Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TITIK BALIK ILMU LELUHUR (Part 2)


JEJAKMISTERI - Datuk Lolo bersujud, dirinya seakan menahan agar dua makhluk yang selama ini mengikuti dirinya tidak keluar dari tubuh rentanya dan menampakan wujud aslinya.

"Cik Puan.. aku sudah tidak kuat, tolong akhiri semua ini, cabutlah nyawaku dan ambil ragaku sebagai ganti dari persembahan yang biasa aku lakukan.. cabut saja nyawaku" suara Atuk Lolo terdengar bergumam.

"Tidak.. Lolo, aku akan terus meminta persembahan darimu, kecuali anak laki-laki-mu yang meneruskan semua ini maka penderitaan-mu akan berakhir dengan sendirinya..."
Balas satu sosok Wanita bangsawan melayu, terlihat satu selendang berwarna merah tersampir dipundaknya, rambut hitam bergelung kebelakang dengan hiasan beberapa tusuk konde yang menancap di rambut hitam yang bergelung.

"Puan Rara.. aku sudah berusaha membujuk anak laki-laki satu-satunya untuk menjadi pewaris tunggal ilmu leluhur.. tapi dia memilih untuk meninggalkan kampung halaman dan menuntut ilmu dipulau sebrang.. Ampun Puan..." balas Datuk Lolo seraya bersujud dan seakan sedang menyembah sosok Rara Serunting, sementara dari ubun-ubun kepala Datuk Lolo mengepul asap berwarna hitam pekat yang keluar dari ubun-ubun kepala.

"Tolong... Cik.. ambil saja nyawaku" kembali suara Datuk Lolo terdengar saat kepulan asap hitam berwujud satu sosok pria tampan dengan berpakai yang hampir sama dengan Rara Serunting.

"Tidak.. Lolo... aku hanya ingin persembahan darimu, atau anak laki-lakimu yang menjadi penerus dari perjanjian leluhur-mu.." suara Jala Paksi terdengar bergema.

"Siapa orang ini?? Apakah dia datang untuk membebaskan dirimu dari sumpah para leluhur-mu.. atau manusia ini yang akan kau jadikan persembahan buat kami.. hahaha.." ucap Jala Paksi.

"Datuk... kalau kehadiranku untuk dijadikan tumbal atau persembahan untuk semua yang Datuk dapatkan, salah besar jika aku yang harus dijadikan persembahan, semua ini ternyata sudah Datuk rencanakan tapi Datuk lupa satu hal,-

meskipun aku yang sengaja untuk dijadikan persembahan, bila belum takdirnya maka aku tidak akan pernah jadi persembahan buat mereka, maka dari itu akupun bisa memaksa kepada mereka untuk menjadikan anak laki-laki Datuk sebagai gantinya.." ujarku yang sebelumnya sempat tercengang mendengar perkataan Jala Paksi.

"Untuk kalian berdua, kini aku tahu alasannya kenapa sambutan kalian bukan saja hangat tapi sangat keras, semuanya memang disengaja untuk melukai atau lebih kejam dari itu..." kembali suaraku lantang terdengar.

"Tidak.. Wi.. bukan begitu jangan termakan omongan mereka karena mereka sengaja berkata seperti itu untuk dijadikan Alasan agar bisa mengambil dirimu.. datuk bersumpah atas nama Tuhan.. datuk sama sekali tak berniat mencelakai dirimu, sudah sekian lama Datuk ingin mengakhirinya tapi selalu saja gagal,-

jika dirimu bisa maka bebaskan datuk dari semua ini, kalau harus selembar raga renta yang jadi korban datuk ihklas.. asal jangan orang lain sebagai tumbal dari ilmu leluhur ini.." ujar Datuk Lolo dengan air mata yang mengalir.

"Rara Serunting, Jala Paksi, aku tidak punya urusan dengan kalian, ini urusan kalian bertiga, dan aku tidak punya kepentingan lagi disini, selesaikan saja urusan kalian.." ujarku seraya membalikkan badan.

"Tunggu.. kamu boleh pergi, tapi biarkan makhluk itu disini..." ujar Jala Paksi.

"Ambil saja sendiri, kalau kalian mampu.." balasku.

"Wangsa... semua ini Hak-mu.. untuk menentukan sikap, aku tidak bisa menahan-mu untuk tetap bersamaku jika itu menjadi pilihanmu.." batinku berbicara pada sosok belang putih hitam.

"Sambutan pertama yang mereka lakukan sesungguhnya memancing agar aku keluar dan berwujud dihadapan mereka, tapi kamu bisa mengendalikan diri, hingga aku tidak terpancing keluar maka dari itu, aku akan tetap bersamamu sesuai dengan sumpahku pada Nini (nenek) Amah, nenekmu.." batinku mendengar satu suara yang tidak asing ditelinga.

"Mau atau tidak mau, aku akan memaksanya.." kembali suara Jala Paksi terdengar.

"Jala Paksi, bukan saat yang tepat untuk memaksa.. yang jelas aku tidak akan tinggal diam kalau dirimu memaksa dan dengan terpaksa aku harus mempertahankannya.."

"Hahahaha... ini yang kutunggu-tunggu jadi kami punya alasan untuk menyumpal mulutmu untuk diam selamanya dan mengambil sosok hitam putih..."

"Jala Paksi, Rara serunting, kita tidak pernah saling mengenal dan baru kali ini bersua, lalu tampa alasan yang jelas kalian ingin menanam benih permusuhan, bahkan ingin membungkam mulutku.. lalu dimana kesalahan dan dosa apa yang kuperbuat pada kalian...?" ucapku seraya mengacungkan telunjuk kearah mereka berdua.

"Kami bangsa lelembut tidak perlu mencari kesalahan dan dosa yang kamu lakukan, kehadiran dirimu saja sudah merupakan sebuah kesalahan, secara tidak langsung kedatangan dirimu telah mengusik ketenangan kami.." balas Jala Paksi.

"Kehadiranku juga kedatanganku, sama sekali tidak melakukan apa-apa yang menyinggung atau membuat kalian tidak nyaman, bahkan yang seharusnya yang tidak nyaman adalah aku karena sambutan kalian yang sudah merupakan sebuah serangan..."

"Asal kamu tahu.. hai manusia, energi kalian berbenturan dengan energi kami, ditambah dengan energi positif yang datang dari leluhur-mu.. yang membuatku tidak nyaman dan menyerang-mu juga sosok dibelakang dirimu.."

"Jadi karena rasa ketidaknyamanan kalian yang akhirnya kalian punya alasan untuk menyerang.. terus bagaimana kalau aku juga punya alasan dan menjadikan perlakuan kalian sebagai alasan untuk meleburkan semua perjanjian antara kalian bertiga,-

dan aku punya alasan untuk ikut campur dalam urusan kalian, daripada aku hanya diam saat kalian akan menyumpal mulutku untuk selamanya dan mengambil belang putih untuk dijadikan peliharaan kalian.."

"Aku ingin tahu apakah kemampuanmu sehebat kata-kata dan silat lidahmu.." kali ini Rara Serunting yang angkat bicara dengan disusul sebuah gerakan tangan yang mengibaskan selendang yang tersampir di pundaknya.

"Wutttt..." satu energi panas menderu seiring kibasan selendang yang menghasilkan energi panas.

"Allah hu akbar..." gumamku seraya memukulkan telapak tangan ke tanah.

"Wusssss..." energi dari doa pukulan jibril menyambut kedatangan energi selendang gaib Rara Serunting.

Jala Paksi yang menonton, tiba-tiba mencabut keris pendek dibalik pinggangnya, tangannya bergerak dalam gerakan membelah dari arah atas turun kebawah dan..

"Kraaaak..." tanah yang kupijak tiba-tiba terbelah.

Sebuah hantaman kaki terdengar menghantam tanah dan menghentikan retakan yang dibuat Jala Paksi, lalu suara Auman membahana terdengar..

"Grrrrrhhhh... hentikan Jala Paksi, atau engkau akan berurusan dengan trah pasundan..." terdengar Wangsa direja angkat bicara.

"Ini yang kutunggu dari trah Pasundan.. Wangsa.." balas Jala Paksi.

"Baiklah.. kalau itu kehendakmu.. ikuti aku" tangtang Wangsa di reja seraya berkelebat keluar dari ruangan kamar Datuk Lolo.

"Tunggu.. aku ikut.." seru Rara serunting dan tubuhnya ikut berkelebat.

"Jang.. lakukan dengan caramu.. dan ikuti aku.." suara Wangsa di reja yang terdengar oleh batinku.

Dengan cepat aku jatuhkan ragaku untuk duduk bersila lalu menyatukan hati, dimana lisan menyebut dan hati memanggil asmak Allah Allah.. Allah..

Lorong hitam panjang tanpa cahaya, adalah gerbang menuju dimensi lain, tapi tidak semua gerbang dimensi lain adalah sebuah lorong hitam yang panjang, adakalanya kita bertemu dengan lembah tanpa ada hembusan angin ataupun kicau burung-burung... alamnya hening dan seakan mati.

"Kenapa kita masuk kealam mereka Wangsa..?" tanyaku.

"Kita tak mungkin bertempur dialam manusia.. Jang"

"Sebagai manusia tentunya butuh energi yang lebih.. Wangsa"

"Betul itu Jang.. tapi kamu harus ingat, tujuan mereka adalah untuk menjadikan aku sebagai peliharaan mereka.. kamu ingat semua jalan untuk masuk kedalam alam mereka dan dari sanalah kamu harus keluar.. dan dengarkan perintahku saat ini.."

"Apa perintahmu Wangsa??"

"Cepat keluar dari sini..."

"Apa !!! tidak Wangsa.. aku tidak akan meninggalkan dirimu.."

"Ini perintahku.. tentunya kamu ingin tahu alasanku memintamu pergi.."

"Itu yang menjadi pertanyaanku, Wangsa.."

"Mereka bukan lawanmu.. aku melakukan ini untuk menyelamatkan dirimu.. karena orang yang layak dan cukup mumpuni melawan mereka adalah sang 'kyai' cepat pulang dan sampaikan salamku pada kyai, insya Allah dia mengerti..." ucap Wangsa DiReja seraya menabrakan badanya kearah tubuhku, hingga terlontar dan keluar dari dimensi lain, yang hampir saja gerbang gaib itu menutup dengan sendirinya.

"Hahaha.. aku sudah menduga bahwa kamu akan ikut denganku.. Wangsa.." terdengar suara Jala Paksi, saat tubuhku melayang dilorong hitam, gerbang dimensi gaib.

Sungguh.. aku tidak percaya jika Wangsa direja akan semudah itu ditaklukan dan secepat itu ikut dengan mereka? Sebuah pertanyaan yang terus terlintas dalam batinku.

"Assalamualaikum.. kang" salamku saat sampai di sebuah bangunan yang cukup besar.

"Waalaikum salam.." sebuah jawaban dari satu suara yang sangat aku kenal, bersama terbuka-nya pintu didepanku 

"Eh.. geuningan.. ayi.. sok atuh calik" (eh.. rupanya adik.. silahkan duduk) jawab sang kyai dengan senyum khas-nya.

"Iya kang" jawabku seiring jatuhnya tubuhku diatas kursi.

Setelah cukup basa basi, semua yang aku alami, tak sedikitpun terlewat untuk diceritakan termasuk salam dari Wangsa direja, sang kyai mengangukan anggukan kepala, menyimak semua cerita.

"Pada dasarnya, kita semua akan kehilangan, jangankan si Wangsa, diri kita kalau memang sudah waktunya pergi.. siapa yang bisa mencegah, kegelisahan-mu dengan tidak adanya sosok Wangsa adalah sebuah kelemahan sebagai manusia..." ujar sang kyai.

"Kemah...??" (Maksud nya)

"Kamu itu Wi.. terlalu bergantung pada makhluk, hingga menomor-duakan pencipta, Wangsa itu bukan apa-apa bila dibandingkan denga Gusti Allah, buktinya dia begitu lemah dan tidak berdaya saat berhadapan dengan dua sosok yang kemampuannya lebih,-

diatas langit masih ada langit, tapi kita lupa ada sang pencipta langit, penyandaran diri akan kemaha besaran gusti Allah sebagai manusia yang tiada daya dan upaya, adalah kunci untuk mendapatkan pertolongan dari NYA.."

"Langkah apa untuk selanjutnya kang ?" tanyaku.

"Ilmu leluhur Datuk Lolo adalah ilmu yang betul-betul sangat tua, turun temurun, memang akang rasakan sangat kuat, dibelakang tubuh Datuk Lolo, ratusan jin berbaris.. kemanapun Datuk Lolo pergi, jin-jin itu mengikuti termasuk kedua sosok itu.."

"Berarti ada kemungkinan Wangsa tidak akan kembali, dan bisa dijadikan bala tentara.."

"Bisa terjadi juga hal seperti itu, semua hal bisa terjadi.. jika Wangsa menolak.. mungkin akan terjebak dan tidak bisa keluar dari alam mereka.."

"Mungkin juga ya kang, secara tidak langsung salam dari Wangsa.. adalah permintaan tolong.."

"Akang sudah faham itu, Wi.."

"Bisa tidak akang menolong Datuk Lolo sekaligus membebaskan Wangsa..?"

"Akang tidak bisa.. tapi Allah MAHA BISA.."

"Tapi Wangsa bilang akang yang bisa membantu nya.."

"Wi.. kamu dan Si Wangsa sama saja, bergantung sama makhluk, akang tidak bisa apa-apa.. kalaupun Akang bisa itu atas kehendak Gusti Allah.."

"Apakah ada cara lain.. untuk membebaskan Wangsa kang.."

"Ada.. tapi kamu belum sampai kesana.. kamu hanya tahu dan ingat jalan menuju gerbang masuk alam mereka, tapi kamu belum bisa membuka kunci gerbang, untuk bisa masuk.."

"Kira-kira.. gimana cara membuka gerbang gaib yang terkunci itu.."

"Kalau gerbang gaib itu tidak terkunci mungkin si Wangsa sudah bisa keluar.. Wi.."

"Iya juga... bisa akang mengajarkan.. untuk membuka kunci gerbang itu.."

"Insya Allah.. akang coba untuk membukanya dan membawa sahabat-mu keluar dari sana, jika Allah mengijinkan.."

Pertemuan dengan sang kyai terhenti setelah terdengar gema adzan berkumandang,

"Penyandaran diri seseorang tidak akan sama terhadap Sang Pencipta, tergantung dari kadar keimanan seseorang.." ucap sang kyai saat setelah aku berpamitan.

Pada tengah malam, sekian lama dari kejadian itu, terdengar suara cakaran dari dinding rumah dan geraman yang sangat aku kenal, dengan cepat aku keluar rumah dan melihat kearah dinding tembok.

"Wangsa.." batinku memanggil, aku sama sekali tak mampu melihat kehadiran sosok Wangsa direja, hanya merasakan kehadirannya dan mendengar geramannya, tidak seperti biasanya.. atau kepekaan batinku yang mulai terputus dengan satu sosok yang selama ini mengikutiku, atau ini sebuah pertanda dari Wangsa direja buatkuz

aku bingung harus berbuat apa untuk mengembalikan Wangsa direja, sisi manusiaku ada rasa takut kehilangan sosok Wangsa direja, tidak bisa dipungkuri Wangsa telah banyak membantu saat aku berhadapan dengan hal-hal yang berbau mistis dan misteri.

"Semoga saja, sang kyai mampu membebaskan Wangsa direja" batinku.

Malam itu setelah geraman dari wangsa direja yang terdengar tanpa mampu untuk kulihat wujudnya, aku segera bersuci lalu membaca suratul fatiha dan surah yasin agar bisa terhubung dengan Wangsa direja melalu mimpi dan setelah beberapa hitungan salah satu ayat yang terkandung dalam surah yasin,

"Ya Allah.. dengan kuasa dan ijin-mu.. pertemukan aku dengan hamba-Mu.. Wangsa direja.. Ya Robb hanyalah Engkau yang memiliki kuasa diatas kuasa.." doa-ku pada Sang pengabul doa, lalu membaringkan tubuh dan tidur.

"Jang.. jangan khwatir.. aku baik-baik saja, jaga dirimu baik-baik, ingat tidak ada kekuatan selain kekuatan sang pencipta.." terang wangsa direja dalam mimpiku.

"Eyang Wangsa.. beri aku petunjuk untuk bisa menembus alam mereka, bahkan menembus kasyap serta dinding gaib mereka aku tidak mampu.."

"Jang.. kamu tidak akan pernah bisa menembus tirai gaib karena mereka bukan lawanmu bahkan kakangmu sendiri belum tentu bisa masuk dan menembus tirai gaib mereka,-

mereka terlalu kuat untuk menjadi lawanmu saat ini.." suara Wangsa direja terpotong oleh kehadiran Rara Serunting yang langsung menyabetkan cambuk kearah tubuh Wangsa Direja.

"Wangsa..." aku berteriak dengan tubuh mandi peluh dan terbangun dari tidur.

"Jika kamu bisa menjadikan rasa takutmu sebagai senjata maka kamu akan menemukan keberanianmu.." batinku mendengar suara Wangsa direja.

Memang harus diakui bahwa aku dihantui rasa ketakutan saat berhadapan dengan sepasang penguasa lautan tanah melayu, selendang Rara Serunting dan keris pendek milik pasangannya merupakan senjata yang sangat luar biasa, mungkin dan bisa juga mengakhiri perjalanan hidupku.

"Ayi.. kamu tidak bisa menembus tirai gaib mereka, bukan berarti tidak bisa, hanya Allah belum mengijinkan.. semua yang terjadi atas kehendaknya,-

debu yang berterbangan, daun-daun yang gugur semua atas kehendaknya.. Allah belum mengabulkan keinginanmu., mungkin satu saat Allah kabulkan disaat yang tepat.. sabar" ucap sang kyai.

BERSAMBUNG

*****
Sebelumnya

*****
Selanjutnya
close