Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TERSESAT DI HUTAN LARANGAN


JEJAKMISTERI - Kususuri semak belukar terus masuk hutan larangan, konon warga sekitar menyebutnya Hutan Kematian. Siapa saja yang memasuki Hutan Larangan, biasanya tak pernah bisa keluar lagi, menghilang entah ke mana.

Entah perasaan apa, juga entah mengapa, aku harus menginjakkan kaki ke sini, dan mengapa pula sampai di tempat ini?

Sepertinya ada yang menuntun, mengajak, dan mengharuskan aku pergi ke hutan ini.

Semalam saat sedang berkemah di bukit sebelah hutan iini, sepertinya ada yang memanggil-manggil namaku. Lalu terbangun dari tidur, seakan mimpi yang nyata, ada perasaan yang mengajak untuk melangkah ke hutan ini.

Sebelum memasuki hutan ini, aku merasa heran, hutan yang begitu bersih seperti ada orang yang mengurusi tempat ini. Pohon-pohon menjulang rimbun, rumput dan semak belukar tumbuh, begitu hijau, resik, asri terlihat seperti ada penghuninya.

Kulangkahkan memasuki permadani rumput hijau, sambil melihat ke sekeliling. Tak menemukan siapa dan apapun. Hanya ada sebuah tempat petilasan bangunan.

Batu besar dan pipih seperti tempat duduk. Ada empat batu bulat pipih berhadap-hadapan dan ditengahnya batu pipih persegi, seperti menunjukkan tatanan kursi dan meja tempat duduk.

Disebelahnya ada makam yang semua pinggirannya tertata dari batu kali yang halus. Makam yang dikeramatkan warga sekitar, seperti makan kuno. Aku mematung berdiri di depannya. Tak sadar apa yang terjadi, tiba-tiba suasan berubah tak terasa menjadi gelap, seperti malam hari.

Aku terkejut dengan perubahan suasana sesaat. Tiba-tiba menjadi riuh, terlihat kumpulan orang-orang sedang sibuk seperti di sebuah hajatan perkawinan.

*****

Gamelan musik pengiring terdengar syahdu, merdu, suasana begitu khidmat, sayup-sayup sinden menyanyikan kidung dan para penari lemah gemulai menggerakan tangan dan tubuhnya.

Aku semakin terkesima melihat semua, hanya beberapa saja yang dapat melihat dan merasakannya. Semuanya terlihat tak acuh seperti hal di undangan, tiba-tiba seorang kakek tua menghampiri, dia menuntunku ke arah pojok yang sepi sambil berkata,

“Nak, kamu tersesat, jangan pandangi mereka, cepat kita pulang!” Dia bergegas menggusurku. Aku heran, mengapa tersesat?” Si Kakek terus mengingatkanku.

“Cepat kita keluar dari sini, sebelum yang punya hajat datang. Ayo cepat! sudahlah ikuti aku saja!” ucap kakek lagi sambil menggusurku ke luar.

Aku semakin tak mengerti. Rasa takutku semakin menjadi, aku berpikir, jangan-jangan kakek ini yang akan mencelakaiku, kemudian aku meronta dari pegangannya dan lari ke dalam, masuk di kerumunan orang biar tidak terlihat si Kakek,.

Dia mengejarku, berusaha mau menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Tiba-tiba dua sosok seperti pengawal menghadangku dan kakek sambil berkata,

“Anda di panggil sang Ratu!” ucapnya sambil memegang tanganku dan mengajak ke suatu tempat. Si Kakek memanggilku.

“Hai, lepaskan dia, jangan kalian serahkan pada Ratu!" teriak Kakek. Dia berusaha menghalangi kepergiaanku, tapi kedua ponggawa itu tetap memaksa dan menyeret ke suatu tempat.

Akhirnya sampai di sebuah ruangan yang cukup luas, dengan singgasana yang indah serba hijau, hiasan dekorasi ruangan yang sangat sejuk namun terasa aroma mistis.

Tak lama kemudian, muncul seorang putri nan jelita dengan pakaian serba hijau dibalut kebaya dan mahkota bak seorang Ratu. Cantik luar biasa tak ada bandingannya dengan manusia di bumi.

“Ya Tuhan, begitu sempurna!" bisikku takjub.

“Hai, manusia, tinggallah kau di sini bersamaku. Kau akan memiliki semuanya, tapi kau harus menjadi suamiku!" ucapnya sangat kharismatik dan berwibawa. Rupanya dia Sang Ratu yang penguasa kerajaan ini.

Aku sangat terkejut, mendengar tawaran yang begitu mendadak. Sementara, terpana melihat semuanya. Namun ada rasa takut yang membuat bulu kuduk berdiri.

“Astagfirullah haladzim, ternyata benar sudah tersesat!" ucapku sambil berusaha mencari si Kakek, namun dihalangi penjaga yang tinggi besar.

Aku diseret dimasukan ke dalam ruangan yang kosong. Rasa takut menyergap, ingin keluar dan berlari, tapi tak ada jalan, pintu terkunci.

"Tolong..., tolong! Buka pintunya...!" Tak satu pun ada yang mendengar. Akhirnya berusaha iklas, sabar dan tenang dalam ketakutan.

Aku menangis sambil menekur, duduk menundukkan kepala, disembunyikan di balik kedua tangan di sela kedua lutut kaki.

Tak henti doa kupanjatkan dan membaca ayat-ayat Al Qur’an yang kuhapal. Hatiku selalu ingat kepada sang Illahi. Berharap keselamatan dan bisa terbebas.

"Ya Allah, selamatkan aku dari tempat ini, hamba percaya pada kekuasaan-Mu, ini semua makhluk-Mu, tapi kami berbeda alam. Ya, Rabb! hanya pada-Mu berlindung dan memohon pertolongan!" isakku dengan penuh pengharapan.

*****

Dalam keheningan, duduk bersila, kupejamkan mata, berusaha kontak batin dengan sang Illahi, pemilik semesta alam.

Aku tak ingin melihat apapun di sekeliling. Tak henti melafazkan asma-Mu, perkenan pertolongan-Nya.

Tiba-tiba semua suara bising hajatan menghilang, berganti dengan kesunyian. Hanya suara angin yang berdesir menghembus daun-daun bambu, dan suara burung hantu menambah keheningan malam.

Sejenak kubuka mata perlahan, remang-remang hanya cahaya purnama yang menyinari tempat ini.

Kulihat ke sebelah, ternyata aku duduk di makam keramat yang sejak tadi kupandangi. Rasa percaya dan tak percaya dengan yang baru saja terjadi.

Aku perlahan melangkah meninggalkan makam keramat, sambil tak berani melihat kembali ke belakang. Di luar wilayah makam ada seorang kakek yang sudah menunggu, kemudian menghampiri dan memeluku dengan erat.
SEKIAN

close