Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENDAM SINTREN (Part 1)


JEJAKMISTERI - Suara alunan gending jawa terdengar merdu, terlihat kerumunan orang sedang duduk sembari menyaksikan pagelaran sintren yang di gelar oleh juragan Janadi, salah satu orang terkaya di desa Beluk.  

Kurungan ayam besar yang di lapisi oleh kain batik, terlihat diletakan di tengah-tengah pagelaran itu. Lalu seorang gadis muda di masukan ke dalam kurungan ayam dan di tutup rapat. Seorang pria tua terlihat sedang membaca mantra di samping kurungan ayam yang di dalamnya ada seorang gadis. 

Setelah beberapa menit, kurungan ayam itu di buka. Lalu tampaklah seorang gadis memakai kebaya berwarna kuning dengan rambut di sanggul dan di hiasi melati beraroma harum. Gadis yag tadi terlihat biasa saja kini menjelma menjadi sintren. 

Sintren yang terlihat sangat cantik dan menawan itu, dengan gemulai menari mengikuti iringan suara gending jawa. Mata para penonton, khususnya pria seakan enggan berkedip melihat tubuh aduhai penari sintren itu. 

Pria tua tadi terlihat selalu mengikuti kemanapun langkah sintren itu melangkah, dengan membawa kemenyan yang di letakan pada mangkok yang terbuat dari tanah liat. 

Asap kemenyan itu di tiup-tiupkan pada sintren, seakan kemenyan itu adalah kekuatan sang sintren untuk tetap bisa menari. Satu per satu para pemuda bermaksud untuk menyawer sintren itu. Tapi tidak di perbolehkan oleh pria tua yang selalu mengikuti sintren itu. 

Tapi saat yang mendekati juragan Janadi, pria tua itu hanya terdiam. Membiarkan juragan Janadi mulai menari bersama sintrennya. Melihat tubuh ranum sang sintren, kejantanan juragan Janadi menggeliat. Hasrat ingin mencicipi kemolekam tubuh sang sintren menjadi menggebu-gebu. 

Juragan Janadi tahu, sintren pastilah gadis yang masih suci. Karena salah satu syarat untuk bisa menjadi sintren adalah, suci dan perawan. Tidak heran, kebanyakan penari sintren itu adalah gadis yang masih berusia belasan tahun. Juragan Janadi juga tahu, sintren yang sedang menari bersamanya adalah gadis kampung sini. 

Gadis manis bernama Asmirah, yang baru berusia enam belas tahun. Menjadi sintren karena tuntutan ekonomi keluarga. Dia adalah anak sulung dari enam bersaudara, adiknya ada lima yang kebanyakan masih kecil. Bapaknya hanya seorang butuh tani yang lahannya adalah lahan sewa. Sedangkan ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa. 

Berbekal wajah cantik, Asmirah nekat menjadikan dirinya seorang sintren. Rela dirinya di rasuki makhluk halus saat menjadi sintren, karena saat dirinya berubah menjadi sintren. Sebetulnya tubuhnya sudah di rasuki oleh sesuatu yang tidak kasat mata. 

Seperti malam ini, Asmirah juga tidak sadar saat dirinya yang sudah berubah menjadi sintren, di ajak menari bersama juragan Janadi. 

***

Malam semakin larut, pagelaran sintren itu masih berlanjut. Karena penari sintrennya bukan hanya Asmirah seorang melainkam juga beberapa temannya, Dinah dan Rahmi. 

Sekarang Asmirah sudah sadar dari kerasukannya, dia sudah berubah lagi menjadi gadis kampung biasa tanpa riasan dan tanpa kembang melati. 

Saat Asmirah sedang duduk di bawah panggung, tiba-tiba juragan Janadi mengahampirinya. 

"Asmirah," pagggil juragan Janadi. 

"Enggeh, juragan," balas Asmirah lembut. [iya, juragan]

"Koe meh tak jak jalan-jalan, gelem?" [kamu mau saya ajak jalan-jalan, mau?]

"Jalan-jalan teng pundi, juragan? Mpun ndalu," jawab Asmirah polos. [Jalan-jalan ke mana, juragan? Sudah malam]

"Koe tinggal melu, bakal tak gawe seneng." [Kamu tinggal ikut, akan ku buat senang]

Asmirah yang masih polos itu, dengan sukarela mengikuti juragan Janadi, pria berumur hampir setengah abad itu menggandeng tangan Asmirah. 

Mereka berjalan ditengah kegelepan, Asmirah tidak tahu bahwa dia akan di ajak ke gudang milik juragan Janadi. Di sana juragan Janadi akan merenggut paksa kesucian Asmirah, gadis idamannya.

***

"Juragn Janadi badhe nopo toh? kok ngajak kulo mriki?" tanya Asmirah sesampainya di depan gudang milik juragan Janadi. [Juragan Janadi mau apa? kok ngajak aku kesini?]

Juragan Janadi tidak menjawab pertanyaan Asmirah, setelah menutup pintu gudang itu. Asmirah di tariknya dan di peluknya erat. Rasa haus akan kesucian Asmirah seakan tidak bisa ditahannya. 

"Juragan, ojo sembrono," pekik Asmirah takut sembari berusaha melapaskan pelukan juragan Janadi. [Juragan jangan kurang ajar.]

"Koe bakal sugih, sawah seng di garap Bapakmu bakal tak kei tanpo mbayar. Asal koe gelem nuruti pengenku," ucap juragan Janadi dengan suara serak karena menahan nafsu. [Kamu bakal kaya, sawah yang di garap bapakmu bakal aku kasihkan tanpa membayar. Asal kamu mau menuruti inginku]

Asmirah hanya bergeming, rasa takut membuatnya gemetar. Juragan Janadi masih saja berusaha melumat bibirnya, tapi Asmirah berusaha mengelak. Lalu, dengan kasar juragan Janadi merobek baju Asmirah. 

Mata juragan Janadi melotot penuh gairah, melihat gundukan halus nan ranum di depannya. Dengan ganas, juragan Janadi meremas buah dada Asmirah. Membuat Asmirah meringis kesakitan, tidak sampai disitu. Di lumatnya dan disedotnya puncuk buah dada berwarna cokelat muda itu dengan gemas. 

Tangan juragan Janadi juga meraba bagian bawah tubuh Asmirah, dibukanya rok batik Asmirah. Lalu, tangan juragan Janadi mulai menelusup masuk. Mencari-cari bagian paling sensitif dari tubuh Asmirah. 

Setelah menemukannya, di gosok-gosokan perlahan bagian sensitif itu dengan telapak tangan juragan Janadi. Membuat Asmirah mulak belingsatan seperti cacing kepanasan. 

Melihat Asmirah yang sudah di kuasai nafsu juga, Juragan Janadi langsung menidurkan tubuh Asmirah di lantai. Dengan cepat Juragan Janadi melepas celananya, terlihat kejantanannya yang sudah mengacung tegak. Dengan perlahan dimasukan kejantanannya itu ke dalam rongga kenikmatan Asmirah. 

Asmirah yang masih perawan menjerit tertahan, saat ada benda asing menelusup masuk ke dalam lubang kesuciannya. 

"Sakit, juragan," ucap Asmirah sembari menangis. 
Tapi juragan Janadi tidak memperdulikannya, di genjotnya keluar masuk kejantanannya itu pada rongga kenikmatan Asmirah. Asmirah yang tadi merasa perih, kini justru terlihat mendesah menikmati setiap detik pergumulannya dengan juragan Janadi. Sampai mereka akhirnya berkelojotan bersama, merengkuh kenikmatan dunia. 

***

Semanjak kejadian malam itu, Asmirah sudah tidak lagi menjadi sintren. Karena dirinya sudah tidak suci lagi. Dan semenjak itu juga kehidupan keluarga Asmirah berubah lebih baik. 

Kini Asmirah dan juragan Janadi layaknya suami istri, mereka sering bertemu di gudang hanya untuk melepas rindu dan nafsu yang seakan tidak ada habisnya. 

Kabar soal Asmirah menjadi gundik juragan Janadi berhembus kencang, hingga terdengar oleh istri sah juragan Janadi. 

"Apa bener, Man. Omongan wong-wong nek Asmirah dadi gundike mas Jayadi?" tanya istri juragan Jayadi pada centengnya yang bernama Kisman. [Apa benar, Man. Omongan orang-orang kalau Asmirah jadi simpanan mas Jayadi?]

"Leres ndoro," balas Kisman pada istri juragannya itu. [Benar, Nyonya]

"Asmirah Asu, bakal tak gawe sengsara!!" [Asmirah anjing, akan aku buat sengsara!!]

***

Malam itu Asmirah menunggu juragan Jayadi di gudang, tempat biasa mereka memadu kasih. Kata Kisman yang tadi sore ke rumahnya, juragan Jayadi akan menunggu Asmirah di gudang malam ini. Tapi semenjak tadi, juragan Jayadi tak kunjung datang. Membuat Asmirah bosan menunggu. 

Saat Asmirah hendak beranjak pergi, tiba-tiba pintu gudang terbuka dengan kasar. Menampakan wajah Ambar, istri juragan Jayadi yang terkenal galak. 

"Lagi ngenteni sopo koe, As?" tanya Ambar dingin. [Lagi menunggu siapa kamu, As?]

"Niku Mbak, kulo takseh ngentosi rencang," ucap Asmirah sedikit tergagap. [Itu Mbak, saya lagi nunggu teman]

"Konco sopo, heh? Koe pikir aku ndak ngerti nek koe lagi ngenteni bojoku?!" [Teman siapa, heh? Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu sedang menunggu suamiku?]

Asmirah tidak bisa menjawabnya, ada rasa takut menjalarinya saat melihat mata Ambar yang begitu penuh dendam. Saat Asmirah mencoba pergi dari tempat itu, Ambar menarik tangan Asmirah dan mendorongnyaa hingga jatuh. 

"Loro toh? kui dudu apa-apa di banding loro atiku!" [Sakit kan? Itu bukan apa-apa di banding sakit hatiku!]

Asmirah kembali menjerit saat Ambar menjambak rambtunya kasar. 

"Loro, Mbak. Aduh," isak Asmirah. [Sakit, Mbak. Aduh]

Bukannya berhenti, kini Ambar semakin membabi buta memukuli Asmirah yang hanya bisa melindungi dirinya dengan kedua tangannya. 

Setelah berhenti, terlihat Ambar dengan ngos-ngosan memandang puas ke arah Asmirah yang babak belur dengan luka lebam dan cakaran di wajah cantiknya. 

***

"Sampun, Ndoro?" tanya kisman saat sudah masuk ke dalam gudang. [Sudah, Nyonya?]

"Iki nembe awal, Man. Aku bakal gawe modar gundik iki," sahut Ambar. [Ini baru awal, Man. Aku akan buat mati pelacur ini]

Setelah mengatakan itu, Ambar menendang kembali perut Asmirah. 

"Ampun, Mbak. Ojo tendang wetengku. Ono jabang bayine," rintih Asmirah. [Ampun, Mbak. Jangan tendang perutku. Ada bayinya]

Mendengar pegakuan Asmirah, membuat Ambar semakin kesetanan.

"Modarr koe, Asmirah!!" raung Ambar. [Mati kamu, Asmirah!!]

Ambar menyuruh Kisman memegangi tangan Asmirah, lalu Ambar membuka kaki Asmirah agar mengangkang. Setelah itu Ambar, mengambil linggis yang sudah dia siapkan.

Dengan tega, Ambar menusukkan linggis itu ke dalam kemaluan Asmirah. Terdengar suara jeritan Asmirah diselingi tawa puas Ambar. Linggis itu terus saja di tusukkan lebih dalam ke tubuh Asmirah melalui lubang kemaluannya, setelah beberapa saat. Asmirah memuntahkan darah dari mulutnya. tubuhnya berkelojotan. Matanya melotot menatap Ambar. 

"Aku bakal balas dendam," ucap Asmirah sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dengan kondisi tragis.  
[BERSAMBUNG]

Note: Masih ingat hantu pertama yang di liat oleh Marlangen? Hantu wanita berkebaya kuning, ini adalah cerita di balik sosok wanita berkebaya kuning. 

*****
Selanjutnya

close