Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cokro Kolo Munyeng (Part 10)


JEJAKMISTERI - Aku hanya diam saat Hamidah mengutarakan keinginannya, bagiku menikahi Hamidah sama dengan mempertaruhkan nyawa, juga sangat berat ujiannya sempat aku tidak mampu menahan atau Hamidah sendiri yang berlaku agresif, aku bisa celaka bisa saja aku jadi korban berikutnya.

"Beri saya waktu untuk berpikir ya mbak" jawabku.

"Jangan lama-lama ya Wi.. mbak takut semua terjadi diluar keinginan mbak, seperti ada yang terus membisiki untuk menikah lagi, hasrat ini terlalu menggebu seakan itu bukan diriku, aku kasihan sama orang yang nanti bisa jadi korban lagi" ucap Hamidah dengan raut wajah yang sedih.

"Saya faham mbak, tapi saya juga berat untuk menyanggupi, karena ini menyangkut nyawa" jawabku mencoba menolak dengan halus.

"Tolong mbak Wi..." balas Hamidah dengan nada memelas.

"Beri saya waktu untuk berpikir, mbak" jawabku dengan penekanan kata.

"Berapa lama mbak menunggu Wi.." ujar Hamidah terus mengejar kesanggupanku.

"Tiga hari saya kabarin mbak.." ucapku disusul pamitan dan membalikan badan meninggalkan Hamidah yang terus menatapku.

Aku masih bingung memikirkan jawaban buat Hamidah sambil memainkan cangkir kopi aku terus berpikir dan mencari cara untuk bisa menyelamatkan Hamidah, tiba-tiba satu suara mengagetkan aku..

"Ngelamun saja" cetus satu suara yang tiba-tiba datang dari arah belakangku.

"Eh Tun.. gimana sehat ??" tanyaku.

"Sehat Wi..." jawab atun sambil duduk dikursi.

"Hamidah cari suami.. kamu mau gak Tun.." tanyaku memancing sahabatku.

"Waduh.. gak.. gak berani Wi.. aku takut" jawab Atun.

Aku segera menerangkan semuanya Sama Atun.. maksud dan tujuanku, Atun angguk-anggukan kepala.

"Kamu bisa jamin keselamatanku Wi.." ungkap Atun.

"Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu tapi insya Allah, kalau tidak melanggar, kamu selamat dan bisa hidup enak banyak harta.. hehehe" ucapku menggoda Atun.

"Iya Wi.. kalau selamat, kalau tidak selamat, ya selamat jalan Wi..wi.."  jawab Atun disusul dengan memesan satu cangkir kopi.

"Ini serius mau nggak" tanyaku.

"Mau, tapi takut mati.. hehehe.." jawab Atun sambil menyulut rokonya.

Sampai hari yang ditentukan, Hamidah Datang, menemui dan menayakan jawaban yang ku janjikan.

"Gimana Wi.. sudah ada jawaban"

"Ada" jawabku singkat.

"Alhamdulillah.." Jawab Hamidah.

"Tapi mbak nggak menikah sama saya dan saya akan tetap membantu mbak" jawabku.

"Nanti.. nanti dulu, aku nggak faham Wi.." balas Hamidah.

Aku segera menerangkan sama Hamidah bahwa yang akan menikahinya adalah Atun, tapi setiap Malam aku akan berada bersama Atun, juga Hamidah di kamar selama 40 malam, itupun kalau Hamidah mau, terlihat Hamidah, tersenyum kearahku dan berkata:

"Kamu itu lucu Wi.. aku maunya sama kamu, malah disuruh Atun yang nikahi Aku, jangan-jangan kamu nggak normal Wi..." kata Hamidah seiring suara hehehehe.

"Aku masih normal loh.." jawabku diiringi tawa yang sama.

"Apa nggak ada cara lain Wi.." tanya Hamidah.

"Ada sebuah simbol ikatan batin yang menyatakan bahwa ada ikatan sebuah pasangan" jawaku kali ini aku berbicara serius.

"Maksudnya gimana Wi.." tanya Hamidah.

"Aku menikahi sampean secara siri, sebagai ikatan batin dan juga, aku tidak bolak balik kekamar mandi bila bersentuhan denganmu, karena yang diincar oleh, makhluk astral adalah Suamimu dan setelah urusan ini selesai maka aku jatuhkan talak, dan selama 40 hari aku tidak akan menyentuhmu satu hal lagi aku harus mengajak Atun di setiap malam.. gimana sanggup? Tanyaku.

"Wah... kalau gitu sama saja Wi.." jawab Hamidah.

"Semua terserah.. cuma itu pilihannya" balasku disusul menuangkan kopi hitam di piring kecil.

"Kalau sama Atun... sampean (kamu) bisa melanjutkan kehidupan, sementara sama saya.. sampean tahu sendiri.." ujarku sambil menarik napas dan kembali melanjutkan pembicaraan.

"Sampean kalau mau berpikir jangan lama-lama, nanti keburu berubah pikiran Atun-nya" kata ku.

"Iya Wi.. aku minta waktu, lusa aku kabari" jawab Hamidah.

Betapa senang dan bahagianya hati Atun.. hari itu duduk bersanding dengan seorang janda kaya, Hamidah.
Acara pernikahan berlangsung sederhana dan hanya kerabat saja yang datang, aku dihampiri mbok Nah.

"Ini yang simbok harapkan.. semoga ndok Hamidah bisa terlepas dari persekutuan ghaib dengan penghuni laut parang tritis" bisik mbok Nah.

"Maksudnya apa mbok???" tanyaku.

"Dulu sebelum ibunya Hamidah meninggal dia sempat menanamkan sesuatu dalam tubuh Hamidah, mbok ingin kamu yang menikahi Hamidah, tapi tidak apa-apa yang penting kamu bisa membebaskan Hamidah dari persekutuan ghaib" jawab mbok Nah.

"Aamiin.. mbok" jawabku sambil menatap Atun sahabatku yang tertawa sumaringah.

"Aku diberi Amanah untuk memberikan ini padamu, ini amanah dari ibunya Hamidah, saat kamu menyelamatkan Hamidah nanti pada saatnya gunakan ini untuk menangkap sosok ghaib yang selama ini memberikan kecatikan dan kemolekan pada Hamidah, aku Kasihan juga sama Anak itu Wi.." ucap mbok Nah sambil menunjuk kearah Atun.

"Emang kasihan kenapa mbok???" tanyaku.

"Jika makhluk itu sudah keluar dari raga Hamidah, anak itu, kawanmu itu, akan melihat rupa  Hamidah yang Asli" jawab mbok Nah.

"Ko bisa gitu mbok" kataku dengan nada penasaran.

"Usia Hamidah bukan muda lagi 55 thn.. diusia segitu.. untuk seorang perempuan gimana menurutmu.." ujar mbok Nah yang mungkin sudah berusia tujuhpuluh tahunan dan masih terlihat bugar juga sehat.

Aku bengong dan mulutku ternganga mendengar semua penuturan mbok Nah, aku memikirkan Atun, alangkah akan kecewa hatinya saat tahu Hamidah yang sebenarnya, tapi disisi lain tujuan Atun menikahi Hamidah karena hartanya.

Setelah usai acara pernikahan aku membawa Atun pulang, agar tidak sebadan dengan Hamidah, karena kalau sampai melakukan hubungan nyawa Atun terancam

"Ingat Tun.. ini malam pertama jangan sampai kamu tabrak larangannya, kalau sampai dilanggar itu resikomu" kataku mengingatkan Atun saat duduk diruang tengah dirumah sedehana yang dibeli Hamidah.

"Iya Wi.. kamu temani aku kan Wi.." tanya Atun.

"Aku temani kamu, istrimu (Hamidah) suruh tidur saja diruang tengah.. pindah saja ranjangnya kesini" pintaku sama Atun.

Akhirnya Hamidah tidur diruang tengah, aku meminta Atun untuk berdoa dan jangan sampai tidur, aku segera membuka bungkusan yang diberi oleh mbok Nah.

"Hmm... sebuah selendang berwarna merah darah, tercium aroma Wangi dari selendang itu."

Menjelang tengah malam aku mendengar suara dengkuran Atun, aku bangunkan Atun untuk tetap terjaga,

"Cepat sana Tun.. buat kopi, aku juga mulai merasa berat... matanya" ucapku meminta Atun untuk membuat kopi.

"Iya Wi..." jawab Atun.

Hari hari terus berganti, aku mulai merasakan sikap Hamidah yang berbeda dan Hamidah seperti sengaja menggoda Atun dengan berpakaian seksi juga minim, dengus napas liar Hamidah berbau Amis.

Pada malam ketiga puluh aku ketiduran karena lelah, aku terjaga saat mendengar jeritan Atun meminta tolong.

"Wi..tolong...Wi.. tolong..wi.."

Aku tersentak dan cepat menbuka mata, tampak Atun tengah dicekik sama Hamidah, saat itu aku melihat Hamidah bukan lagi Hamidah tapi sosok lain dan yang jelas itu bukan Nyai Dayang Wungu.

Aku segera memegang tangan Hamidah yang mencekik Atun.

"Bukan dia yang kamu cekik tapi aku" batinku sambil menatap sorot mata Hamidah.

Secepat kilat tangan Hamidah berpindah mencekik leherku, setelah sebelumnya mendorong tubuh Atun.

Aku segera memejamkan mata menyatukan hati dan pikiran, hatiku menyebut Asma gusti Allah, mulutku mengucapa dalam beberapa surah, aku seakan akan melihat Wujud sosok buto ijo.

"Siapa kamu dan mau apa? Tanyaku.

"Siapa aku tidak penting bagimu, aku hanya menjalankan perintah junjunganku" jawab sosok buta.

"Apakah nyai Dayang Wungu jungjunganmu" tanyaku.

"Kamu sudah tahu jungjunganku kenapa tidak cepat minggat???" bentak sosok buta.

"Aku akan pergi setalah kamu juga pergi" jawabku.

Tiba-tiba sosok buta itu mundur beberapa langkah mulutnya merapal mantra, tangannya tengadah keatas tiba-tiba ditangannya tergemgam sebuah tombak bermata tiga, aku yang sudah siap dengan pedang Sirr yasin juga pukulan Jibril segera mengibaskan pedang untuk menangkis sabetan tombak,

"Tranggg....."

Dua senjata beradu beberapa jurus silat ghoib sudah terlewati, Kolo bendono meloncat kebelakang, lalu merapatkan kedua telapak tangannya depan dada, mulutnya kembali merapal mantra dan tubuh Kolo bendono menjadi tiga, ilmu pecah raga hanya makhluk-makhluk astral tingkat tinggi yang menguasai ilmu ini dan makhluk yang sedang kuhadapi cukup bahaya, tiga sosok kolo bendono mengurungku menjadi seperti sebuah trisula yang menyerang kearahku, kelebatan-kelebatan pedang Sirr yasin terus berkelebat dalam desingan dan kilatan-kilatan warna perak. 

"Dess..." sebuah pukulan terasa sangat panas ditengkuk, tubuhku terdorong kedepan, dihadapanku dua tombak menyongsong, dari arah belakang satu tombak mengejar punggungku, aku betul-betul terjepit, aku jatuhkan badanku setengah berlutut, tombak dari belakang  lewat diatas bahuku segera kubuang tubuh kesamping dua tombak lewati tempat kosong, secara serentak tiga batang tombak dipukulkan ketanah..

"Wuuuusss......"

Suara deru angin, dan satu larik sinar merah menderu kearahku, aku segera menyambutnya dengan pukulan jibril sebelum dua pukulan beradu tiga tombak dari kolo bendono kembali dihantamkan ketanah, melihat itu aku kembali menahan serangan dengan Guncangan azzalzalah, dua benturan saling bersahutan.. aku terpelanting dengan tubuh seakan melayang, aku masih melihat satu tombak menderu kearah tubuhku yang terpelanting, aku tidak ada daya dan upaya lagi untuk mengelak...

"Wessssshhh...." suara desingan tombak yang mengarah ke dadaku... tapi satu desingan terdengar "sittttt... sing..."  tiga buah benda hitam melesat.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close