TITIK BALIK ILMU LELUHUR (Part 1)
JEJAKMISTERI - Kisah ini terjadi waktu itu disebuah rumah sakit Otorita Batam (OB).
Kala itu Ibu harus kembali dirawat dirumah sakit, seperti biasanya aku selalu menjaga ibu kalau waktu malam hari.
Satu ruangan diisi oleh delapan pasein, tapi saat itu hanya 3 pasein yang menenpati ruangan itu, empat ranjang yang berbaris saling berhadapan hingga berjumlah 8 rajang yang dipisahkan oleh jalan ditengahnya, dengan gorden yang berfungsi sebagai penutup.
Ranjang yang ditempati ibu berada paling sudut dekat dengan pintu, sementara diujung sudut sebelahnya yang berdekatan dengan jendela salah seorang pasein terbaring lemah dengan beberapa yang menempel ditubuhnya, disebelahnya layar monitor yang menunjukan grafik turun naik.
Sepasang pasutri, tampak duduk di kursi sebelah ranjang, dari obrolan pasutri itu, aku bisa menyimpulkan kalau mereka adalah penduduk asli Batam, dari bahasa melayu yang digunakan.
Karena suntuk akhirnya aku minta tolong sama pasutri itu untuk menjaga ibu sebentar dan aku berdalih untuk minum kopi, dan ternyata suami dari pasutri itu juga sama ingin minum kopi, akhirnya kami keluar dari ruang perawatan untuk ngopi bareng di kantin.
Dua cangkir kopi panas tersedia dimeja, kami berdua asyik bercerita setelah sebelumnya saling mengenalkan nama.
Pasein yang mereka tunggui merupakan mertua dari Andi, kawan ngopi yang baru ku kenal.
Andi bercerita banyak tentang sakit yang dialami mertuanya, saat sedang asyik-asyiknya bercerita, seluler Andi berdering, suara istrinya diujung sana meminta andi untuk segera keruang perawatan, akhirnya kami berdua kembali menyusuri koridor rumah sakit.
"Astagfiruloh..." Andi beristigfar saat istrinya menunjuk kearah monitor yang sudah tidak bergerak naik turun, layar monitor datar dengan bunyi.. "tit...tit..tit.." salah seorang dokter saat itu sudah memastikan bahwa pasein sudah meninggal dan beberapa Suster mulai mengemas peralatan, tangispun sudah pecah dari istri Andi.
Jenazah pak Lolo sudah ditutup kain, sementara dua tangannya sudah diikat dan disatukan diatas perut, dan tubuh jenazah sudah dipindahkan ketempat salah satu ranjang yang beroda untuk dibawa kelantai bawah menuju ambulance.
Saat ranjang Roda bergerak dan saat itu aku yang membuka pintu ruangan rawat inap, supaya brankar bisa keluar, salah seorang Suster yang ikut mendorong brankar menjerit ketika melihat Jenazah kembali bergerak dengan dua tangannya yang diangkat keatas, lalu terdengar suara..
"Apa apaan ini.. aku belum mati" ujarnya sambil menarik kain penutup.
Dokter dan dua orang Suster dan semua yang melihat kejadian itu kaget dengan muka pucat termasuk diriku.
Bagaimana tidak pucat, monitor sudah tidak bergerak turun naik, sementara dokter sudah memastikan dengan memeriksa urat nadi dan urat leher, tapi tiba-tiba hidup kembali, sementara itu raut wajah istri Andi terlihat berseri.
Wajah-wajah pucat dari yang melihat kejadian itu menggelengkan kepala, termasuk dokter jaga.
Pasein kembali pada ranjang semula, tapi tidak ada lagi layar monitor hanya botol infus yang menggantung dan ujung jarum yang menancap ditangannya.
"Ketika Allah berkehendak tak ada seorangpun yang mampu mencegahnya.." batinku saat berdiri disamping ranjang pasein dan menatap wajah seorang laki-laki yang terlihat sangat tua.
Saat ada kesempatan aku bertanya sama Andi, perihal usia mertuanya.
"100 tahun lebih kang.. tapi tepatnya tidak tahu juga.." ujar Andi.
"Subhanaloh..." ujarku melongo.
Kejadian yang menimpa kakek renta yang dipanggil dengan panggilan Datuk LoLo, jelas membuat beberapa pasein juga para penunggu heran dan takjub.
Dua hari berselang setelah kejadian itu, kondisi Datuk Lolo kembali droop bahkan lebih parah dari semula.
Datuk Lolo kembali mengalami koma, beberapa selang kembali menempel ditubuh Datuk Lolo juga kabel-kabel yang menghubungkan pada monitor detak jantung, hingga pada hari ketiga selepas isya, Datuk Lolo kembali dinyatakan sudah meninggal oleh dokter yang bertugas hari itu, anak dan mantunya kembali menghubungi saudara dan kerabat untuk memberi tahukan tentang meninggalnya Datuk Lolo, dan beberapa waktu kemudian para kerabat berdatangan untuk bertakjiah dan berdiri mengelilingi ranjang dimana tubuh Datuk Lolo telah ditutup kain putih.
Salah seorang kerabat yang dituakan meminpin pembacaan surah Yasin, sebelum menyelesaikan admintrasi dengan pihak rumah sakit.
Seorang perawat terlihat sibuk mengemasi semua alat-alat yang sebelumnya menempel ditubuh Datuk Lolo.
Wak Somad yang meminpin doa terlihat begitu khusyu' berdoa diikuti oleh kerabat yang lainnya, tiba-tiba beberapa orang berhamburan keluar dari tirai yang menjadi pembatas ruangan sambil beristigfar.
"Astahfirulah.. astahfirulah..." sebut orang-orang seraya berhamburan keluar menerobos tirai ruangan.
Aku yang saat itu tengah duduk disamping ranjang pasein, sontak berdiri dan mendekati ranjang pasein Datuk Lolo yang tertutup tirai dan dari tirai yang tersingkap itu, dengan mata kepala sendiri, aku menyaksikan tubuh Datuk Lolo yang tengah duduk, terlihat bola matanya liar mengitari sekeliling, lalu terdengar suara lantang dari Datuk Lolo..
"Aku tidak akan pulang, kalau dia tidak datang untuk minta maaf atau aku yang akan membawanya pergi.." setelah berkata seperti itu tubuh Datuk Lolo kembali terbaring dengan nafas yang tersengal.
"Datuk.. yang sudah terjadi ya sudah, kasihan anak-anak, kami anak-anak Datuk ihklas kalau Datuk sudah ingin pergi.." Wak Somad berbisik ditelinga Datuk Lolo atas permintaan anak-anaknya.
Sementara kepala Datuk Lolo menggeleng beberapa kali sebagai jawaban kepada Wak Somad.
Menyaksikan hal itu, aku kembali keranjang dimana ibu dirawat dan duduk bersebrangan dengan kakak-ku.
"Aya naon WI..?" tanya kakak-ku.
Aku segera menjawab dengan menceritakan kejadian kemarin dan hari ini tentang Datuk Lolo.
"Ilmu leluhur yang selama masih muda sering digunakan, kini semua jin yang menjadi isi dari ilmu itu telah menyiksa kakek tua itu, sebagai balasan dari para penghuni ilmu itu sendiri, sebelum makhluk-makhluk itu dikeluarkan kemungkinan kakek itu akan mengalami kesulitan saat sakaratul maut.." ujar sang kyai.
"Kyai tahu, keluarga itu sudah cukup lama disini, kasihan keluarganya.." jawabku.
"Naha.. lain kumaneh diubaran..?" (kenapa bukan sama kamu diobati..?) tanya sang kyai sambil tersenyum.
"Nanti... dicoba" jawabku sambil tertawa kecil.
"Tuh.. tingali... dua jirim.. make baju karajaan melayu, nantung digigireun eta jalma.." (tuh.. lihat dua sosok, memakai baju kerajaan melayu tengah berdiri disamping kakek itu..) cetus sang kyai sambil menunjuk kearah ranjang pasein yang kini tak tertutup tirai.
Sudut mataku mengikuti arah telunjuk sang kyai.,
"Pantas..." batinku.
"Bukan itu saja kang.." ujarku.
"Ya.. tapi kedua sosok itu yang terkuat, hati-hati aja Wi..." balas sang kyai mengingatkan.
Tiba-tiba dua sosok yang dibicarakan memalingkan wajahnya dan menatap kearah sang kyai, seakan tidak suka kalau dibicarakan, sorot matanya penuh dengan kemarahan..
"Tuh.. kan.. jadi marah Wi.." ujar sang kyai sambil menatap balik dua makhluk itu.
"Rek naon manma? aing mah teu sieun.. kadieu ari wani mah" (mau apa kamu? Aku tidak takut, sini.. kalau berani) cetus sang kyai ngomong sendiri seraya melambaikan jemari tangannya.
Makhluk tinggi besar menggeretakan giginya, dan kemudian tak terlihat lagi, sementara itu sang kyai tengah memejamkan mata dengan mulut komat kamit membaca doa,
"Hmmm..." desahku.
Kejadian yang menimpa Datuk Lolo, hingga dua kali bangkit dari kematian menjadi buah bibir disekitar rumah sakit dikalangan pasein juga juru rawat dan tidak sedikit tanggapan dari para dokter yang mendengar cerita dari mulut ke mulut, sesuatu hal yang bersifat mistis memang terkadang sangat sulit untuk dikaitkan dengan logika.
Sore itu sekitar jam 5 sore, Datuk Lolo terlihat kembali sehat dan tengah duduk di tempat tidur pasein, dengan bersila ditengah ranjang, matanya terpejam dengan mulut yang tak berhenti komat kamit dan tak lama kemudian kedua telapak tangannya diusapkan keseluruh tubuh setelah itu tubuhnya beringsut turun dari ranjang dengan tubuhnya yang sedikit bungkuk, kedua telapak kaki mulai melangkah dan berjalan untuk keluar dari ruang pasein, seorang anak gadis menuntunnya dan berjalan disamping tubuh renta Datuk Lolo.
Tepat depan ranjang pasein ibuku, langkah Datuk Lolo terhenti dan memandang kearahku dan kakakku yang tengah duduk disamping ranjang pasein.
"Kalian anak dari ibu ini..." tanya Datuk Lolo sambil menatap kearah ibu yang tengah tertidur.
"Iya kek.. saya anak yang paling besar dan ini adik saya.." jawab sang kyai sambil menunjuk kearahku.
Sorot mata tajam Datuk Lolo secara bergantian menatap kearah kami berdua.
"Kakek merasakan bahwa ibu kalian akan sehat tapi setelah itu akan kembali sakit dan pulang" ujar Datuk Lolo.
Mendengar itu sang kyai hanya tersenyum, sementara aku hanya diam.
"Kakek sudah capek dengan semua ini.. kakek ingin mengakhirinya tapi sayang sampai saat ini, kakek belum menemukan orang yang tepat untuk membantu kakek, kalau kalian bersedia.. tolonglah kakek untuk melepaskan atau melebur semua yang ada dalam badan kakek.. tolong ya nak.." terang Datuk Lolo.
"Maaf.. Datuk, saya tidak tahu apa-apa.. saya bukan orang yang tepat yang Datuk maksud.." jawab Sang kyai.
"Jangan merendah.. ustad, kelebihan yang ustad miliki adalah murni atas kehendak Gusti Allah, itu yang kakek lihat dan rasakan.." jawab Datuk Lolo.
"Mungkin Datuk salah dalam melihat dan merasakan.." jawab sang kyai.
"Datuk sudah ingin meninggalkan rumah sakit ini, besok malam kamis, Datuk meminta kalian berdua untuk datang ke rumah anak datuk.." ujar Datuk Lolo sambil menyebutkan suatu kawasan yang berada tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami.
Rabu siang Datuk Lolo beserta keluarganya berpamitan dan meninggalkan ruang pasein, sebelum meninggalkan ruangan, Datuk Lolo berpamitan serta berpesan kepada Kyai (kakakku) untuk hadir dikediamannya yang tidak begitu jauh dengan kediaman kami.
"Malam ini akang ada acara untuk mengisi pengajian, kamu saja Wi.. yang datang ke kediaman Datuk Lolo, dan sampaikan salam hormat Akang sama Datuk Lolo.. Wi.." ujar Kyai malam itu sehabis isya'.
"Insya Allah kang.." jawabku seraya naik dibelakang motor menantu Datuk Lolo yang datang menjemput.
Satu ucapan salam yang keluar dari mulutku, disambut jawaban seiring terbukanya pintu, Aqila anak sulung dari Datuk Lolo langsung memintaku untuk masuk dalam kamar Datuk Lolo ayahnya.
Baru saja pintu kamar terbuka dan langkah kaki memasuki kamar Datuk Lolo, sebuah sambutan hangat dari satu energi yang begitu terasa cukup panas datang menerpa, kemudian bulu-bulu ditanganku meremang berdiri, disusul hawa dingin lembab yang menyergap bulu kuduk.
Reflek mulutku bergumam.. "Astagfiruloh.."
Datuk Lolo yang terbaring dengan dua tangan yang bertumpu diperut serta mata yang terpejam, tiba-tiba berkata,
"Aku tahu kamu punya kemampuan, tapi bukan kamu yang kuharapkan untuk datang, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.."
"Maafkan saya Datuk.. saya datang kemari untuk menyampaikan pesan dari saudara saya, bahwa beliau berhalangan..." ujarku menjawab.
"Ya sudah.. kalau tidak bisa hadir, mudah-mudahan saja kamu bisa membantu datuk.."
"Saya tidak bisa apa-apa datuk.. bahkan serangan dari makhluk yang selama ini ikut Datuk, masih terasa menyesakan dada.."
"Rara Serunting dan Jala Paksi menyambut kedatangan-mu.. anak muda.."
"Sungguh sangat hangat sambutan dari mereka berdua, saya pikir ini adalah sambutan yang kurang bersahabat.. Datuk.."
"Selain menyambut mereka juga mengujimu.. anak muda.."
"Betul Datuk.. mereka tidak sekedar menguji tapi secara tidak langsung menyerang.. Datuk"
"Jika saja tidak ada yang membentengi, mungkin saja saat ini kamu sudah terkapar muntah darah, Datuk hapal betul dengan serangan yang dilancarkan mereka.."
"Sepertinya kedua sosok itu sangat tidak senang dengan kehadiran saya Datuk.. bahkan sorot mata mereka menyiratkan kebencian yang tak beralasan.."
"Kehadiran dan kedatangan-mu.. anak muda, menjadi alasan dari kebencian mereka, selama aku masih hidup maka selama itu mereka mendapatkan persembahan dariku.."
"Apa wujud dari persembahan yang biasa Datuk lakukan untuk mereka.." tanyaku.
"Sepasang kepala Kambing hitam dan terkadang mereka meminta kepala manusia.."
"Apa yang Datuk dapatkan dari ritual persembahan buat mereka.." tanyaku penasaran.
"Aku seorang nelayan, tentu saja bukan hanya satu kelong yang kutanam ditengah lautan.. dan tidak sedikit hasil melaut yang kudapatkan, secara materi aku tidak kalah dengan orang-orang kaya yang ada dikota ini.. datuk sendiri sudah terikat perjanji dengan dua sosok yang menjadi penguasa perairan pulau ini,-
bahwa akan ada genarasi datuk yang meneruskan perjanjian gaib yang sudah turun temurun sejak jaman leluhur Datuk, ilmu ini ilmu langka dan sangat tua dari sisi keilmuan, apa yang terjadi di Rumah Sakit bukan yang pertama terjadi, tidak sedikit orang-orang pintar, kyai dan ustad yang mencoba untuk melebur semua ilmu yang bersarang dalam tubuh Datuk,-
jujur Datuk sangat berkecil hati, saat melihat engkau yang datang, hati kecil Datuk lebih condong pada saudaramu.. tapi bukan berarti Datuk mengecilkan kehadiranmu disini" ujar Datuk Lolo panjang lebar dengan posisi terbaring seperti semula.
"Saya faham.. tentu saja Datuk lebih Awas dibanding saya dan Datuk sendiri sudah bisa untuk merabanya.."
"Hahaha... kenapa tidak kau panggil leluhurmu untuk berhadapan dengan kami.." kali ini suara Datuk Lolo bergema, tubuhnya serentak duduk bersila, kedua telapak tangan terentang dengan mulut yang komat kamit membaca japa mantra.
"Rara serunting.. Jala Paksi.. aku tidak ada urusan dengan kalian.."
"Kedatanganmu.. jadi urusan bagiku..."
BERSAMBUNG
*****
Selanjutnya