Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KUTUKAN DARI ALAM KUBUR (Part 1)


JEJAKMISTERI - Semua orang mempunyai sisi gelap, terpuruk di lembah hitam, dan berada pada titik terendah. Namun tidak ada yang bisa menolong kecuali hidayahnya, janganlah selalu menyalahkan mereka periksa hati dan perbuatan.

Malam yang cerah ditemani secangkir kopi hitam, tidak semuanya hitam itu pahit, selalu ada kenikmatan diakhir rasa.

Suasana warung kopi di pinggir kota Samarinda bukan warung remang- remang lho. Terlihat muda mudi nongkrong sambil memainkan ponsel, menikmati minuman beraneka ragam dan cemilan ringan yang sudah dipesan. 
Pengunjung tidak terlalu padat yang datang, lumayan ada beberapa orang asik ngobrol sambil ditemani lagu-lagu melow.

"Bu, kopi hitam sama kentang goreng, ya, satu. Jangan terlalu banyak gulanya," pesan Bang cendol. "Nyaman juga walaupun sendiri tidak ada yang menemani, karena Neng Arab dan Vita katanya masih sibuk dengan pekerjaan dan tugas kampu," batin Bangcen

Terlihat perempuan datang dan memesan minuman. Tidak terlalu cantik, rambut sebahu, kulit bisa dikatakan kecoklatan, umur sekitar tiga puluhan tahun, ada tato di lengan kiri, body ramping, memakai rok mini, pakaian ketat. Ia langsung duduk dan memesan minuman, duduk agak jauh dan membelakangi Bang Cendol.

Selama dua puluh menit diperhatikan, seperti ada keganjilan, hanya saja Bang Cendol belum menemukan apa yang aneh. Setiap laki-laki yang datang ke cafe pasti melirik ingin menggodanya. Tapi Bang Cendol melihatnya biasa saja, tidak ada yang menonjol di diri perempuan muda ini.

'Ah... ada-ada saja pikiran ini.'

Asik utak atik handphone, telinga Bang Cendol ibarat macan, bisa mendengar percakapan anak muda di samping, walaupun suara musik sedikit kencang. (efek khodam yang susah dibuang)

"Minta nomor HP cepat sana nanti keburu pulang cewek itu. Cantik lho, nyesal nanti kamu," kata salah satu orang di tempat itu.

"Malu, Bro, cantik betul," sahut kawan lainnya.

"Ah... payah kamu ini."

Dari perbincangan anak muda tadi Bang Cendol bingung.

"Cantik apanya, dilihat biasa aja, malah tidak ada daya tarik sedikit pun. Body yang sexy bisa jadi, pakaian yang minim boleh juga, Sudahlah mungkin pikiran saja yang mulai aneh kurang minuman kopi sepertinya," batin Bang Cendol.

Sebuah pesan Whatsapp masuk.

[Di mana, Bang?]

[Di cafe seperti biasa, Neng? Kenapa mau ke sini?]

[Nggak, ah, Bang. Lagi sibuk kerja lembur. Sama siapa Bang, di cafe?]

[Sendiri aja lah, Neng.]

[Katanya, Vita mau ke sana. Aku kira Abang ada bikin janji ketemuan.]

[Nggak ada, Neng, Vita WA aku. Mungkin dia ke sini sama teman kuliah.]

[Mungkin juga, ya, Bang. Ya sudah dilanjut ngopinya.]

[Siap, Neng.]

Setelah beberapa lama perempuan itu kedatangan 2 orang laki-laki berbadan lumayan besar. Tidak lama mengobrol, mereka pun bersiap-siap pergi bersama dengan perempuan tadi. Tiba-tiba orang tua datang di samping Bang Cendol.

"Pasti beliau mau ceramah lagi atau ada yang disampaikan," gumam Bang Cendol.

"Assalamu'alaikum... perempuan itu berisi susuk, coba di liat dari ujung kaki sampai kepala sambil baca sholawat," kata beliau.

"Astaghfirullah betul banyak sekali susuk yang dipakai kepala, tangan, dada, bokong, sampai maaf, kemaluannya ada juga. Gila nih perempuan! Pantas laki-laki tertarik melihatnya. Biarkan saja apa urusannya dengan ku. Hal seperti itu biasa di kota besar."

Setelah melihat jam tangan tidak terasa sudah hampir tengah malam. Bergegas lah pulang Bang Cendol. Dalam perjalanan yang dingin dan embun malam mulai menebal, suasana jalan sepi hanya ada warung kecil masih buka. 
Setibanya di rumah Bang Cendol terkejut. Di depan pintu ada sosok perempuan memakai pakaian hijau dengan selendang putih, lalu bawahan hitam.

"Siapa itu, ya? Manusia... tidak mungkin? Pasti kiriman dukun kam***t lagi."

Perlahan-lahan Bang Cendol mendekati. Jarak sekitar 2 meter perempuan tadi mengucapkan salam.

"Kamu yang tadi memperhatikan Rizka, ya, dari jauh?"

"Jadi Rizka nama perempuan tadi?" batin Bang cendol.

"Iya, nama dia Rizka."

"Kok dia tau tadi aku memperhatikan si perempuan, Apa dia ini penjaga perempuan bertato itu dan terusik dengan penerawangan ku," batin Bang Cendol.

"Iya maaf, atas kelancangan aku membuat Anda terganggu."

"Tidak papa, nak. Dia aku yang jaga dari kecil sampai sekarang. Aku ke sini cuma mau silaturahmi saja."

"Maaf nama anda siapa?"

"Panggil saja Nyi Selaras, saya liat kamu bukan orang sembarangan, Ilmu kamu cukup tinggi."

"Ini semua milik Allah, dan hanya titipan saja," jelas Bang Cendol.

"Kalau begitu saya pamit assalamu'alaikum."

Tiba-tiba ia menghilang di depan Bang Cendol. 
"Aneh, maksudnya apa ke sini dan perempuan tadi. Ah, sudah lah lebih baik istirahat persiapan besok jualan cendol."

**

"Ayo, Vi. Cepat! Nanti aku telat! Lama banget di kamar mandi!" teriak Sulaiha.

"Sebentar, El,baru aja keramas."

Sambil menunggu Vita mandi, Sulaiha menyalakan kompor merebus air buat bikin susu. Buka kulkas isinya cuma telor, sayur, cemilan dan sebungkus cendol yang belum sempat di minum. Menghela nafas panjang, Sulaiha ingat Bang Cendol, biasanya tiap hari ketemu sewaktu kuliah dulu, sekarang seminggu sekali, Dan jarang. Paling cuma sebatas chat tanya kabar. Dikarenakan sibuk bekerja.

"El buruan mandi," perintah Vita sedikit berlari dari kamar mandi ke kamar tidur.

Bergegaslah El mandi, selesai mandi, dandan, minum susu yang sudah dibuat tadi, langsung aja berangkat kerja. Vita pun sama, masing-masing punya kesibukan sendiri.

Sampai di kantor.

"Pagi... El udah sarapan," sapa Rizka.

Rizka karyawan bank, sudah bekerja 1 tahun di sana, ia selalu berpenampilan seksi dengan pakaian yang minim, bahkan sering kena tegur atasan agar memperhatikan pakaiannya.

"Udah dong. Kamu sendiri, Riz? Tiap hari telat terus datangnya?"

"Belum, El. Kesiangan bangun aku, biasa begadang," kata Rizka dengan wajah yang sedikit kurang tidur dan datang ke kantor juga seperti orang yang gelisah.

"Jangan sering begadang, Riz. Kurang bagus buat kesehatan. Liat tuh muka lesu betul."

Sebenarnya Rizka ingin menceritakan permasalahan tentang dirinya ke Sulaiha. Tetapi karena keburu teman kantor sudah mulai datang bekerja gak enak juga mau menceritakannya.

"El kapan-kapan kita nongkrong yuk, di warung cafe. Ada yang pengen aku cerita, kan," ajak Rizka

"Boleh, sore ini aja kebetulan pekerjaan juga sudah tidak ada yang urgent," jawab Sulaiha.

Tidak beberapa lama Rizka pun menerima telpon dari seseorang, dan menjawabnya juga agak menjauh dari Sulaiha. Dari kejauhan di perhatian, Rizka seperti orang yang panik dan berusaha menahan tangis di wajahnya.

"Kenapa? Dapat telpon dari siapa?" tanya Suliaha, sedikit cemas.

"Hem nanti aja El, aku cerita kan semoga kamu bisa memberikan solusi."

"Lebih baik aku ajak aja Rizka ke cafe langganan, kan lumayan suasananya agak tenang kalau sore gini. Jaraknya juga dekat sama pekerjaan biar lebih mempersingkat waktu," batin Sulaiha.

**

"Pesan apa, Riz? Minum kopi apa cemilan ringan? Makanan berat ada juga kok."

Terkejut Rizka,"ini, kan cafe malam tadi aku ketemu sama Mas Agus dan temennya."

"Air putih aja sama roti bakar," pinta Rizka. "Kamu percaya kutukan? Hal gaib atau semacemnya?" tanya Rizka.

"Percayalah. Emang kenapa?" Suliaha bertanya dengan wajah sedikit serius

"Sudah berapa dukun paranormal atau ustadz mengobati aku, mereka tidak sanggup.Rata-rata kalau tidak sakit pasti meninggal yang mengobati. Aku bingung, El? Apa ini kutukan? Malam tadi yang mengobati aku baru dapat kabar meninggal."

Sulaiha pun kaget mendengar cerita Rizka.

"Aku sudah nikah 3 kali, El. Semuanya kandas di tengah jalan, malah ada yang meninggal tidak wajar.

Di badan aku ini penuh susuk, El,"Jelas Rizka

"Kamu pasang Susuk!"

"Entahlah El aku juga bingung asalnya dari mana. Aku berharap Susuk ini bisa lepas."

"Banyak laki-laki yang dekat tetapi cuma nafsunya saja tidak ada cinta yang tulus. Kamu ada kenalan yang bisa bantu gak, El?"

Sulaiha pun merasa iba mendengar cerita Rizka, pengen meminta tolong ke Bang Cendol. Di satu sisi juga khawatir kondisi Bang Cendol sekarang kurang sehat setelah kejadian membantu abah sakit. Takut juga kalau kembali lepas kendali saat membantu seseorang.

"Ada sih teman lama. Nanti lah semoga dia mau bantu. Sekarang orangnya sibuk jualan. Nanti kita atur jadwal ketemuan sama teman aku itu."

Jam sudah hampir senja Sulaiha juga pengen balik ke rumah. Rencana malam ini mau menghubungi Bang Cendol dan menceritakan permasalahan Rizka.
Setelah sampai di depan pagar rumah, Sulaiha pun tiba-tiba merasa sangat lelah entah kenapa rasa kantuk yang sangat tidak tertahankan.
Terdengar suara perempuan memanggil saat mau masuk rumah, dengan suara berat disertai bau busuk yang menyengat tercium. 
Badannya pun tiba-tiba terasa kaku tidak bisa bergerak, nafas sesak dan badan terasa sangat dingin, di depan terlihat sesosok perempuan dengan kuku yang panjang mata merah berdiri, perlahan mendekati dengan merayap menuju Sulaiha. Bergerak saja tidak bisa hanya membaca surah- surah pendek di dalam hati berharap jin itu pergi. 
Setelah mendekati telinga Sulaiha, mahluk itu pun berbisik pelan.

"Dia akan mati di tanganku!"

Sulaiha pun terjatuh dan pingsan di depan pintu rumah.

**

Tercium bau minyak angin, kepala masih sedikit pusing, hanya bingung apa yang terjadi, tepat di samping ada Bang Cendol, dan suara Vita memanggil.

"Aku kenapa?" tanya Sulaiha, lirih, sambil memegang kepala karena sedikit nyeri. Badan masih lemah tidak bisa banyak bergerak.

"Kamu pingsan El di depan pintu," jawab Vita.

"Astaghfirullahalazim... perempuan itu..., " gumam Sulaiha setelah ingat semua. Ia menceritakan kejadian tadi pada mereka.

Dengan sedikit menahan emosi karena jin itu pergi entah ke mana setelah Bang Cendol cari tau, mungkin jin iseng aja. Bang cendol lihat keadaan neng Arab sudah agak mendingan bisa duduk dan minum.

"Istighfar, neng, baca doa jangan melamun, makanya kalau senja jangan keluyuran di jalan. "

Sulaiha mau menceritakan permasalahan Rizka dan pesan perempuan tadi karena kondisi badan masih lemah jadinya ditunda.

"Abang pamit, Neng, insha Allah besok ke sini lagi, jaga kesehatan, ya."

"Bang, bawakan cendol, ya," cetus Vita spontan.

"Kamu itu, Vit, apaan sih gak liat apa aku habis pingsan," jawab Sulaiha.

"Iya besok abang bawakan cendol yang seger. Yang penting Neng Arab sudah tidak apa-apa. Kak Ferdi dan Mama sudah dikasih kabar"

"Sudah, bang,"Jawab Vita dari belakang.

"Kasih kabar lagi mama di Tarakan beliau pasti cemas, udah malam nih gak enak sama tetangga. Abang pamit ya, assalamu'alaikum."

**

Dalam perjalanan pulang Bang Cendol seperti ada yang mengawasi dari jauh. "Biarkan saja kita lihat kiriman dukun mana yang datang." batin Bang cendol

Suasana malam dalam perjalanan pulang juga sudah sepi dinginnya tidak seperti biasa, sesampainya di rumah langsung ambil wudhu salat dua rakaat minta petunjuk kepada Allah, tepat jam dua malam.

"Gedebung!" Ada suara lemparan dari luar.

Tepat di hadapan bang cendol ada seseorang perempuan berwajah pucat, mata yang merah pakaian serba hitam.

"Kamu lagi? Kenapa bisa masuk rumah aku tanpa ijin?! "

"Pasti si pesuruh iblis jahanam itu," ucap Bang Cendol dalam hati.

"Cepat atau lambat kamu akan ikut aku! Kita akan bersama-sama menyesatkan manusia," kata wanita itu sambil tertawa puas.

"Apa maksud datang ke sini? Kan sudah aku bilang tawaran apa pun tidak akan aku terima."

"Hahahaha sehebat apa kekuatan kamu melawan aku, Hai manusia!"

"Hanya Allah yang maha Kuat. Semua mahluk di seluruh alam bersifat lemah," sergah Bang Cendol.

"Aku suka kamu, hahaha, aroma tubuhmu sudah tercium di neraka bersama ku. Lihat Suliha mudah aku membunuh dia tadi!"

"Oh, jadi tadi kerjaan kamu?" tanya bang cendol.

Tiba-tiba saja perempuan tadi menghilang, semalaman suntuk Bang Cendol tidak tidur mengingat kejadian tadi. 
Berharap orang tua datang memberikan solusi ternyata tidak ada datang.

**

"Sarapan dulu, El," tawar Vita "jam berapa Bang cendol ke rumah?"

"Habis sholat ashar sepertinya, Vit, barusan chat katanya ada urusan sama Ustaz Umar."

"Ustaz Umar ganteng gak, El?" tanya Vita, genit.

"Tanya sama Bang cendol aja sana dia kan sahabatnya."

"Hem nanti kalau Bang cendol datang aku tanya," Vita cengar cengir.

"Gimana ceritanya, Vit, kok sampai Bang cendol yang datang?"

"Jadi gini ceritanya. Pulang dari kampus, Aku liat kamu pingsan di depan pintu, langsung saja aku telpon Bang cendol karena panik."

"Terus? " wajah Sulaiha tegang.

"Sekitar sepuluh menit dia datang dengan wajah panik dan langsung menggendong kamu El ke kamar."

Sulaiha merasa bahagia di gendong Bang cendol.

"Terus, Vit?"

"Terus-terus ya. Bang cendol semua ngurus kamu El, dia panik lho, wajahnya tidak ada senyum sama sekali. Ya sudah El makan dulu, istirahat, aku banyak kerjaan nih cuci baju numpuk banget."

"Kamu ini, Vit,nanti ceritakan lagi gimana kelanjutannya."

Vita pun langsung pergi ke dapur menyelesaikan pekerjaan rumah.

**

Bang cendol cuma berjualan setengah hari. Rencana setelah sholat dzuhur mau ke rumah Umar minta nasehat prihal malam tadi. Karena setelah kejadian semalam hati Bang cendol sangat gelisah.

"Assalamu'alaikum Umar. Apa kabarnya?"

"Alhamdulillah, Bang, sehat. Ada apa nih tumben kamu ke rumah? ada yang perlu di bicarakan, ya?"

Setelah Bang cendol menceritakan kejadian Sulaiha dan malam tadi, Umar pun terkejut.

"Astaghfirullah memang mereka tidak henti-hentinya menyesatkan manusia."

"Bagaimana bagusnya sikap ku Umar?"

"Semua orang mempunyai ujian Bang, jangan takut. Allah selalu ada membantu. Ujian abang sepertinya besar di depan. "

"Mungkin akibat perbuatan ku dahulu, masuk ke dunia hitam karena nafsu amarah."

"Lupakan saja, Bang, semua orang punya sisi gelap."

Setelah berbincang lama Umar pun menyampaikan sore ini dia akan ke berau, ditugaskan dakwah di sana beberapa minggu karena kekurangan pengajar agama. Mendengar umar ke luar kota btang Cendol sedikit sedih, berharap Umar mendampingi saat membantu orang.

"Hati-hati di sana, Umar, daerah sana masih rawan, Ini tasbih dan parfum sholat bawa saja buat kamu, hitung-hitung amal jariah aku."

"Ah... kamu ini, Bang, ngomong apa. Insyaallah panjang umur kita, jadi bisa ketemu lagi di sini."

Setelah salat ashar Ustaz Umar pun berangkat menaiki mobil carter ke Berau. Bang cendol hanya mendoakan semoga Umar sukses dengan dakwahnya di Berau.

Sulaiha melihat waktu sudah hampir jam 6 sore, tapi Bang cendol belum juga datang. Sulaiha berharap dia datang menjenguk.

"Lama amat Bang Cendol, katanya habis Ashar ke sini?"

Dor... Dor... Dor.. Suara gedoran pintu depan.

"Semoga Bang Cendol yang datang." Bergegas Sulaiha membuka pintu dengan penuh semangat.

Ternyata Rizka yang datang, tadi pagi memang sempat Sulaiha kasih kabar kalau pingsan sehabis dari cafe.

"Hai apa kabar say? Katanya pingsan kemarin, ya?"

Sulaiha perhatikan pakaian Rizka sangat minim sambil menenteng buah-buahan, berjalan melewati Sulaiha langsung di ruang tamu dan duduk dengan santai. Rizka memang sudah terbiasa di rumah


"Iya habis dari cafe, mungkin cuma masuk angin saja," jawab sulaiha

"Nih buah buat kamu, biar cepat sembuh," ucap Rizka.

"Terima kasih. Mau kemana, Riz, rapi bener bajunya?"

"Mau ke rumah nenek saya El, di Balikpapan lama gak ke sana, dengar kabar nenek sakit-sakitan!"

Sulaiha masih berharap bBng cendol datang sebelum magrib karena perasaan tidak enak mulai datang lagi.

"Mau ikut El, ke Balikpapan?" tanya Rizka Menawarkan.

"El... Woy!" Sulaiha justru melamun dan membuat Rizka mengagetkannya.

Tersentak kaget Sulaiha mendengar suara Rizka yang sedikit nyaring.

"Eh iya, Riz, Ada apa sih bikin kaget aja?"

"Melamun aja di ajak ngobrol malah bengong! Mau ikut gak ke Balikpapan?"

"Hemmm gimana ya, sebentar aku masih menunggu teman yang mau aku kenalkan itu!?"

"Oh yang mau bantu aku ya, El."

"Semoga dia mau ya. Karena dia gak mau berurusan hal gaib lagi."

Rizka berharap semoga teman Sulaiha ini bisa membantu.

"Hai kak Rizka, cantik amat mau jalan ya?"

Vita datang dari kampus dan langsung duduk di sebelah Sulaiha dengan wajah kusut dan sedikit bau keringat karena seharian di kampus,

"Wih ada anak kampus, yang rajin belajar biar cepat wisuda," ucap Rizka.

"Jelas dong kak, bawa apaan tuh buah buat saya ya?"
Rizka tersenyum melihat tingkah laku Vita yang sedikit heboh dengan kedatangannya.

"Hem kamu ini Vit datang-datang. Buah ini kan buat yang pingsan kemarin ye! Mandi sana dulu gak enak banget baunya!" ucap Sulaiha

"Jangan di habiskan yaa buahnya," ucap Vita sambil masuk ke dalam

**

Sepanjang perjalanan menuju rumah Neng Arab banyak sekali gangguan-gangguan entah dari mana asalnya. karena kondisi Bang Cendol sedikit kurang sehat. Jam menujukan waktu sholat maghrib, kuda besi beroda dua pun berbelok ke mesjid untuk melaksanakan sholat baru dilanjutkan ke rumah Neng Arab.

"Kamu akan mati di tangan aku!"

Tiba-tiba saja suara bisikan itu datang, Bang cendol semakin penasaran asalnya dari mana suara itu, dengan cepat segera membaca ayat kursi berharap suaranya segera hilang. Saat mau memasuki mesjid rasa sesak saat bernafas dan tusukan di dada kiri datang, Bang Cendol pun sambil memegang dada kiri dan mencari wadah buat istirahat sebenar.

"Astaghfirullah, kiriman siapa lagi ini mendekati senja," Lirih Bang Cendol.

Bang cendol perlahan-lahan mencari tempat wudhu sambil menahan sakit di dada, dari kejauhan terlihat perempuan yang datang malam tadi kali Ini bersama pasukan jin kafir yang sangat banyak.

"Bagaimana sakit kan! Aku bisa saja langsung membunuh kamu sekarang!" sergah perempuan itu.

Bang cendol hanya diam tidak menjawab ancaman perempuan itu

"Lebih baik aku sholat maghrib dulu baru ke rumah Neng Arab," ucap pelan Bang cendol.

"Sholat aja dulu, nak, Insha Allah selamat aja ikam,(kamu)" ucap orang tua berbolang.

Selesai salat maghrib Bang cendol langsung menuju rumah Sulaiha yang jaraknya sekitar 15 menit perjalanan, perempuan itu juga hilang entah ke mana.
sesampainya di rumah terlihat ada mobil terparkir di halaman rumah Neng Arab.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam masuk Bang, lama banget dari rumah ustad Umar ya?" tanya Sulaiha.

Bang cendol melihat teman Sulaiha bengong sambil mengingat-ingatseperti pernah ketemu.

"Bang matanya jangan gitu juga memandang," cetus Sulaiha.

"Kamu Rizka, ya namanya?"

Terkejut Rizka dan Sulaiha, "Tau dari mana nama Rizka secara mereka tidak pernah ketemu," pikir Sulaiha.

"Iya benar, tau dari mana nama saya?"

"Panjang ceritanya, aku liat kamu di cafe bersama laki-laki berbadan besar kan, perkenalkan nama aku Bang cendol hehe," Hati Rizka bertanya-tanya tau dari mana Bang cendol ini soal nama dan laki-laki itu.

"Maaf Riz, susuk itu dari mana asalnya?"

Mendengar Bang Cendol blak-blakan bertanya soal susuk Rizka sedikit malu, apalagi dia ini sepertinya bukan orang biasa.

"Abang ini apaan sih langsung bertanya seperti itu malu nanti Rizka."

"Maaf neng hehe keceplosan aja tadi kok, sumpah!?"

Rizka senyum-senyum malu antara mau menjawab apa gak, dipikirkan pasti tau Bang cendol permasalahan dia selama ini.

"Keceplosan apa, ehem," Sulaiha mengejek.

"Iya,Bang susuk ini sudah lamakata orang, dan yang pernah mau melepas tetapi semua orang itu gak mampu."

Bang cendol melirik ke Sulaiha seperti ada sesuatu yang aneh.

"Neng merasa gak di sebelah ada yang duduk?"

"Ah abang ini baru datang udah nakut-nakutin."

Rizka dan Bang cendol hanya senyum melihat Sulaiha sedikit parno,

"Abang liat juga yaa sama beliau?"

"Iya dari awal aku datang beliau sudah duduk di sebelah Neng Arab. Namanya Nyi selaras kan?"

"Hah... Dia juga tau nama beliau tidak semua orang di beritahu hanya orang tertentu saja apa dia ini bakal? Ahh... Tidak mungkin pikiran aku macam-macam saja," batin Rizka.

"Iya benar beliau yang jaga saya dari kecil, kata nenek beliau biasanya hadir saat saya lagi kesulitan," jelas Rizka "Prihal susuk itu Abang bisa melepaskan?"

Bang cendol pun berfikir lama soal susuk Rizka, "kan banyak tidak mungkin aku melepaskan semua harus ada pendamping perempuan," batin Bang Cendol.

"Gimana, ya, susuk itu berada di. Maaf, kelamin ada juga kan."

Rizka terdiam malu, ternyata Bang cendol ini mata batinnya sangat tajam

Sulaiha pun menepuk pundak Bang cendol sambil berbisik

"Apa'an sih abang ini, ngomong itu di rem jangan asal aja!" Cetus Sulaiha.

"Ehh maaf atas kelancangan ku tadi," ucap Bang cendol. Rizka hanya terseyum malu.

"Tidak papa Bang, susuk ini sudah ada sejak kecil entah siapa yang memasang."

Secara batin Bang cendol di perintahkan Nyi Selaras untuk membantu membuang susuk itu nanti beliau bantu melepaskan.

"Inshallah aku bantu lepas malam ini."

"Ehh jangan di sini aku kan mau ke rumah nenek, gimana kalau di sana saja. Bang cendol sama El ikut yaa temani ke Balikpapan, aku khawatir kesehatan nenek di sana."

Sulaiha menyenggol tangan Bang cendol seolah-olah menyuruh jawab pertanyaan Rizka.

"Hemmm... Iya deh aku temani ke sana sama Neng Arab. Cepat Neng siap-siap selesai sholat isya kita berangkat. Eh, Tapi Vita gimana ya!"

"Dia kan udah besar, Bang, ya tinggal saja," ucap Sulaiha.

"Ajak aja, El kasian sendirian di rumah."

Vita menjawab dari belakang sambil makan dan duduk di sebelah Bang cendol. "Gak ah aku di rumah saja, istirahat, capek. sebentar lagi ada ujian kampus soalnya," ucap Vita.

"Makan itu duduk, Vit. kok sambil jalan!" tegur bang cendol.

Bang cendol Langsung ke dalam mengambil wudhu.
Sembari menunggu neng Arab mempersiapkan baju dan dandan ala Arab. Selesai sholat mereka pun sudah siap di ruang tamu menunggu.

"Ayok bang kita berangkat, kita nginap di rumah nenek saja ya gak mungkin pulang malam ini juga kan?"

"Vit jaga rumah yaa, jangan nakal awas kompor listrik di perhatikan, kunci rumah."

"Iya-iya cerewet amat kamu El."

Bang cendol pun berangkat ke Balikpapan bersama Rizka dan Neng Arab menaiki mobil. Hati bang cendol langsung terasa tidak enak entah kenapa.

**

Mobil memasuki jalan setapak kanan kiri hanya ada rimbunan pohon dan kebun warga, terkadang melewati persawahan yang luas, sesekali motor warga melewati mobil. Rumah warga juga diperhatikan tidak terlalu banyak walaupun ada cuma berjarak, Pencahayaan jalan juga sangat minim.

"Serius kamu, Riz, ini jalan menuju rumah nenek?"

Rizka hanya tersenyum melihat Sulaiha, Bang cendol juga terlihat santai saja tidak terlalu banyak berbicara sepanjang perjalanan.

"Iya El, udah duduk tenang saja orang di sini pekerjaannya rata-rata berkebun makanya banyak sawah."

"Bang cium wangi gak dari tadi?" tanya Sulaiha.

"Hust jangan di tegur Neng, Kalau neng bisa lihat sepanjang jalan ini banyak yang berdiri lho, ya udah banyak zikir aja." jelas Bang cendol

Mobil terhenti di depan rumah panggung kayu bertingkat halaman yang cukup luas.

"Ayok turun," ajak Rizka dengan santai sambil keluar mobil.

Sulaiha pun menoleh ke arah Bang Cendol dengan rasa cemas, waktu juga sudah hampir jam 1 malam, tetapi keadaan rumah terlihat sangat ramai halaman yang luas serta ada panggung juga di sebelahnya lengkap dengan kendang, gong, bonang, terompet. 
Banyak orang lalu lalang berseragam khas Jawa sambil membawa pecut dan aksesoris dengan tarian kuda lumping.

"Ini ada acara apa sih, kenapa rame sakali, Riz? "

"Nenek itu pecinta seni Jawa, El, dari aku kecil sampai besar beliau sangat suka seni tradisional jawa."

Bang cendol hanya diam menyaksikan para pemain kuda lumping latihan menari, sesekali melihat ke atas panggung yang lumayan megah lampu hias serta soundsistemm besar membuat suara alat musik yang dimainkan sangat jelas terdengar.

"Mereka tidak istirahat,Riz, kan sudah larut malam?"

"Sebentar lagi, Bang, biasanya mendekati adzan subuh sudah bubar"

Rizka pun memasuki rumah panggung bersama Sulaiha dan Bang cendol, di depan rumah lumayan ramai ada beberapa orang berpakaian hitam sedang mengobrol di temani segelas kopi hitam dan asap kemenyan.

"Ayo cepat masuk," ajak Rizka menyuruh Bang cendol dan Sulaiha agak sedikit cepat berjalan.

"Kalian masuk duluan, ya, aku mau ngobrol sebentar sama mereka-mereka," pinta Bang cendol

"Udah ah, Bang, jangan di hiarukan mereka itu cuma tamu nenek," jelas Rizka

"Kalian ini kenapa sih?" Sulaiha sedikit bingung melihat kelakuan Bang cendol.

Yang di lihat Bang Cendol ada sosok laki-laki berjenggot putih rambutnya panjang sedang duduk bersila sambil merokok dengan mata melotot ke arah para pemain kuda lumping, sedangkan yang lainnya berbincang-bincang

"Aduh... Cucu nenek datang, kenapa tidak langsung masuk? Bang cendol jangan di hiraukan, dia cuma penjaga rumah," sapa nenek Rizka dari arah Bang cendol.

"Tau dari mana nenek nama ku Bang cendol," batin di hati sedikit risih dengan keadaan rumah Rizka.

"Nenek, katanya sakit," Rizka memeluk neneknya dengan erat.

Orang-orang memanggilnya nenek Hindun, kalau di liat memang katanya nenek tetapi sama sekali tidak keliatan tua, bahkan terlihat berumur 40 tahun.

"Mari masuk jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri, di luar tiap malam jum'at mengadakan kesenian kuda lumping, jangan heran dengan keadaan rumah nenek, ya"

Tangan Bang cendol di pegang erat Sulaiha karena ketakutan melihat keadaan rumah ditambah banyak topeng singo barong serta dedak merak tertempel di dinding, masih banyak lagi aksesoris topeng perlengkapan kuda lumping.

"Silahkan duduk di sini aja, ya, Maaf aksesoris ini punya saya." Jelas nek Hindun

Bang cendol dan Sulaiha langsung duduk sambil menunggu Rizka, katanya ke dapur membuat air minum. 
Suasana rumah lumayan gelap tanpa sengaja Bang cendol melihat lukisan seorang perempuan yang tidak asing pernah ketemu beberapa hari yang lalu.

"Nek, itu lukisan siapa, ya" Bang cendol sambil menunjuk ke arah lukisan yang tertempel di dekat kamar.

"Kenapa? Pernah ketemu dia, ya?" Nek Hindun menanyakan dengan mata melotot ke arah Sulaiha dan Bang Cendol.

"Pernah sekali saat di rumah dia datang saat saya sedang berzikir di tengah malam."

Topeng barongan serta yang lain tiba-tiba bergerak sendiri, angin entah dari mana masuk ke dalam rumah padahal tidak ada jendela yang terbuka. Sulaiha otomatis bergerak merapatkan duduknya ke Bang Cendol.

"Bang, kita pulang aja, ya, serem rumah nenek Rizka. "

"Gak papa, Neng, udah duduk aja tenang. "

"Dia mamanya Rizka, panjang ceritanya bahkan Rizka sendiri tidak tau sejarah mamanya."

Mendengar perkataan Nek Hindun Bang Cendol merasa kurang nyaman, apalagi sosok perempuan yang pernah di temui ini bukan main-main kekuatannya di alam sebelah.

"Dor... El ini minum dulu dari tadi ngobrol sama nenek tegang betul." ucap Rizka membawa minum dan makanan dari dapur.

"Silahkan minum Bang cendol." Nek Hindun mempersilahkan minum dengan penuh ekspresi wajah yang dingin.

"Gimana, Nek, keadaannya, matanya sakit dari kemarin?"

"Udah sembuh kok, Riz, biasa masuk angin aja kurang istirahat." jawab nek Hindun

Bang cendol dan Sulaiha sambil berpandangan sebelum minum dan menyantap makanan yang di sediakan, sedangkan Nek Hindun tetap asik meminum dan makanan bersama Rizka.

"Malam ini kita tidur di rumah nenek aja, ya. El, setelah makan nanti saya tunjukkan kamar tempat kita tidur." Jelas Rizka sambil memegang erat tangan nenek hindun.

"Pilih saja kamar di sini kebetulan banyak yang kosong." Tawar nek Hindun ke Bang cendol

Bang cendol hanya mengangguk tanda setuju, pagelaran seni kuda lumping juga masih ramai di luar bahkan semakin banyak sepertinya orang-orang berdatangan.

"Mari, El, aku tunjukkan kamarnya nanti kita tidur bareng aja, ya." ajak Rizka sambil menarik tangan Sulaiha menuju kamar.

Sekarang hanya ada Nek Hindun dan Bang cendol di ruang tamu sambil makan dan minum, Bang cendol sesekali menatap ke samping Nek Hindun.

"Aku tau siapa kamu, wajah yang tidak asing di dunia sebelah, bau aroma kamu yang sangat khas." Sambil tersenyum Nek Hindun berbicara tanpa ada sedikit keraguan.

"Maaf, Nek, aku mau istirahat dulu," pinta Bang cendol.

"Sebentar saja kita ngobrol bareng, jangan takut kamu itu orang hebat," tukas Nek Hindun

Bang cendol memejamkan mata sambil tersenyum tanpa disadari mahluk-mahluk halus pendamping Nek Hindun satu persatu bermunculan yang paling mencolok sosok wanita berkepala dua, berbadan babi sambil mendesis mirip ular berdiri di dekat Nek Hindun.

"Luar biasa kamu ini, nak, baru kali ini ketemu seseorang yang tergolong kekuatannya di atas rata-rata, tidak rugi Rizka kelak akan bersanding dengan mu di pelaminan."

"Ini semua titipan saja, Nek, sesungguhnya manusia bersifat lemah, Maaf, maksud nenek apa bersanding di pelaminan? "

Nek Hindun terbahak-bahak tertawa mendengar ucapan Bang cendol, sambil berjalan pelan memutari bang cendol yang sedang duduk, tepat di belakang nek Hindun memegang pundak sambil berbisik.

"Kamu cocok menjadi suami Rizka!"

Mendengar perkataan Nek Hindun, Bang cendol berdiri dengan lantang menolak apa yang di ucapkan nek Hindun.

"Tidak, Nek, dia hanya sebatas teman tidak lebih."

"Apakah kamu mau bukti? Kalau kamu itu calon suami Rizka yang pas!"

"Mana buktinya?"

Teng... Teng.. Teng...

Jam besar menunjukkan sudah masuk pukul 3 subuh, tidak terasa acara di luar sudah selesai para pemain serta kru berbenah menyusun perlengkapan kuda lumping, ada beberapa orang juga masuk menemui Nek Hindun minta ijin pulang

"Nek, Terima kasih sudah memberikan ijin tampil di halaman rumah," ucap beberapa orang masih lengkap menggunakan pakaian Jawa.

"Iya, minggu depan latihan aja lagi di sini, ya, jangan sungkan langsung aja susun peralatan kalian di halaman." Jawab Nek Hindun seraya tersenyum manis sambil berjalan mengantar para pemain dan tetua kampung ke depan pintu.

"Sudah lah kamu itu bakal calon suami Rizka," nek Hindun Melanjutkan pembicaraan setelah mengantar para tamu keluar rumah.

"Tidak mungkin." Sergah Bang cendol sudah mulai terpancing emosi.

Nek Hindun duduk santai di bangku sambil menyalakan menyan dan mendendangkan nyanyian sinden, susana rumah sedikit berubah lampu mulai redup sosok mahluk tak kasat mata mulai muncul. Sinden itu seperti memanggil para jin-jin alam sebelah, tanpa di sadari Bang cendol di kelilingi mahluk halus entah apa wujudnya tidak bisa di gambarkan karena sangat banyak.

"Cukup, Nek, jangan membuka portal alam sebelah terlalu lebar tidak baik buat keseimbangan alam kita." ucap Bang cendol.

"Kenapa? Kamu takut nak, hal seperti ini kamu sudah terbiasa kan saat mau membunuh orang!" ucap nek Hindun.

Bang cendol terkejut apa yang di katakan nek Hindun sejak kapan dia tau perbuatan itu padahal sudah lama tidak menggunakan ilmu Hitam kepada orang lain. 
Badan dan bibir Bang cendol kaku tidak bisa berkata-kata hanya menyaksikan nek Hindun memamerkan ilmunya, tanpa terasa adzan subuh berkumandang.

"Alhamdulillah, akhirnya sudah subuh," batun di hati Bang Cendol. badannya sudah mulai bisa digerakan portal alam sebelah perlahan tertutup sendiri, nek Hindun pun bergegas kembali ke kamarnya dan langsung mengunci pintu tidak ada kata-kata apapun yang di ucapkan.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

close