghilang.
Sebenarnya ada banyak keanehan dirumah ini. Biasanya paling cuma denger orang ketawa, pernah juga liat pocong di luar rumah. Tapi kali ini sangat horor sekali dirasakan oleh Hana.
Suara angin berdesir disekitar telinga, bersamaan dengan rasa merinding yang semakin menjadi-jadi ketika mengingat peristiwa tadi yang Hana alami. Tiba-tiba tengkuknya mulai dingin. Terasa menjalar sampai kedua lengannya.
Lalu Hana pun berniat untuk tidur kembali. Ia baringkan tubuhnya di ranjang kemudian sesaat Hana tertegun sambil memandang langit-langit kamar.
Terasa udara dingin berhembus melalui ventilasi kamar, membuat kulit lengan dan tengkuk hingga terasa meremang. Hana segera menutup tirai jendela yang masih terlihat terbuka, lalu merapatkan.
Kemudian kembali berbaring di atas kasur, terjaga dengan dada berdebar kencang. Sesekali telapak tangannya meremas kasur.
Tiba-tiba angin berhembus kencang diiringi aroma wewangian bercampur dengan aroma yang sulit dijelaskan.
"Kau cantik." desir angin membawa bisik halus ke gendang telinga Hana.
Keheningan sesaat menyelimuti, hanya debar-debar yang terasa mengencang. Hana celingukan mencari sumber suara.
Suara tanpa wujud itu, kembali membuat pikiran Hana menjadi kalut. Dia ketakutan jika sosok itu datang kembali.
Beberapa menit kemudi.an Hana terhenyak kaget, saat tiba-tiba merasakan sebuah lengan tanpa wujud melingkari pinggangnya. kemudian mata Hana mulai berkonsentrasi berusaha melihat sosok apa sebenarnya yang saat ini didekatnya.
kulit leher Hana merasa embusan napas yang begitu dekat. Kemudian hangat. Seketika membuat tengkuknya merinding.
Sekilas Hana melirik pergelangan kaki, coba bergeser, rasanya sangat berat. Hana tak bisa bergerak. Lalu tiba-tiba.
Bruk!
Terdengar sebuah benda jatuh. Perlahan, Hana menoleh. Matanya mendelik lebar saat menyadari ada sosok yang kini berdiri di dekat pintu kamar.
Sosok hitam tinggi besar dengan wajah mengerikan penuh bulu seperti barongan. Rambut gondrong dan mengembang besar seperti singa. Bermata merah yang melotot ganas. Lidah menjulur panjang. Dan ukuran hidung yang jauh lebih besar daripada hidung manusia.
"Tolong… jangan… sakiti… saya," ratap Hana ketakutan.
Melihat wujud mengerikan seperti itu, Hana menggeleng ketakutan sambil beringsut mundur.
Sosok itu melangkah kaku mendekat ke arah Hana, seperti siap menerkam tubuhnya yang mungil.
Saat situasi terdesak, Hana teringat dengan mimpinya bahwa makhluk itu terlihat kesakitan ketika mendengar lafadz. "LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL-ALIYYIL AZHIM."
Lalu ketika jarak sosok makhluk itu sudah semakin dekat, Hana pun dengan keras mengacapkan.
"LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL-ALIYYIL AZHIM."
"Ampun... sakit." Sosok itu mengerang merintih kesakitan.
Sebelum kepala makhluk itu putus, hanya suara rintihannya yang terdengar oleh Hana Lalu kemudian dia benar-benar menghilang.
***
Tiga hari kemudian.
Hana mendongak menatap wajah yang terkena pantulan cahaya matahari itu. Rambutnya yang tampak kusut dengan pakaian yang terlihat kotor.
Mata Hana seketika berkaca-kaca. Lalu setetes air meluncur membasahi pipi setelah dua hari kemudian suaminya kembali pulang.
"kenapa kamu menangis, Hana?" ucap Yuda suami Hana.
Hana menutup wajah dengan telapak tangan sambil membenamkan kepala di dada suaminya. Entah karena terharu atau karena rindu. Namun yang pasti ada rasa ketenangan ia rasakan ketika suaminya sudah kembali pulang.
Ketika Hana bercerita, suaminya hanya menghela nafas berat dan terlihat kecemasan dari raut wajahnya.
SEKIAN