Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

JEJAK SILAM MAJAPAHIT DI BROMO


CeritaRakyat - Gunung Bromo adalah Gunung yang dianggap suci bagi masyarakat Tengger karena merupakan lambang tempat Dewa Brahma. Nama Tengger sendiri diambil dari tokoh legenda yang bernama Rara Anteng (Teng) dan Joko Seger (Ger), yang kemudian dipadukan menjadi Tengger. Peranan tokoh Rara Anteng dan Joko Seger sangat melekat pada hati masyarakat Tengger sehingga keduanya tidak dianggap sebagai legenda lagi, melainkan sebagai cikal bakal nenek moyang masyarakat Tengger.

Seperti keberadaan Zeus dan Apollo di Yunani, atau Amon dan Horus di Mesir, begitupun dengan kepercayaan masyarakat Tengger sebagai penghuni di dekat Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Mereka masyarakat Tengger yang memiliki ciri agama Hindu-Budha berpadu dengan adat kepercayaan tradisional, masih percaya bahwa dewa merupakan personifikasi langit, laut, gunung dan kekuatan alam lainnya.

Gunung Bromo pun selalu dikaitkan dengan kerajaan Majapahit. Dimulai dari abad ke-10 masehi pengaruh Hindu dapat sampai kepada masyarakat Tengger. Gunung Bromo sebagai perwujudan Dewa Brahma adalah salah satu tolak ukur agama Hindu.

Bukti sejarah berupa prasasti Tengger tahun 929 M menyatakan bahwa Desa Walandid di Pegunungan Tengger adalah tempat suci karena desa itu dihuni oleh orang-orang pengikut agama Hindu.

Bukti lain berupa karya sastra Hindu yang disebut Tantu Panggelaran abad ke-11 menyatakan bahwa dewa yang diutamakan adalah Dewa Brahma sebagai dewa pandai besi, dan tempat itu disebut Gunung Bromo. Dalam buku Negarakertagama karangan Empu Kanwa menyebutkan bahwa Desa Walandid adalah desa suci yang diakui oleh Keraton Majapahit.

Naskah Tantri Kamandaka pada zaman Majapahit menyebutkan bahwa laut pasir digambarkan sebagai jalan lintasan arwah manusia dalan penyucian untuk menuju khayangan.

Menurut kepercayaan, laut pasir di Gunung Bromo sama dengan laut pasir di Pegunungan Himalaya yang dianggap suci. Gunung Semeru dan Gunung Bromo dianggap sebagai tempat dewa seperti halnya pegunungan Himalaya di India.

Penyucian arwah manusia dilakukan dengan japa mantra tertentu dalam upacara agama di Tengger yang disebut Entas-Entas. Tempat para arwah ditaruh di dalam kuali, yang secara simbolis merupakan kawah Gunung Bromo.

Sementara itu menurut naskah dari keraton Yogyakarta tahun 1814 Masehi disebutkan bahwa daerah Tengger diberikan kepada Patih Gaja Mada oleh penguasa/raja Majapahit atas jasanya. Sampai saat itu penduduk Tengger disebut “Tiyang Gajah Mada”.

Hingga akhirnya Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1478, dan secara keseluruhan runtuh tahun 1518. Bersamaan dengan itu agama Hindu Tengger ikut mengalami kesuraman.

Kuatnya pengaruh Majapahit di Gunung Bromo, kemudian melahirkan beberapa mitos seperti soal beberapa benda pusaka yang konon katanya tersimpan rapi di atas sana. Benda pusaka yang sudah ada sejak zaman Majapahit ini dipercaya juga sebagai pusaka titipan para dewa-dewa. Menurut masyarakat sekitar, pusaka-pusaka tersebut disimpan di Gunung Bromo sebagai pengingat agar selalu menjaga perilaku saat berkunjung ke sana, agar tetap sopan dan menghormati penjaga Gunung Bromo.

Selain itu ada juga mitos tentang pembangunan kerajaan gaib setinggi 18 tingkat. Mitos itu lahir ketika terjadi peningkatan aktifitas di Gunung Bromo sekitar tahun 2015 hingga 2016.

Konon katanya pembangunan kerajaan gaib tersebut dikerjakan oleh Ki Bromo, yang dipercaya sebagai penguasa atau pimpinan di alam gaib Gunung Bromo. Karena itu masyarakat sekitar memberikan sesajian untuk Ki Bromo dan para anak buahnya agar pembangunan tersebut segera dihentikan.

Cerita legenda maupun mitos dan sejarah sebagai bagian dari kebudayaan, mempunyai peranan sangat penting dalam rangka memperkokoh integrasi bangsa, apalagi dalam menghadapi era globalisasi.

Cerita legenda maupun mitos dan sejarah pada kawasan Gunung Bromo dapat merupakan contoh untuk memperkokoh integrasi bangsa Indonesia yang sedang menghadapi disintegrasi.

close