KISAH KERATON DALEM AGUNG PAKUNGWATI, KASULTANAN CIREBON DAN BANTEN
CeritaRakyat - Keraton Dalem Agung Pakungwati yang terletak di Kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat ini, menjadi salah satu bukti peninggalan sejarah yang masih ada. Dimana bangunan Keraton Dalem Agung Pakungwati yang berdiri pada tahun 1430 M dan bergaya arsitektur Majapahit ini didirikan oleh Pangeran Cakrabuana atau Walangsungsang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cerbon.
Pangeran Cakrabuana adalah salah satu keturunan Raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Sebutan Keraton Dalem Agung Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati. Dimana karena rasa cinta dan kasih sayangnya yang mendalam terhadap putri sulungnya mendorong Pangeran Cakrabuana memberikan nama keraton yang pertama di Cirebon ini dengan nama Pakungwati.
Di Komplek Keraton Dalem Agung Pakungwati terdapat tiga bangunan, yakni Petilasan Pangeran Cakrabuana, Petilasan Sunan Gunung Jati dan rumah Pengeran Cakrabuana. Petilasan ini pada masanya digunakan untuk perundingan tingkat tinggi para Wali serta untuk mengatur strategi perang.
Selain itu, di sekitarnya terdapat Sumur Upas yang diartikan sebagai racun. Konon di sumur inilah dahulu para prajurit keraton merendam pusaka kerajaannya dengan racun untuk digunakan melawan penjajah. Sumur Upas ini juga lebih dikenal dengan nama Sumur Soka karena tempatnya berada persis di bawah pohon soka besar.
Nyi Mas Pakungwati atau kadang juga di sebut Nyi Dalem Pakungwati menurut naskah Kuningan adalah anak pertama hasil perkawinan antara Pangeran Walangsungsang dengan Nyimas Kencana Larang.
Nyi Mas Kencana Larang sendiri adalah putri dari Ki Gede Alang-Alang yang merupakan seorang Kuwu Cirebon pertama sekaligus juga sebagai Syah Bandar pelabuhan Muara Jati. Pernikahan antara Pangeran Walangsungsang dengan Nyi Mas Kencana Larang terjadi ketika Pangeran Cakrabuana dianggap sukses mengemban jabatan Pangraksabumi (Raksabumi) di padukuhan Cirebon yang dikepalai oleh Ke Gede Alang-Alang.
Nyi Mas Pakungwati mempunyai dua orang adik laki-laki yaitu Pangeran Kejaksan dan Pangeran Pajarakan. Lalu arti nama dari Pakungwati dalam bahasa Cirebon Secara Etimologi bermaksud artinya adalah "Udang Betina," karena memang kata “Pakung” artinya yakni "udang" sedangkan kata “wati” artinya yakni “perempuan”.
Dinamakan “Pakungwati” karena Pangeran Walangsungsang sendiri dikisahkan sebagai seorang penemu Trasi, yang mana salah satu bahan pembuatannya terbuat dari udang, dikisahkan kecintaan dari Pangeran Walangsungsang pada udang begitu tinggi, maka tidak mengherankan beliau kemudian menamai anaknya dengan nama “Pakungwati” selain maknanya “Udang Betina” juga bermakna putri dari "pencari udang" (P. Walangsungsang)
Selama hidupnya, Nyi Mas Pakungwati dikisahkan sebagai putri Pangeran Walangsungsang yang paling disayang, karena selain cantik, beliau juga dikisahkan sangat penurut, sebab itulah dikemudian hari Pangeran Walangsungsang menamai Keraton Kesultanan Cirebon dengan nama “Keraton Pakungwati”.
Kemudian Nyi Mas Pakungwati dinikahkan oleh ayahandanya dengan Sunan Gunung Jati
setelah beberapa lama beliau menjadi penguasa di Cirebon yang di tunjuk langsung oleh Pangeran Walangsungsang.
Di ceritakan saat itu, sang Pangeran Walangsungsang kedatangan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang tak lain merupakan anak dari adiknya yaitu Nyi Mas Rara Santang yang menikah dengan penguasa Mesir. Kemudian Syarif Hidayatullah menetap dan tinggal di Cirebon. Selama beberapa waktu tinggal di Cirebon, Syarif Hidayatullah rupanya menunjukan prilaku yang baik serta dianggap mampu oleh Pangeran Walangsungsang untuk mensyiarkan agama Islam di Cirebon dan menggantikan kedudukannya sebagai penguasa Cirebon. Sunan Gunung Jati kemudian dijodohkan dengan Nyimas Pakungwati oleh Pangeran Walangsungsang sebelum akhirnya diangkat menjadi Penguasa Cirebon menggantikan kedudukannya.
Lalu Ratu Dewi Pakungwati tersebut menikah dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian oleh Sunan Gunung Jati Keraton Dalem Agung Pakungwati dikembangkan untuk mensyiarkan agama Islam di pulau Jawa.
Sehingga Keraton Dalem Agung Pakungwati di Kota Cirebon, Jawa Barat ini menjadi awal berdirinya Keraton atau Kasultanan Cirebon dan Banten.
Dalam sumber lain pengangkatan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Cirebon karena sebelumnya Pangeran Walangsungsang tidak memiliki anak lak-laki, dari perkawinan pertamaya dengan Nyi Rasa Jati atau Nyi Endang Ayu (Endang Geulis) Walangsung memperoleh 7 anak perempuan, sementara dari perkawinan keduanya dengan Nyi Mas Kencana larang juga melahirkakn anak perempuan yaitu Nyi Mas Pakungwati, oleh karena itu karena pada mulanya tidak memiliki anak laki-laki, akhirnya Pangeran Walangsungsang menyerahkan kedudukannya sebagai penguasa Cirebon kepada Sunan Gunung Jati serta menjodohkannya dengan Nyimas Pakungwati. Meskipun begitu, selepas Syarif Hidayatullah menjabat sebagai Sultan Cirebon ternyata Pangeran Walangsungsang dianugrahi dua anak laki-laki yang kelak dikenal dengan nama Pangeran Kejaksan dan Pangeran Pajarakan.
Selama menikah dengan Syarif Hidayatullah, Nyimas Pakungwati tidak dianugerahi anak, sebab beliu keburu wafat sebelum memperoleh keturunan.
Wafatnya Nyi Mas Pakung Wati dalam legenda yang dituturkan turun temurun, yang kala itu berkedudukan sebagai Ratu Cirebon dikisahkan berkaitan dengan sebuah serangan Menjangan Wulung.
Menjangan Wulung dikisahkan sebagai mahluk penggangu yang dikirim orang-orang yang membenci Islam di Cirebon. Menjangan Wulung sengaja diletakan di kubah/memolo Masjid Agung Cirebon (Sang Cipta Rasa) agar efeknya membuat orang yang berada di dalam masjid menjadi kepanasan sehingga tidak betah berlama-lama beribadah di masjid.
Mengahadapi musibah tersebut, Sunan Gunung Jati bersikap waspada. Beliau selalu berkholwat, mencari petunjuk yang baik kepada Allah SWT untuk menghadapi musuh yang sulit dijinakan atau di taklukkan. Dari hasil kholwat yang dilakukan, Sunan Gunung Jati mendapatkan petunjuk bahwa Menjangan Wulung dapat diusir dan dibunuh dengan cara melakukan Zikir semalam suntuk di Masjid akan tetapi biarpun dapat dibunuh nantinya akan ada korban dari orang yang dicintai Sunan Gunung Jati.
Demi menentramkan Cirebon dari ganguan Menjangan Wulung, Sunan Gunung Jati kemudian mengumpulkan seluruh keluarga serta para pejabat Istana untuk melakukan dzikir di dalam masjid agung, dzikir dilakukan selepas Isya hingga Subuh, pada saat menjelang Subuh Menjangan Wulung yang melekat di atas kubah Masjid Agung terbakar dan meledak, konon ledakannya terdengar sangat kencang, akan tetapi berbarengan dengan hancurnya Menjangan Wulung, Sunan Gunung Jati diterpa kesedihan yang mendalam, sebab konon, Nyi Mas Pakungwati wafat di dalam masjid dalam keadaan bersujud. Selain Nyimas Pakungwati ada lagi satu orang lagi yang wafat, yaitu Nyi Mas Kadilangu yang dikisahkan yakni merupakan sebagai adik dari Kanjeng Sunan Kalijaga.
Wallahu'aklambhisshowab...
Hingga sampai sekarang, Keraton Dalem Agung Pakungwati Kasultanan Cirebon ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun wisatawan dari mancanegara, terlebih saat digelarnya Tradisi Kliwonan dan Napak Tilas bahkan Panjang Jimat.
Sekian dan Terimakasih...
Sesungguhnya semua kebaikan itu adalah datangnya dari Allah dan jika ada kekhilafan dari saya mohon di maafkan.. Semoga bermanfaat.. Salam Rahayu.
Sumber : Sejarah Cirebon
BACA JUGA : PENGANUT PESUGIHAN BABI NGEPET