SESEPUH GAIB GUNUNG ARJUNA
JEJAKMISTERI - Kisah ini kami alami kurang lebih dua puluh tiga tahun yang lalu, saat masih duduk di bangku kuliah dan aktif di organisasi pecinta alam kampus. Tentu, kegiatan utama yang sering kami lakukan adalah berpetualang menjelajah rimba dan gunung, bermalam dia alam beratapkan kain-kain tenda. Namun, ada satu hal yang membedakan kami dengan organisasi lain, kami tak pernah merencanakan kegiatan dan hanya mengandalkan spontanitas.
Suatu ketika, menjelang ujian akhir semester selesai digelar, kami merencanakan untuk berkemah. Tujuannya di suatu hutan dengan air terjun indah di ujung Kabupaten Jombang. Dalam sehari perbekalan seadanya telah siap, yang penting tenda dan bahan makanan ada. Keesokan harinya, tepat setelah ujian terakhir selesai, kami berangkat menuju hutan. Kelompok kami terdiri dari sembilan mahasiswa. Lima diantaranya cowok. Aku, Fiyan, Syarif, Safrowi, dan Asep serta empat cewek, Pink, Eva, Yuli, dan Chrisna.
Dari kampus kami naik kendaraan umum yang kami sewa dan sore telah menjelang ketika kami tiba di desa terakhir sebelum lokasi air terjun, dua kilometer memasuki hutan rimba pun kami lanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak di pinggir tebing bersisian jurang yang dalam.
Dari semua peserta, hanya aku yang tahu lokasi perkemahan beserta air terjun itu.
Hari sudah menjelang gelap ketika kami sampai di suatu tempat tak jauh dari sebuah pohon besar ditepi sungai yang dirasa tepat untuk mendirikan tenda. Namun, beberapa diantara kami tak setuju dan ingin berkemah di lokasi terdekat dengan air terjun, tetapi itu tak mungkin karena air terjun berada di cerukan bukit yang sempit dan lembab. Tugas pun di bagi, ada yang mendirikan tenda dan sebagian mencari kayu untuk api unggun.
Namun, sedari kami datang diantara keremangan rimba, ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku merasa ada sepasang mata mengawasi kami. Dua mata yang menyala merah itu milik sesosok bertubuh bersisik, berwarna hijau kehitaman berambut panjang melebihi mata kaki. Taring panjang di mulutnya tampak jelas tatkala ia menyeringai melihat kami beraktifitas di senja menjelang malam itu.
Sosok dari alam gaib itu sedang berdiri di salah satu cabang pohon besar tak jauh dari tenda kami. Seluruh gerak-gerik kami tak luput dari pengawasannya. Kehadiran dan sosoknya dapat aku lihat dengan jelas. Kebetulan, aku memang dianugerahi kepekaan perasaan dan pandangan terhadap hal-hal gaib.
Akupun bersiaga, bersiap menghadapi segala kemungkinan. Tetapi, tentu, aku tak bisa menceritakan apa yang aku lihat kepada teman yang lain.
Aku tak mau mereka panik dan ketakutan serta melakukan hal-hal yang berbahaya di tengah kegelapan rimba.
Semua ku kumpulkan melingkar pada api unggun, sembari mengobrol dan bercanda. Namun, mata merah menyala itu tetap tajam mengawasi kami.
Hangatnya api unggun ditengah hawa dingin pegunungan yang menusuk membuat kami asyik bercanda. Tak terasa kami bercanda kelewat batas hingga ada salah satu teman kami yang tersinggung dan memilih diam menyendiri. Tentu, akan sangat mengkhawatirkanjika teman kami tersebut kosong pikirannya karena hal buruk seperti kesurupan bisa saja terjadi, aku pun mengajaknya untuk kembali dalam kelompok mengitari api unggun meski ia tetap tak mau.
Hampir tengah malam ketika kekhawatiran ku benar-benar terbukti, tak berapa lam teman kami tersebut berkelakuan aneh. Senyum-senyum, tertawa, dan berbicara sendiri, tapi tak lama kemudian marah tanpa sebab yang jelas. Segeralah kami tahu bahwa ada sesuatu tak kasat mata yang telah menyusup ke dalam tubuh sahabat kami itu. Siapa lagi bila bukan sosok bermata merah menyala dan berambut panjang.
Keadaan itu membuat seluruh anggota kelompok panik, persis seperti apa yang aku khawatirkan. Beberapa teman wanita memaksa untuk turun dan kembali ke desa terdekat saat itu juga. Tentu, permintaan itu kutolak mentah-mentah, menyusuri pinggiran jurang tengah malam dengan penerangan terbatas akan sangat beresiko. Apalagi salah seorang diantara kami dalam keadaan tak sadar dibawah pengaruh makhluk lain.
Akhirnya kami menunggu pagi sembari berusaha mengobati teman kami itu sebisanya. Beberapa teman laki-laki yang pernah belajar tenaga dalam dan kanuragan berusaha menyandarkan teman kami tersebut dengan apa yang mereka bisa. Sekuat apapu kami berusaha, hingga pagi menjelang apa yang kami lakukan sama sekali tak bisa menolong. Teman kami tetap tak sadarkan dirinya tersurupi makhluk halus.
Menjelang fajar keajaiban datang, tiba-tiba teman kami tersadar tanpa sebab. Kekhawatiran dan ketakutan kami berganti rasa syukur yang dalam. Pagi itu kami menikmati sarapan pagi seadanya dengan begitu nikmat, hari ini dan esok kita pasti bisa berpetualang di alam bebas mengagumi kebesaran ciptaan Tuhan seperti yang telah lama kita idamkan.
Tapi dugaan kami salah, tak lama setelah sarapan ia kembali berbicara sendiri dan berkata bahwa tak lama lagi ayahnya akan datang menyambangi kami. Sungguh, awalnya kami hanya mengira itu hanyalah sekedar recau tanpa makna. Tapi ketika sesosok orang tua berbaju putih dengan rambut dan jenggot panjang tergerai berwarna putih tiba-tiba ada dan melintas di depan kami lalu hilang tak tentu rimbanya barulah kami menyadari bahwa apa yang ia ucapkan benar.
Kami masih terpana dengan apa yang kami lihat ketika teman kami meronta dan berlari seolah mengejar lelaki tua itu.
Anehnya, ia tak hanya berlari, batuan sebesar kerbau dan pepohonan besar yang tumbang dapat ia loncati dengan mudah seperti para tokoh sakti dalam cerita dongeng dan sinetron. Namun, tak lama kemudian ia tersadar dan kembali seperti sedia kala hingga malam menjelang.
Malam itu bulan bersinar indah, menyiratkan dua hal yang berlawanan dalam hati kami, keinginan untuk menikmati indahnya malam di tengah rimba dan kekhawatiran jika teman kami kembali kesurupan. Dan, ditengah kami menikmati indahnya bulan purnama, makhluk halus kembali merasuki teman kami. Seperti malam sebelumnya, kami pun berusaha mengobatinya meski tetap tanpa hasil hingga kami pun berputus asa.
Dalam keputusasaan, tanpa sadar kami bertanya apa yang diinginkan makhluk halus itu. Melalui raga kami, makhluk halus itu balik bertanya mengapa ia kami serang, kami pukuli dan kami bakar (dengan doa dan ilmu Kanuragan) tatkala ia memasuki tubuh teman kami. Tentu saja kami menjawab bahwa apa yang kami lakukan untuk mengobati teman kami. Kami sungguh terpana ketika makhluk halus itu menjawab bahwa apa yang ia lakukan bukan untuk menyakiti teman kami namun hanya sekedar ingin berkenalan dan bersahabat dengan kami.
Makhluk halus itu kemudian memperkenalkan diri sebagai penunggu air terjun. Ia masih kanak-kanak meski umurnya telah 4.734 tahun. Ayahnya, yang penampakannya sempat kami lihat, adalah sesepuh seluruh makhluk halus Gunung Arjuna yang telah berusia 27.385 tahun. Tentu umur mereka sangat jauh dibanding usia manusia karena mereka adalah makhluk halus yang memang dianugerahi Tuhan umur panjang hingga ribuan tahun.
Sadarlah kami, bahwa sesungguhnya kami telah salah paham. Kami pun meminta maaf atas segala perlakuan kasar kami padanya. Tapi, sejujurnya, kami belum percaya bahwa ia benar-benar makhluk halus. Beberapa teman mengujinya dengan menanyakan tentang apa yang mereka rahasiakan dan semua dapat di jawab dengan tepat.
Tetapi, ketika ada seorang teman usil bertanya nomor togel, makhluk itu hanya menjawab tak tahu apa itu togel.
Sebelum ia pamit untuk pergi meninggalkan raga teman kami, makhluk halus itu berpesan agar saya mau mengambil air dari air terjun untuk dibawa pulang dan dibuang di depan rumah. Ia berkata bahwa dengan cara itu ia akan tahu jalan menuju rumah saya bila suatu saat ingin berkunjung. Sepeninggalnya, teman kami benar-benar tersadar dan tak pernah lagi mengalami kesurupan sampai kami lulus kuliah. Dan, sejak saat itulah saya bersahabat dengan sesepuh gaib Gunung Arjuna. Sampai saat ini ia kerap mengunjungi saya. Sebaliknya, saya pun sering bertamu ke Gunung Arjuna dalam perjalanan-perjalanan gaib yang saya lakukan.
Pagi itu, sebelum kami meninggalkan lokasi kemah, kami berpamitan dengan kepala desa setempat. Kami juga berpamitan dengan juru kunci air terjun yang ada di desa itu sembari bercerita pengalaman gaib yang baru saja kami alami. Juru kunci tua itu tertegun lama sekali sebelum akhirnya menjawab bahwa kami harus bersyukur karena biasanya kerasukan seperti yang dialami teman kami akan sangat sulit bahkan tak bisa diobati.
Beberapa bulan kemudian aku berkesempatan bertemu kembali juru kunci itu. Ia bercerita bahwa baru saja ada sekelompok mahasiswa dari kota Malang berkemah di dekat air terjun itu dan salah satu pesertanya kesurupan. Berpuluh orang pintar dan paranormal telah didatangi tapi tak bisa menyembuhkannya. Akhirnya gadis itu meninggal tatkala seorang ustadz berusaha menyerang makhluk halus yang mengikutinya. Mungkin ia jenglot yang pernah merasuki teman kami dulu dan sebenarnya hanya ingin sekedar berkenalan dengan mahasiswa Malang itu.
SEKIAN