Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cokro Kolo Munyeng (Part 7)


JEJAKMISTERI - Aku mendengar suara teman kecilku seiring kibasan sorban putih yang menimbulkan deru angin sontak Buto Cakil, menghentikan langkahnya seraya mendorongkan dua telapak tangannya untuk menghalau kibasan sorban kyai Soleh.. Buto Cakil terlempar kebelakang sementara kyai Soleh hanya terjajar tiga langkah akibat dari benturan dua tenaga dalam.

Kyai Soleh segera mengangkat kedua tangan dengan mulut yang komat kamit dengan sebuah teriakan asma Gusti Allah disertai satu hentakan kakinya yang menginjak bumi sebuah Asap putih melesat dan bergulung membungkus tubuh Buto Cakil, semakin lama tubuh Buto Cakil semakin mengecil dan hilang menjadi Satu dengan asap putih yang membungkusnya..

"Hudang..Wi.." (bangun wi) kata kyai Soleh sambil mengibaskan sorban kearah tubuhku, lalu kyai Soleh melangkah mendekati dua sosok yang tengah bergumul.

"Wangsa direja kadieu maneh" (Wangsa direja kesini kamu) ucap kyai Soleh, sontak sosok belang hitam loncat dan menundukan kepalanya sepertinya ingin diusap kepalanya, aku yang melihat hal itu tersenyum dan ingatanku kembali pada satu kejadian:

Aku lupa lagi tahunnya, kejadian itu terjadi saat aku dan keluarga juga nenekku ikut dalam sebuah acara menikahnya kyai Soleh atau kakakku, dari bandung kami menuju Madiun hingga acara resepsi nikahan selesai, lalu disambung acara ramah tamah atau makan bersama antara dua keluarga mungkin sudah adat istiadat disana (Madiun) ada beberapa ayam utuh atau ingkung, dalam tampah yang beralaskan daun pisang saat itu semua keluarga makan bersama, nenekku yang memang sudah sepuh (tua) sedang menyantap satu ekor ayam ingkung dengan lahapnya, hingga habis satu ekor ayam ingkung, pihak keluarga mempelai wanita sampai heran, menyaksikan kejadian itu, lalu salah seorang berbisik,
"Simbah ra duwe untu.. ko iso mangan pitik siji entek" (nenek-nenek, sudah tidak punya gigi ko bisa makan satu ekor ayam habis) mendengar itu, nenekku, menoleh lalu mengambil satu ekor ayam ingkung lagi, melihat hal itu, Kang Soleh langsung menatap kearah mata nenek, nenek langsung menunduk, seiring melesatnya satu sosok belang hitam putih, aku yang saat itu hadir hanya tersenyum melihat Wangsa direja.

Kejadian masa lalu terulang kembali dimana Wangsa direja menundukan kepalanya sambil menggosokan badanya di kaki kyai Soleh.
"Balik maneh nu kieu, urusan kuring" (pulang kamu, yang  seperti ini, urusanku) ucap kyai Soleh sambil mengangkat tangannya untuk melakukan hal yang sama saat berhadapan dengan Buto ijo.

Buto ijo yang melihat Buto Cakil lenyap digulung asap putih, segera menaiki kuda kencana lalu melesat kearah langit sambil berkata: bukan aku lawanmu kyai...

Beberapa hari kemudian aku duduk bersama dengan kang Soleh (kyai) diruang tengah.

"Wi.. saat kamu berhadapan dengan makhluk astral yang berasal dari gunung, lautan dan hutan belantara, ingat kemampuan mereka berkali lipat daripada sosok astral yang hidup berdampingan dengan manusia, itu sebabnya sebangsa jin yang hidup dihutan, gunung dan lautan sulit ditaklukkan, sosok-sosok seperti ini sering digunakan oleh pemilik ilmu hitam karena kekuatannya, maka dari itu banyak pemilik ilmu hitam bertapa digunung dalam gua atau di hutan belantara juga dilautan." Ucap kyai Soleh.

"Kalau sama Akang, mereka ko bisa kalah kang???" tanyaku

"Ngajimu kurang jero.. kopimu saja yang kental, ilmu mu masih encer.. hehehe, aku bukan mengejekmu tapi sedang membangkitkan dirimu untuk terus menggali ilmu karena pada kehidupan ilmu itu dipergunakan, contohnya sekarang wi.." jawab kyai Soleh.

Aku yang memang dari kecil tidak pernah membantah kakakku hanya diam sambil menggangukan kepala tanda mengiyakan.

"Buka lagi kitabnya Wi.. dan yang terpenting niat karena Gusti Allah dan istiqomah dalam mengamalkan, penting niat itu agar kita tidak mendahulukan doa daripada sang pengabul doa.

Sudah dua bulan Kamim tinggal di pondok kyai Soleh sedikit-sedikit Kamim mulai berubah, kini hidupnya lebih dekat dengan gusti Allah.. hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya, aku sangat bahagia melihat perubahan dalam diri Kamim sahabatku yang nyaris jadi tumbal pesugihan, inilah dimana saat manusia diuji, karena sebuah ujian itu diberikan, karena gusti Allah tahu hambanya mampu melewati ujian.

Apa yang menimpa diri Kamim membuka mataku bahwasanya kita jangan pernah merasa cukup dengan ilmu terus belajar dan belajar bahwasanya ilmu itu tak terbatas, meski air laut jadi tinta dan pohon-pohon sebagai penanya, namun ilmuNYA luas tak terbatas dan tak pernah usai untuk dituliskan.

Kegagalan Hamidah untuk menjadikan Kamim sebagai tumbal menjadikan Hamidah marah dan mencari tahu keberadaan Kamim, beberapa kali Hamidah menelponku untuk menanyakan keberadaan Kamim, jawabanku selalu sama tidak tahu dan silahkan cari sendiri. 

Hamidah mengatakan bahwa sebelum pergi dari rumahnya Kamim sempat mengambil uang yang lumayan banyak tapi setelah Kamim menunjukan kepadaku dan didepan kyai Soleh uang itu berubah menjadi daun kering.

Sosok perempuan tua yang menjadi pembantu di rumah Hamidah yang biasa aku panggil 'mbok nah' atau mbok min, siang itu selepas sholat dzuhur sengaja mencariku disalah satu masjid, diantar oleh Acun, akhirnya aku diajak mereka untuk ngobrol disalah satu warung makan, menurut mbok Nah yang sudah lama ikut keluarga Hamidah sejak jamannya kedua orang tua Hamidah bahwa Hamidah hanyalah korban dari pesugihan orang tuanya yang mengikat perjanjian dengan Makhluk ghoib sehingga pesugihan itu turun temurun, Hamidah sendiri tidak pernah tahu dengan perjanjian ghoib itu dan sekali lagi mbok Nah menekankan bahwa Hamidah hanyalah korban dari perjanjian ghoib kedua orangtuanya setiap suami Hamidah yang meninggal itu bukan sebagai tumbal dari kekayaannya karena tumbal kekayaan yang sebenarnya hanya satu nyawa dalam satu tahun, suami-suami Hamidah adalah tumbal dari "NYAI DAYANG WUNGU" sebagai satu sosok yang bersemayam dalam raga Hamidah.

"Lalu siapakah sosok 'Nyai Kantil Semayang' Mbok ???" tanyaku.

"Dia adalah sosok yang ditanam oleh salah satu orang pintar untuk menjaga Hamidah"

"Terus maksud mbok Nah mencariku...??" tanyaku.

"Maksudku memintamu hanya untuk menyelamatkan Hamidah, percayalah semua ini bertolak belakang dengan nurani Hamidah aku tahu watak anak itu dari kecil Wi.. aku sudah berkeliling untuk mencari orang yang bisa menyelamatkan Hamidah tapi semua gagal dan berakhir tanpa Hasil" jawab mbok Nah dengan raut wajah sedih.

"Apa alasan Mbok Nah datang dan meminta pertolonganku" aku kembali bertanya 

"Selama ini aku melakukan melek malam (tirakatan) aku bermimpi melihat kamu yang datang dibarengi seekor harimau belang putih hitam, kalau kamu masih ingat, aku pernah berkata bahwa auman penjagamu mengusik tidurku kamu ingat itu Wi.."  ucap Mbok Nah, aku hanya mengangguk.

"Mbok.. gimana caraku menolong Hamidah?" aku kembali bertanya sambil menatap wajah orang tua depanku.

"Aku yakin kamu bisa menemukan jalan untuk menolong Hamidah" jawab Mbok Nah dengan keyakinannya padaku.

Aku semakin bingung dan semakin njelemit atau pusing dengar cerita dari mbok Nah

"Tolong Wi.. kasihan Anak itu.." jelas mbok Nah dengan nada sedih seiring airmatanya yang jatuh menetes.

"Ya..Wi.. tolong Hamidah ya Wi.." kembali mbok Nah memintaku untuk menolong Hamidah.

Saat aku akan menolak permintaan tolong dari mbok Nah, wajah almarhum mbah yai, AMBARI kembali terbayang dan jelas sekali suaranya terdengar oleh kedua telingaku.

"Le.. mudahkan urusan orang yang datang kepadamu..."  deg.. jantungku seakan berhenti berdetak.

[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya
close