Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cokro Kolo Munyeng (Part 2)


JEJAKMISTERI - Aku hanya diam saat Hamidah, bercerita sambil terisak, tanganku menyodorkan satu pak tisue agar lebih dekat dan Hamidah bisa meraihnya, sambil meraih tisu dan menyeka air matanya Hamidah kembali berkata,
"Aku tidak bisa menolak semua ini, perasaan menyesal itu baru aku rasakan setelah dia tidak ada dan yang aku rasakan gairah sex begitu menggebu, ada sebuah kepuasaan dalam diriku meski hati kecilku tahu bahwa dia akan pergi untuk selamanya, penyesalan itu datang setelah suamiku terbujur kaku Wi... sebenarnya ada apa dengan diriku???" Ucap Hamidah.

"Saya tidak tahu apa-apa mbak, bukankah mbak sudah bertanya pada orang-orang yang mengerti dengan hal mistis" jawabku.

"Kamu jangan begitu Wi.. mbak tahu apa yang terjadi sama kamu, saat kemarin keluar dari rumah ini" jawab Hamidah.

Wah.. hebat juga mbak Hamidah ini, tahu dengan yang kualami kemarin, pikirku.

"Rumah ini dipasang cctv Wi.. mbak sempat putar semua yang terekam di rumah ini" ucap Hamidah seakan tahu yang sedang aku pikirkan.. aku hanya tertawa hehehe.

Aku jadi kembali teringat dengan kejadian di masa lalu dimana kamar Erika dipenuhi dengan pernak pernik barang mistis, begitu juga dengan rumah Hamidah yang dipenuhi oleh pernak pernik mistis.. betapa sulitnya membersihkan energi negatif dalam rumah yang dipenuhi barang-barang mistis, barang-barang mistis yang ada dalam rumah akan mengundang makhluk astral lainnya untuk masuk dan betah tinggal didalam rumah, beberapa hal yang membuat orang susah mengobati salah  satunya dengan banyaknya barang mistis, hal lain yang menyulitkan orang dalam mengobati adalah tidak bersuci dan yang terpenting adalah doa yang kita baca, apakah sudah betul-betul di asah, ibarat sebuah pisau semakin di asah maka akan semakin tajam, dan bila mana kita akan menggunakannya.. maka ketajaman-nya tak lagi diragukan, cara mengasah satu doa adalah dengan konsisten membaca dalam hitungan atau sebanyak-banyaknya.. itulah yang diajarkan oleh mbah Yai.. saat dulu aku belajar di pondoknya... hanya saja saat kita mengamalkan, tentu dengan godaan dan ujian.. kadang rasa malas dan ngantuk itu yang sering terjadi.

"Gimana Wi... apa kamu bisa menolong mbak" tanya Hamidah.

"Gusti Allah.. maha penolong mbak"  jawabku singkat sambil menyeruput kopi dan mesam-mesem.

"Kalau mau ngeroko, ngeroko saja Wi.." ucap Hamidah disusul dengan memanggil mbok Min untuk dibawakan minumannya, tidak lama kemudian mbok Min datang dengan segelas kopi susu juga sebungkus rokok dunhill, lalu Hamidah menyulut ujung rokok dan mengepulkan asapnya, melihat hal itu bibirku yang terasa kecut, mengikuti Hamidah dengan membakar rokok kesukaanku, Surya 16.

Siang itu aku sudah berada di kawasan bandara. Kawanku Kamim memintaku untuk menjemput anaknya yang datang dari jawa setelah cukup lama menunggu akhirnya Andri anak Kamim datang dan segera keluar dari kawasan Bandara, Andri akan bekerja di toko kelontong milik Hamidah atas rekomendasi Acun.
Aku sudah mengingatkan Kamim untuk mencarikan kerja buat anaknya di tempat yang lain tapi karena anaknya tidak didukung oleh keterampilan dan ijasah, akhirnya dengan terpaksa Kamim membiarkan anaknya kerja di toko Hamidah.

Saat itu Acun memintaku untuk mengantarkan Andri ke toko Hamidah..
Ditoko aku bertemu dengan Hamidah.. benar-benar Hamidah terlihat begitu Cantik, pesonanya sungguh luar biasa, hanya orang yang tidak bisa melihat yang tidak akan tertarik oleh Hamidah.. Padahal usia Hamidah sudah menginjak setengah abad lebih, sebuah daya tarik yang luar biasa.. mampu menyihir orang yang menatapnya.

***

Beberapa minggu kemudian...
Dengan tergesa-gesa kamim datang dan berbicara panik.. "Wi toolong.. tolong.. si Andri anakku Wi.." ucap Kamim.

 "Tenang Mim.. ada apa dengan anakmu" jawabku sambil menyodorkan air putih dalam gelas.

"Itu Wi.. sesudah tiga minggu kerja di tempat saudara Acun.. tiba-tiba Anakku badannya panas, terus teriak-teriak" kata Kamim disusul dengan meminum air putih yang kuberikan.

"Sudah dibawa ke dokter Mim?" jawabku dan bertanya.

"Sudah Wi, tapi dia teriak-teriak terus.." ungkap Kamim.

"Tunggu... tunggu.. teriak-teriak gimana Mim..?" tanyaku dengan nada heran.

"Teriak jangan.. jangan aku... seperti itu Wi" Kamim menjelaskan.

"Mim beli air kemasan botol.." pintaku.
"Iya Wi.." jawab Kamim.

Aku segera meraih air minum kemasan botol, lalu memejamkan mata dan mohon perlindungan gusti Allah..

"Mim, cepat pulang jangan sampai terlambat sebelum maghrib harus sudah sampai rumah separuh air buat menyeka tubuh anakmu.. separuh lagi dicampur air biasa, lalu siramkan di empat sudut rumahmu.." Ucapku.

"Ini ada apa Wi.." tanya Kamim.

"Sudah cepat pulang lakukan saja nanti selepas maghrib aku ke rumahmu.." ucapku sambil menatap wajah Kamim, kamim tidak menjawab, langsung keluar rumah dan secepatnya pulang.

Andri anak Kamim adalah seorang pemuda yang berusia dua puluh tahunan yang ditinggalkan ibunya saat masih kecil, sedangkan Kamim bapaknya sudah seperti saudara sendiri bagiku. Kamim tahu perjalanan hidupku begitupun sebaliknya.

Selepas sholat maghrib aku segera ke rumah Kamim, sesampainya di rumah Kamim, aku melihat Andri yang tengah berteriak-teriak, aku segara duduk disamping tubuh Andri.

Melihat kehadiranku, Andri langsung berubah, tatapan matanya tajam, dengus napasnya tak beraturan, ini sebagai pertanda adanya makhluk dunia lain yang merasuki tubuh Andri, ini salah satu cara untuk membedakan orang yang benar-benar kesurupan dengan yang pura-pura kesurupan.

Hal ini karena pengalaman saat aku mondok dahulu.
Waktu itu di pondok diadakan satu acara renungan malam di salah satu tempat terbuka di salah satu bukit dengan api ungun, sebagai penghangat melawan dingin malam, beberapa ustad ikut dalam acara itu, aku bersama kawanku Indra duduk berdua tidak jauh dari api ungun yang dikelilingi para santri dan santriwati.

"Eh.. Dra.. gimana kalau kita bikin kejutan buat mereka" kataku.

"Kejutan piye mas Wi.." (Kejutan gimana mas Wi) tanya Indra waktu itu.

"Kamu pura-pura kesurupan, nanti siapapun yang datang ngobatin kamu, kamu jangan sadar, nah.. nanti pas aku datang ngobatin kamu, kamu baru sadar, gimana.. kamu kan pandai acting" aku jelaskan sama indra.

"Wah.. kalau itu siap mas Wi.." jawab indra penuh semangat.

Waktu tengah malam.. saat acara berlanjut dan semua santri duduk untuk merenungi hidup, atau muhasabah diri, tiba-tiba Indra temanku menggelepar dan suaranya menjadi berat, juga serak, kedua tangannya mencakar cakar tanah, semua santri yang tengah duduk berhamburan, Indra benar-benar jago acting, tubuhnya bergulingan, lalu seperti seekor harimau meloncati api ungun, dengan suaranya yang menggeram Indra ngomong gak karuan.

"Kalian datang kesini.. tidak pamit... ganggu ketenangan bangsa kami" ucap Indra yang pura-pura kesurupan.

Ustad Gondo menghampiri dan membaca doa, sambil meletakan telapak tangannya, dikepala Indra.
Indra meronta dan tertawa terbahak-bahak, ustad Gito maju untuk menyembuhkan Indra, hal yang sama Indra lakukan kali ini, berkata sambil menunjuk nunjuk kearah ustad Gito, hingga empat orang yang mencoba menyembuhkan Indra semuanya tidak ada yang berhasil.

Aku yang saat itu menjadi penonton maju kedepan, sambil berkata sama beberapa ustad yang berdiri mengelilingi Indra..
"Mohon maaf ustad, boleh saya ngobati anak ini.." tanyaku sama semua guru ngaji yang mengelilingi tubuh Indra.

"Iya Wi silahkan, mungkin Doa kamu yang di ijabah gusti Allah" jawab ustad Gondo sebagai orang yang bertanggung jawab pada acara itu. Aku segera duduk dan berkata,

"Assalamualaikum..." 

"Waalaikumsalam... wr.wb.." jawab Indra dengan suara yang berat dan sesak.

"Lihat aku dan dengarkan kata-kataku" ucapku.
Indra menatapku dengan sorot matanya, dan Aku langsung membaca sebuah Doa, yaitu Doa mau makan, seketika tubuh Indra lemas lalu bergulingan terus Indra sadar dan bertanya ini ada apa??

Aku mencoba untuk menahan tawa, Indra balikan badan.. terus berjalan dan mengambil nasi dua bungkus dan memakannya dengan cengar cengir.

"Ko iso Wi.. si indra sadar dengan doa mau makan..." tanya ustad Gondo.

"Setannya minta makan kang.. tuh.., setannya lagi makan.." jawabku sambil menunjuk ke arah Indra yang tengah asyik  makan.

Setelah itu aku menghampiri Indra, dan Indra berbisik.. "kang Wi.. Sego sampean tak pangan, aku ngelih bar acting" bisik Indra.

Aku tidak menjawab cuma menepuk jidat sambil tersenyum kearah kawan satu pondok waktu itu dan tertawa hahahaha.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close