Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SUNDARI, PUTRI BANGSAWAN YANG TERBUANG

Sundari.
Sebenarnya nama aslinya bukan Sundari tapi Sri ndari, warga setempat lebih sering menyebutnya Sundari mungkin agar mudah di ucapkan.


JEJAKMISTERI - Menurut cerita rakyat setempat Sri ndari ini dulunya adalah putri dari salah satu bangsawan Majapahit yang di asingkan karena kecantikannya melebihi permaisuri kerajaan. Alasan Sri ndari di asingkan agar sang prabu kerajaan tidak menjadikannya sebagai selir kerajaan.

Sri ndari di asingkan ke sebuah hutan yang berada di salah satu desa di kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Yaitu desa Garung, hingga akhirnya dia meninggal di hutan tersebut saat usianya masih terbilang muda.

Pernah ada kisah nyata yang dialami oleh seseorang, sebut saja dia pak Ali. Dia berasal dari luar daerah yaitu Bojonegoro.
Ketika dia sedang menempuh perjalanan dari Gresik menuju ke Bojonegoro, dia melewati hutan tersebut dan sempat mampir di sebuah kampung gaib tempat Sri ndari tinggal.

***

Ali adalah seorang buruh pabrik di kota Gresik, disana dia tinggal di sebuah kost.

Sore itu Ali sedang sibuk mencatat keluar masuknya barang ke pabrik, lalu tiba-tiba dia mendapat kabar dari rumah kalau istrinya sedang melahirkan, otomatis dia harus pulang dong.

Karena jarak dari Gresik ke Bojonegoro ini tidak dekat, dia bertanya jalan pada salah satu teman kerjanya yang kebetulan teman kerjanya itu adalah orang Lamongan.

Temannya itu menyarankan Ali agar lewat jalan yang di maksudnya, karena kalau lewat situ bisa lebih cepat tapi jalannya sedikit gelap dan melewati hutan.

Karena memang keadaan sudah mendesak dia memilih untuk pulang melewati jalan yang di maksud temannya itu.

(Jadi jalannya itu melewati sebuah hutan yang merupakan perbatasan antara Kab. Jombang dan Kab. Lamongan, Jawa timur)

Malam itu pukul 11 malam, setelah selesai kerja dia ijin cuti pada atasannya untuk beberapa hari.
Sepulang dari kerja dia bergegas mengendarai motornya untuk pulang ke Kedungadem, Bojonegoro yang merupakan tempat tinggalnya.

Dia berkendara sesuai arahan dari temannya tadi dan sesampainya di daerah Lamongan tepat pukul 12 malam.

Nah disini dia bingung dengan arah jalan yang dilewati.
Dia bertanya pada pedagang kaki lima yang malam itu masih bedagang,

“Maaf pak saya mau tanya, arah ke Kedungadem Bojonegoro itu kemana ya?”

Pedagang itu memberitahukan 2 jalan, kalau kearah selatan itu lebih dekat tapi jalannya gelap dan melewati hutan tapi kalau ke arah utara jalannya bisa ramai tapi jauh.

Mengingat saran dari temannya tadi jadi dia memilih arah selatan.
Pedagang itu juga menyarankan untuk hati-hati karena jalannya gelap dan melewati hutan.

Ali berterima kasih pada pedagang kaki lima itu kemudian dia lanjut berkendara kearah selatan, setelah melewati 2 jembatan kecil dia sampai di sebuah kampung yang cukup ramai.
Melihat kampung ini Ali merasa sangat lega karena mungkin jalannya tidak se-gelap yang dia bayangkan.

Setelah berjalan melewati kampung tersebut dia melewati 1 jembatan lagi dan kali ini jembatannya cukup panjang dan bangunannya terlihat kuno, seperti peninggalan belanda.

Sekitar 1km melewati jembatan tersebut dia menjumpai sebuah gapura yang menunjukan kalau dia akan masuk ke desa Garung.

Ketika berkendara melewati desa tersebut belum ada yang aneh, desanya masih terlihat ramai pemuda yang nongkrong di pertigaan desa dan masih banyak lampu dari rumah warga, sama seperti desa sebelumnya.

Setelah melewati desa tersebut dia mulai masuk ke dalam hutan yang sangat gelap dan jalannya ini bergelombang, alias sudah rusak.

Dia terus berkendara menyusuri hutan tersebut tapi, sudah sangat lama berkendara dia tidak juga keluar dari hutan yang gelap ini.

Sampai disini dia merasa ada yang janggal karena menurut temannya tadi tidak jauh tapi ini kok terasa lama banget?

Dia mulai khawatir dan muncul perasaan takut, takut di begal, takut kesasar dan segala macam, disisi lain kondisi bensin motornya sudah mulai menipis.

Setelah cukup jauh berkendara di depan terlihat ada sebuah gapura dan beberapa bangunan rumah warga yang sepertinya itu adalah sebuah kampung.

Dia menuju ke kampung tersebut, sesampainya disitu ternyata benar ini adalah sebuah kampung tapi kampungnya ini terlihat cukup aneh. Seperti kampung yang sangat tertinggal.

(Jadi kampungnya ini beda banget sama beberapa kampung yang sebelumnya dia lewati).

Dia terus berkendara melewati kampung tersebut sambil mengamati keadaan sekitar.
Terlihat bangunan rumah warga disini masih terbuat dari bambu dan kayu. Penerangan pun masih memakai api obor.

Di tengah-tengah kampung tersebut dia menjumpai sebuah warung di pinggir jalan yang masih buka.
Karena waktu itu Ali ini cukup lelah dan ngantuk dia berinisiatif untuk mampir di warung tersebut sekalian ngopi sambil tanya jalan.

Motor di arahkan menuju kesana dan berhenti di depan warung tersebut, terlihat warungnya ini sangat sepi, tidak ada pembeli satupun.
Ali memarkirkan motornya di depan warung dan masuk kedalam, suasana warungnya itu sangat kuno, penerangan juga masih menggunakan lentera api jadul, persis dengan keadaan di kampung ini.

Sesampainya di dalam warung hanya terlihat penjualnya, dia wanita, mengenakan kemben, berbaju kuning adat jawa dan sedang duduk di kursi kayu kecil.

“Permisi mbak, ada kopi?” ucap Ali kepada penjualnya.
“Ada pak, silahkan duduk dulu” jawab penjualnya.

Penjual kopi itu lekas berdiri dari kursi kayu kecilnya dan masuk ke dapur kemudian Ali meletakan tas kecilnya diatas meja dan duduk di kursi dalam warung.

Sambil duduk dia berfikir,
“Kok berani wanita ini berjualan sampai larut malam? Sendiri pula.”

Tidak lama kemudian wanita itu datang dengan membawa segelas kopi yang dipesan, kemudian dia kembali ke tempat tadi dia duduk.

Sambil menikmati hangatnya kopi dia memperhatikan keadaan sekitar warung yang tampak sangat sepi seperti tak berpenghuni.

Sebungkus rokok dia keluarkan dari saku sambil bertanya pada si penjual,

“Mbak, ini desa apa ya namanya?”
“Desa Janggan pak” jawabnya.
“Kok sepi banget ya mbak, dari tadi saya gak liat ada motor yang lewat?” tanya Ali sambil menyalakan sebatang rokok.
“Iya pak, kalau jam segini udah pada tidur” jawabnya.

Ali mengeluarkan Hp yang ada didalam tasnya untuk melihat jam sekalian ingin menghubungi keluarganya, tapi waktu itu hpnya mati soalnya tadi belum sempat ngecas karena buru-buru.

“Mbak, ada stop kontak nggak buat cas hp?” tanya Ali.
“Disini tidak ada listrik pak” jawabnya singkat.

Disini Ali mikir,
“Masa di tahun segini masih ada desa yang belum dijangkau listrik?”

Karena memang keadaannya seperti itu dia menganggap wajar karena penerangan warga aja masih memakai api.

Dia kembali bertanya pada si penjual,
“Mbak, kalo ke Kedungadem Bojonegoro masih jauh gak dari sini?”
“Jauh pak, lebih baik istirahat dulu aja tunggu pagi” jawabnya.

Dia lanjut menikmati kopi dan karena capek dia merasa ngantuk hingga tanpa disadari dia tertidur dengan posisi duduk bersandar dinding warung yang terbuat dari anyaman bambu.

Tidak lama tidur tiba-tiba terasa ada yang membangunkan dan ternyata yang membangunkan itu adalah si pemilik warung,

“Pak, kalau mau istirahat lebih baik di rumah aja soalnya warungnya mau tutup”

Mendengar itu Ali menolak karena sungkan, disisi lain gak pantes juga kalau harus istirahat dirumah wanita, apalagi malem-malem gini.
Dia bilang pada wanita itu kalau dia mau melanjutkan perjalanan tapi wnaita itu memaksa Ali untuk ikut istirahat dirumahnya karena menurutnya kalau lanjut jalan sekarang bahaya, selain sudah larut malam hutannya juga gelap.

Karena merasa capek dan ngantuk Ali mempertimbangkan tawaran wanita itu, disisi lain kondisi bensin motornya juga sudah menipis takutnya kehabisan di tengah hutan.

Ali pun bertanya pada wanita itu, apa boleh kalau istirahat dirumahnya dan apa keluarganya tidak melarangnya? Wanita itu bilang tidak apa-apa, lebih baik menginap daripada terjadi apa-apa dijalan.

Karena sebenarnya Ali juga merasa ragu kalau harus lanjut jalan sekarang akhirnya dia mau menerima tawaran dari wanita itu dan berniat lanjut jalan nanti menjelang pagi.

Berhubung wanita itu tidak membawa kendaraan, Ali memboncengnya menuju kerumah wanita itu.
Di perjalanan Ali bertanya nama wanita itu, dia bilang namanya adalah Sri ndari.

Tidak lama berkendara sampailah mereka di rumah Sri ndari, rumahnya terlihat sama seperti rumah warga lainnya. Kemudian Sri ndari mempersilahkan Ali untuk masuk kedalam.

Sesampai didalam rumah terlihat sangat sepi, mungkin orang tua Sri ndari sudah pada tidur. Sri ndari mempersilahkan Ali untuk duduk di ruang tamu dan dia masuk kedalam untuk menaruh barang-barangnya yang dia bawa dari warung tadi.

Sambil duduk di kursi yang terbuat dari anyaman bambu dia memperhatikan keadaan rumah Sri ndari yang benar-benar kuno, hanya terdapat 1 penerangan dari lentera api jadul.

Tidak lama kemudian terlihat Sri ndari datang ke ruang tamu, dia terlihat memakai pakaian yang berbeda daris ebelumnya tapi dengan warna yang sama yaitu kuning, dia terlihat sangat cantik, berkulit kuning langsat dan rambutnya panjang bergelombang.
Dia datang sambil membawa lentera api jadul dan makanan berupa buah Maja.

(Buah Maja ini bentuknya seperti jeruk tapi kulitnya keras, jadi kalau mau di makan harus di pecah kulitnya. Rasanya manis dan baunya harum)

Sri ndari meletakan lentera api dan buah itu di atas meja kemudian dia duduk di kursi sebelah Ali,

“Kok sepi banget mbak, orang rumah pada tidur ya?” tanya Ali.
“Enggak pak, saya memang tinggal sendiri” jawab Sri ndari.

Mendengar itu Ali sempat tidak percaya kalau Sri ndari tinggal seorang diri.

Sambil makan buah Maja Ali bertanya banyak tentang kehidupannya Sri ndari hingga akhirnya mereka terlibat obrolan yang cukup seru.

Sri ndari mengatakan, disini dia tinggal seorang diri, tidak bersuami dan kedua orang tuanya sudah lama meninggal begitupun dengan saudara-saudaranya.

Mendengar gaya bicara Sri ndari dengan bahasa jawanya yang lembut Ali sempat terkagum dengan kecantikan Sri ndari sampai-sampai dia lupa dengan tujuannya kalau dirumah istrinya dalam keadaan melahirkan.

Setelah cukup lama ngobrol Sri ndari mempersilahkan Ali untuk istirahat di sebuah dipan yang ada di ruang tamu dan dia kembali masuk kedalam.

Ali pun segera merebahkan badannya di atas dipan tersebut dan berfikir,

“Kok bisa ya wanita se-cantik ini di asingkan dan tinggal di desa yang sangat tertinggal”

Remang-remang cahaya dari lentera api yang menempel di dinding membuat Ali terlelap tidur.
Setelah terasa cukup lama tidur dia terbagun karena merasakan silau.

Ketika membuka mata dia benar-benar kaget karena keadaan sekitar tempat tidurnya itu adalah hutan, tidak ada tanda-tanda kampung yang semalam dia jumpai.
Dipan tempat tidurnya pun adalah sebuah gubuk kayu.

Sempat dia mengira kalau semalam yang dilihatnya itu adalah mimpi.
Disini dia benar-benar bingung dimana dia berada sekarang. Dia lekas turun dari gubuk untuk melihat keadaan sekitar, yang terlihat hanyalah hutan jati yang cukup lebat dan motornya yang terparkir di depan gubuk.

Dalam kebingungannya itu dari kejauhan terlihat ada laki-laki paruh baya yang sedang berjalan sambil membawa karung kosong dan sabit, sepertinya orang itu hendak berkebun atau mugkin mencari rumput. Laki-laki itu berjalan kearah Ali yang sedang berdiri.

Sesampainya di tempat Ali dia bertanya,
“Maaf pak, saya mau tanya, ini desa apa ya?”

Orang itu memperhatikan Ali dari ujung kaki sampai ujung kepala, kemudian dia menjawab,
“Sampeyan ini orang mana?”
“Saya dari Bojonegoro pak” jawab Ali.
“Lah kok bisa sampai sini?” tanya orang itu lagi.
“Saya mau pulang tapi semalam saya sempat tidur di rumah warga, tapi pas bangun tiba-tiba kampungnya udah gak ada” Jawab Ali yang masih bingung.

Laki-laki itu terlihat berfikir, lalu dia mengajak Ali untuk duduk di gubuk tempat dia tidur tadi,

“Sampeyan ini ngelindur apa gimana, disini gak ada desa, adanya disana dan disana” ucap laki-laki itu sambil menunjuk ke 2 arah.

Mendengar penjelasan dari laki-laki itu Ali benar-benar bingung kemudian laki-laki itu menawari kopi yang dibawanya dan meminta Ali untuk menjelaskan kejadian selengkapnya.

Sambil minum kopi dan menghisap sebatang rokok Ali menceritakan tentang kejadian semalam itu termasuk desa Janggan dan sosok wanita yang bernama Sri ndari.

Setelah bercerita banyak laki-laki itu memegang pundaknya Ali sambil berkata,
“Oalah mas mas, disini ndak ada yang namanya desa Janggan, adanya desa Garung disana dan desa Jatipandak disana”
“Masa sih pak, tapi semalam Sundari bilang ke saya kalau desanya itu desa Janggan”

Laki-laki itu menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian memberitahu Ali sesuatu yang membuatnya hampir tidak percaya.

Bahwasanya Sri ndari yang dia temui itu adalah wanita yang sudah meninggal ratusan tahun yang lalu karena di asingkan di hutan ini karena kecantikannya melebihi permaisuri kerajaan Majapahit.

Permaisuri yang merasa cemburu dan tidak ingin Sri ndari nantinya di jadikan selir oleh sang raja mengutus beberapa prajurit untuk mengasingkannya.
Nama aslinya adalah Sri ndari, tapi warga desa Garung lebih biasa menyebutnya Sundari dan desa Janggan itu adalah desa gaib, alias desa yang dihuni para jin di hutan ini.

Mendengar itu Ali berfikir,
“Pantas saja desanya terlihat aneh, seperti desa tertinggal ratusan tahun”

Karena masih penasaran dengan sosok Sri ndari, Ali bertanya pada laki-laki itu,
“Maaf pak, kalau memang Sundari ini sudah meninggal apa boleh saya tau makamnya?”
“Buat apa mas, makamnya jauh disana di dalam hutan” jawab laki-laki itu.
“Saya mau kirim doa pak buat Sundari, kalau bapak tidak keberatan tunjukan saya makamnya biar saya kesana” pinta Ali.

Laki-laki itu menunjukan jalan menuju ke makamnya Sundari, karena menurutnya makamnya ini jauh masuk kedalam hutan dia bersedia mengantarkan Ali menuju kesana.

Satu batang rokok yang dihisap segera dihabiskan kemudain mereka berjalan menuju ke makam tersebut.

Kurang lebih 30 menit berjalan masuk kedalam hutan sampailah mereka di makamnya Sundari, terlihat makamnya ini benar-benar unik, terdapat beberapa kain kuning dan payung khas kerajaan di antaranya, kemudian itu Ali duduk bersila di dekat makam itu dan mengirim doa untuk Sri ndari setelah itu dia kembali menuju gubuk tempat motornya terpakir.

Sesampainya disana dia mengucapkan terima kasih pada laki-laki itu dan dia pamit untuk melanjutkan perjalanannya pulang, setelah melewati hutan jati yang cukup panjang dia menjumpai beberapa kampung hingga akhirnya dia sampai di rumah dengan selamat.

Sesampainya dirumah terlihat anaknya Ali ini ternyata cewek dalam keadaan sehat wal-afiat, mengingat kejadian yang dialaminya di hutan itu Ali berinisiatif untuk memberi nama anak pertamanya itu Sundari, dengan harapan kalau besar nanti dia bisa cantik dan mandiri seperti Sundari yang ditemuinya di desa Janggan tersebut.

~SEKIAN~
close