Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUTAN ANGKER DI LAMPUNG (Part 4)


SELAMAT TINGGAL SAHABAT
JEJAKMISTERI - Sesampainya di desa kecil itu aku tidak melihat siapapun disana. Suasana sangat sepi sekali malam itu, hanya ada lentera-lentera yang tergantung di setiap dinding rumah. Desa kecil ini berada di pinggir jalan utama, hanya ada sekitar empat puluh sampai lima puluh rumah saja disana. Biasanya di jam-jam segini selalu ada satu atau dua orang yang juga hendak kepasar.

“Mungkin sudah pada jalan kali,” fikirku

Aku lalu kembali menarik gas motorku kuat-kuat, dan berharap bisa cepat sampai ke pasar. Pada saat berada di sebuah tikungan, aku kembali melihat ada ada seseorang yang duduk diatas dahan sebuah pohon yang sedikit menjuntai kearah jalan.

“ASTAGHFIRALLAH.!”

Aku kaget bukan main, sosok itu seperti hendak menjatuhkan badannya kearahku. Aku lantas membelokkan stang motorku kearah kanan jalan, dan hampir-hampir membuat ku terjatuh. Aku berusaha menyeimbangkan laju motorku dan berhasil menjauhi pohon itu berserta makhluk yang berada disana.

Setelah melalui perjalanan yang begitu mendebarkan, akhirnya tibalah aku di pasar. Rasa takut perlahan mulai hilang, aku berusaha menyapa setiap orang yang kujumpai. Ya, pasar ini memang sudah seperti rumah kedua untukku, sudah banyak para pedagang disini yang kenal dengan ku.

Aku mulai menggelar sebuah terpal dan menjajakan hasil kebunku disana. Disebelahku ada seorang bapak-bapak berusia sekitar lima puluh sampai enam puluh tahunan, dia adalah Pak Regar. Pria asli batak ini menjual ayam potong, walaupun wajahnya terlihat sangar, namun siapa sangka pria ini adalah seorang yang baik, dia meminjamkan uang kepada para pedagang disana yang sedang membutuhkan modal. Dan para peminjam tidak di targetkan bunga pinjaman darinya, yaa bisa dibilang jika mau kasih lebih dari pokok uang yang di pinjam, silahkan saja. Namun jika tidak ada juga tidak masalah.

“Baru datang kau Di?” kata dia

“Iya pak, tadi sempat diganggu makhluk halus waktu lewat hutan di dekat rumah saya” kataku sambil terus menyusun daganganku

“Bah, makhluk apa yang berani ganggu kau?”

“Ya setan disana pak”

“Jangan takut kau Di, makhluk begitu, jika kita takut dia malah makin berani”

“Ya bagaimana tidak takut Pak, orang saya juga pengecut”

“Ah ini kau kuberi sesuatu, aku dapat ini bukan dari orang sembarangan. Jika kau nampak makhluk itu lagi, kau lempar saza pakai ini” kata Pak Regar sambil memberikanku satu kantong plasik kecil berisi garam kasar.

“Apa ini pak?” kataku sambil melihat-lihat lebih jelas lagi “ah hanya garam biasa” fikirku dalam hati.

“Itu ular kobra Di…! YA GARAM LAAAHH…. Tapi itu bukan garam biasa, nanti bagi dua denganku ya. Kau bisa tambah dengan garam kasar dirumahmu jika itu mau habis” kata dia

“Hahahaha Pak Regar bisa saja.. Oke pak, terima kasih banyak ya pak” kataku

“Ah, sama-sama”

***

Matahari mulai menampakkan sinarnya, pertanda sudah waktunya beres-beres. Setelah semua perlengkapanku sudah siap semua di atas motor, akupun pamitan kepada Pak Regar.

Saat hendak menghidupkan motorku dan beranjak pulang, aku melihat rombongan bang Aswin, bang Imam dan beberapa pemuda dari kampung tetangga. Kamipun berjalan beriringan sampai ketujuan masing-masing.

Sesampainya di rumah, aku melihat jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat, aku langsung kekamar mandi dan mengganti pakaian. Istriku telah menyiapkan sarapan untukku yang sudah tersusun rapih di atas meja. Setelah agak segar, aku langsung menyantap makanan itu.

“Nanti habis makan mau ngopi dulu atau langsung tidur mas?” tanya istriku

“Aku langsung tidur kali mah, capek banget” kataku sambil terus menyantap hidangan terlezat dari istriku

“Yasudah, aku mau kerumah Pak Rahman dulu ya. Mau bantu-bantu disana” kata istriku

“Bantu-bantu apa mah? Memang ada acara apa?’

“Loh mas tidak tau ya? Si Miswan meninggal kan mas…” kata istriku

PPRRFFFTTTT………!!!!!!!!

Nasi yang sedang kukunyah seakan keluar lagi mendengar berita yang begitu mengejutkan dari istriku. Bagaimana tidak? Kemarin sore Miswan dan aku baru saja ngobrol di mata air itu, walaupun awalnya ada Miswan “palsu” yang menemaniku disana.

“Serius kamu mah?!” tanyaku

“Iya mas, tadi pagi dia dan Budi mau menyeberang ke desa sebelah. Namun mereka tidak naik motor, mereka lewat kali yang dibawah itu loh mas. Lalu sampai tengah-tengah perahu mereka terbalik, dan Miswan mati tenggelam” kata istriku

Bagaimana bisa Miswan yang jago berenang bisa mati tenggelam?, sedangkan Budi yang tidak bisa berenang malah selamat? Sewaktu kecil, kami sering bermain-main di kali itu. Kali itu memang sangat lebar, di tepi kali itu terdapat dua buah perahu yang di sediakan disana untuk kepentingan warga yang hendak menyeberang ke desa sebelah, begitupun sebaliknya.

Aku masih tidak habis fikir dengan peristiwa ini, jangan-jangan yang kemarin aku lihat di mata air itu adalah pertanda akan kehilangan seorang sahabat kecilku yaitu Miswan.

“Ya sudah ya Mas, aku jalan dulu” kata istriku sambil menggendong anakku

“Iya mah, hati-hati. Nanti aku nyusul deh” kataku

Apa yang terjadi sebenarnya?

Aku terus memikirkan peristiwa ini. Kematian Miswan benar-benar diluar akal sehatku. Aku harus menemui Budi untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya. Aku segera menghabiskan sarapanku, dan bergegas ke rumah Miswan, karena ku fikir Budi juga pasti ada disana.

Sesampainya di rumah Miswan, rumah itu sudah didatangi banyak orang. Aku lalu masuk kedalam rumah Miswan dan kulihat jenazah Miswan sudah dikafani dan siap untuk dikuburkan. Disebelah jenazah itu ada Budi yang masih terlihat syok. Aku lalu menghamiri Budi dan memberikan kode untuk bicara diluar.

Kami duduk agak menjauh dari keramaian. Tanpa basa basi aku langsung menanyakan kronologi sebenarnya atas peristiwa itu.

Dengan suara masih menahan tangis, Budi menceritakan semua kepadaku.

Pagi itu mereka berniat untuk pergi ke desa sebelah, dengan maksud menanyakan informasi pekerjaan dari salah satu kerabat Miswan yang tinggal di sana. Awalnya Budi sudah menyarankan untuk naik motor saja mengambil jalur memutari kali tersebut, Karena Budi memang tidak bisa berenang dan takut sekali dengan kali itu, mengingat sewaktu kecil dia pernah tenggelam disana.

Namun Miswan memaksa dan berjanji akan menolongnya jika terjadi apa-apa nantinya. Dengan terpaksa Budipun menurut, dan akhirnya mereka sepakat untuk melewati kali besar tersebut. Mereka menggunakan satu buah perahu kecil disana, aruspun terlihat sangat tenang saat itu. Namun entah kenapa saat tiba di tengah kali, perahu mereka seperti ada yang mendorong dari samping, dan menebalikkan mereka berdua.

Saat pertama kali jatuh, mereka berdua sudah sempat pegangan pada perahu yang sudah dalam posisi terbalik. Namun tiba-tiba Miswan seperti ditarik dari bawah oleh sesuatu.

Miswan sempat berontak dan pegangan erat pada tangan kanan Budi, dan Budipun sekuat tenaga menarik Miswan sambil tangan kirinya berpegangan erat di perahu tadi. Karena tidak sanggup menahan kuatnya tarikan dari bawah, Miswan akhirnya melepaskan pegangannya pada tangan Budi.

Budipun panik lalu teriak-teriak minta tolong. Beberapa warga lalu datang menggunakan sebuah perahu yang agak besar dan menyelamatkan Budi. Namun Miswan tidak dapat tertolong, dan tubuhnya di temukan beberapa puluh meter dari tempat mereka tenggelam.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close