Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cokro Kolo Munyeng (Part 5)


JEJAKMISTERI - Aku betul-betul marah saat melihat Kamim yang membuang muka serta senyuman Hamidah, mereka seakan bukan manusia lagi, sedikitpun tidak punya nurani untuk melanggengkan kekayaan dan kecantikannya, mengorbankan nyawa orang lain sebagai tumbal, aku meninggalkan mereka berdua yang tengah memainkan sandiwara.

Dengan tergesa gesa Acun menghampiriku, "mang Wi.. ada waktu gak?" tanya Acun.

"Ada apa Cun, sepertinya penting" balasku.

"Kamim mang.. Kamim.." ucap Acun dengan nada panik.

"Iya ada apa dengan Kamim" tanyaku.

"Kamim Mang Wi.. dua hari kemarin baru datang dari kampung, bawa beberapa orang buat kerja ditokonya, jangan-jangn nanti seperti yang sudah-sudah mang.." jawab Acun.

"Biarkan saja, aku sudah malas berurusan dengan dia Cun.." ujarku.

"Iya Mang Wi.. aku tahu, tapi kalau tidak ada yang mengingatkan, bisa ada korban lagi yang jatuh" ucap Acun.

"CUN.. itu urusan hidup dia, aku tidak punya hak untuk menghentikan apalagi sampai ikut campur urusan mereka, biarlah semua menjadi tanggung jawab mereka, baik didunia maupun di akhirat aku bukan siapa-siapa Cun, kecuali.." kataku cepat di potong Acun.

"Kecuali apa mang Wi.." tanya Acun.

"Kecuali kamu Cun.., punya keberanian untuk menyadarkan saudara iparmu atau istrimu yang menyadarkan mbaknya" ucapku.

"Aku sudah beberapa kali ada keinginan untuk mengingatkan tapi ketika sudah di depan Hamidah, semuanya jadi lupa dan lebih kearah takut aku-nya" jawab Acun sambil menunjuk ke dadanya sendiri.

Hari itu setelah selesai sholat jumat aku berjalan memasuki area pasar depan sebuah ruko tampak Kamim sedang mengatur para pekerja barunya untuk mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan oleh anak buahnya, sebagai seorang bos sebuah toko kelontong yang cukup besar, Kamim sudah bukan Kamim yang dulu lagi, sebuah kalung rantai emas melingkar di lehernya dengan jam tangan berlapis Emas, perutnya terlihat buncit, wajahnya bersih terawat, sungguh bukan Kamim yang dulu lagi.

Aku masuk kedalam toko kelontong milik Kamim dan menunjuk sebungkus rokok kesukaanku yang bertumpuk dalam lemari kaca lalu menyodorkan uang pecahan 50 ribuan, saat kasir akan memberikan kembalian, Kamim keluar dari gudang yang terletak di lorong dengan sebuah pintu besi sebagai jalan masuk.

"Wi gak usah.." ucap Kamim sambil mengembalikan uang pecahan kepadaku serta menambahkan satu bungkus rokok.

"Tidak apa-apa Mim, aku mau beli bukan mau minta.." jawabku sambil menyodorkan kembali uang pecahan ke arah kasir sudut mataku melihat Kamim menggeleng kepala pada Kasir.

"Wi aku ada perlu, kapan kita bisa bicara empat mata" ucap Kamim.

"Ada masalah apa Mim, sampai harus empat mata" jawabku.

"Nanti saja Wi, aku ke warung biar enak dan bebas ngomongnya, kalau nggak kita cari tempat yang lain gimana bisa gak Wi.." ucap Kamim dengan mimik wajah yang serius.

"Serius banget Mim, ini ada apa..??" suaraku dengan nada bertanya.

"Nanti saja Wi disini ada cctv.." jawab Kamim sambil menempelkan ibu jari ditelinga dan kelingking di mulut sebagai isyarat. 

Disebuah rumah makan yang cukup besar aku dan Kamim duduk berhadapan disalah satu meja paling sudut hingga pandanganku bebas memperhatikan orang yang keluar masuk rumah makan.
Dengan suara  yang pelan Kamim bercerita:

"Sudah beberapa belakangan ini, aku mimpi, anakku menangis dan meminta tolong, bahkan aku sering didatangi arwah anakku untuk menghentikan semua ini, dan meminta aku untuk menemuimu, aku sedih melihat keadaan anakku dengan baju compang camping berwajah kusam dan kembali untuk memintaku menemuimu Wi, ini ada apa Wi." Ungkap Kamim.

"Mim.. aku bukan sok tahu atau sok pintar pada dasarnya anakmu masih hidup hanya saja dialam siluman, sebagai tumbal balik dari kekayaan yang diberikan kepada pelaku pesugihan.." jawabku.

"Hamidah maksudnya Wi.." tanya Kamim.

"Aku tidak menyebut Hamidah Mim, karena pelaku pesugihan itu banyak, hanya saja anakmu kerja ditokonya Hamidah" ucapku.

"Aku kasihan anakku yang terus meminta untuk menemuimu Wi.." ucap Kamim.

"Anakmu ingin memintaku, untuk mengingatkanmu dan menyudahi semua ini Mim, berhentilah dan keluarlah dari lingkaran setan yang menyesatkan, anakmu ingin bapaknya tidak mengalami hal yang sama dan ingin kamu mendoakan-nya Mim.." ujarku.

"Gimana Wi cara keluar dari lingkaran ini" tanya Kamim.

"Tobat Mim.. yang sebenar-benarnya tobat, dekatkan diri dengan sang pencipta dan banyak-banyak nyebut (istighfar)" Jawabku sambil meneguk kopi.

"Apakah aku akan selamat dari sesembahan Hamidah Wi.." kembali Kamim bertanya.

"Selamat atau tidak itu urusan gusti Allah Mim.. yang penting kita sudah ada niat untuk insaf dan menyesali semua perbuatan kita Mim.." kataku.

"Kamu bisa melindungi aku Wi.. dari para dedemit yang tentunya akan mengejarku dan menjadikan aku sebagai tebusan karena telah menikmati kekayaan yang mereka berikan" ucap Kamim.

"Memohon perlindungan kepada gusti Allah Mim.. bukan memintaku untuk melindungimu.. aku juga manusia biasa tidak jauh beda dengan dirimu" ucapku kembali mengingatkan Kamim.

"Jadi aku harus mulai dari mana Wi..??" tanya Kamim.

"Dari sini Miim.." jawabku sambil mengarahkan telunjuk tangan kearah dada.

"Maksudnya Wi.." tanya Kamim kembali.

"Niat kita Mim.. karena Tuhan tidak akan merubah hidupmu, kecuali kamu yang merubahnya" kataku.

"Lalu apalagi Wi.." balas Kamim.

"Berusaha dan pasrah karena pasrah tanpa berusaha itu namanya bukan pasrah, pasrah itu setelah kamu berusaha dan menyerahkan semuanya pada gusti Allah, masalah nanti, kamu dikejar makhluk ghoib, pasrahkan sama gusti Allah.. tapi setelah kamu berusaha" ucapku.

"Berusahanya seperti apa Wi.." Kamim kembali bertanya.

"Dengan lebih mendekatkan diri dan Memohon perlindungan gusti Allah, hanya itu  mim.. selebihnya biar semua berjalan sesuai kehendak gusti Allah" balasku.

"Kamu mau membantu Wi.." tanya Kamim.

"Insya Allah.. Mim, kalau kamu bisa secepatnya keluar dari rumah Hamidah bawa saja semua pakaianmu jangan sedikit pun mengambil harta milik Hamidah, apa yang menjadi hak-mu, itu yang kamu bawa Mim.." kataku sambil mengarahkan pandangan keluar rumah makan.

Satu hari ditengah malam pintu rumahku diketuk.

"Wi...Wi.." satu suara memanggil namaku.

"Siapa??" Jawabku sambil mengulung kain sarung diarea pinggangku

"Aku wi.. Kamim.."

"Masuk Mim.." jawabku setelah membuka pintu, Kamim segera masuk dengan napas yang terengah-engah, aku segera memberikan satu gelas air putih dengan cepat tangan Kamim meraih gelas dan dalam satu tegukan gelas itu telah kosong.

Aku segera meminta Kamim untuk bersuci dan masuk kedalam kamar.

"Mim, ini kamu baca sebanyak-banyaknya dan jangan tidur.." kataku sambil menyerahkan buku surah yasin terjemahan, aku segera duduk diruang tengah, satu hawa yang kurang bersahabat datang  dengan energi panas menyengat, aku segera memejamkan mata menyatukan hati dan pikiran, hatiku mulutku merapalkan ayat qursi, hatiku menyebut asma gusti Allah.

Aku seakan masuk kedalam sebuah dimensi alam lain, sebuah kereta kencana berlari dengan seorang kusir berwujud seorang laki-laki berkepala plontos, dengan empat tanduk dikepalanya, lalu turun tepat didepan pintu rumahku.

Aku merentangkan tanganku saat kusir itu berjalan dan akan masuk.

"Aku hanya diutus untuk mengambil persembahan jangan halangi atau kamu sekalian aku bawa.." cetus makhluk bertanduk empat itu.

"Aku akan menghalangimu dan biarkan anak manusia itu menebus kesalahannya, dan memperbaiki hidupnya.." jawabku.

"Manusia itu sudah dipersembahkan untuk jungjungan kami, jadi manusia itu hak bangsa kami, karena selama ini dia telah menikmati semua kekayaan yang telah diberikan oleh junjungan kami"

"Lebih baik kamu pulang dan katakan pada jungjunganmu, bahwa urusan hak gusti Allah lebih berhak pada umatnya."

"Bedebah, kurang ajar, beraninya menghalangi tugasku, atau sebaiknya aku bawa kalian berdua ke alamku" cetus makhluk bertanduk seraya mengangkat kedua tangannya keatas dan suara menggelegar disusul kilatan-kilatan petir menyambar, ujung petir yang menyambar seakan menempel di tangan makhluk bertanduk itu.

Aku yang pernah berhadapan dengan bergola ijo yang bersenjatakan cambuk hitam merasakan hawa panas yang luar biasa, apalagi ini makhluk bertanduk empat yang menjadikan petir sebagai senjatanya, luar biasa baru utusannya yang datang, sudah seperti ini, apalagi jungjungannya. Pukulan Jibril segera kusiapkan juga Sirr Yasin, sebagai sebuah senjata untuk mengimbangi cambuk petir.

"Swiiiit... ctar... ctarr..."

Gelegar cambuk petir yang berupa kilatan cahaya mengarah kearahku, satu hawa panas menyebar bebarengan dengan kilatan cambuk, pedang Sirr yasin, berkibas menyambut, lesatnya cambuk petir,

"Darrrrr... jgeeeerrrrr...."

Dua benturan terjadi, langkahku tersurut beberapa langkah kebelakang, kekuatan makhluk ini bukan main-main, saat aku terjajar kebelakang lecutan kembali terdengar dan ujung cambuk kembali melesat, segera aku silangkan, pedang sirr yasin didada, kilatan cambuk petir membelit badan dari pedang siir yasin terjadi tarik menarik dan adu tenaga sambil menahan tarikan dari makhluk bertanduk empat aku merapal doa az zalzalalah.. lalu terdengar satu teriakan dibarengi sebuah hentakan dari makhluk itu, aku yang kalah tenaga, ikut tertarik kedepan, bagiku.. ini sebuah tehnik dimana aku membiarkan tubuhku tertarik hingga jarak yang semakin dekat, aku segera melepas pedang sirr yasin dan makhluk itu terbawa oleh tenaganya sendiri, hingga dia terjajar mundur aku yang berada pada posisi bebas segera memukulkan tangan lurus kearah tubuh makhluk bertanduk, dalam pukulan guncangan azzalzalah dan..

"Blarrr...."

Pukulan juga goncangan yang dahsyat tepat mengenai tubuh makhluk bertanduk,

"Aaaaaaggggg....."

Suara jeritan melengking disusul tubuh makhluk itu yang melayang secepatnya aku meraih pedang Siir yasin lalu menerjang memburu tubuh yang melayang dan jeritan kembali terdengar, bersama muncratnya darah dari makhluk itu saat tangannya terbabat putus.

Sambil beringsut makhluk bertanduk mendekati kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda berbulu hitam.

"Perbuatanmu adalah penghinaan bagi bangsa kami dan menumbuhkan demdam, besok kamu akan merasakan rasa sakit yang melibihi apa yang aku rasakan, aku yang akan menyiksamu saat jungjunganku membawamu ke alamku" suara makhluk itu sebelum kereta kencana melesat membelah langit.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close