Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TRAGISNYA PENGHUNI RUMAH PESUGIHAN KANDANG BUBRAH


JEJAKMISTERI - Hari itu kami sekeluarga pindah ke sebuah rumah yang terletak di Surabaya, lokasinya dibilang cukup jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Di sepanjang jalan yang aku lihat banyaknya pohon rindang dan jalanan yang cukup terjal atau bisa dibilang sedikit rusak.

Saat itu ayah hanya menenangkan, kalau sudah sampai di rumah baru akan banyak tetangga di sana tidak sepi seperti jalanan yang baru saja kita lewati. Oh iya sebenarnya kami memutuskan untuk pindah karena ayah hampir mengalami bangkrut yang membuat rumah lama harus dijual. Nah sisa penjualan tersebut dipakai orang tuaku untuk membeli rumah di daerah yang dibilang tidak terlalu strategis ini.

Sampainya di rumah baru, aku memperhatikan jika rumah ini terlihat seperti sudah lama sekali tidak dihuni, walaupun beberapa bagian sudah dibersihkan tetapi masih ada pohon rambat yang menempel di dinding rumah. Sebenarnya rumahnya bagus, gayanya seperti rumah belanda yang luas namun minimalis dengan beberapa aksen dibagian atapnya.

Ditemani Pak Dirman, salah satu penjaga di sana, kami bertiga masuk ke rumah itu. Pak Dirman menjelaskan jika rumah ini memang sudah lama tidak ditempati. Terakir tahun lalu, itu juga orangnya pindah ke Jakarta.

Setelah bercengkrama, lantas ibu menyuruh untuk membawa koper ke lantai atas sekaligus melihat kamar yang akan aku tempati nantinya. Jadi rumah ini dibeli sudah lengkap dengan peralatan yang ada, di kamar aku sendiri sudah tersedia satu ranjang, lemari kecil, hingga meja dan kursi untuk tempat belajar.

Dari lantai 2 aku membuka jendela melihat pemandangan di luar. Namun, saat itu aku bertanya-tanya karena ada seorang nenek dengan kebaya tipis bercorak bunga-bunga yang sedang memperhatikan rumah kami, mungkin ada sekitar 5 menit nenek tersebut berdiri memandang ke arah rumah tanpa bergerak.

“Rizka, ke bawah ini koper kamu masih ada!” teriak ibu memanggil

Aku pun langsung bergegas turun dan menutup jendala kamar lantai dua.

Keluarga kami jarang untuk bercengkrama dengan tetangga lain. Kalaupun mengobrol paling hanya pas ibu membeli sayur di depan. Oh iya aku juga banyak menghabiskan waktu di rumah karena menunggu pengumuman kelulusan perguruan tinggi.

***

Sudah hampir sebulan kami menempati rumah ini, lokasi yang jauh dari keramaian kadang sangat menguntungkan karena bisa mengerjakan sesuatunya dengan tenang. Sore itu sambil menunggu ayah pulang. Aku dan ibu duduk di sofa sambil menonton acara kesukaan orang tua, ya apalagi kalau bukan sinetron.

“Dek, tadi ibu agak aneh deh sama omongan Bu Lastri saat beli sayur,”

“Emang Bu Lastri bicara apa bu?”

“Katanya mamanya Rizka betah yaa tinggal di rumah itu. Soalnya jarang banget loh yang tinggal di sana lebih dari sebulan,”ujarnya.

“Terus kenapa bu, ya mungkin mereka pindah karena punya tempat tinggal baru, udah ah gausah dibahas yang kaya gitu,” ujarku berusaha untuk menutupi rasa takut.

Setelah perbincangan tadi tiba-tiba jendela terhentak sangat kencang, kami berdua menengok ke arah jendela dengan perasaan kaget. Ternyata hentakan tadi dari angin seperti ingin tanda-tanda hujan.

Jam menunjukkan pukul 09.00 malam entah mengapa aku merasa sangat panas di dalam kamar, ac saat itu padahal sudah dibuat serendah mungkin, akhirnya aku memilih untuk membuka jendela kamar. Tapi tak disangka aku melihat orang yang sama di sana. Ya si nenek dengan kebaya tipisnya, tetapi kali ini ia membawa sesuatu di tangan. Perlahan aku mulai menutup jendela agar tidak terlihat.

Dalam wadah berwarna coklat yang dipegang nenek itu terdapat berbagai jenis kembang, rokok dan dupa. Lantas nenek itu mengucapkan kata-kata yang tidak bisa diterka apa maksudnya. Selanjutnya ia meletakkan wadah tersebut di depan rumah ku, entah untuk apa. Sebenarnya ingin sekali turun dan bertanya apa yang dia lakukan, namun niat tersebut urung dan berpikir besok pagi saja sekaligus untuk memberitahunya ke ayah dan ibu.

Keesokkannya aku keluar pagar untuk memastikan apakah benda seperti sesajen yang diletakkan nenek itu masih ada, ternyata anggapan ku salah di depan rumah tidak ada apa-apa. Apa yang dilihat semalam pun tak jadi kuutarakan ke ayah dan ibu.

Kejadian tersebut sudah terulang beberapa kali, dan aku belum bisa memastikan siapa nenek tersebut dan apa niatannya. Namun, seminggu ini si nenek tak datang ke rumah. Parahnya, ibuku jadi sering kesurupan di rumah kami yang baru ini.

Setiap malam ibu teriak-teriak seperti meminta pertolongan, tetapi dari kami tidak ada yang tahu apa yang dimaksud. Kejadian aneh datang satu demi satu mulai dari suara tangisan perempuan di basement, bau anyir yang seringkali tercium dari dalam kamar hingga kejadian terakhir aku melihat sosok wanita memakai baju hijau dengan sanggul di kepala di depan pintu lantai dua.

Peristiwa tersebut membuat aku yakin untuk mencari nenek yang sering meletakkan bunga di depan rumah karena ia pasti tahu sesuatu yang terjadi.

Hingga saat aku menunggu malam itu, tanpa disengaja nenek berkebaya datang. Sontak saja langsung kuhampiri dan meminta jawaban atas semua yang terjadi saat ini.

Aku menekankan ke nenek agar berbicara apa yang sebenarnya terjadi. Hingga ia berkata bahwa rumah ini sebenarnya didapatkan lewat ritual pesugihan oleh pemilik sebelumnya.

Jin pemilik rumah akan marah jika tidak disediakan tumbal atau sesajen, itu menjawab mengapa keluarga Rizka selalu diteror akhir-akhir ini.

Kalau sudah ada anggota keluarga yang sering kesurupan, berarti jiwa orang tersebut dinginkan oleh si jin penjaga rumah. Rizka pun nangis sejadi-jadinya karena tidak ingin sang ibunda dijadikan tumbal pesugihan. Si nenek pun memberi syarat, ada dua cara yang bisa dilakukan, yang pertama meneruskan ritual pesugihan kandang bubrah di rumah itu atau pengusiran dengan mendatangkan orang pintar.

Dengan bantuan orang pintar akhirnya keluarga Rizka melakukan ritual pengusiran jin di rumah itu. Saat itu ibunya mengalami keserupan dan berkata,

“Aku akan keluar dari tubuh ini dengan 1 syarat, bawa kembali ke Gunung Kawi atau jiwa ini harus ikut bersama”

Tak mau ambil risiko mereka pun memilih untuk melakukan pengembalian jin pesugihan ke Gunung Kawi. Segala macam ritual mulai dari kemenyan, 1 ayam cemani hingga tanah dari rumah tersebut dibawa oleh orang pintar. Dengan mantra-mantranya sang orang pintar pun berusaha mengeluarkan jin dari tubuh ibu Rizka.

Tak lama sang ibu pingsan tak sadarkan diri dan orang pintar bilang jika jin pesugihan sudah kembali ke tempat asalnya. Sejak saat itu keluarga Rizka memutuskan untuk pindah ke tempat lain karena tidak mau mengambil risiko.

Tulisan ini merupakan reka ulang dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.

close