Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH KELAM KELUARGA SAKTI (SEDOSO ASMO)

CERITA INI MENGANDUNG UNSUR KEKERASAN !!

Ada sebuah cerita kelam dimasa lalu, yang menarik saya ulas.

Disini saya menjadi Arjuna murid dari mbah dewandaru, yang termasuk sedoso asmo atau 10 keluarga sakti.


JEJAKMISTERI - Suatu hari,
Saat sudah mendapatkan Ilmu Hitam dengan cara bertapa dan segala ritual yang sudah kulakukan selama 12 tahun, disuatu tempat.

Aku memutuskan untuk kembali ke Desa, karena rindu pada Ayah, Ibu, Adikku, dan teman-temanku didesa.

Desa ini berada didalam Hutan, atau tepat ditengah-tengah Hutan.

Berbekal penglihatan indera keenam, aku berjalan menyusuri Hutan ini, tanpa dibantu penerangan, hanya cahaya Rembulan yang menerangi Hutan ini.

Hanya Makhluk teman perjalananku menuju desa.

Desaku sendiri, masih percaya dengan segala Roh Leluhurnya, jadi tak jarang banyak sekali penduduk didesaku yang mempunyai Kesaktiannya masing-masing,

Dan Makam Roh Leluhur penduduk didesaku tepat berada dibelakang rumahnya masing-masing.

Saat sudah berada didepan desaku, muncul suara teriakan Warga,

"Tolonggg!!"

Aku adalah orang yang sebenarnya masa bodo, dengan apa yang terjadi. 

Karena teriakan tersebut berasal dari, depan desa, mau tak mau, aku harus melihatnya sekedar mengecek apa yang terjadi.

Warga sudah berbondong-bondong berkumpul didepan desa, kau segera menuju ke arah warga tersebut.

Kulihat ada seorang tergeletak ditanah, tanpa kepala dan tangan, ditengah-tengah Warga yang sudah berkumpul.

Aku yang melihat peristiwa itu, segera melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Karena ku yakin, pembunuhnya bukan orang biasa.

Sesampainya dirumah aku disambut hangat oleh, Ibuku yang bernama, Bu Andriani.

Ibuku : "Nak, Arjuna sudah pulang" Aku hanya tersenyum dan segera menuju kamar, untuk merebahkan badan. Karena lelah dalam perjalanan.

Tak terasa aku terlelap dalam tidur. Keesokan harinya,

Ibuku : "Arjunaa..."

Suara memanggil namaku, berhasil membuatku bangun dari pulasnya tidur semalam. Aku segera menghampiri suara itu berasal. Yang ternyata berasal dari, luar rumah.

Aku sudah berada diluar rumah, dan kulihat teman-temanku, seperti sedang menungguku.

Aku : "Ada apa, Iman?"

Iman : "Engga, mau ngajak ngobrol aja, kan udah lama ga ketemu"

Aku : "Yasudah, Man duduk, silahkan"

Aku segera mempersilahkan temanku yang lainnya duduk dibale depan Rumah, setelah itu kami berbincang hangat, tak lama terdengar teriakan Warga sambil berlari.

"Tolonggg!! Tolongg!!"

Iman segera memberhentikan warga yang sedang berlari.

Iman : "Ada apa, Pak?"

Warga : "Ada yang meninggal dekat pohon bambu"

Iman menyuruhku dan teman-temanku untuk melihat.

Iman : "Ayo, Arjuna, Bimo dan Cipta, kita lihat"

Aku menolak, 

Aku : "Udah, kamu aja sana lihat, aku gatertarik"

Tapi mereka memaksaku, untuk ikut sekedar melihat.

Iman : "Sudah, Ayo lihat aja sebentar"

Aku pun harus, menuruti permintaan temanku, dan segera kami menuju, tempat yang dimaksud Warga tersebut.

Sesampainya disana, lagi-lagi seorang tergeletak ditanah, tanpa kepala dan tangan.

Aku : "Ah, bosan sekali aku, Man, melihatnya, sudah aku mau pulang"

Iman : "Pasti, yang membunuhnya adalah orang Sakti, Ya, Arjuna, aku jadi takut"

Aku : "Kok takut, Man?"

Iman : "Ya, karena sampai sekarang, pelakunya tidak tertangkap, Warga pernah mengejar pelaku tersebut, tapi tidak dapat dan ia hilang tiba-tiba"

Aku : "Aku, tak heran, sudah aku mau pulang"

Aku segera menuju Rumah.

Sesampainya dirumah, kulihat ayahku sedang duduk dibale, bersama kopi, dan rokok ditangannya.

Ayahku sama sepertiku, seperti masa Bodo tentang kejadian-kejadian di Desa ini, aku segera menuju Ayahku, ia seperti sedang menungguku, sekarang, aku sudah berada didepannya.

Ayahku menarik asap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan tepat diwajahku.

Ayahku : "Nak, bagaimana Ilmu Tugumanik Wijayakusuma, mu? Sudah sempurna kah?" 

Aku mengambil rokok yang berada didekat cangkir kopi, lalu membakarnya.

Kemudian, Aku mengangguk.

Ayahku : "Baguslah, tinggal ku ajarkan nanti Ilmu selanjutnya, Ilmu Ciung Wanara"

Aku : "Baiklah, aku memang menginginkan Ilmu itu"

Lagi-lagi ayahku menghembuskan asap rokoknya tepat diwajahku,

Ayahku : "Tenang saja"

Setelah itu kami berbincang hangat seperti biasa.

Malam hari, aku dan Ayahku melakukan ritual seperti biasa, membakar kemenyan, dan memancing tuyul-tuyul untuk dimasukkan kedalam botol kaca kecil.

Tuyul tersebut akan dijual ke orang yang mau memelihara tuyul.

Disini sudah biasa dengan hal itu, memang untuk kebutuhan karena didesa ini sebagian mata pencariannya hanya dari makhluk halus.

Tiba-tiba terdengar suara dari luar rumah, seperti memanggil Ayahku.

"Pak Darsa?!?" 

Ayahku segera menghampiri suara itu berasal, aku mengikutinya dari belakang, aku dan Ayahku, sudah berada diluar Rumah, kulihat ada beberapa warga didepan rumahku.

Ayahku : "Ada apa, Pak?"

Warga : "Ada yang Mati, Pak dekat pohon bambu"

Ayahku dan Aku hanya menggeleng-geleng kepala, seolah sudah bosan mendengarnya.

Terpaksa Aku dan Ayahku harus kesana, untuk melihatnya.

Aku dan Ayahku segera menuju tempat yang dimaksud Warga, sesampainya disana, ku melihat bayangan seseorang, dibalik pohon bambu.

Ia pun melihatku, tapi seseorang itu segera berlari, dan aku segera mengejarnya, entah mengapa ia berlari sangat cepat, hingga hilang ditelan gelapnya malam.

Aku segera kembali ke tempat, Ayahku dan Warga tadi.

Sesampainya disana, aku segera mengajak ayahku pulang, karena ada sesuatu yang harus kubicarakan dengannya.

Aku : "Yah, mari kita pulang"

Ayahku mengangguk Paham, kami segera menuju ke rumah.

Sesampainya dirumah, aku segera menatap ayahku, serius.

Aku : "Pelaku, pembunuhan itu mempunyai Aji Kidang Kuning"

Ayahku : "Bukan pelaku, tapi para pelaku"

Aku : "Maksud ayah, dia tak sendiri?"

Ayahku : "Aku pernah melihat, salah satu dari mereka, malam, itu, dia menggunakan Ilmu Halimun untuk menghilang, ayah tak melihat jelas seseorang itu, tapi dia berasal dari Warga sini"

Aku terdiam sejenak, seolah berfikir.

Aku : "Siapa, mereka sebenarnya?"

Ayahku : "Entahlah, tapi, aku mulai tertarik dengannya"

Setelah itu ayahku langsung pergi kekamarnya.

Aku terdiam dan masih memikirkan, mereka itu siapa.

Keesokan harinya, aku segera menyambangi rumah temanku yang bernama Iman, ia pasti tahu sesuatu tentang pembunuhan yang terjadi didesa ini, sesampainya dirumah Iman,

Tokkk... Tokkk.... Tokkk....

Tak lama, keluar temanku yang bernama Iman.

Iman : "Eh, ada Arjuna, mari masuk"

Aku segera masuk kerumah Iman, dan duduk disebuah bangku terbuat dari kayu, iman ikut duduk didepanku.

Iman : "Ada apa? tumben, kesini"

Aku : "Aku mulai tertarik, dengan pembunuhan yang ada didesa ini"

Iman : "Lalu?"

Aku : "Aku, ingin mencari tahu siapa pembunuhnya itu, ya, mungkin kamu tahu sesuatu tentang itu"

Iman membakar rokoknya,

Iman : "Aku sih hanya Curiga dengan Adipramana"

Aku terdiam seolah berfikir,

Aku : "Tapi, pelakunya tidak hanya satu"

Iman menatapku,

Iman : "Adipramana, mempunyai teman yang sakti-sakti sekali"

Aku : "Jika memang dia pelakunya, akan kubunuh dia"

Iman : "Coba saja, kau bunuh, salah satu dari mereka, atau kau bunuh langsung Adipramana"

***

Aku : "Coba nanti malam kusantet dia, sudah aku pulang dulu"

Imanpun mengangguk, setelah itu aku segera menuju rumah, ditengah perjalanan, aku menemukan seorang mayat tergeletak ditanah, dengan keadaan tanpa kepala dan tangan.

Aku terdiam sejenak seolah berfikir, didepan mayat tersebut, aku tahu sekali, mereka membunuh untuk menyempurnakan kesaktiannya.

Dan segera melanjutkan perjalanan menuju rumahku.

Sesampainya dirumah aku segera mencari Ayahku, untuk membantuku membunuh Adipramana.

Ternyata Ayahku sedang berada dikamar,

Aku : "Yah, aku tahu siapa pembunuhnya"

Ayahku menatapku,

Ayahku : "Siapa?"

Aku : "Adipramana, dan teman-temannya"

Ayahku : "Kau tau darimana?"

Aku : "Pelaku pembunuhnya, pasti untuk menyempurnakan kesaktiannya"

Ayahku tertawa,

Ayahku : "Hampir, semua orang didesa ini, sakti-sakti"

Aku terdiam seolah membenarkan perkataannya.

Ayahku menghampiriku,

Ayahku : "Tapi, Ayahpun curiga dengannya, Yasudah nanti malam kita coba membunuhnya"

Malam hari,
Aku dan Ayahku segera memasuki ruangan yang memang biasa dipakai untuk menyantet dan mencari tuyul.

Ayahku segera membakar kemenyan, dan terdapat cangkir-cangkir berisi darah, serta sesajen lainnya.

Ayahku : "Mereka akan susah dibunuh, tapi, ayah pastikan mereka mati malam ini" Aku mengangguk mengerti.

Dan segera Aku dan Ayah meminum darah yang berada dicangkir tersebut, suasana Hening, hanya lilin yang menerangi, mata kami terpejam, mulut kami mulai merapalkan mantra.

Setelah lama, akhirnya Aku dan Ayahku, membuka mata, dan kami saling menatap, lalu mengangguk seolah misi kami berhasil.

Aku dan Ayah bermandikan keringat, membuat kami harus menuju kamar kami, karena hal tadi, cukup melelahkan bagi kami.

Keesokan harinya, aku yang sedang bersantai dibale depan rumah, bersama ayahku, 

"Tolong!!! Tolong!!!" 

Tiba-tiba terdengar suara teriakan, dari salah satu warga, sambil berlari, melewati rumah kami.

Ayahku segera memanggil warga tersebut, karena ingin tau, apa yang sebenarnya terjadi.

Ayahku : "Pak, ada apa?"

Warga itu menghampiriku dan Ayahku.

Warga : "Ada yang mati, didekat pohon Jati" 

Lalu, warga itu melanjutkan menuju Pohon Jati, untuk melihat Korban pembunuhan.

Aku dan Ayahku saling menatap,

Aku : "Bukan, Adipramana, pelakunya"

Ayahku mengangguk seolah menyutujuinya.

Aku : "Susah sekali, bila mencari pembunuhnya disini, mereka semua sakti"

Ayahku menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu menghembuskannya tepat diwajahku.

Ayahku : "Sudahlah tak usah, kau ambil pusing, biarkan warga ini mati semua, dengan cara itu kita tau siapa, pembunuhnya, hahaha"

Aku ikut tertawa mendengar pernyataan Ayahku.

Akhirnya aku kembali masa bodo dengan segala peristiwa yang terjadi didesa ini.

Malam hari, aku dan Ayahku mengitari Hutan untuk mencari benda-benda pusaka leluhur, yang masih berada diHutan ini.

Ayahku dan Aku segera keluar dari desa, menembus gelapnya malam, tanpa dibantu penerangan, 

Ayahku : "Berhenti"

Aku menuruti permintaan Ayahku, kulihat matanya terpejam, tangannya seperti meraba tanah, dan mulutnya merapalkan mantra.

Ayahku seperti menarik,
sesuatu dari bawah tanah,

Ayahku : "Dapat.."

Kulihat ia memegang suatu benda pusaka, seperti manusia kecil, rambut putihnya memanjang, giginya bertaring, dan kedua tangannya menyilang didada serta kuku-kukunya yang memanjang, biasa disebut Batara Karang (Jenglot).

Ayahku : "Lumayan menambah koleksi, Ayo cari lagi"

Lalu Ayahku menaruh benda pusaka itu dikantong kresek, dan kami melanjutkan perjalanan menyusuri Hutan ini, untuk mencari benda-benda pusaka yang masih tertinggal di Hutan ini.

Krekk!!

Terdengar suara seperti seseorang yang sedang menginjak ranting pohon.

Membuat Aku dan Ayahku, mengarahkan pandanganku ke arah suara itu berasal, aku melihat bayang seseorang dibalik pohon, aku dan Ayahku segera berlari menuju pohon tersebut, aku dan Ayahku sudah berada dipohon tersebut, namun tak ada siapa-siapa disini.

Aku segera menatap Ayahku,

Aku : "Benar, salah satu pelaku, itu, mempunyai Ilmu Halimunan"

Ayahku mengangguk, 

Tsss!!!

Seperti cairan, jatuh mengenai pipiku, mengaruskanku memegang cairan tersebut dengan jariku, dan melihatnya, yang ternyata cairan tersebut adalah darah, kusegera melihat keatas pohon, ternyata membuatku menggeleng-geleng kepala, karena kaki seseorang tergantung diatas pohon tersebut, tanpa kepala dan tangan.

Aku : "Yah, lihat diatas pohon, ada yang, mati, lagi"

Ayahku segera menengok keatas pohon,

Ayahku : "kitapun tak tau siapa itu yang mati, kepalanya saja tidak ada, udah ayo kita mencari benda pusaka lagi, sudah bosan Ayah melihatnya"

Aku dan Ayahku segera melanjutkan perjalanan mencari benda pusaka, tanpa menghiraukan mayat tersebut,

Ayahku : "Berhenti.. Coba kau ambil benda pusaka yang disebelah kaki Ayah"

Aku segera meraba tanah, dan memejamkan mata serta merapalkan mantra, tak lama terasa benda padat ditanganku, dan segera membuka mata.

Aku dapat benda pusaka, yang biasa disebut keris.

Aku : "Coba, diterawang, didalamnya ada khodam apa?"

Sambil memberikan keris tersebut, kepada Ayahku.

Ayahku memegang Keris tersebut, dan mengenggam erat keris itu sambil memejamkan mata.

Ayahku tertawa,

Ayahku : "Keris ini hanya berisi siluman berkepala Ular, tapi, tidak apa-apa untuk menambah koleksi kita"

Lalu Ayahku segera memasukan keris itu didalam Kantong Kresek.

Ayahku : "Ayo cari lagi"

Aku dan Ayahku segera melanjutkan perjalanan, saat hendak melanjutkan perjalanan,

Kruskk!! Kruskk!! Kruskk!!

Terdengar seseorang seperti berlari dibawah rumput ilalang, membuatku dan ayah menoleh, kearah suara itu berasal.

Aku : "Ada orang disana, Yah, Ayo kejar"

Ayahku segera berlari mendahuluiku.

Aku segera mengejar ayahku dari belakang, dan kami sudah berada tepat disuara itu berasal, tapi tidak ada siapapun, kecuali, diujung rumput ilalang, kumelihat seseorang sedang manaruh mayat, ditanah. 

Dengan tubuhnya membelakangiku dan ayahku.

Aku : "Hey!! Pembunuh!!"

Tanpa menoleh kebelakang, pelaku tersebut segera berlari, secepat kilat hingga tak terlihat oleh pandangan mataku dan ayah.

Aku : "Benar, salah satu pelaku itu mempunyai Ilmu Aji Kidang Kuning"

Ayahku mengangguk,

Ayahku : "Sudah, itu tidak penting, aya kita cari pusaka lagi"

Ayahku segera berjalan, mendahuluiku.

Setelah lama, tak dapat-dapat, akhirnya kami memutuskan untuk menangkap tuyul.

Ayahku : "Sudah, tangkap tuyul saja"

Aku mengangguk menyutujuinya, ku segera membakar kemenyan dan Ayahku mengeluarkan botol kaca kecil, setelah itu kami duduk bersila, memejamkan mata dan merapalkan mantra.

Tak lama, kami membuka mata, terlihat banyak tuyul dihadapan kami.

Segera Ayahku merapalkan mantra, dan tangannya seperti mengambil sesuatu yang tak kasat mata, lalu memasukkannya kedalam botol kaca tersebut, setelah kami rasa cukup.

Ayahku : "Ayo pulang"

Aku dan Ayahku segera menuju rumah, malam semakin gelap, hawa dingin semakin menusuk tulang.

Plukk!!!

Terdengar seperti suara benda jatuh, aku dan Ayahku segera mengarahkan pandangan, kearah suara itu berasal, ternyata mayat seseorang, lagi-lagi tanpa kepala dan tangan.

Aku mengarahkan pandanganku keatas pohon, karena sepertinya mayat ini berasal dari atas pohon.

Ternyata ada seseorang, aku melihatnya, tapi tidak terlalu jelas.

Aku : "Diatas pohon itu, ada salah satu pelaku pembunuhan, itu, Yah"

***

Sambil menunjuk kearah pohon yang menjulang tinggi.

Ayahku segera mengarahkan pandangannya keatas pohon tersebut.

Tak lama, seseorang itu, mengetahui bahwa sedang diamati, lalu ia melompat dari pohon tersebut ke pohon lainnya.

Ayahku dan Aku saling menatap,

Ayahku : "Salah satu dari mereka mempunyai, Ilmu Lepas Lumumpat"

Aku : "Benar-benar penjahat yang bukan main-main"

Ayahku : "Lihat saja, kalau mereka tertangkap, aku akan menjadikan salah satu dari mereka, koleksiku"

Aku hanya menggeleng-geleng kepala,

Ayahku : "Sudah ayo pulang"

Aku pun melanjutkan perjalanan kerumah, sesampainya dirumah, aku segera merebahkan badan, karena lelah, tak terasa aku terlelap dalam tidur.

Keesokan harinya, aku yang sedang duduk dibale depan rumah sambil menghisap rokok.

Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat, menusuk hidungku, bersama warga yang berjalan menuju kerumahku,

Warga : "Nak Arjuna, ini Adikmu bukan?"

Sambil menunjukan mayat seseorang, tanpa kepala dan tangan.

Aku langsung pergi masuk kedalam rumah, untuk memanggil Ibuku dan Ayahku.

"Ibuuuu?!!! Ayahh?!!!!"

Ternyata Ibu dan Ayahku berada diruang tamu.

Ibu : "Ada apa?" 

Aku : "Si Arny, kemana ?"

Ibu : "Dari semalam, dia belum pulang, katanya main sama temannya."

Aku langsung menatap serius Ayahku,

Aku : "ARNY, MATI, DIA DIDEPAN SEKARANG BERSAMA WARGA!!!"

Ibuku dan Ayahku, segera menuju keluar, dan aku mengikutinya dari belakang.

Ayahku, Ibuku dan Aku, sudah berada diluar rumah, dan Mayat adikku, tergeletak dibale, para warga hanya menontoni seperti pertunjukan yang menarik, ibuku yang melihat, adikku yang sudah tak berbentuk, segera memeluknya sambil menangis.

Sedangkan Ayahku, terdiam seperti mau meluapkan Amarah,

Ayahku : "MEREKA, BERANI SEKALI, BERMAIN-MAIN DENGAN KELUARGA KU"

Ayahku menatapku serius,

Ayahku : "NANTI MALAM, AKU DAN KAU, AKAN MELAKUKKAN TAPA PENDHEM"

Aku mengangguk mengerti.

Ayahku menatap warga,

Ayahku : "TOLONG KALIAN SEMUA PERGI !!"

Warga terdiam dan segera meninggalkan rumahku,

Ayahku : "Cepat kita, buat 3 kuburan dibelakang"

Sambil mengarahkan pandangnnya padaku.

Aku dan Ayahku segera mengambil cangkul, dan menuju kebelakang rumah, untuk, membuat 3 kuburan.

Malam hari,
3 kuburan itu sudah selesai kami buat, ayahku segera mengangkat tubuh Adikku, dan menguburkannya disalah satu kuburan itu.

Setelah selesai, ayahku menatap ibuku,

Ayahku : "Kuburkan Aku dan Arjuna, hanya cukup 3 hari"

Ibuku mengangguk, aku dan Ayahku segera memasuki lubang kuburan itu, dengan badan seperti mayat pada umumnya.

Lalu ibuku segera menutup kuburanku, dan ayahku, dengan tanah.

3 hari kemudian,
Ibuku menggali kuburanku dan ayahku. Ayahku menatapku,

Ayahku : "KITA CARI MEREKA BERADA, ARJUNA"

Aku mengangguk mengerti, aku dan Ayahku menuju tempat biasa menaruh benda-benda pusaka milik Keluarga kami, kemudian kami mengambil 2 pedang, yang sudah dilumuri darah ayam sejak 3 hari lalu.

Ayahku : "MEREKA, PASTI BERADA DI HUTAN INI, AYO, KITA CARI MEREKA"

Sambil berjalan mendahuluiku, serta pedang yang berada ditangannya, aku mengikutinya dari belakang, sambil menenteng pedangku.

Kami berjalan menuju hutan, dan menembus gelapnya malam, kami sudah berada dihutan,

Kruskk!! Krusskk!! Krusskk!!

Terdengar suara seperti orang yang tengah berlari, membuat kami harus mengarahkan pandangan kearah suara itu berasal.

Ternyata ada seseorang yang  sedang berlari, tapi kali ini kami berhasil melihat dia berlari.

Ayahku : "Itu dia salah satu pelakunya, ayo ikuti dia"

Sambil berjalan mendahuluiku, aku hanya mengikuti ayahku sambil mengamati, sang pelaku berlari.

Kami berhenti sejenak, karena sang pelaku masuk kedalam sebuah rumah yang tidak bisa dilihat oleh sembarangan orang.

Ayahku : "Ternyata mereka menggunakan Ilmu Halimunan untuk menutupi markas mereka"

Aku mengangguk mengerti,

Ayahku : "Ayo, kita kesana"

Aku dengan segala kemarahanku berjalan mendahului Ayahku.

Dan tak lama, kami sudah berada tepat dirumah tersebut.

Aku segera menendang pintu tersebut bersama suara pintu,

Brakk!!!

Aku dan Ayahku, segera masuk kerumah tersebut.

Kretekk!! Kretekk!! Kretekkk!!!

Kulihat 2 orang yang tak asing sedang memakan jari jemari korbannya, dan 1 orang lagi seperti sehabis memuaskan nafsu pada korbannya.

Aku : "IMAN?!!! CIPTO?!! BIMO?!! BIADAB!!! "

Mereka kaget melihatku dan Ayahku,

Aku : "TERNYATA KALIAN PELAKU PEMBUNUHAN YANG ADA DIDESA INI !!"

Iman, Bimo, dan Cipto terdiam dan hendak lari, ayahku segera menutup pintu rumah tersebut, dan sekarang mereka berada dihadapan Aku dan Ayah.

Ayahku mengambil rokok dikantong celananya, membakarnya dan menghisap rokoknya dalam-dalam.

Lalu menghembuskannya tepat diwajah Iman,

Ayahku : "Mau kemana?"

Mereka terdiam, kulihat raut wajahnya sangat panik.

Cipto dan Iman mengambil golok, lalu menghunuskannya ketubuhku dan ayahku berkali-kali.

Namun Aku dan Ayahku malah tertawa,

Ayahku : "Keluargaku adalah 10 Keluarga sakti, yang ada diwilayah ini, dan kalian sudah, main-main dengan Keluargaku"

Aku menambahkan,

Aku : "Aku, memang awalnya tak tertarik dengan para pelaku pembunuhan yang ada didesa ini, aku memaklumi karena tahu, itu adalah salah satu cara agar kalian mempunyai ilmu yang sakti kan? Tapi jika kalian membunuh adikku, jelas, aku sangat tak menyukainya"

Mereka lagi-lagi mencoba membunuhku dan ayahku, dengan cara menghunuskan goloknya, dan memukul kami bertubi-tubi, namun aku dan ayahku sama sekali tidak merasakan kesakitan, dan tak ada darah kami yang mengucur.

Ayahku : "Kami takan mati sebelum waktunya"

Sambil memukul mereka, lalu mereka terjatuh lemas, seperti tak berdaya.

Aku : "Mungkin menarik, jika kalian dibunuh didepan warga desa" 

Ayahku tertawa,

Ayahku : "Benar"

Lalu Ayahku mengeluarkan tali, dan mengikat mereka, kemudian kami menyeretnya menuju desa.

Sesampainya didesa, ayahku berteriak.

"WARGA AKU DAPAT PARA PELAKU PEMBUNUHNYA"

Warga yang mendengar segera berhamburan keluar, mereka kaget, karena pelakunya adalah warga desa ini sendiri.

Tiba-tiba ada warga yang berteriak,

"ITU ANAKKU!!"

Sambil berlari menuju kami, warga tersebut, memeluk erat anaknya masing-masing.

Aku dan Ayahku saling menatap mengerti, kemudian Ayahku, menarik salah satu warga tersebut, yang ternyata adalah Ayahnya Iman.

Ayahku menatap tajam Iman,

Ayahku : "LIHAT, INI LIHAT BAIK-BAIK"

Sambil melayangkan pedangnya ke tangan ayahnya Iman, dan berhasil membuat tangan itu putus, bersama teriakan.

"Aaaaa...."

Teriakan itu dibalas oleh tawa ayahku,

"Hahaha."

Belum selesai,

Ayahku segera menggorok leher Ayahnya Iman, bersama darah yang mengucur deras, iman pun terdiam, melihat ayahnya dibunuh didepan matanya.

Setelah itu Ayah dari Cipto aku seret kehadapan Cipto.

Aku : "CIPTO, LIHAT INI!!"

Sambil melayangkan pedangku ke kepala Ayahnya Cipto, dan berhasil membuat kepala itu putus.

Cipto berteriak, 

"Ayahh...."

Lagi-lagi aku tertawa bersama Ayahku, warga lainnya hanya terdiam melihat peristiwa itu, tak ada yang berani mendekat.

Ayahku mendekati Iman, lalu menatapku,

Ayahku : "Bagaimana, jika temanmu, aku kuliti hidup-hidup?"

Aku mengangguk menyutujuinya, tak pakai lama, Ayahku segera menguliti, tubuh iman secara perlahan, darahnya mulai keluar bersama teriakan kesakitannya,

"Aaaaa...."

Kemudian aku menyeret Bimo, dan hendak memenggal kepalanya, kulayangkan segera pedangku ke kepalanya, dan berhasil membuat kepalanya putus, tapi, tak lama kepalanya menyatu kembali.

Aku : "Ternyata, dia memiliki Ilmu Pancasona"

Ayahku : "Tidak apa-apa, kita kuburkan hidup-hidup, lumayan buat koleksi"

Aku tertawa mendengar pernyataan ayahku, dan segera menuju Cipto.

Aku : "Cipto, bagaimana melihat temanku dikuliti? Bukan temanku lagi, tepatnya temanmu haha"

Cipto terdiam pasrah, aku menatap ayahku,

Aku : "Bagaimana, jika dia dibakar hidup-hidup"

Ayahku mengangguk menyetujuinya, segera saja aku membakar Cipto hidup-hidup.

Ia terlihat menggeliat, seperti kepanasan, bersama teriakannya.

"Aaaaa...."

Dan Cipto dan Iman sudah, mati.

Aku : "Tinggal Bimo"

Ayahku : "Cepat, ambil cangkul, biar kita kubur dia hidup-hidup"

Aku segera mengambil cangkul, dan tak lama kembali lagi, dengan membawa 2 cangkul.

Ayahku : "Cepat gali"

Aku dan Ayahku segera menggali tanah untuk membuatkan kuburan.

Setelah selesai, aku dan ayahku segera melemparkan Bimo ke liang lahat.

Setelah itu kami kubur dia hidup-hidup.

Bersama teriakannya.

"Tolonggg!! Ampunnn!!"

Aku dan Ayahku tertawa,

"Hahahaha"
SELESAI

Ilmu Aji Kidang Kuning : "Ilmu yang membuat sipemilik itu lari secepat kilat hingga tak terlihat oleh pandangan Mata"

Ilmu Halimunan : "Ilmu yang membuat sipemilik menghilang oleh pandangan mata secara tiba-tiba dan bisa membuat suatu bangunan tak terlihat oleh mata biasa"

Ilmu Lepas Lumumpat : "Ilmu yang membuat sipemiliknya, bisa melompat tinggi"

Ilmu Ciung Wanara : "Ilmu yang membuat sipemiliknya, bisa mengalahkan seseorang yang sangat sakti sekalipun"

Tapa Pendhem : "Adalah bertapa dengan cara menguburkannya hidup-hidup, demi mengaktifkan pandangan terhadap Alam Ghaib tingkat tinggi"

Ilmu yang dimiliki Ayahnya Arjuna adalah Ilmu Ciung Wanara, dan Ilmu Tugumanik jayakusuma.

Dan Arjuna memiliki ilmu tugumanik jayakusuma, yang didapatkan selama ritual 12 tahun.

Ilmu Tugumanik Jayakusuma adalah Ilmu yang membuat sepemilik itu kebal luar biasa dan tidak bisa mati sebelum waktunya.

Dan dia melakukkan tapa pendhem untuk mengetahui keberadaan para pelaku.

~SEKIAN~
close