Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUTAN ANGKER DI LAMPUNG (Part 2)


MATA AIR DAN SEBUAH POHON TUA
JEJAKMISTERI - Setelah berlari beberapa lama, Nampak dari kejauhan cahaya dari sebuah lentera. Setelah semakin dekat jarakku dengan cahaya itu, Nampak sebuah lentera yang terbuat dari kaleng susu bekas. Ya, saat itu lentera model inilah yang populer di desaku dan beberapa desa lain.

Terlihat lima orang pemuda yang tengah bersiap untuk kepasar juga membawa hasil kebun mereka.

“Loh Hadi, kenapa lu?” tanya salah seorang dari mereka yang kuketahui bernama Aswin

“Mmm.. itu bang, saya lihat setan bang Aswin... Hhh, Hhh…” kataku sembari mengatur nafasku

“Motor lu dimana?”

“Disana bang, saya tinggal”

“Waduh, terus gimana?”

“Udah kita tolongin aja. Hadi, lu ikut si Ucup tuh muatannya gak banyak.” Kata bang Imam

Kami semua lalu pergi ketempat dimana motorku berada. Aku masih merasa takut bukan main saat itu, namun karena berfikir kami berenam, maka aku coba beranikan diri.

Kami tiba dimana motorku berada, mereka membantuku dengan menyorotkan sinar lampu motornya ke arahku. Aku berusaha menghidupkan motorku, dan syukurlah motorku bisa hidup kembali.

Aku lalu melanjutkan perjalananku kepasar bersama lima orang tadi. Alhamdulillah setelah kejadian itu, aku tidak menemukan hal-hal aneh lagi sampai aku pulang ke rumah pada pagi harinya.

***

Beberapa hari setelah itu.

Malam ini aku aku tidak pergi kepasar, karena badanku terasa agak lelah setelah seharian berkebun. Setelah sholat Isya akupun merebahkan badanku dan langsung pulas tertidur.

"Mas, mas. bangun mas. Popok anak kita sudah kotor semua, cuma sisa beberapa saja ini." terdengar suara istriku membangunkanku

Dengan mata masih mengantuk, akupun menyiapkan ember dan memasukkan pakaian kotor kedalamnya, dalam keadaan terpaksa aku berjalan kesebuah mata air yang jaraknya sekitar lima ratus meteran dari rumahku. Aku melihat jam menunjukkan masih pukul 03.30 dini hari, dan jalan hanya diterangi sinar bulan purnama.

Mata air itu berada dipinggiran sebuah danau, dan disebelahnya terdapat sebuah pohon besar yang usianya mungkin sudah ratusan tahun.

“Demi kau dan sibuah hati, terpaksa aku harus begini”

Karena jalan setapak ini begitu gelap, dan banyak sekali pohon bambu yang berbaris sepanjang jalan, akupun mempercepat langkahku. Berharap segera bisa menyelesaikan tugas Negara saat itu. Sambil memikul dua buah ember berisi pakaian kotor anakku yang aku ikat pada sebatang bambu, akhirnya aku tiba di mata air tersebut.

Mata air ini berada diantara bebatuan, aku langsung mengeluarkan pakaian kotor yang berada di dalam ember. Segera aku menyikat nyikat pakaian itu dengan sesekali mengambil air dari mata air itu menggunakan sebuah gayung. Ketika asik menyikat, aku mendengar sebuah suara yang memanggil namaku.

“Hadiii…”

Seketika aku hentikan aktifitas menyuciku, dan ku arahkan pandanganku kesegala penjuru. Namun aku tidak melihat siapapun disana, kecuali hanya diriku yang tengah kebingungan

“Suara siapa barusan?” tanyaku dalam hati

Karena merasa tidak ada orang, aku kembali melanjutkan aktifitasku, dan berusaha menepis fikiran-fikiran ku soal makhluk ghoib. Setelah beberapa lama, kembali suara itu terdengar lagi

“Hadiii…”

Aku kembali mencari asal suara itu. Namun lagi-lagi aku tidak mendapati siapapun berada disana kecuali diriku. Akhirnya aku berusaha semaksimal mungkin untuk bisa cepat-cepat menyelesaikan kegiatan mencuciku saat itu. Setelah selesai aku kembali menaruh pakaian-pakaian tersebut kedalam ember dan bersiap untuk pulang kerumah.

Saat bangun dari posisi dudukku, dan bersiap melangkahkan kaki. Kembali aku mendengar suara itu lagi

“Hadiii….”

Aku langsung menoleh kebelakangku dan pandanganku terpaku pada penampakkan sosok makhluk yang dibungkus dengan kain putih seperti bentuk kue lemper.

“Ppp..PPpp..Pocooonnggg”

Akupun lari tunggang langgang, sambil memikul beban dua ember pakaian yang masih basah dipundakku.

Setibanya dirumah, aku langsung menutup pintu rapat-rapat. Istriku terlihat kebingungan dengan tingkahku.

“Kenapa mas?” tanya istriku

“Ngga, ngga apa-apa koh mah” kataku

Istriku lalu menyuruhku untuk segera menjemur pakaian yang baru saja aku cuci. Karena takut membuat istriku panik, akupun merahasiakan pertemuanku dengan pocong itu dan menuruti kataa-katanya dengan rasa takut yang masih menyelimutiku.

Aku menjemur pakaianku dihalaman samping rumah, jemuran itu masih menggunakan dua buah kayu yang dibuat tiang, dan dibagian atasnya di ikat tambang dari kayu satu ke kayu yang lain.

Saat tengah menjemur pakaian anakku, tiba-tiba tali jemuranku bergerak gerak sendiri, seolah ada seseorang yang memutar-mutarnya. Karena masih diselimuti rasa takut melihat pocong di mata air tadi, akupun berlari meninggalkan beberapa pakaian yang belum sempat aku jemur.

Aku masuk kedalam rumah dan kulihat istriku sudah tertidur bersama anakku. Tanpa fikir panjang, akupun menarik selimut dan menutup wajahku berharap pagi segera datang.

***

Paginya ketika aku bangun, aku mengecek pakaian yang belum sempat aku jemur di samping rumah. Dan kulihat pakaian sudah tersusun rapih di tali jemuran

“Syukurlah…”

Aku berfikir mungkin istriku yang merapihkannya.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close