Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUTAN ANGKER DI LAMPUNG (Part 3)


HANTU KEPALA BUNTUNG
JEJAKMISTERI - Aku lalu kedapur untuk membuat secangkir kopi. Setelah siap, aku membawa secangkir kopi tadi ke teras rumah untuk bersantai sejenak sebelum pergi berkebun. Dari jauh aku melihat istriku berjalan kearah rumah sambil menggendong anakku.

“Dari mana mah?” tanyaku

“Dari rumah mas Dimas” kata istriku

(Dimas adalah sepupuku, rumahnya kurang lebih lima puluh meteran dari rumahku)

“Jemuran disamping kamu yang rapihin ya?” kataku sambil menghidupkan sebatang rokok

“Ndak mas, tadi anakmu ini panas. Lalu aku cepet-cepet kerumah Dimas, karena aku fikir anaknya kan habis sakit panas juga kemarin, jadi mungkin obat panasnya masih ada. Ini Alhamdulillah sudah adem” kata istriku sambil berjalan kedalam rumah

“Lalu siapa yang membereskan jemuran tadi? Ah, paling Bapak atau Ibu.” Fikiriku dalam hati

Setelah kopi di cangkir sudah habis, aku lalu mandi dan bersiap kekebun. Tak lupa aku pastikan kondisi anakku yang tadi pagi sempat panas, dan setelah dirasa sudah agak mendingan akupun pamit kepada istriku. Peralatan tempurku dan bekal makanpun tak lupa aku bawa. Hari ini cuaca sangat cerah, melihat hasil kebunku tumbuh dengan subur membuat aku sangat bersemangat pagi ini.

“Malam ini pasti laku banyak nih”

Hari sudah menjelang sore, setelah kurapihkan peralatan tempurku, akupun pergi menuju rumah. Hasil kebunkupun telah kusiapkan agar bisa kubawa kepasar nanti malam. Sesampainya di rumah, terlihat beberapa tetangga yang menitipkan hasil kebun mereka juga untuk aku bantu jual dipasar nanti.

“Mah, aku mau ambil air dulu ya untuk mandi” kataku kepada istriku

“Iya mas, sekalian seember lagi ya untuk aku” kata istriku

Aku lalu mengambil dua buah ember agak besar dari kamar mandi, dan bergegas pergi ke mata air untuk mengambil air dari sana. Mumpung hari belum gelap juga fikirku. Mengingat kejadian tadi malam masih membuatku agak sedikit takut jika malam-malam harus kesana lagi.

Di tengah perjalanan aku melihat seorang pria berjalan di depanku, dan setelah kuperhatiakan dia adalah Miswan sahabatku. Terlihat dia juga membawa dua buah ember yang dia pikul menggunakan potongan bambu.

“Syukurlah ada barengan”

Akupun mempercepat langkahku

“Woi Wan,” kataku yang masih berada di belakangnya

Namun dia tidak menjawab dan terus melangkahkan kakinya.

“Ngambil air juga ya? Kita bareng ya Wan. Soalnya kalau sendiri aku masih takut” kataku yang kini telah berada disampingnya

“Semalam aku melihat pocong Wan disana. Hiii amit-amit deh” kataku

Aku terus mengajak bicara Miswan, namun Miswan masih saja diam dan terus melangkahkan kakinya. Saat itu aku hanya berfikir mungkin dia sakit atau bagaimana, lagi pula tidak ada yang penting dari setiap ucapanku ke dia.

Sesampianya di mata air itu, aku mempersilahkan Miswan terlebih dahulu untuk mengambil air. Sementara itu aku hanya duduk disamping mata air itu sambil memandangi jalur yang tadi kami lewati. Deretan pohon bambu itu membuatku merinding, memang banyak sekali cerita dari warga yang menemui sosok makhluk halus disana.

Tiba-tiba dari jauh aku melihat dua orang pemuda yang berjalan kearahku sambil memikul ember di pundaknya. Dua orang itu tengah asik berbincang-bincang, ketika sudah berjarak sekitar beberapa meter dari tempatku, betapa terkejutnya aku. Dua orang tadi adalah Miswan dan Budi, dua orang sahabatku. Lalu siapa yang sedari tadi bersamaku?

Aku lalu celingak celinguk mencari Miswan yang dari tadi bersamaku. Namun tidak ada siapa-siapa disini, aku kembali menoleh kedua orang tadi yang jaraknya sudah dekat denganku

“Hadi, kenapa lu kaya orang bingung gitu?” tanya Miswan

“Wan, tadi lu disini kan sama gw?” tanyaku

“Apaan si? Orang gw baru sampe ini, jangan ngomong sembarangan ah”

“Wah mau nakut-nakuti kamu ya Di?” kata Budi

“Mmm.. ah sudahlah, aku duluan ya ambil airnya”

Aku benar-benar masih bingung saat itu. Tadi aku benar-benar jalan dan ngajak ngobrol Miswan soalnya. Kalau memang Miswan yang ini yang asli, lalu tadi siapa??

Beberapa lama kemudian, kami telah selesai mengambil air dari mata air itu, lalu kami semua berjalan kearah desa kami, dan berpencar kerumah masing-masing. Aku masih menutup mulut dari istriku untuk semua kejadian aneh yang aku alami. Karena aku khawatir dia takut ketika aku tinggal sendiri kepasar pada malam harinya.

Selesai mandi dan makan akupun istirahat sebentar sambil menunggu waktu Isya datang. Selesai sholat Isya, aku lalu merebahkan tubuhku untuk istirahat sebentar sebelum kepasar nanti malam.

***

“Mas,, Mas. Bangun Mas, sudah jam sepuluh” kata istriku

“Hmm.. iya mah” kataku

Aku pun melangkahkan kaki ke kamar mandi, setelah mencuci muka, aku mengambil setengah baskom air untuk mengelap motor kesayanganku.

Setelah dirasa agak bersihan, aku menaikkan keranjang karung goniku ke jok belakang motor, dan memasukkan hasil kebun kedalam keranjang tersebut. Hasil kebun kali ini sangat bagus dan segar-segar.

Karena hasil kebun telah terangkut semua, aku lalu mengikatnya dengan tali agar tidak terjatuh nanti. Aku lalu berpamitan dengan istriku dan mulai mengendarai sepeda motorku.

“Bismillahirrahmanirrahiim”

Semoga tidak ada hal-hal aneh lagi dijalan. Motorku terus melaju diatas jalan setapak dan berbatu ini. Ketika akan melewati jalan menanjak yang berada di depan pemakaman, aku menarik gas motorku kuat-kuat, berharap kejadian kemarin tidak terulang lagi. Akhirnya motorkuku pun berhasil melewati jalan itu meskipun kadang mengalami slip karena kondisi jalannya yang masih berbatu.

Yes, rintangan pertama berhasil aku lewati. Hohohoho… semoga aku berhasil melewati rintangan kedua nanti.

Jalur yang ku tempuh memang seperti sebuah tantangan sendiri untukku. Karena bisa kalian bayangkan, dijalur gelap yang rusak, kalian hanya memanfaatkan penerangan dari lampu sepeda motor tua. Belum lagi jalur di depan pemakaman itu agak menanjak seolah dibuat sengaja menakutiku yang memang sedikit pengecut

Kini aku tinggal melewati jalur yang membelah hutan angker itu, jalur sepi sepanjang beberapa kilometer itu adalah tantangan terberat setiap kali aku pergi kepasar.

Aku kembali menarik gas kuat-kuat, kedua mataku sedikit aku sipitkan dan hanya fokus pada kondisi jalan didepanku saja. Karena takut ada sesuatu yang mengganggu penglihatanku dipinggir jalan nanti.

“Motor jangan mati, motor jangan mati, motor jangan mati…”

Benar saja, aku seperti melihat seorang pria berdiri di pinggir jalan. Namun TANPA KEPALA! Bodohnya aku, mata yang sudah fokus menatap kearah depan, kenapa aku melirik kesamping dan memperhatikan terus sosok itu??

“ARRGGHHH SIALAN, GW UDAH SIPIT-SIPITIN NIH MATA.!”

Aku terus menancap gas, tidak perduli dengan apa yang aku lihat barusan. Sampai aku bertemu dengan sebuah desa kecil tempat aku bertemu dengan lima orang yang membantuku kemarin malam.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close