Cokro Kolo Munyeng (Part 1)
JEJAKMISTERI - Aku merasakan sebuah serangan yang hebat, dengan menahan rasa sakit aku mencoba untuk segera menjauh dari rumah megah itu, sesampainya diluar gerbang, nada pesan seluler berbunyi tanda pesan masuk..
"Mas.. jangan kapok ya main kesini" pesan Hamidah.
Dengan berpegangan pada stang sepeda motor, aku jonggkok menyeka keringat yang bercucuran dari kening lalu menarik nafas dalam-dalam, menahannya dalam rongga dada, segera aku memejamkan kedua mata, menyatukan hati dan pikiran, hati menyebut, mulut mengucap, larut dalam nama Tuhan Semesta Alam, rapalan doa guncangan zalzalah... juga Hijib ayat qursi, seraya menghempaskan napas yang tertahan di rongga dada, telapak tanganku memukul tanah.
Aku terjengkang hingga sepeda motor tua kesayanganku terguling perlahan-lahan rasa sakit mulai mereda..
"Hmm... sambutan hangat dari makhluk astral yang ingin berkenalan" gumamku.
Laju sepeda motor tua memecah keheningan malam menembus pekat sepanjang jalan hingga aku mulai melewati sebuah Mall yang tidak jauh dari kawasan industri kupacu roda dua motor tua, hingga di tengah di danau Dan, tiba-tiba motor tua mati mendadak, aku mencoba untuk menghidupkan kembali sepada motor, tapi tetap tidak mau hidup, aku melihat kearah depan tak ada satupun lampu motor dan mobil lain, juga kearah belakangku.. begitu sepi, setelah itu aku goyangkan tanki bensin.. masih terisi separuh.. lalu ku arahkan pandanganku kearah depan jalan.. dan aku tercekat, ditengah jalan, badan seekor ular yang begitu besar melintas melintang dari lajur kiri ke lajur kanan jalan. Sementara sisi kiri dan kanan adalah sebuah Dam.. setelah badan ular yang sangat besar itu lewat, motor tuaku kembali menyala, mendadak di depan dan belakangku.. mobil dan motor banyak yang lewat.. aneh.
Dua minggu kemudian Acun menunggu di tempat biasa, aku segera menghampiri meja dimana Acun duduk.
"Gimana mamang sehat" tanya Acun sambil mengacungkan jari telunjuk kearah pemilik warung, Sahril, pemilik warung sudah faham dengan kode jari telunjuk Acun.
"Sehat alhamdililah.. Acun sehat juga kan?" tanyaku.
"Sehat mang, alhamdulillah, oh iya mang Wi mamang diundang sama mbak Midah.. untuk acara syukuran.." Ucap Acun sambil menghisap rokok putihnya.
"Acara syukuran apa Cun..?" tanyaku dengan nada heran.
"Biasa mang.. acara syukuran nikahnya mbak Midah hehehe" jawab Acun.
"Apa..!!! Nikah lagi..." jawabku.
"Mang Wi.. datang saja nanti ya mang" ucap Acun.
"Iya Cun.. InsyaAllah" jawabku.
"Oh iya mang.. sebelumnya suami mbak midah itu anak bujang, biasanya lebih dari 40 hari suaminya pasti meninggal. Setelah 7 hari suami mbak midah meninggal.. mamang tengok saja mbak midah akan terlihat cantik dan lebih muda dari umurnya, aku sudah beberapa kali menyaksikan ini, terus usaha mbak Midah akan semakin maju dan yang pasti.. hartanya semakin berlimpah" terang Acun dengan suara yang dipelankan.
Aku mengerenyitkan kening,
"Apa maksud dari Midah, waktu meminta aku untuk mencarikan jalan keluar dari masalah kehidupannya, kalau saat ini, hal ini akan kembali terjadi" pikirku.
"Mang Wi jangan heran, kadang mbak midah seperti itu, isuk dele sore tempe" ucap Acun yang seakan tahu apa yang sedang aku pikir.
Pada hari yang sudah ditentukan, Acun datang.. untuk mengajakku dan Atun ke rumah mbak Midah untuk acara syukuran di rumahnya, sampai ditempat tujuan halaman rumah terlihat sepi hanya ada beberapa orang yang hadir, terlihat mbak Midah duduk berdampingan dengan seorang pemuda, berusia sekitar 24 tahun kurang lebih, seorang laki-laki paruh baya duduk dihadapan mbak midah yang berdampingan dengan pemuda itu, melihat kedatanganku., mbak midah meminta aku dan Atun untuk menjadi saksi pernikahannya.
Aku berbisik sama Acung..
"Cun ini bukan syukuran.. ini acara nikahan"
"Aku gak tahu mang Wi" Acun kembali berbisik.. "Aku sudah kepalang dan tidak mungkin menolak untuk dijadikan saksi."
Setelah semua acara selesai, aku segera keluar dari dalam rumah yang begitu sangat terasa aroma mistisnya dan tak lama kemudian dering nada selular berbunyi, satu teks pesan masuk..
"Assalamualaikum mas Wi.. ini semua terjadi diluar sadarku, sepertinya aku gak sanggup melawan bisikan itu" pesan dari Hamidah.
Tepat 44 hari Acun datang menjemputku untuk datang kembali kerumah mbak Midah, dan sesampainya dirumah mentereng juga megah, aku melihat Hamidah menangis dan ditengah rumah satu jasad sudah terbujur kaku.
Aku segera duduk dan membuka kain menutup mayat.. "astagfirullah.." Spontan mulutku menyebut, Hamidah yang menangis mendengar suaraku yang setengah berseru menatap ke arahku, sorot matanya tajam dan dingin dan Aku kembali MENATAP... balik mata Hamidah.
Aku sadar itu bukan tatapan Hamidah, ada sosok lain yang mengendalikan Hamidah, sosok itu seakan marah dan tidak senang dengan kehadiranku.
Aku meminta bantuan Atun untuk memandikan jenasah, Atun menolak "Aku takut..Wi.."
Tinggal disebuah perumahan yang Elite, rasa kekeluargaannya terasa jauh dengan dikampung-kampung, apalagi Hamidah yang jauh dari keluarga, juga suaminya yang entah dimana keluarganya, membuat aku sibuk sendiri dalam mengurus jenasah.. dari memandikan dan mengafani.. hingga meminpin doa dipekuburan yang hanya diiringi beberapa gelintir orang. Tragis.
Sepulang dari makam, aku kembali kerumah megah itu dan duduk menyendiri diluar, Atun dan Acun baru saja keluar untuk membeli rokok, mbok min datang menghampiri, "mas.. Sampean di panggil ibu" ucap mbok Min sambil menunjuk kearah ruang tamu dengan ibu jarinya.
"Silahkan duduk mas Wi.." ucap Hamidah.
"Iya.. terima kasih bu" jawabku.
"Jujur Wi... mbak gak tahu harus ngomong apa.. semua terjadi diluar keinginan mbak.. mbak gak ingin seperti ini tapi mbak juga gak tahu harus berbuat apa.. disatu sisi mbak ingin keluar dari semua ini, tapi disisi lain sebuah dorongan yang lebih kuat terkadang mengalahkan akal sehat... tolong wi..
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya