RUMAH PAKIS (Part 2 END)
.jpg)
JEJAKMISTERI - Hari ini malam terakhir tahlilan meninggalnya ibu. Tidak banyak yang hadir, karena memang kami warga baru disini.
Tanteku lah yang mengatur semuanya karena ayahku memilih untuk sibuk bekerja. Rasanya aku menjadi benci ayahku. Tidak ada lagi sosok ayah yang perhatian lagi. Semuanya seakan menguap seiring dengan kematian Dian dan ibu.
"Nay, malam ini Tante pulang, ya," ujar tanteku saat kami duduk berdua di ruang tengah.
Aku menatap wajah tante Ika sesaat, ada rasa tidak tega diwajahnya. Tapi aku sadar, tante Ika juga punya keluarga yang harus diurusnya. Lagi pula rumahnya masih satu kota denganku.
"Iya Tante, makasih ya udah bantu Naya," balasku jujur.
Tante Ika langsung memelukku erat, rasanya seperti sedang di peluk oleh ibu.
"Kamu hati-hati dirumah Nay, kalo ada apa-apa telfon Tante aja," ucapnya sebelum pulang.
***
Sekarang hanya aku sendiri di rumah ini, rasanya sunyi dan mencekam. Entahlah, aku merasa rumah ini begitu mengerikan. Di tambah dengan kematian ibu dan Dian.
Aku tahu mereka adalah ibu dan adikku. Tapi sosok Dian tempo hari membuatku takut setengah mati.
Dikarenakan aku sibuk membantu tante Ika mengurusi acara tahlilan. Aku pun belum sempat menunaikan ibadah shalat isya.
Aku pergi ke kamar mandi untuk wudhu dan kembali ke kamar dengan melewati kamar almarhum ibuku.
Ingatanku kembali saat kutemukan ibu tergantung dengan lidah menjulur. Rasa sedih kembali menyeruak membuatku kembali terisak.
Akhirnya aku memilih cepat kembali ke kamar untuk shalat.
***
Awalnya aku shalat dengan khusyuk, tapi saat masuk ke rakaat terakhir. Aku mendengar lamat-lamat suara orang sedang membaca bacaan shalat.
Suara itu tepat di belakangku yang sedang bersujud. Akan tetapi aku mencoba mengabaikan suara itu dan mencoba menyelesaikan shalat isyaku.
Pada saat aku mengucapkan salam, dari belakangku terdengar orang yang menyahuti salamku. Reflek aku langsung menengok ke belakang. Tapi hanya ada kekosongan yang aku lihat.
Namun, saat aku kembali menatap ke depan. Tepat di hadapanku duduk sosok ibuku yang juga sedang memakai mukena.
Aku hanya bisa termangu menatap sosok ibuku, sosok dengan wajah pucat itu juga menatapku sembari menyeringai.
Seringai yang bertambah lebar , hingga membuat wajah ibuku seakan terbelah menjadi dua.
Di tambah dengan suara cekikikannya yang terdengar begitu menakutkan bagiku.
"Nayaku... Ayo ikut ibuu... hihihihihihi...."
Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi karena aku pingsan menahan rasa takutku sendiri melihat sosok ibu.
***
Aku terbangun karena mendengar sepeda motor ayahku. Posisiku masih di lantai dengan memakai mukena. Bayangan sosok ibu pun kembali melintas di pikiranku.
"Bapak baru pulang?" tanyaku setelah melepas mukenaku.
Tanpa menjawab pertanyaanku, ayahku pun masuk ke dalam kamarnya. Rasanya sedih diperlakukan seperti ini.
***
Hari mingguku aku lalui dengan menonton TV, sedangkan ayahku masih tidur di kamarnya. Karena bosan aku pun memilih jalan-jalan disekitar rumah. Sampai aku bertemu dengan seorang ibu-ibu yang sedang menyapu di halaman rumahnya.
"Permisi, Bu...." Sapaku ramah sembari berlalu.
"Dek, tunggu!"
Tiba-tiba ibu itu memanggilku, aku pun menghampirinya.
"Ada apa, ya, Bu?" tanyaku sopan.
"Ada yang mau saya bicarain," balasnya terlihat gugup.
"Tentang apa, Bu?"
"Tentang rumahmu, sebaiknya kamu pindah dari sana." Masih dengan ekspresi yang sama, ibu-ibu tetanggaku itu mencoba memberitahuku.
"Memangnya kenapa?" tanyaku penasaran.
"Rumah pakis adalah rumah terkutuk, jadi sebelum kamu atau Bapakmu meregang nyawa seperti keluargamu yang lain. Sebaiknya kamu pindah!"
"Rumah pakis? Maksudnya?" Aku masih belum paham.
"Di depan rumahmu namanya jalan pakis, jadi rumah itu terkenal dengan nama rumah pakis. Kenapa mau-maunya Bapakmu beli rumah terkutuk itu."
Sekarang aku semakin yakin, semua yang terjadi belakangan ini. Kematian ibu dan Dian juga berkaitan dengan rumah ini.
Lalu aku bertanya pada ibu-ibu yang bertubuh tambun di depanku, tentang rumah pakis yang aku tinggali. Lalu ibu itu pun mulai bercerita sembari mempersilahkanku untuk duduk di teras rumahnya.
"Dulu rumah pakis adalah rumah seorang wanita dengan dua anaknya. Wanita tersebut adalah seorang janda yang suaminya meninggal sejak anak keduanya masih di kandungan," jelasnya dengan mata yang menerawang, "rumahmu yang sekarang dulu masih bentuk gubuk dan belum sebagus itu," lanjutnya.
"Lalu?" Aku benar-benar tidak sabar mendengar kelanjutannya.
"Adik dari suaminya menuntut agar wanita dan dua anaknya pergi dari rumah, karena menurutnya itu adalah hak warisnya bukan milik kakaknya. Awalnya si wanita tidak mau pergi, karena untuk makan saja kadang mereka kesusahan apalagi harus mencari tempat tinggal baru. Tapi adik dari suaminya terus-terusan menganggu wanita dan dua anaknya dengan cara merusak rumah wanita itu hingga puncaknya, adik suaminya melukai kakak iparnya sendiri dengan menyiramnya pakai air keras hingga menyebabkan separuh wajahnya rusak."
Entah kenapa ada perasaan marah di hatiku mendengar cerita dari tetanggaku. Bagaimana ada orang sekejam itu?
"Sampai suatu saat, majikan wanita itu mencarinya kerumah karena sudah beberapa hari dia tidak berangkat bekerja. Sang majikan pun mencoba memanggil-manggilnya. Tapi tidak ada jawaban darinya. Majikannya hanya mencium bau tidak sedap dari dalam rumah wanita itu. Karena kuatir akhirnya si majikan pergi mencari perangkat desa ini untuk mengecek keadaan karyawannya."
Ibu-ibu itu masih bercerita, matanya terlihat berkaca-kaca tapi juga menunjukan kemarahan. Aku jadi penasaran siapa sebenarnya ibu ini?
"Kau tahu, Nak. Setelah pintu rumah gubuk itu di buka paksa oleh perangkat desa, apa yang mereka lihat? Mereka menemukan jasad wanita itu tergantung dengan tubuh yang menghitam karena membusuk. Sedangkan kedua anaknya tergelatak di tanah dengan kondisi yang sama. Si wanita akhirnya bunuh diri dengan mengajak kedua anaknya yang masih kecil," sambung ibu itu dengan suara bergetar.
"Lalu apa hubungannya dengan keluargaku? Kenapa keluargaku yang jadi sasaran?" tanyaku emosional.
"Sebelum meninggal, dia meninggalkan sepucuk surat. Ditulisnya bahwa dia akan kembali dan membalas dendam. Siapapun yang menempati rumah itu akan mati sepertinya."
Mendengar jawaban ibu itu membuatku merinding ngeri. Ternyata rumah yang aku tinggali menyimpan kisah yang begitu tragis dan menyeramkan.
Setelah mendengar penjelasannya, aku mohon pamit pulang ke rumah. Sebenarnya aku ingin bertanya, dari mana si ibu tahu cerita itu. Aku hanya takut jika beliau cuma mengarang cerita.
***
Aku berjalan cepat menuju rumah, tiba-tiba perasaanku tidak enak tentang ayahku.
Sesampainya di rumah, ternyata pintu rumah dikunci dari dalam.
"Pak, Bapak di dalem?"
Aku berusaha memanggil-manggil ayahku. Tapi beliau tetap tidak menjawabnya. Akhirnya aku memilih lewat pintu belakang. Tapi saat aku berjalan kebelakang, tidak sengaja aku menengok ke jendela kamar orang tuaku.
Di sana aku melihat ayahku sedang menyayat-nyayat pergelangan tangannya sendiri sembari tersenyum.
"Astaghfirullah, Bappaakk..."
Aku mencoba menggedor-gedor jendela kamarnya, ingin rasanya aku memecahkan kaca jendela. Tapi percuma karena setiap jendela di lapisi oleh teralis besi.
Aku pun mencoba mendobrak pintu tapi usahaku sia-sia, akhirnya aku pergi kerumah pak RT yang tak jauh dari rumahku. Sembari menangis aku mencoba meminta tolong padanya.
Akhirnya aku, pak RT dan anak sulungnya berlari cepat kerumahku sebelum terjadi sesuatu pada ayahku.
***
Setelah mencoba beberapa kali akhirnya pintu rumahku bisa di dobrak. Aku pun langsung berlari menuju kamar ayahku, aku berusaha menarik pisau penuh darah di tangannya. Tapi ayahku terlihat marah, sorot matanya begitu mengerikan.
"Sadar Pak, nyebut," ucap pak RT.
"DIAMM!! ORANG INI HARUS MATI!!"
Aku begitu terkejut mendengar ucapan ayahku, belum lagi suaranya yang berubah seperti suara perempuan.
Lalu pak RT terlihat sedang berdoa dengan memejamkan matanya. Tangannya memegang kepala ayahku yang sekarang sudah jatuh ke lantai.
Setelah beberapa saat, ayahku terlihat lebih tenang dan kemudian pingsan.
Pak RT dan anaknya pun membopong tubuh ayahku untuk membawanya ke rumah sakit.
***
"Nay, kamu sebaiknya pulang dulu dan istirahat. Biar Bapakmu yang jaga Tante," ucap tante Ika.
Sekarang ayahku sedang di rawat di rumah sakit, untung luka sayatan itu tidak fatal. Jadi nyawa ayahku masih bisa di selamatkan.
"Titip Bapak, ya, Tante," balasku lirih.
Rasanya begitu lelah hari ini, aku pun memilih pulang untuk beristirahat. Rumah terlihat sudah sedikit bersih. Tidak ada bekas darah ayahku. Mungkin pak RT yang membersihkannya.
Aku pun langsung pergi ke kamarku untuk tidur karena badanku yang lelah.
***
"NAYA!"
Aku terbangun saat mendengar seseorang memanggil namaku. Saat kulihat jam, ternyata waktu masih menunjukan pukul dua.
Awalnya aku masa bodo dengan panggilan itu, karena rasa lelah yang menderaku. Tapi aku begitu terganggu saat mendengar suara berisik yang berasal dari dapur.
Akhirnya aku pun keluar dari kamar untuk melihat siapa yang sedang ada di dapur. Aku menyangka bahwa itu adalah tante Ika.
Akan tetapi dugaanku salah, aku justru melihat seorang wanita yang asing bagiku, sedang memasak. Sedangkan di meja makan terlihat dua orang anak kecil yang sepertinya sedang menunggu untuk dikasih makan.
"Makanan sudah siap," ucap si sosok wanita dengan suara girang.
"Bu, kakak itu juga mau ikut makan?"
Tiba-tiba salah satu anak yang sedang duduk di meja makan itu menuding ke arahku.
"Boleh!"
Sosok wanita itu menjawab sembari tertawa. Tawa yang begitu membuatku merinding.
Bukan hanya itu, sosok wanita yang tadinya memakai baju biasa berubah menjadi wanita dengan gaun putih dan rambut panjang. Wajahnya yang tadinya terlihat biasa saja juga berubah mengerikan.
Sebelah wajahnya hancur seperti terkelupas, belum lagi dua anak kecil yang tadi duduk kini berubah menjadi pocong berwajah hitam.
Sontak aku langsung berteriak karena ketakutan, aku pun berlari menuju pintu depan untuk kabur. Tapi pintu depan tidak bisa terbuka meskipun kuncinya sudah aku putar.
"Kakak, main sama aku, yuk..."
Terdengar suara anak tadi dibelakangku. Rasanya aku ingin pingsan.
Namun, aku memberanikan diri untuk berbalik ke belakang dengan membaca ayat kursi. Berharap sosok-sosok di depanku lekas pergi.
Akan tetapi aku kembali terperangah, sosok wanita mengerika itu justru mengikutiku melantunkan ayat suci.
"TOLOOONGGGG!!!!"
Aku berusaha berteriak meminta tolong sembari menangis. Tapi mereka tetap saja mengangguku.
Mereka justru tertawa dengan suara yang mengerikan.
Sampai aku merasakan sebuah tangan memegang pundakku, tangan pucat dengan kuku sangat panjang berwarna hitam.
"Mau menyusul ibu dan adikmu?"
Suaranya jelas terdengar di telingaku, suara yang diikuti oleh tawa cekikikan.
Tanpa bisa ku bendung lagi, dengan sisa kekuatanku. Aku membuka pintu rumah yang sekarang bisa terbuka. Aku pun langsung berlari ke rumah pak RT.
Untung saja, tidak lama aku memanggil. Pak RT keluar beserta keluarganya. Aku pun menceritakan kejadian tadi sembari menangis. Akhirnya aku pun menginap di rumah pak RT.
***
Sejak kejadian tempo hari, aku tidak mau lagi masuk kerumah terkutuk itu. Ayahku pun sama, ternyata beliau lebih dulu di ganggu oleh penunggu rumah itu dengan dibisiki sesuatu yang tidak ingin beliau lakukan.
Barang-barang kami pun yang mengepak pak RT. Karena hanya beliau yang berani masuk ke dalam rumah.
Akhirnya aku tinggal di rumah tante Ika untuk sementara sembari menunggu ayahku pulih.
Rumah itu tetap dibiarkan kosong. Bahkan tempo hari aku mendengar ada orang gantung diri lagi disana. Menurut polisi, orang yang meninggal adalah tunawisma yang sering mencari rumah kosong untuk sekedar tinggal sebentar. Tapi sepertinya si tunawisma salah mencari tempat tinggal.
Sekarang keangkeran rumah pakis sudah diketahui banyak orang, apalagi semenjak salah satu youtuber terkenal mengeksplorasi rumah pakis yang sekarang kondisinya sudah sangat kotor karena tidak terawat.
---==TAMAT==---
*****
Sebelumnya