Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berburu Di Hutan Kopi (Part 9)


JEJAKMISTERI - Kami (aku, Boss Slamet, Pak Hadi, dan Mas Dedy) mendapatkan tawaran untuk memburu babi hutan yang menjadi hama tanaman kopi di sebuah desa terpencil di lereng gunung. Desa dimana saudara Pak Hadi tinggal.

Tanpa membuang kamipun segera berangkat menuju ke desa itu. Dan tanpa membuang waktu juga, meski kami baru saja melewati perjalanan yang berat, sesampai di desa itu kami langsung melakukan survey lokasi.

Meski terpencil, desa ini memiliki pemandangan alam yang sangat indah, karena memang berada di lereng gunung yang jauh dari keramaian. Dan karena itu juga, saat yang lain sibuk mensurvey lokasi, aku justru lebih tertarik dengan sebuah sumber air yang sepertinya biasa digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci warga desa itu.

Akupun terlena dengan kesejukan air di pancuran sumber itu, sampai tak ingat lagi dengan teman teman yang sedang melakukan survey. Hingga sebuah suara gemerisik semak yang tersibak mengejutkanku. Kukira orang yang iseng mengintipku mandi, tapi ternyata yang muncul dari balik semak semak adalah Boss Slamet.

"Ngapain Mas? Ngintipin aku mandi ya?" selorohku melihat Boss Slamet yang muncul dengan wajah sedikit tegang seperti orang yang habis melihat hantu.

"Djanc*k! Kukira tadi suara kunti! Nggak taunya kamu lagi mandi! Ngapain coba mandi sambil nyanyi nyanyi kayak anak perawan gitu?!" gerutu Boss Slamet.

"Yaelah! Gitu aja ngambek, pake ngeluarin pisau segala! Aku tau pisaumu bagus Mas, tapi nggak usah pamer juga kali!" ledekku lagi.

"Pamer matamu itu! Kan sudah kubilang tadi kukira suara nyanyianmu itu kukira suara kunti, mangkanya aku ngeluarin pisau!" sungut Boss Slamet sambil berbalik dan beranjak pergi.

"Weh! Ngambek! Mau kemana wey?!" seruku melihat Boss Slamet menuju ke arah bibir jurang.

"Baliklah!"

"Weh! Kalau mau balik kearah sana Mas! Kalau kesitu jurang!"

Kulihat Boss Slamet menghentikan langkahnya dengan mendadak, seolah baru sadar kalau dia sedang menuju ke bibir jurang. Aneh!

"Tadinya mau ngecek seberapa dalam jurang ini! Tapi karena kamu cerewet nggak jadi ajalah!" Boss Slamet berbalik dan berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju ke arah desa.

Dasar orang aneh! Aku lalu melanjutkan ritual mandiku tanpa memperdulikan sikap Boss Slamet yang absurd itu.

****

Malamnya kami memulai aktivitas perburuan. Aku bersama Mas Dedy waktu itu. Aku yang terhitung masih pemula merasa sedikit kesulitan. Menyusuri medan yang terjal ditengah gelapnya malam dan lebatnya pepohonan, membuat Mas Dedy beberapa kali harus memanduku. Beruntung ia cukup sabar membimbingku.

Aku bahkan tak bisa menemukan seekorpun binatang buruan. Beda dengan Mas Dedy yang dalam waktu sekejap telah mendapatkan seekor Luwak berukuran besar. Tak mau jadi bahan olok olokan, aku lalu mengarahkan senterku ke atas pepohonan, berharap bisa menemukan burung malam yang bertengger diatas dahan.

Namun alih alih menemukan burung, sorot senterku justru menagkap seeekor kumbang pohon. Ah, kumbang pohonpun jadilah, daripada nggak dapat buruan sama sekali. Aku segera menyandang senapanku di bahu dan memanjat pohon itu.

Hap!

Kumbang pohon berhasil kutangkap, lalu kumasukkan kedalam kantong. Aku lalu memanjat semakin keatas, berharap bisa menemukan buruan yang lain. Pikirku, mungkin kalau dari atas pohon binatang binatang yang bersembunyi diantara semak bisa lebih mudah untuk dilihat.

Sialnya, saat aku sedang meraih sebuah dahan diatasku dan bermaksud memanjat naik, sesosok wajah menyeramkan tiba tiba muncul tepat di depan wajahku. Sangat dekat, hanya berjarak sepersekian jengkal saja, membuatku terkejut dan tanpa sadar melepaskan pegangan tanganku pada dahan itu.

"HWAAAA....!!! Djanc*k!!!" aku memaki saat tubuhku melayang turun dan terhempas keatas tanah. Cukup tinggi aku terjatuh, membuat tulang punggungku terasa nyaris patah.

Sambil mengerang menahan sakit aku berusaha untuk bangun, saat kurasakan sesuatu merayap di tubuhku lalu menggigit tepat di selangkanganku.

"Huwaaaasssuuu...!!! Djanc*k djanc*uk!" segera kukeluarkan kumbang pohon yang menggigitku itu dari dalam kantongku.

"Kenapa Jun?" suara Mas Dedy yang tiba tiba muncul dibelakangku membuatku terkejut.

"Eh, ndak papa Mas," jawabku ngasal. Malu lah kalau harus ngaku habis jatuh dari atas pohon.

"Ya sudah, kita cari Slamet yuk! Kukira ini sudah lumayan untuk kita nanti makan malam," ujar Mas Dedy sambil menunjukkan Luwak hasil buruannya.

Dari kejauhan kami melihat Boss Slamet sedang membidik sesuatu. Mas Dedy menahan langkahku. Kami hanya memperhatikan Boss Slamet yang sepertinya meleset bidikannya. Boss Slamet yang sepertinya masih penasaran segera mengejar buruannya yang lolos itu.

"Gawat!" Mas Dedy segera mengambil pesawat HTnya dan berbicara dengan Boss Slamet melalui alat komunikasi itu.

"Met! Stop Met! Tahan langkahmu!" seru Mas Dedy.

"Napa Mas?" kulihat Boss Slamet menghentikan langkahnya dan menjawab panggilan Mas Dedy.

"Diam disitu Met! Dan mundur pelan pelan!" kata Mas Dedy.

Boss Slametpun mengikuti instruksi dari Mas Dedy, sementara Mas Dedy mengajakku mendekatinya, lalu....

"Plakkk!!!"

Pala Boss Slamet kena keplak sama Mas Dedy. Ternyata barusan Boss Slamet nyaris saja terperosok kedalam jurang yang berada di hadapannya.

Boss Slamet hanya nyengir dengan wajah terheran heran. Bisa bisanya ia tak menyadari kalau didepannya ada jurang yang menganga. Pasti ini ulah dari makhluk penghuni hutan ini yang berusaha menjebak Boss Slamet.

Tiba tiba terdengar letusan senjata Pak Hadi dari kejauhan, disusul dengan suara panggilan meminta bantuan. Sepertinya Pak Hadi mendapat tangkapan besar. Kamipun segera menuju ke tempat Pak Hadi dengan mengikuti suara peluit yang ditiup oleh laki laki itu. Selama perjalanan menuju le tempat Pak Hadi, tengkukku dibuat merinding karena beberapa kali aku melihat penampakan sosok kunti, pocong, dan entah makhluk apa lagi yang sangking besarnya hanya kelihatan bagian kakinya yang sebesar pokok pohon kelapa dan berbulu lebat diantara pepohonan hutan. Fiks! Aku semakin yakin kalau hutan ini angker!

Entah Mas Dedy dan Boss Slamet juga melihat makhluk makhluk itu atau tidak. Aku tak berani menceritakan apa yang aku lihat itu kepada mereka. Pamali katanya kalau melihat begituan lalu langsung menceritakannya kepada orang lain di hadapan 'mereka'.

Kami lalu bahu membahu membawa seekor babi hutan berukuran sangat besar hasil tangkapan Pak Hadi itu ke tempat kami memarkirkan motor trail kami. Sesekali aku melirik ke arah sosok sosok makhluk penghuni hutan itu yang masih saja berdiri diantara lebatnya pepohonan seolah sedang mengawasi kami.

Rasa takut mwmbuatku memilih untuk ikut Pak Hadi kembali ke desa mengambil jeep untuk mengangkut hasil buruan Pak Hadi itu. Sementara Mas Dedy dan Boss Slamet menunggu di tempat parkiran trail.

Lega rasanya, setelah akhirnya kami kembali ke desa. Tak ada lagi makhluk makhluk seram yang kulihat. Pak Hadi segera mengeksekusi babi hutan hasil buruannya, sementara yang lain sibuk mengolah musang dan luwak hasil buruan Mas Dedy. Aku sendiri memilih untuk duduk di dekat mobil sambil memandang ke arah hutan. Masih terbayang jelas sosok sosok menyeramkan yang tadi kulihat di tengah hutan sana.

"Mas, minta tolong boleh?" suara seorang gadis mengejutkanku. Dan ketika aku menoleh, aku dibuat terpana dengan kecantikan seorang gadis yang telah berdiri di belakangku. Sangat sangat cantik. Bahkan lebih cantik dari Annisa, anak si pemilik rumah.

"Oh, boleh! Boleh banget. Mau minta tolong apa cantik?" jawabku sedikit menggoda.

"Temenin aku ambil air ke sumber Mas," kata gadis itu dengan wajah malu malu.

"Ayoklah! Aku siap menemani dan melindungimu dari gangguan hewan buas di hutan sana!" kataku berlagak sok hero.

Aku lalu mengikuti langkah gadis itu dari belakang, sambil menikmati goyangan pinggulnya yang aduhai saat berjalan. Pikiran kotor mulai muncul di benakku. Ini anak, kalau diajak ke semak semak sebentar kayaknya nggak bakalan nolak deh

Efek kelamaan menjomblo, aku mulai berpikir yang enggak enggak. Berdua dengan seorang gadis yang sangat cantik malam malam di sumber yang sepi dan agak jauh dari desa....

Harus! Aku harus mendapatkan gadis itu malam ini. Dengan cara apapun! Soal resiko itu urusan belakangan!

Sambil menunggu si gadis mengambil air, aku berpura pura memetik buah kopi sambil terus melancarkan gombalan gombalan mautku kepada gadis itu.

"Dik, kamu begitu cantik! Sangat cantik! Lebih cantik dari bidadari manapun yang pernah kutemui. Maukah kau kalau malam ini kita.... HWWAAA...!!! DJANC*K!"

Aku menjerit saat berbalik dan mendapati di hadapanku kini yang berdiri bukan lagi sosok gadis cantik, tapi sesosok hantu perempuan dengan wajah hancur mengerikan!

Sontak aku berusaha untuk kabur dan kembali ke desa. Namun sosok itu selalu menhalangi langkahku. Hingga akhirnya aku hanya bisa mundur dan mundur, lalu...
"Byuuurrr...!!!" tanpa ampun tubuhku tercebur kedalam sumber. Dinginnya air sumber, serta wajah seram sosok itu sukses membuat tubuhku kaku dan tak bisa bergerak. Sialnya lagi, sosok itu terus mendekat dan mendekat ke arahku, sementara mataku sama sekali tak bisa kualihkan dari wajahnya yang hancur menyeramkan itu. Tuhan! Andai aku bisa pingsan saat ini, aku akan sangat bersyukur!

Samar samar aku mendengar suara suara yang memanggil namaku, disusul kelebatan kelebatan sorot senter yang menerangi area itu. Ah, syukurlah. Akhirnya warga desa menyusulku. Aku berteriak menyahuti panggilan mereka. Beberapa warga segera menuju ke arahku, tapi....

Djanc*k! Ada apa ini? Mereka seolah tak melihatku. Mereka seolah tak mendengar teriakanku. Mereka hanya menyoroti permukaan air di sumber sebentar lalu segera berbalik dan menyoroti tempat lain dengan senternya.

Panik aku meniup peluitku. Mas Dedy dan Boss Slamet yang juga berada dalam rombongan itu kembali menyorotkan senter mereka ke arah permukaan sumber. Cahaya Senter itu tepat mengenai wajahku. Namun lagi lagi sepertinya mereka tak melihatku. Mereka justru berbalik dan sepertinya memutuskan untuk berpencar dan mencariku ke tempat lain.

"Djanc*k! As*! Bedhes!" aku memaki panjang pendek. Makhluk menyeramkan itu sepertinya menghalangi pandangan mereka. Sial!

Hantu menyeramkan itu tiba tiba melayang lalu melesat cepat menerjang dan menembus tubuh Boss Slamet, hingga Boss Slamet terjengkang dan terperosok ke mulut jurang yang menganga dihadapannya.

Aku terpana sesaat! Kejadian itu terjadi begitu cepat! Dan Boss Slamet, entah bagaimana nasibnya. Aku tau jurang itu sangatlah dalam dan terjal, karena siang tadi aku sempat memeriksanya. Tak mungkin orang bisa selamat kalau sampai jatuh ke jurang itu.

Tak lama kulihat Mas Dedy kembali dan berusaha mencari jalan untuk turun ke jurang. Syukurlah. Sepertinya ia sadar kalau Boss Slamet terjatuh kesana. Sementara hantu itu kembali mendekat ke arahku dan merubah wajahnya kembali menjadi sosok gadis cantik.

Tidak! Secantik apapun dia adalah hantu! Aku tak mau terperdaya dengan tipu muslihatnya.

Tubuhku semakin menggigil kedinginan. Juga kaku dan tak bisa digerakkan. Sementara suasana disekitarku kembali sepi. Para warga yang tadi mencariku kini entah kemana. Mungkinkah aku akan mati konyol di tempat ini?

Seberkas sinar muncul menyilaukan mataku, disusul dengan kemunculan Boss Slamet dengan kondisi yang sangat payah. Sebuah keajaiban kalau ternyata ia masih bisa selamat setelah jatuh ke jurang tadi.

Tanpa banyak bicara (atau aku yang sudah tak bisa mendengar dan bicara lagi?) Boss Slamet lalu membantuku keluar dari dalam sumber. Hantu perempuan yang masih berusaha mengganggu itu seolah tak diacuhkan sama sekali oleh Boss Slamet, atau ia memang tak bisa melihat hantu itu? Entahlah.

Boss Slamet lalu memapahku dan berusaha membawaku kembali ke desa. Hantu perempuan itu masih saja mengikuti, sampai tiba tiba Boss Slamet mencabut pistol airgunnya dan menembakkannya tepat ke arah sosok itu. Hantu itupun lenyap, dan kami bisa kembali ke desa dengan selamat.

****

Pagi harinya aku terbangun dengan tubuh terasa remuk redam. Ada rasa trauma setelah mengalami kejadian semalam. Namun aku berusaha untuk tetap tegar dan bersikap seolah tak pernah terjadi apapun terhadap diriku.

Kulihat Boss Slamet sedang berselfie dengan latar pemandangan hutan. Sempat kulihat ia melirik ke arahku sekilas, lalu kembali asyik dengan kamera ponselnya. Aku yakin ia masih penasaran dengan kejadian yang menimpaku semalam. Tapi sikapnya yang sok cuek terhadapku membuatku memilih untuk pergi ke sumber dan membersihkan diri.

Kembali dari sumber, aku lalu duduk di jok mobil sambil membersihkan senapanku. Kulihat Boss Slamet datang menghampiriku.

"Apa yang kau lihat semalam?" tanyanya tanpa basa basi.

Aku berpura pura budeg dengan headseat yang terpasang di telingaku. Headseat yang sebenarnya sama sekali tak menyala. Aku hanya masih ragu untuk menceritakan kejadian yang semalam. Namun Boss Slamet sepertinya tak mau menyerah. Ia mengulang pertanyaannya. Aku nyaris saja menjawab kerika terdengar panggilan dari Pak Hadi yang meminta kami untuk menemani Annisa turun gunung berbelanja keperluan logistik.

Syukurlah, aku terselamatkan dari desakan pertanyaan Boss Slamet. Bukan tanpa alasan aku memilih untuk bungkam. Tapi aku merasa kalau makhluk itu masih mengawasiku dan siap untuk mencelakaiku jika aku menceritakan keberadaannya kepada orang lain.

Barulah saat kami telah meninggalkan desa dan sampai di kaki gunung, aku berani untuk bercerita kepada Boss Slamet. Ia nampak terkejut, namun juga sedikit tak percaya dengan apa yang aku ceritakan. Aku sendiri tak mau ambil pusing dengan sikapnya itu. Mau percaya atau tidak, yang penting aku sudah menjawab semua rasa penasarannya.

Sampai di kaki gunung, aku segera membantu menurunkan karung karung berisi hasil bumi yang akan dijual, lalu berpindah ke sebuah toko besar untuk berbelanja kebutuhan logistik. Aku masih sibuk membantu Annisa memuat barang barang belanjaan, sementara Boss Slamet justru nampak asyik berbincang dengan seorang gadis cantik berparas kecina cinaan yang sepertinya adalah anak si pemilik toko. Dasar! Nggak bisa lihat cewek agak bening sedikit, sifat playboynya langsung keluar.

"Dasar buaya sok ganteng, nggak bisa lihat cewek agak bening sedikit," gerutuku kesal. Ada sedikit rasa cemburu dihatiku. Memang, berbeda denganku, Boss Slamet memang sangat mudah akrab dengan gadis manapun yang ditemuinya. Sementara aku...

"Sudah, nggak usah iri dengan bossmu itu," kata Annisa yang sepertinya bisa membaca jalan pikiranku. Annisa lalu menceritakan ulah Boss Slamet saat tadi pagi terpergok oleh ibu ibu warga desa tengah berbugil ria di sumber sambil merekam pemandangan. Sebuah cerita yang mampu membuatku tertawa dan sedikit melupakan kekesalanku.

Selesai berbelanja kami kembali naik ke desa. Diatas pick up yang kami tumpangi, Boss Slamet masih juga sempat menggodaku. Sepertinya ia bisa menangkap kecemburuan yang kurasakan.

"Nggak usah baper kalau keduluan orang soal gebetan! Kau hidup di kehidupan nyata, bukan di adegan sinetron. Nggak dapat yang satu ya nyari yang lain. Cewek di dunia kan nggak cuma satu!" ujarnya setengah meledekku.

"Jadi jomblo terus terusan itu nggak enak," decihku kesal.

"Tenang saja. Sebenarnya sudah ada kok yang setia menunggumu selama ini. Cuma kamunya aja yang kurang peka," ujarnya lagi.

"Serius Mas? Siapa?" tanyaku penuh semangat.

"Malaikat Izrail!" jawabnya sambil terbahak.

"Djanc*k!"

Kesialanku sepertinya masih berlanjut, saat sore harinya aku mencoba membantu kaum perempuan di dapur. Cukup menyenangkan sebetulnya mendengar celotehan para ibu ibu yang bercerita soal Boss Slamet yang sore tadi mengulangi tingkah konyolnya di sumber. Namun saat perhatianku teralih kepada Annisa dan gadis itu menyadarinya, sepertinya ia kurang menyukai tatapanku.

Gadis itu terlihat cukup cekatan meracik bumbu. Wajah cantiknya membuatku terpesona sesaat. Aku mulai berangan angan andai ia menjadi jodohku. Namun sepertinya ia justru lebih tertarik dengan Boss Slamet. Padahal setauku Boss Slamet justru terlihat tak tertarik dengan gadis itu. Ah, mungkin masih ada sedikit kesempatan untukku.

"Apinya dijaga!" kata Annisa sedikit ketus, membuatku tersadar kalau gadis itu mulai sadar sedang kuperhatikan.

Aku lalu menambah kayu bakar pada tungku tradisional itu. Namun mataku seolah masih gak bisa lepas dari paras ayu gadis itu.

"Keluar sana! Cari buruan lagi!" kembali Annisa menyentakku. Sepertinya ia merasa risih karena terus terusan kuperhatikan. Nasib jomblo memang menjengkelkan. Padahal kalau dipikir pikir, sepertinya wajahku lebih ganteng jika dibandingkan dengan Boss Slamet.

Kulihat Boss Slamet masih terlelap. Aku lalu membangunkannya untuk bersiap siap memulai perburuan malam nanti. Dengan sedikit malas ia menggeliat bangun lalu membasuh wajahnya di dapur sambil tebar pesona kepada ibu ibu disana. Sungguh menjijikkan!

****

Malamnya, kami kembali memulai perburuan. Kali ini aku bersama Boss Slamet. Ia mengendarai trailnya dengan sedikit ugal ugalan, membuatku merasa sangat tersiksa. Mau tak mau aku berpegangan erat pada pinggangnya, membuatnya menggerutu panjang pendek karena merasa risih.

Kami memilih tempat yang berbeda dari yang semalam. Menuruni jalan terjal hingga sampai di hutan dengan pepohonan yang lebih lebat. Cahaya jingga dari matahari sore masih samar terlihat dari sela sela dedaunan. Entah mengapa hutan ini membuat nyaliku sedikit menciut. Aku merasa hutan ini lebih angker dari yang semalam.

Dan benar saja. Belum lama kami memasuki hutan ini, aku sudah melihat sesosok pocong yang mengintip dari balik pepohonan. Awalnya cuma satu. Lalu seolah menggandakan diri sosok itu semakin banyak seolah tengah mengepung kami.

Aku terpaku melihat pemandangan yang sangat mengerikan itu. Ada rasa menyesal kenapa aku sampai ikut berburu kali ini. Trauma akibat peristiwa semalam belum sepenuhnya hilang, dan sekarang......

Boss Slamet yang berjalan agak jauh di depanku rupanya menyadari dengan tingkahku yang sedikit aneh. Ia kembali menghampiriku, lalu sambil berkomat kamit meraupi wajahku dengan telapak tangannya. Ajaib! Sosok sosok pocong yang kulihat tadi kini menghilang entah kemana.

"Jangan keseringan bengong! Kita berada didalam hutan!" Ujarnya sambil mengajakku kembali berjalan. Meski masih merasa takut, aku mencoba untuk tegar. Aku nggak boleh kalah dengan Boss Slamet.

Kami kembali melangkah menelusuri hutan itu. Tak lama Boss Slamet merungkuk dan membidik. Pekik babi hutan terdengar melengking, disusul dengan suara gemeruduk sesosok babi hutan sebesar anak sapi yang berlari menerjang ke arah kami. Aku segera berlari menghindar dan bersembunyi di balik pokok pohon kelapa. Sementara Boss Slamet dengan tubuh gempalnya terlihat lincah menghindari terjangan si babi.

Babi itu menghantam pohon dan sebilah pisau menancap di kepalanya. Tapi tidak selesai sampai disitu saja. Seekor babi lain yang berukuran lebih kecil muncul dan langsung menerjang. Namun nasib babi itu tak jauh beda dengan babi yang pertama. Tewas dengan pisau Boss Slamet yang menancap di kepalanya. Dua ekor tangkapan besar sekaligus dalam sekali perburuan. Benar benar sangat luar biasa.

Aku lalu menyapu pandangan kesegala arah, berharap menemukan buruan lain. Tapi sepertinya nihil. Kelapa muda yang tergantung diatas menarik perhatianku. Dengan cekatan aku lalu memanjat pohon kelapa yang tak terlalu tinggi itu dan memetik beberapa buahnya yang masih muda. Boss Slamet meledekku yang bukannya memburu binatang buruan tapi malah sibuk mengurusi kelapa muda.

Boss Slamet lalu menghubungi Pak Hadi dan Mas Dedy untuk meminta bantuan membawa hasil buruan kami. Dan sambil menunggu kedatangan mereka aku kembali mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Dan lagi lagi aku melihat sesosok mengerikan tak jauh dari tempat kami beristirahat. Sesosok hantu gondrong nangkring diatas pohon sambil mengayun ayunkan kedua kakinya kedepan dan kebelakang.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close