MATI SEBELUM KEMATIAN (Part 1)
JEJAKMISTERI - Hari Senin di akhir bulan November tahun 2018, pukul 09.13 WIB. Aku kedatangan tamu dua orang wanita cantik kakak beradik bersama dua anak balita perempuan kembar. Setelah mereka mengetuk pintu depan rumahku, aku pun segera membukanya dan mempersilahkan kepada mereka untuk masuk ke dalam ruang tamu.
Aku mengenal salah satu diantara kedua wanita itu, karena kebetulan dia pernah datang bersilaturrahmi ke rumahku sebelumnya. Setelah kuingat ingat wanita berkulit putih dan bermata sipit itu bernama Mawar, sedangkan yang satunya lagi ternyata dia adalah kakaknya. Wanita berkulit kuning langsat dan bermata bulat itu namanya Dahlia. Setelah berbasa basi sebentar, Mawar lalu menyampaikan kepadaku tentang maksud dan tujuannya datang bersilaturrahmi ke rumahku.
"Mohon maaf Pak Ustadz... kedatangan kami ke sini adalah mau minta tolong sama Pak Ustadz...," Kata Mawar.
"Apa yang bisa saya bantu Mbak Mawar ?" Tanyaku kepada Mawar.
"Begini Pak Ustadz... kakak saya, Mbak Dahlia akhir-akhir ini kepalanya sering merasa sakit secara tiba-tiba dan bersamaan dengan itu dia suka marah-marah tanpa alasan yang jelas...," Jelas Mawar kepadaku.
"Sudah berapa lama Mbak Dahlia mengalami hal seperti itu...?" Tanyaku sambil menengok ke arah Dahlia.
Kulihat Dahlia merasa tidak suka saat pandanganku beradu dengan kedua matanya. Aku pun merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Dahlia. Dari pandangan mata bathinku, ada makhluk ghaib yang saat ini berada di dalam tubuhnya. Tatapan matanya penuh kebencian saat melihat ke arahku. Tapi aku berusaha untuk tetap bersikap biasa, seolah tidak ada sesuatu yang aneh pada Dahlia.
"Sudah tiga bulanan Pak Ustadz...," Jawab Mawar sambil menoleh ke arah Dahlia.
Kulihat Dahlia pun menganggukkan kepalanya dengan kaku. Lalu aku pun mencoba mengorek langsung keterangan dari Dahlia dengan bertanya kepadanya.
"Mohon maaf Mbak Dahlia... apakah sebelumnya pernah mengalami sakit kepala seperti ini ?" Tanyaku sambil mengawasi kedua matanya.
Tapi sepertinya dia menyadari kalau dirinya sedang diawasi oleh pandangan mata batinku. Dia pun mulai menjawab dengan ketus.
"Tidak pernah...," Jawabnya agak keras, bahkan sempat membuatku kaget.
"Astaghfirulloooh...," Bisikku pelan.
Sepertinya makhluk ghaib yang ada di dalam tubuh Dahlia sudah mulai tidak nyaman berada di dalam rumahku. Dan memang hal seperti itu sering terjadi pada orang-orang yang sedang dalam pengaruh makhluk ghaib, seperti kesurupan ataupun dalam pengaruh ilmu teluh atau santet. Bahkan diantara mereka yang datang ke rumahku, ada juga yang mengalami pingsan ketika baru memasuki pintu gerbang halaman rumahku.
Tiba-tiba Dahlia berkata kepada adiknya, Mawar,
"Mawar... mari kita pulang saja, aku benci melihat orang ini," ajak Dahlia kepada Mawar, adiknya, sambil melirik ke arahku.
"Mohon maaf Pak Ustadz, menurut Pak Ustadz bagaimana keadaan kakak saya ?" Tanya Mawar kepadaku dengan perasaan gelisah melihat sikap Dahlia.
"Begini Mbak Mawar... menurut saya, Mbak Dahlia ini sepertinya dalam pengaruh makhluk ghaib yang dikirim oleh seseorang," jawabku.
"Astaghfirulloooh... terus bagaimana solusinya Pak Ustadz ?" Tanya Mawar.
"Jalan satu-satunya Mbak Dahlia ini harus diruqyah dengan ruqyah syar'i Mbak Mawar," jelasku kepada Mawar.
"Ya silahkan Pak Ustadz, yang penting Mbak Dahlia bisa sehat dan keadaannya bisa normal kembali seperti sedia kala," kata Mawar memohon kepadaku.
"Mohon maaf sebelumnya Mbak Mawar, kalau saat ini sepertinya saya belum bisa untuk meruqyah Mbak Dahlia," kataku.
"Kenapa Pak Ustadz...,?" Tanya Mawar dengan wajah penasaran.
"Karena saat ini ada anak-anak balita kembar ini, jadi saya merasa khawatir kalau mereka nanti bisa terkena dampak dari ritual Ruqyah yang akan kita lakukan," jawabku sambil menunjuk kedua anak balita itu.
"Oh begitu Pak Ustadz...?" Tanya Mawar.
"Karena mereka masih balita dan tentunya masih sensitif dengan makhluk ghaib, saya merasa khawatir nanti mereka menjadi tempat transit jika makhluk ghaib itu keluar dari tubuh Mbak Dahlia," jelasku lagi.
"Baiklah Pak Ustadz, kalau begitu kapan Pak Ustadz, besok Selasa saja ?" Tanya Mawar berharap.
"Mohon maaf Mbak Mawar, kalau besok Selasa saya mau ada acara Walimatul Ursy di tetangga saya, jadi mungkin nanti bisanya hari Rabu saja," jawabku.
"Baiklah kalau begitu Pak Ustadz...," Kata Mawar.
"Oh iya Pak Ustadz... hari Rabu jam berapa ?" Tanya Mawar lagi.
"Ba'da ashar saja Mbak Mawar, soalnya Rabu pagi saya ada undangan ke sekolahan putri saya," jelasku.
Tiba-tiba Dahlia bangkit dari tempat duduknya lalu bergegas keluar dari ruang tamu tanpa berkata apapun kepada kami. Dan kulihat dia langsung berjalan menuju jalan umum di depan rumahku, meninggalkan adiknya, Mawar beserta kedua putri kembarnya.
Mawar pun langsung mohon diri kepadaku sambil membawa kedua putri balita kembarnya.
"Assalaamu'alaikum Pak Ustadz...," Salam Mawar berpamitan kepadaku.
"Wa'alaikum Salaam...," Jawabku.
********
Hari ini hari Rabu di akhir bulan November 2018. Aku telah berjanji kepada Mawar, nanti sore habis ashar akan datang ke rumahnya untuk membantu mengobati kakaknya, Dahlia. Karena pagi ini pada pukul 09.00 WIB, aku masih harus menyelesaikan sebuah urusan di sekolahan putri bungsuku. Namun baru setengah jam aku berada di sekolahan putriku, ponselku berdering.
Setelah kulihat ponselku, ternyata Mawar yang menelpon. Aku sudah langsung merasa sepertinya telah terjadi sesuatu dengan Dahlia.
Dan ternyata benar, setelah kuangkat ponselku aku mendengar suara Mawar dengan nada bergetar dia berkata kepadaku,
"Tolong segera datang ke rumah saya Pak Ustadz, sekarang.., Mbak Dahlia kejang-kejang sambil mengerang erang kesakitan," Pintanya kepadaku.
"Ada apa dengan Mbak Dahlia Mbak...?" Tanyaku.
"Tolong Pak Ustadz kesini saja sekarang... tolong Pak Ustadz," jawab Mawar sambil memohon kepadaku.
"Baik Mbak Mawar... sekarang juga saya kesitu, dan sambil menunggu kedatangan saya tolong Mbak Mawar bacakan ayat-ayat suci Al Qur'an di hadapan Mbak Dahlia," kataku.
Aku pun segera meninggalkan sekolahan putri bungsuku dan langsung menuju ke rumah Mawar yang berjarak dua kilometer dari tempat tinggalku. Sesampainya di depan rumah Mawar, aku disambut oleh suami Dahlia yang masih mengenakan seragam montirnya. Dia pun mengantarku masuk ke dalam rumah sampai di tempat Dahlia berbaring. Kulihat tubuh Dahlia sudah tidak bergerak sedikit pun. Dua orang anak perempuannya yang masih kecil kecil itu pun sedang menangisi ibunya yang sudah tidak bernafas lagi.
Mawar pun masih membaca ayat-ayat suci Al Qur'an dengan terbata bata sambil sesenggukan menangisi kakaknya. Kudekati tubuh Dahlia dan kupegang pergelangan tangannya, denyut nadinya sudah tidak berdetak.
"Bagaimana keadaan istri saya Pak Ustadz ?" Tanya Ajiz suami Dahlia kepadaku.
Sesaat aku menghela nafas dalam dalam, lalu kusampaikan apa yang terjadi sesungguhnya kepada Ajiz,
"Mohon maaf Mas Ajiz... saya datang terlambat, sebaiknya Mbak Dahlia kita bawa saja ke rumah sakit sekarang," jawabku.
"Baik Pak Ustadz...," Jawab Ajiz sambil berjalan menuju garasi mobil di samping rumah Mawar.
Kami pun membawa Dahlia ke rumah sakit terdekat. Dan sesampainya di rumah sakit, kami langsung disambut oleh tenaga medis yang berada di depan ruang IGD dan langsung membawa tubuh Dahlia masuk ke dalam untuk diperiksa oleh dokter jaga saat itu.
Kami pun menunggunya di ruang tunggu yang tersedia di rumah sakit itu.
Lima belas menit kemudian, salah seorang dokter keluar dari ruang IGD dan menemui kami di ruang tunggu dan mengatakan,
"Mohon maaf... bisa bicara dengan suami ibu Dahlia ?" Tanyanya.
"Ya Saya...," Jawab Ajiz langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Mohon maaf Pak... Ibu Dahlia sudah meninggal dunia tiga puluh menit yang lalu, jadi pada saat beliau dibawa ke rumah sakit ini, beliau sudah meninggal," kata Dokter jaga itu.
"Innaa lillaahi wa innaaa iLaihi rooji'uun...," Ucap kami hampir bersamaan.
Tangis Mawar pun meledak sambil menyebut nyebut nama kakaknya,
"Mbak Dahliaaa... Mbak Dahliaaa... Mbak Dahliaaa...,"
Kuhampiri Ajiz suami Dahlia yang mulai berkaca kaca matanya, lalu kupeluk tubuhnya sambil kuusap punggungnya.
"Sabar Mas Ajiz... Sesungguhnya kita adalah milik Alloh dan sesungguhnya kita semua pun akan kembali kepada Alloh," kataku sambil menenangkan Ajiz.
"Ya Pak Ustadz... tapi saat ini saya belum bisa mengikhlaskan istri saya," katanya sambil meneteskan air mata.
Aku sangat memahami perasaan Ajiz, betapa sedihnya kehilangan orang yang sangat dicintainya. Bahkan aku pun mungkin akan merasakan hal yang sama jika aku berada di posisinya saat ini.
"Astaghfirulloooh...," Bisikku lirih.
Beberapa saat kemudian, atas kesepakan Ajiz dan mawar serta keluarganya, jenazah Dahlia dibawa pulang ke rumah orang tuanya di kampung sebelah. Aku pun pulang kembali menuju ke rumahku. Sepanjang perjalanan aku masih terbayang wajah Almarhumah Dahlia, ketika pertama kali datang ke rumahku.
Dia datang ke rumahku yang pertama kali dan terakhir kalinya. Dan entah kenapa seperti ada rasa penyesalan di dalam hatiku. Aku merasa turut bersalah atas meninggalnya beliau. Lalu akalku pun berpikir dan berandai andai,
"Seandainya hari Senin kemaren waktu Mawar dan Dahlia datang ke rumahku, aku langsung merespon dan menindak lanjuti secara langsung dengan meruqyah Dahlia saat itu juga, mungkin nyawa beliau masih bisa tertolong...," Pikirku dalam hati.
"WAllohu a'lam bish showab...,"
Jenazah Dahlia masih berada di rumah Ibunya dan tidak langsung dimakamkan. Karena putra sulungnya yang duduk di kelas dua SMK masih di Jakarta sedang PKL di salah satu perusahaan swasta di sana. Dan dia sudah dikabari tentang kematian ibunya, maka dia pun langsung minta ijin kepada perusahaan untuk pulang.
Aku sendiri merasa Dahlia belumlah meninggal dalam arti "MATI" yang sebenarnya.
Karena aku merasa ada sesuatu yang ganjil dengan kematiannya. Dia tidak sedang sakit dan tidak mengalami sakit apapun. Maka malam ini, seusai sholat malam, berdzikir dan berdo'a aku pun menyempatkan diri untuk bermeditasi.
Dengan posisi duduk bersilah menghadap kiblat, kuletakkan kedua telapak tanganku di atas lutut masing masing kanan dan kiri. Dan kupejamkan kedua kelopak mataku. Kupusatkan pikiran dan hati pada sebuah titik. Kukosongkan pikiran dan hatiku dari segala persoalan dan kejadian yang telah berlalu, maupun segala rencana aktifitas ku yang akan datang.
Perlahan lahan aku mulai melihat sebuah ruangan seperti ruangan sel. Kulihat beberapa makhluk berbadan manusia tapi berkepala anjing berjaga jaga di depan sel itu. Tidak jauh dari mereka kulihat di dalam sel ada seorang wanita yang sangat aku kenal.
"H a h...?" Pekikku kaget.
Karena wanita itu adalah Dahlia dalam keadaan kedua tangan dirantai.
*******
Sebelum aku menyelinap masuk ke dalam ruangan sel Ghaib itu, aku menggunakan ilmu hijib Nashor sebagai washilah untuk melindungi diri dari serangan makhluk ghaib itu, sekaligus mengamalkan ilmu ijazah dari Romo Kyai ku terlebih dulu, yakni ilmu penyamar Sukma, agar makhluk-makhluk yang berbadan manusia berkepala anjing itu tidak bisa melihat sukmaku, bacaan itu diambil dari ayat kesembilan dari Surah Yasin.
Setelah aku benar benar siap, kemudian aku pun masuk ke dalam ruangan yang ada sel Ghaib itu sambil membaca sholawat dan ayat kesembilan dari Surah Yasin itu terus menerus. Dengan langkah pelan dan hati hati aku berjalan melewati di depan kedua makhluk Ghaib itu. Kulihat Dahlia masih duduk bersimpuh dengan kedua tangan yang masih terbelenggu rantai sambil merintih menangis.
Tidak lama kemudian datang lagi seorang makhluk ghaib yang lain sambil membawa sebuah pecut berduri. Dan dia menghampiri salah satu makhluk ghaib penjaga pintu sel itu, lalu dibukanya pintu sel itu dan dia pun masuk ke dalam sel mendekati Dahlia. Sambil memutar mutarkan pecutnya makhluk itu menyeringai dan memukuli tubuh Dahlia dengan pecut berduri itu.
"Aduuuh... sakiiit... sakiiit...," teriak Dahlia.
Melihat keadaan Dahlia yang kesakitan itu, aku pun langsung merangsek masuk ke dalam sel Ghaib itu dan menghalang halangi pukulan pecut makhluk itu yang berikutnya. Dan ketika aku menghalang halangi itulah makhluk berbadan manusia berkepala anjing itu pun melihat keberadaanku. Maka dia pun langsung menyerang ku, akhirnya kami pun terlibat dalam perkelahian.
Melihat kami bertarung, dua makhluk yang berjaga di pintu sel itu pun langsung masuk ikut mengeroyokku. Mereka memang tidak bersenjata, tapi dari jari jemarinya mengeluarkan kuku yang sangat runcing dan tajam, bak pisau bermata dua. Sesekali aku menggunakan pukulan jarak jauh dari ilmu hijib Nashor yang aku dapatkan dari Romo Kyai ku ketika aku masih nyantri dulu.
Lumayan juga ternyata, masih bisa untuk membuat mereka terpental mundur, bahkan pada bagian tubuh mereka terlihat hitam gosong. Namun selang beberapa waktu kemudian datang lagi dua bahkan lebih, makhluk yang lainnya sambil melolong mereka langsung menyerangku. Tiba tiba entah darimana datangnya, muncul seorang gadis cantik berkulit putih dan berambut panjang, dan dia langsung menghalang halangi serangan para makhluk ghaib yang akan menyerangku.
Jika kuamati gadis cantik itu berasal dari bangsaku, yakni bangsa manusia dan sepertinya dia seumuran dengan putra sulungku. Aku pun masih bertanya tanya dengan kedatangannya yang secara tiba tiba itu, kulihat aura cahaya yang terpancar dari wajah dan tubuhnya, dia bukan orang biasa. Aku melihat sebuah tanda dari manusia indigo dari pancaran cahaya auranya itu. Yah benar... dia gadis indigo yang sudah mengasah keindigoannya dengan beberapa ilmu bela diri yang cukup lumayan.
Tiba tiba gadis cantik itu menengok ke arahku sambil berkata,
"Mohon maaf Pak Ustadz... saya mohon Pak ustadz segera kembali saja ke alam nyata, karena Dahlia adalah kerabat ku, jadi dia adalah tanggung jawabku dan bukan tanggung jawab Pak ustadz...," Katanya.
"Hah.., darimana dia bisa tahu kalau aku seorang Ustadz, padahal sebelumnya aku tidak pernah berjumpa dengannya ?" Bisikku dalam hati.
"Ternyata lumayan juga ilmu gadis indigo yang berparas cantik ini," gumamku dalam hati.
Tapi sebagai orang yang lebih tua, sejujurnya aku merasa tersinggung dengan ucapannya, karena sepertinya dia sudah menyepelekan keberadaanku di situ. Aku pun langsung pergi dari hadapannya tanpa basa basi.
Pelan pelan aku pun mulai tersadar kembali dari alam bawah sadarku. Aku mulai kembali dan keluar dari dimensi alam meditasiku. Perlahan lahan kubuka kedua kelopak mataku. Dan kuambil nafas dalam dalam untuk menstabilkan sistem pernafasan kedua paru paruku. Tanpa kusadari ternyata wajah dan tubuhku berkeringat, mungkin kecapaian juga tubuhku seusai berkelahi dengan para makhluk ghaib itu. Lalu kuusap peluh di dahi dan wajahku itu dengan sorbanku.
Sejenak aku terpaku mengingat pertemuanku dengan gadis indigo itu di alam dimensi yang lain. Dalam hatiku masih penasaran, kenapa dia tiba tiba muncul, bahkan sempat menyuruhku pulang.
"Bukankah jika kami bekerjasama mungkin bisa menolong Dahlia dari sekapan makhluk ghaib itu ?" Pikirku.
Entahlah... mungkin gadis indigo itu sudah memilki perhitungan dan pandangan sendiri untuk mengatasi masalah itu.
"Ya sudahlah... jika memang begitu kemauannya," gumamku.
Dan menurut pengakuannya di hadapanku, dia adalah kerabat dari Dahlia, jadi dia merasa lebih berhak untuk memberikan pertolongan kepada Dahlia daripada aku. Tapi bagaimanapun juga, aku merasa bersalah atas tragedi yang menimpa Dahlia, makanya aku pun berusaha sekuat mungkin untuk membantu menolong Dahlia dari cengkeraman makhluk ghaib itu.
"Tapi... okelah kalau begitu... jika kemauan gadis indigo yang masih kerabat Dahlia itu seperti itu...," Lagi lagi aku berpikiran seperti itu.
Aku pun berharap dan berdo'a kepada Alloh SWT, semoga Putri indigo itu bisa membantu menyelamatkan Dahlia.
Kulihat jam di dinding kamarku telah menunjukkan pukul 03.30 wib, maka sambil menunggu masuknya waktu sholat Shubuh aku menyempatkan diri untuk membaca ayat ayat suci Al Qur'an, agar pikiran dan hatiku bisa tenang.
Hari ini adalah hari Kamis, dan pagi ini aku pun bersiap siap akan bertakziah ke rumah duka, yang berjarak satu kilometer dari tempat tinggalku. Aku juga ingin tahu tentang keadaan tubuh atau jenazah Dahlia pagi ini, setidaknya aku berharap Putri Indigo itu telah bisa menolongnya. Tapi sebelum aku berangkat, aku kedatangan dua orang tamu, maka aku pun menunda kepergian ku saat itu.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya