TITIK BALIK ILMU LELUHUR (Part 3 END)
JEJAKMISTERI - "Ayi... beberapa hal yang menjadi faktor penyebab tidak tembusnya dirimu memasuki gerbang mereka adalah kurang dekatnya dirimu pada sang pencipta, hingga kekuatan ruhanimu tak mampu menembus dan masuk kedalam alam mereka, ketika dalam hatimu hidup sang maha hidup maka tidak akan pernah ada satu kekuatan apapun dari makhluk ciptaanNya yang mampu melebihi kuasaNya,-
hidupkan Allah dalam dirimu, dalam ujung lisanmu juga dalam hati dan pikiranmu, maka atas KuasaNya, ayi akan mampu untuk menembus tirai gaib yang memang telah mereka pasang,-
ingat Allah bukan saja saat kamu sholat dan cara mengingat Allah bisa dengan berdzikir atau mengaji dan dalam setiap gerakmu.. maka hidupkan Asma Allah dalam hatimu, bukan hanya ingat Allah saat kamu kesulitan untuk menembus tirai gaib mereka dengan menyatukan hati dan pikiran tapi disaat senggang kamu tidak pernah ingat dan cenderung lalai, jika seperti ini, wajar kalau kekuatan ruhaniahmu tak mampu menembus gerbang gaib mereka,-
jika di logikan, seandainya kamu berdiri disisi satu sungai yang lebar dan kamu sambitkan batu maka jika kekuatanmu lemah maka batu yang disambitkan tak akan pernah sampai di tepi sungai sebrang, begitu juga dengan kekuatan ruhanimu yang saat ini tak mampu menembus gerbang mereka.. kopimu kental tapi ruhanimu encer... hehehe" terang sang kyai panjang lebar.
Dan aku hanya tersenyum sambil anggukan kepala untuk mencoba meresapi semua wejangan dari sang kyai.
"Apakah..? Untuk mencapai hal itu akan memakan waktu lama, sementara Wangsa berada disana.." tanyaku.
"Pada dasarnya, ketajaman pisau karena sering di asah, lalu bagaimana mungkin pisau itu akan tajam saat digunakan sementara kamu jarang bahkan tidak pernah mengasahnya., lalu kamu gunakan pisau tumpul itu untuk memotong.. tentu saja sulit terpotong,-
senjata itu sudah ada tapi kamu malas untuk mengasahnya dan cenderung kamu pakai saat kamu membutuhkan.. wajar saja jika kekuatan ruhani-mu lemah.. untung saja bukan lemah syahwat.. hehehe.."
"Hadeh.. akang mah ada-ada saja..." jawabku sambil tersenyum.
Dalam sebuah kitab Rasul bersabda,
"Siapa saja yang mendawamkan ayat ini.. maka sekuat apapun kekuatan yang dimiliki oleh makhluk gaib yang tak terlihat akan bertekuk lutut dan secepatnya akan terbakar oleh ayat ini.." terang sang kyai sambil menyebutkan nama salah satu kitab yang dimaksud dan meminta-ku untuk mencarinya sendiri.
"Cari dan temukan ayat itu dalam kitab yang akang sebutkan, insya Allah kamu bisa membebaskan sosok jin berwujud Harimau putih yang bernama WANGSA DIREJA"
"Baik kang.. hatur nuhun alias terima kasih atas petunjuk-nya.. insya Allah ayi.. cari secepatnya"
"Ketika Allah telah menunjukan Kuasa-Nya, maka tidak ada kekuatan yang mampu menandinginya.. mata, pikiran dan hatimu, menyatu dengan gerakmu.. adalah Allah.."
"Siap kang... laksanakan.." balasku sambil mencium tangannya dan berpamitan.
"Wangsa... wangsa... dengar aku..." batinku memanggilnya setelah beberapa hari kemudian sepulangnya dari ponpes sang kyai.
"Grrrrhhhggg" sebuah geraman yang tidak asing ditelinga.
"Baiklah.. Wangsa.. aku akan berusaha untuk mencari keberadaanmu dan membebaskan-mu.."
"Jang... terlalu berisiko bila kamu menjebol tirai gaib mereka, bagi keselamatanmu.."
"Insya Allah.. Wangsa, aku sudah mengalahkan rasa takutku dan menemukan keberanian yang sempat amblas.."
"Syukurlah Jang.. bebaskan Eyang secepatnya.. sebelum jala Paksi dan Rara Serunting menambah kekuatannya di gerbang gaib.."
"Baik.. Wangsa.. doakan cucu mu.."
***
Sekejap kemudian seluruh panca indra menyatu dalam asmak Agung sang Kuasa.
"Breeeett.." aku seakan berada disebuah pulau yang gersang sekeliling pulau banyak terdapat batu karang hitam, debu dan pasir berterbangan menutup pandangan, tidak lama kemudian tampak jelas dari arah depan sebuah istana megah dengan jalan setapak yang mengarah istana..
sebuah gerbang berdiri kokoh disisi kiri dan kanan, terlihat dua punggawa, dengan perut buncit, kepala botak dan bertanduk dengan memanggul Gada dipundak.
"Berhenti...!! siapa kamu ?"
"Aku cuma manusia yang tersesat dan tidak tahu jalan pulang.. lalu aku melihat megahnya istana itu.. aku bukan siapa-siapa.."
"Hahaha.. manusia bodoh.. tersesat.. ini makanan enak dan lezat serta darah yang segar.." teriak salah satu punggawa sambil bertolak pinggang dengan tawa yang menggema.
Ponggawa dari sisi kanan mendekati dengan cepat tangannya menjambak rambut disusul tangan kanan yang mengarah untuk mencekik leher..
"Mati.. kau.." bentaknya, aku hanya diam saat dijambak tapi sebalik itu, rapalan Doa Jibril telah membuat tanganku memutih berwarna perak, sedetik tangan ponggawa menyentuh leher, kepalan tangan berenergi pukulan Jibril, telah bersarang dibagian perut buncitnya.
"Tooobaaaat.... ampun..." teriak ponggawa sambil mendekap perutnya dan bergulingan, satu kawannya maju seraya mengayunkan Gada.
Suara desingan angin yang keluar dari ayunan Gada menebar hawa panas.. disambut dengan desingan-desingan warna perak yang berkelebat dari pedang Sirr Yasin.
"Trang... traang..." suara dua senjata yang beradu, Menyisakan kesemutan ditelapak tangan.
"Kurang ajar... kau manusia lancang.." teriak ponggawa saat terjajar beberapa langkah akibat benturan.
"Sampaikan sama Nyai mas Rara Serunting jungjunganmu.. kalau kau ingin selamat dari tebasan pedangku..."
"Aku akan mati terhormat.. daripada harus taat pada manusia.."
"Bagus.." jawabku seraya kembali menyerang dengan tebasan-tebasan pedang.
"Hentikan...!! Aku lawanmu.."
"Senopati Galagar..." ucap sang ponggawa sambil menunduk merapatkan kedua telapak tangan depan dada.
"Siapa kau.. manusia lancang yang sudah berani membuat onar.."
"Siapa aku.. tidak penting bagimu.. panggil jungjunganmu atau nasibmu sama dengan mereka.."
"Manusia lancang.. rasakan ini.."
"Aku Galagar.. lawanmu dan bukan mereka.." ucapnya sembari menunjuk kedua anak buahnya.
"Galagar, aku tidak punya urusan denganmu, menyingkir atau nasibmu tidak jauh dengan mereka.."
"Anak manusia Lancang, akan aku lihat seberapa hebat dirimu, hingga berani menyuruh penguasa tanah ini untuk menghadap pada dirimu.."
Sebuah gerakan memukul tanah dari telapak tangan adalah sebuah jawaban untuk Galagar dan satu goncangan dari pukulan Az Zalzalah menderu, sebuah piringan logam berbentuk bundar sebagai perisai ditangan kiri Galagar dijadikan tameng untuk menahan gempuran dari goncang Az Zalzalah yang ku lepaskan.
Deru angin berhawa panas menghantam perisai yang digunakan Galagar, sesaat kemudian kembali serangan susulan dari pukulan Jibril menyasar tubuh Galagar.
Galagar menghentakan kakinya menimbulkan suara dentuman searah sebuah energi yang memapag hawa panas dari pukulan Jibril.
Dua ledakan dahsyat beruntun terdengar, ketika dua energi berbenturan, rasa sesak dalam dada terasa menghimpit serta dua kaki yang surut beberapa langkah kebelakang sementara tubuh Galagar terpental cukup jauh dan jatuh terkapar, melihat tubuh yang terkapar dengan menekan ujung tumit ketanah, tubuhku berkelebat tapi satu sosok lain terlihat menyambut kelebatanku, dengan suara desingan gada.
"Swiiiuuutt..." suara desingan angin dari gada yang mengayun sangat terasa, dengan cepat kutarik kepala kebawah untuk menghindari ayunan gada, sementara tangan kananku dengan cepat mengayunkan pedang Sirr Yasin dalam gerakan menebas arah perut ponggawa yang bersenjatakan gada.
Kilatan sinar perak yang berkelebat menembus perut buncit sang ponggawa dan seketika jerit kesakitan terdengar melengking.
Gada jatuh seiring tubuhnya yang ambruk dengan tangan yang mendekap perut berlumuran darah hitam kecoklatan.
Dengan tangan yang masih menenteng pedang perak Sirr Yasin, kaki kananku menginjak dada berbulu milik Galagar.
"Saat seperti ini.. siapa yang akan menyelamatkan selembar nyawamu.." ujarku seraya menempelkan ujung pedang perak Sirr Yasin.
"Jungjunganku.. mengajarkan aku untuk tidak takut mati, apalagi oleh sebangsa manusia sepertimu dan kamu lihat itu..." jawab Galagar seraya menunjuk kearah atas.
Ketika kepalaku melihat kearah yang ditunjukan Galagar, sebuah gerakan tangan Galagar menarik pedang hingga ujung pedang menembus leher Galagar.
Langit diatas kepalaku menggumpal hitam, hembusan angin menderu seiring dengan turunnya gumpalan Awan hitam dan perlahan lahan gumpalan hitam menipis dan memudar lalu satu sosok laki-laki tampan dengan pakain adat, dan kain yang menghias dari pinggang sampai lutut berwarna kuning keemasan, di pinggangnya terselip sebatang senjata keris yang tidak terlalu panjang, raut wajah lelaki tampan terlihat tersenyum sinis, sesaat setelah melihat beberapa tubuh dari abdinya yang terkapar tak bergerak.
"Nyawamu.. tidak cukup untuk menebus tiga abdiku, saat ini aku selesaikan dirimu dan selanjutnya bagian kucing kurap leluhurmu.." ujar Raksa Jala.
"Raksa Jala atau Jala Reksa dan apapun panggilan namamu.. tidak penting bagiku.. yang terpenting saat ini, hentikan keberanianku atau nasibmu tidak jauh dari mereka.." balasku sambil menunjuk tubuh-tubuh yang terkapar.
"Lancang... kurang ajar.. rasakan ini.." bentak Raksa Jala dan tubuhnya berubah menjadi gumpalan asap hitam lalu melesat menyelimuti tubuhku.
Aji tameng rogo, empat asmak dengan cahaya ungu terlebih dulu menyelimuti dan membungkus ragaku, sementara asap hitam perwujudan dari Raksa jala, terus berputar mengitari tubuhku.
"Hati-hati.. jalu Reksa jala, menggunakan aki sikep raga, untuk masuk dalam ragamu serta mengendalikan alam bawah sadarmu, fokus hati dan pikiranmu kepada Penguasa Alam semesta.." satu suara dari Wangsa Direja yang terdengar batinku.
Aku hanya Anggukan kepala sebagai jawaban, sementara, lafadz-lafadz empat asmak terbalik bergaung dalam hati, perlahan lahan energi asmak terbalik terkumpul ditelapak tangan, sedikit demi sedikit empat asmak kurung aku tarik untuk membuka celah melancarkan serangan.
Gumpalan asap hitam tiba-tiba menjauh untuk mengambil jarak dengan cepat empat asmak kurung aku tarik dan hentakan telapak tangan memukul tanah melancarkan pukulan empat asmak terbalik tapi disisi lain asap hitam dari wujud Reksa Jala tengah menyeluru.
"Blarrr... bumm..." tubuhku terpental dengan darah yang mengucur dari mulut, hidung juga telinga, sementara asap hitam hilang tak berbekas yang terlihat adalah sosok laki-laki tampan yang tengah terduduk, mendekap dada dengan satu tangan, tangan sebelahnya mencabut keris pendek yang terselip dipinggang, lalu sebuah gerakan dari atas kebawah menikamkan ujung keris ditanah..
"Slleeep..." ujung keris masuk dalam tanah dan tangan Reksa Jala terangkat keatas dengan mulut komat kamit, tiba-tiba ujung keris bergetar hebat dibarengi dengan bumi yang berguncang menimbulkan suara 'krakkk....' dan tanah yang kupijak terbelah..
"Celaka..." batinku sambil menyeka darah yang keluar dari mulut dengan ujung baju.
"Bemmm..." satu hentakan kaki terdengar diujung tanah yang terbelah yang nyaris menelan tubuhku kedalam bumi yang terbelah.
Sepasang kaki menghentak pada ujung tanah yang terbelah dan nyaris menelan tubuhku, sesaat aku tengadah melihat wajah sosok yang datang.
"Kyai.." gumamku.
"Hudang.. Yi.. naha meni atah pangarti teh.. (bangun dek, masih mentah kemampuanmu..) jawab sang Kyai sambil tersenyum.
Dengan mendekap dada, dan mengusap darah yang keluar dari mulut dengan ujung baju, aku hanya bisa diam, saat sebelah lengan sang Kyai menepuk punggung lalu mengusap seluruh badan dengan telapak tangannya.
"Waras kersaning jati, waluya kersaning Allah.. jag jag Waringkas ku kuasa Gusti Allah.." ucap sang Kyai seraya meniup ubun-ubun kepalaku.
"Aku datang di saat yang tepat, dan atas kuasa Gusti Allah, mampu menghentikan ilmu belah jagat, mungkin aku adalah lawan yang sebanding denganmu.. sang Raja.." ucap sang Kyai.
"Manusia lancang mana lagi yang berani mencampuri urusan Reksa Jagat.. dan telah lancang masuk dalam kekuasaanku.." balas Reksa Jagat seraya mencabut keris pendeknya dan mengibaskan dalam gerakan menebas.
Tebasan keris pendek mengeluarkan deru angin yang bergulung, debu-debu juga bebatuan berterbangan begitu juga tubuhku yang sempoyongan bertahan dari deru angin yang bergelombang sementara itu sang kyai tetap berdiri dengan tangan yang terus memutar biji tasbih hingga biji-biji tasbih sampai pada ujung, tangan sang Kyai dengan cepat menarik Sorban hijau yang mengalung dileher, lalu mengibaskan sorban hijau kearah Reksa Jagat..
Kibasan Sorban kumala hijau tidak kalah dengan senjata Reksa jagat, sama-sama mengeluarkan deru angin, pada akhirnya dua kekuatan dahsyat berbenturan menimbulkan goncangan dan suara dentuman yang membahana..
Tubuh Reksa jagat juga tubuh kyai sama-sama terpelanting akibat dari benturan tingkat tinggi.
"Hoek.. hoekk.." Reksa Jagat muntah darah, sementara sang kyai mendekap dadanya dengan sebelah tangan.
"Pantas.. manusia satu ini berani mengadu kekuatan ternyata punya kekuatan yang luar biasa, tidak seperti kunyuk satu itu.." gerutu Reksa jagat.
"Yi.. cepat lakukan sesuatu.. sebelum Rara Serunting.. datang.." seru Sang Kyai.
Aku faham dengan maksud sang kyai, dengan cepat empat asmak kurung, melesat ke arah tubuh Reksa Jagat, satu warna ungu melesat kearah tubuh Reksa Jagat.. satu larik sinar putih melesat menyambut laju pukulan empat asmak terbalik..
"Lancang kalian.. berani-beraninya membuat onar dikerajaanku..."
"Rara Serunting..." seru sang kyai.
"Bagus.. kamu tahu siapa aku.. cepat bersujud dan mohon ampun.. sebelum aku akhiri hidup kalian berdua.."
"Rara Serunting.. aku dan kamu tidak ada bedanya.. sama-sama makhluk dan sama-sama seorang hamba.. kematian kita sudah tertulis.. sedikitpun aku tidak pernah takut dengan sesama makhluk.. apalagi dengan makhluk sebangsa kalian..." jawab sang kyai.
"Kurang ajar... bedebah lancang... rasakan ini.."
"Rara Serunting.. aku tidak ingin memperpanjang masalah ini, mari kita selesaikan ini semua dengan cara yang baik.." ucap sang kyai.
"Kyai.. sudah tidak berlaku penyelesaian dengan cara yang baik, saat ini yang terbaik adalah tunjukan kemampuanmu dan jika mampu mengalahkan dan menundukan kami maka apapun permintaanmu.. akan aku penuhi.." balas Rara Serunting.
"Kedatanganku bukan untuk meminta apapun dari mu.. ada yang lebih berhak untuk aku minta, aku lebih mengutamakan permohonan dan permintaan pada Tuhanku, bukan pada dirimu yang jelas-jelas tidak jauh beda denganku sebagai makhluk.."
"Meskipun aku sebagai makhluk tapi aku bisa memenuhi segala keinginanmu.. bila kyai butuh uang, emas.. maka aku akan memberikannya buat kyai.."
"Rara Serunting.. Tuhanku.. Maha kaya dan aku tidak butuh itu semua apalagi dari makhluk sebangsa Siluman sepertimu.. dan kamu pikir aku mampu kamu silaukan dengan harta berupa emas dan tumpukan uang, semua itu hanyalah tipu daya kalian.. dan kalian salah orang bila ingin menukar keimananku dengan semua yang kalian tawarkan, cukup satu hal yang harus kalian lakukan.."
"Apa itu.. kyai" seru Rara Serunting.
"Bebaskan leluhur kami.. itu saja.."
"Baik.. kyai.. akan aku bebaskan tapi dengan satu syarat.."
"Apa dengan mengadu kekuatan adalah syarat mutlak yang kalian inginkan.." jawab sang kyai.
"Hehehe... ternyata peka juga dengan keinginan kami.. kyai satu ini.." timpal Reksa Jagat.
"Keluarkan semua kemampuanmu kyai, jangan sampai menyesal.." imbuh Rara Serunting, seraya mengibaskan selendang putih yang menggantung di dua sisi pinggangnya.
"Wushhhh..." satu larik sinar putih menderu.
Sang kyai mundur beberapa langkah dan sorban Kumala Hijau dikibaskan kearah depan menyongsong datangnya larik sinar putih.
Sinar hijau yang keluar dari Sorban sang kyai, bergulung dan membentuk gumpalan-gumpalan menelan larik sinar putih Rara Serunting, tubuh Rara Serunting berkeringat dingin dengan gigi gemeretak sementara itu Reksa Jagat menempelkan dua telapak tangan-nya dipunggung Rara Serunting untuk menambah kekuatan.
Sang kyai menoleh kearahku seraya mengedipkan mata sebagai sebuah isyarat, melihat hal itu, aku sangat faham maksud dari sang kyai maka dengan cepat gabungan empat Asmak terbalik dengan Telaga Qausar.. mengarah pada tubuh Reksa Jagat, dengan cepat Reksa Jagat menarik telapak tangannya dari punggung Rara Serunting dan menahan gempuran dari serangan asmak terbalik yang mulai menyasar bagian atas tubuh Reksa Jagat, sementara hawa dingin yang keluar dari Telaga Qausar mengarah pada bagian bawah Reksa Jagat.
Telapak kanan Reksa Jagat dihantamkan kearah atas, sebuah energi panas menyambut serangan empat asmak terbalik dan tangan kirinya menghantam bumi untuk membuat tameng dari pukulan Telaga Qausar..
"Bummm.... bummmm..." dua ledakan terdengar dari dua benturan, dari dua kekuatan yang berbeda, tidak lama kemudian sebuah ledakan yang dashyat terdengar akibat benturan dari dua senjata, selendang manik putih serta Sorban Kumala hijau.
Ledakan antara aku dengan Reksa Jagat ditelan oleh ledakan dahsyat dari kekuatan kyai dan Rara Serunting.
Tubuhku terlempar bergulingan, reksa Jagat sendiri terhempas, tubuh Rara Serunting amblas sampai lutut ke dalam bumi, sementara sang Kyai tersungkur kebelakang.
Sebuah gerakan dari sang Kyai membuatnya kembali berdiri, dua telapak tangannya rapat depan dada dengan mulut komat kamit.. tidak lama kemudian pergelangan tangan sang kyai dari Siku.. berubah menjadi Warna Hijau dan tercium aroma Wangi menyebar..
"Bedebah.. kurang ajar.." geram Rara Serunting seraya merapal mantra.. dan tidak lama kemudian satu cahaya putih.. membungkus tubuh Rara Seruting.
"Jika ilmuku Waskita jampana Raga.. bisa kyai tembus., aku Rara Serunting mengaku kalah dan aku bebaskan leluhur kalian, tapi bila sebaliknya tak dapat ditembus, maka leluhur kalian akan menjadi abdiku.. bagaimana kyai..? tanya Rara Serunting.
"Tidak ada satupun kekuatan yang melebihi kekuatan Sang pencipta Alam dan aku hanya Pasrah pada kekuatan Allah sang pencipta.. jika atas kehendaknya.. maka kekuatan ilmu mu.. bukan apa-apa.." jawab kyai.
"Cepat Nyai.. lakukan dan serang kyai itu dengan ilmu 'Waskita jampana raga' jangan menunggu diserang nyai.." teriak Reksa Jagat.
"Baiklah kakang.. walau sebenarnya aku menunggu diserang daripada menyerang.." jawab Rara Serunting.
"Heeeeaaattt..." teriak Rara Serunting.
"Ayi.. waspadalah.. dan bersiaplah..." bisik sang kyai saat mendengar ilmu pamungkas dari penguasa alam kegelapan Rara Serunting bersama Reksa Jagat.
Terlihat wajah sang kyai yang diliputi kecemasan sesaat setelah mendengar ilmu pamungkas 'Waskita Jampana Raga' aku faham betul dengan mimik muka sang Kyai.
"Iya Kang..." jawabku sambil anggukan kepala, kedua mataku terpejam, hati serta lisanku menyatu dalam KemahaBesaran Asmak Sang Pencipta, hal terbaik adalah melindungi diri dengan Empat Asmak Kurung juga mempersiapkan diri dengan 'rajah asmak Karomah'
Rara Serunting juga Reksa Jagat duduk bersila dan melakukan gerakan yang sama, keris pendek di tangan Reksa Jagat berkelebat dalam gerakan memotong dari atas kebawah di susul gerakan Rara Serunting yang mengibaskan Selendang putihnya.
Dua kekuatan yang begitu dahsyat menderu mengarah ke tubuh Sang Kyai.
Satu gerakan kecil dari Sang kyai menarik mundur satu langkah telapak kaki, tangan kanannya melakukan gerakan memutarkan Sorban Kumala Hijau, sementara tangan kirinya mengepal dan menghantamkan kepalan tangan ke arah tanah.
Dua gelombang serangan dahsyat dari penguasa kegelapan menderu, menyebarkan hawa panas menyengat sementara tanah yang dipijak bergoncang hebat, goncangan ini membuat tubuhku juga tubuh Sang kyai limbung.
Putaran Sorban Kumala Hijau berhenti, dengan tubuh yang limbung Sang kyai berusaha untuk bertahan tetap berdiri terlihat kedua kakinya amblas dalam tanah.
"Allah hu Akbar..." teriak Sang Kyai seraya membentangkan sorban hijaunya.
"Cepat lakukan..." bisik sang kyai.
Aku yang mendengar bisikan itu dengan segera memukulkan telapak tangan, menghantamkan pukulan 'Asmak Karomah'
"Ini yang terakhir aku miliki kyai..." gumamku.
Dua serangan yang beruntun yang dilepaskan Reksa Jagat dan Rara Serunting menderu dan menghantam bentangan Sorban Kumala Hijau milik Sang kyai, sementara itu sinar putih yang keluar dari empat asmak Karomah mengarah tubuh Rara Serunting.
"Manusia manusia licik.." dengus Rara Serunting seraya memutar tubuh dan mengibaskan selendang putih miliknya.
Sementara itu pukulan tangan kiri Sang Kyai menyusur tanah, menahan serangan Reksa Jagat.
Sebuah ledakan yang Maha Dashyat terjadi akibat benturan dari beberapa energi yang dilepaskan.
Aku merasakan seakan tubuhku melayang dan terhempas akibat dari benturan, begitu juga tubuh Sang kyai terlihat terhempas dan melayang bersama satu sosok yang kukenal belang hitam.
Pertempuran dengan penguasa kegelapan dari leluhur Datuk Lolo pada akhirnya berimbas pada diri Datuk Lolo, dua hari sejak pertempuran itu, Datuk Lolo sakit dengan tubuh mengering dan kulit menghitam, masuk pada hari ke empat, anak dari Datuk Lolo datang dan meminta sang kyai untuk melihat keadaan Datuk Lolo yang tengah menghadapi sakartul maut.
"Maaf kyai, Datuk meminta saya untuk menjumpai kyai, menurut Datuk kyai lah yang bisa mencabut apa yang ada dalam tubuh Datuk.." ujar anak Atuk Lolo.
"Saya faham.." jawab Kyai singkat lalu berdiri dan menyampirkan Sorban Hijau nya.
"Ayo kita berangkat sekarang ndok.." ajak kyai.
Sepulang dari rumah Datuk Lolo, kyai duduk di ruang tengah dan berbincang-bincang denganku.
"Kadang kala, sebuah ilmu yang diturunkan secara turun temurun sangat sulit untuk dilepaskan dikarenakan sudah mengakar dan mendarah daging dan pada akhirnya pemilik ilmu itu sendiri yang tersiksa saat sakaratul maut.. Wi.. biarkan dan lepaskan Wangsa direja jangan sampai dia akan mempersulit dirimu saat sakaratul maut nanti.." ujarnya.
Belum aku menjawab obrolan sang Kyai, satu dering nada selular masuk.
"Bentar ya.. Wi.." ujar Kyai.
"Inalilahi wa inalilahi rojiun.." ujar Sang kyai di ujung telpon.
"Datuk Lolo meninggal.." kata kyai sambil menutupkan telapak tangannya di atas seluler.
"Ina lilahi..." gumamku.
Note:
Semakin besar kekuatan maka akan semakin besar tanggung jawab.
-SEKIAN-
*****
Sebelumnya