Jiwa Yang Tersesat (Part 11)
JEJAKMISTERI - "GAWAT...!!!"bagai tersengat aliran listrik bertegangan tinggi, aku tersentak, manakala melihat Nyai Weling yang telah bersiap untuk menyerang Gayatri dari belakang. Kepala siluman ular itu condong kebelakang untuk mengambil ancang ancang, lalu sekejap kemudian sosok siluman itu melesat cepat ke arah Gayatri dengan mulut terbuka lebar, menampakkan sepasang gigi taringnya yang berkilat tajam seolah siap mengoyak bagian tubuh terlarang dari Ratu Gayatri.
"Gayatriiii...!!! Awas dibelakangmuuuu...!!!" aku berteriak sekencang yang aku bisa, sambil terus meronta ronta, berusaha membebaskan diri dari belitan bangkai siluman ular yang membawaku melayang turun itu. Kedua kakiku yang masih menjuntai bebas kuayun ayunkan sekuat tenaga. Juga sebelah tanganku yang memegang tongkat peri itu. Dan entah kebetulan atau bagaimana, saat tanganku mengayunkan tongkat itu kebelakang, aku merasakan sebuah kekuatan yang entah darimana datangnya, mendorong tubuhku melesat kedepan, terlepas dari belitan bangkai siluman ular itu dan meluncur deras, mengarah tepat ke Nyai Weling yang juga tak kalah cepat meluncur ke arah Gayatri.
"Sial!" setengah kesadaranku mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Jika aku sampai berbenturan dengan sosok siluman itu, maka dipastikan akulah yang akan hancur lumat menjadi perkedel. Namun kekuatan yang mendorongku itu sepertinya tak bisa kukendalikan. Aku terus melesat ke depan. Bahkan semakin cepat. Tak ada pilihan lain. Segera kuacungkan tongkat periku kedepan untuk melindungi tubuhku, meski aku tak yakin apakah tongkat itu akan sanggup melindungiku atau tidak.
"Kyai...!!! Awaaasss...!!!" kembali aku berteriak. Kali ini yang kuperingatkan adalah Kyai Jambrong yang menjadi tunggangan Ratu Gayatri.
"Groooaarrr...!!!" harimau itu mengaum keras sambil terus menyerang lawan lawannya dengan membabi buta. Sepertinya teriakanku juga tak didengarnya.
"Whuuusss...!!!" tubuhku meluncur semakin dekat. Tinggal beberapa detik lagi untuk bertabrakan dengan sosok Nyai Weling.
"Bodoh! Jangan nekat!" samar kudengar seruan dari arah belakangku. Mataku masih sempat melirik ke arah asal suara itu. Dayang Kesambi rupanya, yang juga melesat cepat menyusulku dan berusaha melindungiku dari benturan dengan Nyai Weling yang bisa saja mencelakaiku.
"Kesambi pengecut! Jangan kabur kau!" beberapa jengkal dibelakang Dayang Kesambi, Dayang Seruni juga tak kalah cepat mengejar Dayang Kesambi dan berusaha menggagalkan rencananya.
Terlambat! Semua sudah terlambat, karena sesaat kemudian aku merasakan sebuah benturan dahsyat yang diiringi oleh suara menggelegar dan jeritan kematian yang Cumiakkan telinga.
"Blaaarrr...!!! Blegaaaarrr...!!! Arrrggggghhh...!!! Heeeggghhh...!!!"
Aku merasakan sebuah kekuatan maha dahsyat yang menghimpit tubuhku dari segala arah. Tubuhku mengejang kaku. Rasa sakit yang teramat sangat kurasakan, seolah sekujur tubuhku dicabik cabik oleh kekuatan tak kasat mata itu.
Samar aku masih bisa melihat kilatan taring Nyai Weling yang sudah nyaris mengoyak tubuhku, sebelum kurasakan sesosok tubuh menyambar dan memelukku, membawaku berputar hingga kini tubuh yang memelukku itu menjadu tameng bagi diriku dari ancaman taring Nyai Weling. Bersamaan dengan itu kulihat kilatan cahaya keemasan yang berkelebat dari tangam sosok yang menyambarku itu, menghantam tepat ke arah Nyai Weling.
"Dhuaaarrr...!!!" kembali ledakan keras terdengar. Aku dengan masih dipeluk oleh sosok penolongku yang ternyata adalah Dayang Kesambi itu terlempar sampai beberapa tombak dan jatuh bergulingan diatas tanah. Demikian juga dengam Nyai Weling. Siluman ular itu juga terlempar mundur beberapa langkah. Tapi sepertinya kondisinya jauh lebih baik dariku. Sosok siluman itu masih bisa bangkit kembal dan bersiap untuk menyerang.
Ledakan keras yang barusan terjadi ternyata sanggup menarik perhatian Kyai Jambrong dan Ratu Gayatri. Harimau loreng itu segera berbalik. Dan begitu melihatku telah terkapar tak berdaya, semakin meledaklah amarahnya. Dengan diiringi oleh auman keras, harimau jadi jadian itu melompat kedepan dan langsung menerjang Nyai Weling yang juga sudah siap menyerang, sementara Ratu Gayatri melompat dari atas punggung Kyai Jambrong dan melayang cepat kearahku.
Pertarungan sengit terjadi antara Kyai Jambrong dan Nyai Weling. Harimau jejadian itu mengamuk sejadi jadinya, membuat Nyai Weling yang memang bukan lawan yang seimbang untuk Kyai Jambrong menjadi bulan bulanan. Digigit, dicakar, dibanting, dan diinjak injak tanpa sempat memberi perlawanan lagi, hingga tak butuh waktu lama siluman ular itupun tewas dengan tubuh hancur tanpa berbentuk lagi.
Sorak sorai kemenangan terdengar membahana dari pasukan peri. Sementara pasukan siluman ular yang melihat pimpinan mereka telah tewas segera kabur kesegala arah untuk menyelamatkan diri. Beberapa pasukan peri masih sempat mengejar dan membantai beberapa dari mereka.
"Dayang Kesambi! Apa yang terjadi? Kenapa engkau dan manusia ini bisa sampai kemari? Dimana Dayang Seruni?" Ratu Gayatri bertanya dengan nada marah bercampur cemas, melihat kondisi Dayang Kesambi yang sepertinya sudah sekarat dan masih tetap memelukku dengan sangat erat itu.
"Ma...afkan ham...ba Gusti Ratu! Ham...ba mengabai...kan perintah Gusti Ratu! Dayang Seruni berkhianat dan... membeberkan rahasia Gusti Ratu kepada Nyai Weling! Ham...ba terpaksa...."
"Dayang Seruni?!" Ratu Gayatri mendesis tajam, lalu berbalik dan menatap ke arah Dayang Seruni yang kini berdiri terpaku di kejauhan sana. Tewasnya Nyai Weling sepertinya menyadarkan dayang itu. Dan melihat tatapan tajam dari sang kakak, Dayang Seruni semakin sadar kalau posisinya saat itu sedang terancam. Panglima perang dari kerajaan peri itu segera berbalik dan bermaksud untuk melarikan diri. Namun gerakannya kalah cepat dengan gerakan sang kakak yang segera mengayunkan sebelah tangannya kedepan. Sulur sulur tanaman rambat melesat cepat menjerat tubuh Dayang Seruni. Ratu Gayatri lalu menarik lengannya kebelakang, hingga tubuh Dayang Seruni yang telah terjerat itu menyentak kedepan dan jatuh terbanting tepat dihadapan Ratu Gayatri.
"Seruni! Kau harus menjelaskan ini semua!" sentak Ratu Gayatri tegas.
"Hihihi..! Tak ada yang perlu dijelaskan mbakyu! Kau sudah tau semuanya kan? Dan itu semua bukan murni kesalahanku mbakyu! Kau sebagai kakak sekaligus Ratu di negeri ini, tak bisa berbuat adil bahkan kepada adikmu sendiri! Kau terlalu tamak! Bukan hanya soal kekuasaan, bahkan untuk satu jiwa manusia yang kuinginkanpun, kau tak mau meluluskannya!"
"Oh, jadi kau masih kesal karena aku tak mengijinkanmu untuk menyentuh sang pangeran ya? Pikiranmu terlalu picik Seruni! Dan soal kekuasaan, bahkan seluruh rakyat di negeri ini tau kalau aku tak pernah menginginkannya! Kalau bukan karena amanat dari kedua orang tua kita..."
"Cih! Banyak alasan!" Dayang Seruni mendecih. "Tak usah banyak omong Mbakyu! Dan kalau kau memang seorang Ratu yang pantas dihormati, jangan bersikap pengecut! Ayo! Bebaskan aku! Agar kita bisa bertarung sampai salah satu dari kita mati!"
"Lancang! Berani kau menantangku Seruni?!"
"Kenapa? Kau takut Mbakyu?"
"Kalau kau bukan adikku, sudah kuhabisi kau dari tadi!" dengus Ratu Gayatri. "Tapi aku masih punya perasaan Seruni! Kuberi kau kesempatan untuk merenungi kesalahanmu ini didalam bilik penjara. Dayaaannggg...!!! Cepat ringkus pengkhianat ini dan jebloskan kedalam penjara!"
"Baik Gusti Ratu!" beberapa dayang mendekat dan berusaha untuk membawa Dayang Seruni yang masih terbelenggu oleh sulur sulur tanaman rambat itu. Namun diluar dugaan, Dayang Seruni mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membebaskan diri. Dan begitu usahanya telah berhasil, dengan cepat ia melesat dan menyerang Ratu Gayatri yang telah berbalik dan melangkah pelan ke arahku yang masih tergeletak tak berdaya didalam pelukan Dayang Kesambi.
"Gusti Ratu! Awaaasss...!!!" beberapa dayang segera berkelebat untuk menahan serangan Dayang Seruni. Namun sepertinya terlambat. Gerakan Dayang Seruni sangatlah cepat. Dan Ratu Gayatripun tak punya kesempatan untuk mengelak. Tak ada pilihan lain bagi ratu peri itu selain memapaki serangan dari sang adik dengan kibasan tangannya. Dua kekuatan besar beradu. Ledakan keras kembali terdengar, disusul dengan terpentalnya Dayang Seruni sampai beberapa tombak kebelakang, sebelum akhirnya terhempas ketanah dengan tubuh nyaris hancur tak berbentuk.
"Seruniiii...!!!" sadar akan tindakan fatal yang telah ia lakukan, Ratu Gayatri segera menghambur ke arah sang adik yang telah tergeletak tak berdaya itu. Ratu peri itu lalu jatuh terduduk dihadapan jasad sang adik yang telah tewas dengan kondisi yang sangat mengenaskan.
Isak tangis Ratu Gayatri terdengar lirih. Pelan pelan ia merengkuh jasad sang adik dan membawanya kedalam pelukannya. "Seruni! Maafkan mbakyu Seruni! Mbakyu...., mbakyu tak sengaja..., mbakyu..., SERUNIIIIIIIIII...!!!"
Gema suara Ratu Gayatri yang menyayat hati menggetarkan seantero tempat itu. Aku sampai tercekat mendengarnya. Pelan pelan aku berusaha bangun setelah melepaskan pelukan tangan Dayang Kesambi dari tubuhku. Samar kulihat jasad Dayang Seruni semakin memudar. Sedikit demi sedikit jasad itu berubah menjadi titik titik kecil bercahaya keemasan yang melayang naik ke angkasa. Semakin lama titik titik itu semakin banyak, seiring dengan jasad Dayang Seruni yang juga semakin memudar dan memudar, untuk selanjutnya benar benar lenyap tanpa meninggalkan bekas sama sekali.
Suasana di bekas medan pertempuran mendadak menjadi senyap. Para peri prajurit kerajaan satu persatu mendekat dan bersimpuh dibelakang sang Ratu dengan wajah menunduk. Bahkan Kyai Jambrong yang biasanya selalu tampil sangar itu kini melangkah pelan dengan kepala sedikit menunduk, lalu ikut mendekam disamping Ratu Gayatri. Suasana duka sangat jelas terasa.
Aku yang juga bisa merasakan duka yang dialami oleh Ratu Gayatri, berusaha bangkit meski sekujur tubuhku terasa remuk redam. Dayang Kesambi yang sejak tadi tergeletak diam disebelahku juga seoertinya telah sadar dan menggeliat bangun.
"Apa yang...., ah, syukurlah! Kau selamat kisanak!" ujar dayang itu lemah.
"Ya. Ini semua juga berkat pertolonganmu Dayang Kesambi. Terimakasih banyak. Kau sendiri tak apa apa kan?" sahutku.
"Aku..., arrghh, sekujur tubuhku seperti remuk redam! Tapi tak apa, paling tidak aku masih hidup," Dayang Kesambi berusaha untuk bangkit. Tapi sepertinya luka yang didapatnya akibat dari benturan dengan serangan Nyai Welung tadi lumayan parah. Terbukti dayang itu kembali jatuh terkapar saat berusaha untuk bangkit.
"Jangan paksakan dirimu Dayang Kesambi," seruku.
"Ya. Sepertinya aku benar benar ...., eh, apa yang terjadi disana?" ujar Dayang Kesambi saat melihat kerumunan para peri yang duduk bersimpuh itu.
"Dayang Seruni. Ia tewas ditangan kakaknya sendiri." jawabku.
"Astaga! Jadi..., kisanak, bisa kau bantu aku untuk mendekat kesana? Gusti Ratu pasti...."
"Ya. Aku juga ingin kesana. Ayo, biar kupapah kau mendekat kesana," aku mencoba membantu Dayang Kesambi untuk berdiri, lalu pelan pelan memapahnya mendekat kearah kerumunan itu.
Hening terasa saat kami ikut duduk bersimpuh diantara kerumunan para peri itu. Suasana duka yang mendalam sangat jelas terasa. Aku hanya bisa menunduk, ikut merasakan duka yang dialami oleh Ratu Gayatri. Sementara Dayang Kesambi yang terlihat masih sangat lemah itu tetap berusaha untuk tersadar dengan menyandarkan tubuhnya pada tubuhku. Sambil berbisik lemah dayang itu menyandarkan kepalanya ke bahuku.
"Ini semua salahku! Andai tadi aku bisa mencegah tindakan nekat Dayang Seruni, ini semua tak akan pernah terjadi!"
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya