Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MELIHAT SEMERU DARI TENGGER


CeritaRakyat - Tanah Jawa adalah satu daerah di Nusantara yang penuh dengan cerita legenda. Ada banyak kepercayaan yang kuat terhadap kekuatan gaib, mistis, hantu-hantu, roh para leluhur, dan makhluk halus lain sebagainya. Satu diantara sekian banyak kepercayaan manusia Jawa adalah kepercayaan terhadap gunung-gunung. Sebagai salah satu hubungan dua dimensi yang berbeda, antara dimensi dunia manusia dengan dunia gaib.

Jika kita bicara jauh ke belakang, sejarah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa tidak lepas dari kepercayaan animisme dari zaman prasejarah, serta kepercayaan Hindu-Budha. Agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa selama 8 abad. Orang beragama Hindu percaya, bahwa Gunung Semeru merupakan rumahnya para dewa, serta gunungnya melambangkan hubungan antara dunia manusia dengan dunia para dewa.

Sebagian dari orang Jawa hingga kini percaya bahwa gunung adalah tempat sakral, dan biasanya didiami oleh makhluk halus, roh-roh leluhur, dan para dewa. Selain dipengaruhi oleh unsur Hindu-Budha, bagi masyarakat Jawa tempat-tempat seperti gunung punya semangat spiritual tersendiri.

Seperti daerah Tengger yang didalamnya terdapat Gunung Mahameru serta Gunung Bromo. Pada zaman kerajaan Hindu-Budha daerah Tengger dipakai sebagai tempat semedi, dan juga untuk menghormati Dewa Brahma, sebagai dewa api serta dewa arah selatan dalam kosmologi umat Hindu. Masyarakat setempat memiliki kepercayaan kuat terhadap Gunung Bromo, seperti yang disebutkan dalam cerita Legenda Kasada.

Legenda Kasada adalah cerita tentang asal usul manusia Tengger dan hubungan mereka dengan makhluk halus Gunung Bromo.

Dalam cerita legenda itu disebutkan, bahwa mereka memiliki nenek moyang Tengger bernama “Dewa Kusuma”, yang mengorbankan jiwanya untuk kemakmuran anak cucunya.

Sesajen yang diberikan masyarakat Gunung Bromo setiap tahunnya adalah salah satu bentuk dari perjanjian yang tertuang dalam cerita legenda Kasada tersebut.

Pada zaman dulu semua bangunan dan sanggar Tengger dibangun menghadap Gunung Bromo. Para tokoh adat setempat selalu mengadakan upacara selamatan dengan menghadap Gunung Bromo. Begitupun dengan pemakaman orang Tengger yang meninggal dunia, kepalanya akan dikuburkan menghadapkan Gunung Bromo. Semua itu sudah dijelaskan dalam kosmologi Tengger sejak waktu yang lama.

Nama Gunung Bromo sendiri diambil dari nama Dewa Brahma, yang berasal dari agama Hindu. Pakar sejarah percaya bahwa pada kerajaan Majapahit daerah Tengger dipakai sebagai daerah keselamatan dewa Brahma.

Menurut kosmologi agama Hindu setiap dewa melambangkan arah mata angin, yaitu ‘Isewera’ yang berarti arah timur, ‘Brama’ arah selatan, ‘Mahadewa’ arah barat, ‘Visnu’ arah utara, dan ‘Siva’ berada di tengah.

Masyarakat setempat percaya bahwa saat kematian mereka tiba, jiwa mereka akan berubah menjadi roh leluhur dan mendiami Gunung Mahameru atau Gunung Bromo.

Roh dari rakyat kecil akan mendiami Gunung Bromo sementara para tokoh adat yang sebelum kematiannya mengikuti upacara ‘Pembaron’ akan mendiami puncak Mahameru.

Hal tersebut membuktikan bahwa suku Tengger masih percaya kepada alam akhirat yang berada di atas Gunung Mahameru maupun Gunung Bromo.

Pada intinya, seluruh kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung tidak lepas dari unsur kepercayaan animisme yang datang sejak jaman prasejarah, termasuk kepercayaan tentang makhluk halus, roh leluhur yang mendiami macam-macam tempat, seperti di daerah Tengger masyarakat disana percaya bahwa Gunung Bromo didiami oleh roh leluhur bernama ‘Dewa Kusuma’ sebagai penengah diantara dimensi dunia manusia dan dimensi dunia gaib.


close