Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUTAN ANGKER DI LAMPUNG (Part 5)


GARAM DARI PAK REGAR
JEJAKMISTERI - Budi terlihat begitu sedih, dia merasa bersalah karena tidak mampu menyelamatkan sahabatnya yang meninggal karena tenggelam. Aku berusaha menenangkan dia, dan berkata bahwa kejadian itu bukan salahnya. Miswan itu pandai berenang, pasti ada sesuatu yang menarik tubuh Miswan hingga dia terseret kedalam kali yang besar itu.

Setelah selesai mendengarkan cerita Budi, kami kembali kerumah Miswan. Aku duduk disebelah kiri jenazah Miswan, sementara Budi di sebelah kanannya. Aku terus memperhatikan wajah Miswan yang sudah rapih didandani lengkap dengan kapas yang telah menutup kedua lubang hidungnya. Wajahnya sudah mulai membiru.

Benar-benar diluar akal sehatku, apa sebenarnya yang sedang terjadi, dan mengapa ada Miswan palsu yang kutemui sebelum Miswan meninggal. Sebuah isyaratkah itu?

Sesekali aku melihat kearah Budi, air matanya seakan telah habis untuk menangisi sosok sahabatnya yang kini telah terbujur kaku.

Waktu telah menunjukkan pukul sebelas siang, dan tibalah waktu untuk memakamkan jasad Miswan. Sebuah keranda yang berada di surau diambil oleh beberapa warga dan kini telah siap menunggu dihalaman rumah Miswan.

Kami mengangkat tubuh Miswan dan merebahkannya diatas keranda. Setelah keranda yang terbuat dari besi itu ditutup, aku lalu menutupinya dengan kain hijau berlafadz “Laa Ilaaha Ilallah”. Kemudian, keranda itu diangkat oleh beberapa warga, lalu kami jalan beriringan menuju pemakaman di ujung jalan setapak yang sering aku lalui ketika hendak kepasar.

Sesampainya di pemakaman, tubuh Miswan lalu dimasukkan ke liang lahat, sebuah peristirahatan terakhir yang pastinya akan kita alami juga juga nantinya. Setelah tali pengikat pada kain kafan dibuka, perlahan-lahan tanah mulai dimasukkan kedalam lubang kubur. Tubuh Miswan yang telah dibungkus kain putihpun semakin lama semakin tak terlihat, tertimbun tanah yang masih berwarna agak merah.

Isak tangis pun terdengar dari sanak keluarga Miswan.

***

Setelah kematian Miswan, aku jadi agak takut bila keluar malam-malam melewati pemakaman itu. Terlebih ada rumor yang berkembang di masyarakat kalau ada beberapa petugas ronda yang melihat sosok Miswan. Ada yang melihat sosok itu berdiri di pinggir makam, dan terus mengeluarkan kata-kata minta tolong kepada warga yang lewat. Ada juga beberapa ibu-ibu yang sedang mencuci baju pada sore hari di pinggiran kali, melihat sebuah tangan dari dalam air yang seakan meminta tolong untuk di tarik keatas.

Ahhh.. cerita-cerita itu membuat aku semakin takut saja. Dan sialnya lagi malam ini aku harus kembali kepasar dan tentu saja aku mesti melewati jalur di pemakaman itu.

Setelah semua hasil kebun sudah terikat kencang di atas jok belakang motor, aku pun meninggalkan rumah untuk pergi kepasar. Dan seperti biasa sebelum memasuki area pemakaman, aku mengucapkan do’a-do’a berharap mata ini tidak melihat sosok ghaib disana.

“Numpang-numpang…. Anak bagong mau lewat…”

Ketika sepeda motorku sudah hampir melewati area itu, aku melihat ada sebuah aliran air di pinggir jalan. Aku terus memperhatikan, "Dari mana aliran air ini datang?" fikirku sambil terus mengendarai sepeda motorku. Soalnya hari itu tidak ada hujan yang turun, dan jalan sangat kering sekali.

Ketika beberapa lama, aku melihat sesosok tubuh yang berdiri diam dipinggir jalan, dan ternyata dari sosok itulah aliran air itu berasal.

MISWAN!!!!

Aku kaget bukan main, lalu menarik gas motorku kuat-kuat. Sekilas sosok itu seperti menjulurkan tangannya kearahku. Aku panik bukan main.

"Kenapa aku yang pengecut ini malah sering berurusan dengan makhluk ghoib sih?"ucapku dalam hati

Aku terus mempercepat laju motorku, sampai tibalah aku di jalur utama. Aku teringat garam yang di berikan oleh Pak Regar. Aku memberhentikan laju motorku sebentar, lalu mengeluarkan garam itu dari bungkusan plastik kresek yang kutaruh di kantong jaketku. Kugenggam garam itu di tangan sebelah kiri, dan melanjutkan laju motorku.

“Mampus luh! Nongol gw siram garem ntar... asin-asin dah lu pada”

Kini laju motorku agak ku pelankan, dan kali ini aku si pengecut malah berharap ada sosok yang muncul di jalur yang membelah hutan ini.

Namun anehnya, sampai pasar aku tidak mengalami kejadian-kejadian aneh lagi. Benar-benar mujarab garam ini.

Setelah memarkir motorku, aku memasukkan garam tadi ke kantong plastik lagi, dan segera menemui Pak Regar untuk menceritakan kehebatan garam ini.

“Ah, sudah kubilang kan. Ini bukan garam sembarangan Di” kata Pak Regar dengan logat Bataknya

“Iya pak, giliran saya mau garemin malah gak ada yang nongol”

“Hahahaha, takut asin mereka”

Akupun lalu menggelar terpalku dan menaruh hasil kebunku diatasnya untuk kujual malam ini.
[BERSAMBUNG]

*****
Selanjutnya

*****
Sebelumnya

close