PENGUBURAN JENAZAH YANG TAK SEMPURNA
JEJAKMISTERI - Kejadian mengenai hantu pocong yang berkeliaran di desa kami ini sudah lama sekali. Ceritanya bermula pada tahun 80an, saat kejahatan begitu massive dan terorganisir dengan baik. Sehingga Pak Soeharto selaku presiden pada waktu itu meminta pemangku keamanan untuk melakukan terapi kejut, yang kemudian terkenal dengan istilah Petrus alias penembakan misterius. Salah satu korbannya adalah Bustanul alias Tanul, preman yang cukup disegani di daerah Jogja selatan dan sekitarnya.
Proses penjemputan paksa sampai eksekusinya dilakukan dengan sangat rapi. Mati lampu, kemudian Tanul dijemput paksa oleh lima orang, kemudian dieksekusi di daerah Kretek Kewek dekat Malioboro. Paginya, jenazahnya ditemukan warga dengan kondisi mengenaskan, terbungkus karung goni dengan luka tembak hampir di sekujur tubuhnya. Tanul yang terkenal kebal, binasa oleh peluru.
Saat jenazah dikuburkan, tidak ada yang aneh, hanya saja langit tiba-tiba gelap dan hujan turun luar biasa lebat yang disertai petir menyambar-nyambar di angkasa. Jadilah proses penguburannya berlangsung dengan tergesa-gesa, termasuk pada saat memasukkan mayatnya ke liang lahat dan menimbunnya dengan tanah. Ini terpaksa dilakukan, karena jenazah Tanul sangat susah untuk dikubur.
Berkali-kali dilebarkan tetap tidak muat. Akhirnya, atas kesepakatan keluarga, jenazahnya dikuburkan dalam posisi meringkuk, dengan liang lahat yang penuh dengan air karena hujan badai yang tak kunjung reda.
Malamnya berlangsung seperti biasa, hanya hujan yang belum berhenti hingga lepas Isya menyebabkan suasana kampungku jadi lain, sepi. Acara tahlilan untuk mendoakan Tanul hanya dihadiri beberapa orang saja. Itu pun hanya tetua-tetua kampung yang memang diminta khusus oleh keluarga Tanul untuk baca tahlil. Sementara warga yang lain lebih memilih diam di rumah masing-masing.
Saat bacaan tahlil hampir diakhiri, tiba-tiba Mbok Ngati yang kebetulan diserahi tugas untuk menyediakan makanan untuk acara tahlil, berteriak keras, “Tolong! Ada pocong Den Tanul....”.
Tetua kampung dan beberapa orang lainnya yang waktu itu sedang menyelesaikan bacaan Yasin, kontan langsung semburat dan berlari ke arah dapur. Di situ mereka menjumpai Mbok Ngati badannya menggigil, matanya melotot dan tangannya menunjuk ke arah pintu dapur yang terbuka lebar.
Pak Hadi yang terkenal sebagai ustadz kampung langsung berlari menuju arah yang ditunjuk Mbok Ngati dan samar-samar dia melihat sosok pocong yang wajahnya mirip almarhum Tanul, menatapnya dengan kosong sambil berkata “Tolong sempurnakan pemakamanku. Tolong ya Pak!”, katanya sambil berjingkat-jingkat pergi ke arah jalan besar dan hilang di ujung jalan yang memang gelap itu. Pak Hadi terlihat terkejut dan kemudian berbalik menuju kerumunan warga yang sudah memenuhi dapur yang sempit itu.
Sejak malam itu, tersiar kabar bahwa hampir setiap rumah warga yang kebetulan ikut dalam proses pemakaman Tanul, didatangi pocong itu. Berita ini tentu membuat suasana kampung jadi semakin seram dan tentu saja menyusahkan keluarga besar Bustanul sendiri, termasuk Pak Sauki Yaqub, pamannya. Atas kesepakatan keluarga, tepat di hari yang ketujuh, Pak Sauki Yaqub memberanikan diri untuk menyanggong pocong yang mirip keponakannya itu.
Saat jam menunjukkan pukul 11.00 malam, Pak Sauki sengaja membuka pintu rumah lebar-lebar. Lampu di rumah sengaja dimatikan dan dengan sabar ditungguinya kemunculan pocong yang mirip keponakannya itu. Benar saja, begitu rokoknya habis sebatang, terdengar seperti suara petasan kecil yang kemudian diikuti dengan munculnya asap putih yang pelan-pelan membesar hingga terbentuk bayangan utuh pocong. Ditatapnya kemunculan penampakkan itu, dan setelah terbentuk utuh, betul saja, pocong itu sangat mirip dengan Tanul, keponakannya.
Pak Sauki langsung berdiri dan berjalan ke arah pocong itu. “Cukup Tanul! Sudah cukup kemunculanmu. Kami sekeluarga sudah tahu apa yang kamu minta. Kami sudah ikhlas melepasmu. Jangan bebani lagi ayah ibumu dengan kemunculanmu itu! Besok kami akan menyempurnakan lagi pemakamanmu”, ucap Pak Sauki. Pocong itu diam, lalu dengan parau dia berkata, “Terimakasih pak de, Tanul mohon maaf telah membikin susah keluarga”. Kemudian dia berbalik dan pelan-pelan berjalan meloncat-loncat dan hilang berubah menjadi asap.
Paginya, dibantu dengan tetua kampung yang ada, keluarga Tanul melakukan penyempurnaan pemakamannya. Kuburannya kembali dipugar dan jenazahnya ditata ulang, dan tentu saja melepas tali pocong yang sempat lupa dilepas karena keburu hujan badai kemarin. Sejak disempurnakan, pocong yang mirip dengan Tanul sudah tidak muncul lagi.
Semua keluarga besar Tanul kemudian pindah ke Jakarta, sedangkan rumah besar yang ditinggalkannya dibiarkan mangkrak tidak ada yang berani menempati.
BACA JUGA : KUBURAN DALAM RUMAH