LELUHUR KERAJAAN PURBA (Part 4) - SOSOK LELUHUR EYANG DHARMAWANGSA
JEJAKMISTERI - Apa sebenarnya maksud nyai memberiku pengetahuan luar biasa ini?
Nyai Sekar : salah satunya adalah karena memang sudah tugas nyai memberimu bekal nak Aksa, di sisi lain nyai merasa segala yang nyai miliki entah itu ilmu atau pengetahuan sudah saatnya diturunkan dan kamu yang nyai rasa pantas mengemban tugas ini. Satu hal, bersumpah lah untuk tidak menyakiti sesamu dan makhluk ghaib lainya bila nantinya kamu telah lulus dalam ujian, kecuali untuk melindungi diri dan keluarga.
Aksa : Baik nyai, aku bersumpah untuk itu. Ku mohon abah dan nyai selalu membimbing dan mengingatkanku.
Kemudian Nyai memberiku banyak ilmu pengetahuan mengenai meditasi dan penyelarasan energi dan ku ketahui di dalam tubuhku adalah sumber energi yang besar dan terkoneksi dari leluhurku. Inti Energi tersebut selaras dengan energi bumi yang tak terbatas, kelak akan ku ketahui bahwa energi ini bisa digunakan sebagai booster atau penyembuhan.
Nyai Sekar juga mengajarkanku semacam tekhnik yang mirip gerakan yoga untuk melatih tubuhku agar dapat sinkron dengan energi bumi dan Matahari. Yang tak kalah penting adalah pelajaran meditasi yang erat hubungannya dengan mengharap doa dan ridho dari Allah Swt.
Nyai Sekar : Nak Aksa, jangan pernah lupa untuk selalu memohon ampun dan memohon perlindungan kepada Allah Swt, sang Hyang Widhi, karena segala yang ada di dunia ini termasuk ilmu dan pengetahuan berasal dari Nya, tanpa ijin dan ridhoNya segalanya tak akan pernah terjadi. Beribadahlah dan selalu panjatkan puja dan puji kepada Rosul dan Allah Swt.
Aksa : Baik nyai, aku akan lebih rajin lagi dalam beribadah.
Kemudia Nyai memintaku memejamkan mata kembali dan bersyukur atas segala yang ku dapati. Setelah kubuka mata aku sudah kembali ke ruang tamu dimana Abah tersenyum ke arahku sembari mengepulkan tembakaunya.
Abah : Nak Aksa, Nyai sudah membekalimu ilmu dan pengetahuan yang sangat bermanfaat nantinya. Persiakan raga dan jiwamu, perbanyak doa dan dzikir, nanti malam adalah bulan purnama dan sudah waktunya untuk hari perjanjian.
Kami sempat melanjutkan obrolan di ruang tamu, istri dan anakku juga ikut nimbrung. Kebetulan ini hari sabtu dan istriku libur, jadi hampir seharian kami asik bercengkrama di rumah Abah.
Senja mulai memudar dan malam datang bersama benderang purnama yang hampir penuh, jam 11 malam nanti aku akan pergi bersama abah untuk memenuhi panggilan batin dari leluhurku. Selepas maghrib kuperbanyak doa dan dzikir sembari menyiapkan batin dan ragaku. Aku sudah memberitahu istriku bahwa malam ini aku akan pergi bersama abah untuk ziarah, karena memang aku belum bisa menjelaskan dengan baik juga.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, seperti instruksi abah ku bawa baju ganti untuk jaga-jaga saja. Abah memintaku tak membawa banyak barang, karena memang tak banyak yang dibutuhkan. Abah sudah menunggu di depan, sebelum berangkat abah hanya menyampaikan kalimat sederhana,
Abah : "nak aksa, mulai dari sini perbanyaklah dzikir dan minimalisir bicaramu, percayakan semua pada abah dan ridho Allah, mohon ampunkan dosa untuk para leluhur dan orang tuamu, kita akan menikmati malam ini dengan jalan kaki".
Sedikit kaget juga karena abah bilang jalan kaki, karena dimana tujuanya saja aku tak tau, tetapi segalanya sudah ku niatkan dan pasrahkan dengan Allah swt. Ku anggukan kepala sebagai tanda paham akan instruksi abah.
Perjalanan dimulai, langkah demi langkah kunikmati sembari malantunkan dzikir dalam hati, abah berada tak begitu jauh di depanku, dengan tubuh yang menua abah tak terlihat lelah bahkan tak ada tanda-tanda menua dalam tubuhnya, abah seperti terlihat lebih muda malam ini. Entah mengapa aku seperti melihat ada semacam mahkota di kepala abah, tapi tak ku hiraukan karena aku harus fokus kedalam dzikirku.
Purnama semakin berpendar, sinarnya semakin memperjelas lekuk malam dan perjalan kami serasa tanpa hambatan. Rimbunan pohon jelas terlihat, seperi banyak pasang mata mengintip di celah-celah, di balik pohon, bahkan aku merasa ada yang mengikutiku dari belakang. Tak ku hiraukan semuanya, walau secara manusiawi rasa takut dan merinding tetap berkecamuk. Aku hampir lupa dimana saat ini, aku benar-benar tak ingat dimana jalan yang kulewati, yang paling kuingat hanyalah selepas dari rumah abah ada pohon besar yang kami lewati, selepas itu aku benar-benar asing dengan kiri kananku.
Tak terasa malam semakin larut dan purnama jelas berada di pucuk kepala, tepat sejajar dengan kepalaku. Abah terhenti di dekat batu besar, seperti sedang berbicara dengan seseorang walaupun tak ada satupun manusia selain aku dan abah. Kuhentikan langkahku sejenak untuk menunggu instruksi abah, sembari kulihat kanan kiriku yang ternyata adalah pagar bebatuan yang kokoh, sekilas seperti pagar pada candi yang memiliki relief. Samar kulihat dari kejauhan, di dekat abah ada semacam kolam yang cukup besar, di sudutnya ada beberapa patung seperti dewi dalam agama hindu.
Kemudian abah memintaku mendekat, lalu menyampaikan hal yang membuatku sedikit merinding.
Abah : Nak Aksa, leluhurmu sudah menunggu, sebelumnya niatkan hatimu untuk membersihkan raga dan ketika sudah siap lepaslah pakaiannmu dan masuklah ke dalam kolam penyucian raga. Kolam itu adalah sumber mata air dari era kerajaan Purba, mata air yang juga digunakan leluhurmu untuk bersuci dan bermeditasi, kolam yang tak begitu dalam dan air yang sangat jernih. Masuklah dengan niat tulus dan hati yang bersih, sesampainya di tengah kolam berjalanlah perlah menuju pohon Bodi di ujung kolam bagian tengah itu. Hening sejenak disana, tepislah segala rasa talut dan hawa yang menganggu, sinergikan energimu dengan air dan sekitar, kemudian masukkan semua bagian tubuhmu kedalam air sebanyak 3 kali sembari memohon ampun atas dosa dan kilafmu selama ini. Setelah selesai bersyukur lah kepada Allah dan mantapkan hatimu untuk melangkah kembali keluar kolam.
Setelah memantapkan hati kulakukan semua instruksi dari abah. Sewaktu di dalam kolam menuju pohon bodi ada semacam hawa yang berkecamuk, perasaan membabi buta, rasa takut, rasa akan kesalahan, dosa dan lain nya beradu didalam hati, hampir menangis rasanya. Kemudian kumasukkan seluruh tubuhku ke dalam air, Sampai di hitungan ke tiga dan selesai aku hampir tersentak menyaksikan pemandangan di depanku. Sebatas mata memandang bukan lagi kegelapan malam dan purnama, bukan lagi kolam yang sedikit menakutkan, tapi sudah berganti menjadi halaman sebuah candi yang begitu indah, tidak terang dan tidak gelap, udara juga tak lagi dingin dan juga gerah, Semuanya seperti pas sesuai porsinya.
Kemudian ku ucapkan syukur dan memantapkan hati kembali ke tepian kolam.
Kulihat disana abah sedang bermeditasi diatas batu datar yang di kelilingi taman yang indah, ada pohon bodi di dekatnya.
oh iya, pohon bodi itu sering digunakan sebagi hiasan pelataran candi, sering juga digunakan untuk berteduh saat meditasi karena Pohon Bodi seperti memiliki energi khusus sebagai penyelaras dan recharge energi.
Hatiku seperti sudah paham langkah selanjutnya, aku ikut duduk di belakang abah untuk bermeditasi dan berserah diri.
Seperti biasa kumulai meditasi dengan mengirim doa dan berdzikir sampai menemui titik hening.
Kemudian ada perasaan yang sama seperti dulu, ada hawa teduh dan hangat menyelimutiku, lalu ada semacam cahaya yang juga tak asing bagiku, samar kudengar suara dari cahaya yang datang didepanku,
"Cucuku, keturunanku dari sekian generasi dan masa, sampailah kau di titik ini, pertemuan sudah menjadi hal yang digariskan. kau bisa memanggilku eyang buyut atau sesuka hatimu saja, namaku adalah "Dharmawangsa" aku adalah Resi/pertapa dari era yang sangat jauh, era purba yang ada sebelum era Kerajaan ada. Kau adalah keturunan dari sekian generasi yang kupilih untuk mewarisi ilmu dan pengetahuan sebagi bekal dalam menjalani kehidupanmu di dunia. Apa yang akan kuberikan ini bukanlah hal yang harus di pamerkan, bukan hal yang bisa kau banggakan, hanya saja semoga bisa bermanfaat untuk dirimu dan sesama".
Semakin jelas suara itu hanyut kedalam telinga dan hatiku, suara yang berwibawa, tegas tapi sangat teduh. Kucoba untuk memperjelas pengelihatanku dan kulihat sosok seperti seorang kakek berjubah putih kecoklatan, bersih dan bercahaya. Janggutnya tak begitu panjang dengan rambut di gulung dibelakang. Auranya begitu kuat memancar tetapi sangat hangat dan menyejukkan. Beliau adalah leluhurku "Eyang Dharmawangsa".
Kuberanikan diri untuk berkomunikasi,
Aksa : Assalamu'alaikum Eyang Dharmawangsa. Cucumu ini merasa sungguh malu dengan segala kekurangan dan kesalahan selama ini, terlebih dalam mendoakan para leluhur. Apa yang eyang sampaikan sungguh menggetarkan hati, terlebih dengan yang eyang sampaikan mengenai terpilihnya cucumu ini untuk mengemban tugas yang mulia itu. Apakah cucumu ini pantas eyang? sedangkan masih banyak yang kurang dari berbagai hal?
Eyang Dharmawangsa : (tersenyum hangat sambil memandangiku dengan sangat teduh). waalaikum sallam. Sudah garisnya, kurang dan batasmu bisa diperbaiki, masih panjang waktumu dalam mempelajari banyak hal, masih panjang waktu berbenah. Mantapkan hatimu untuk menerima segala yang eyang berikan, karena ini bukan ilmu untuk kesaktian atau samacamnya, tapi lebih tinggi dari itu semua, ini adalah inti energi murni dari eyang yang mengandung ajaran budi pekerti dan bisa di gunakan untuk berbagai hal, ketika nanti sudah selaras dengan tubuhmu ia akan sanggup menuntunmu mempelajari banyak hal.
Kulihat Eyang memulai meditasi dan perlahan seperti ada cahaya keluar dari dada, sekilas seperti berbentuk roda bergerigi. Kemudian cahaya tersebut semakin terang dan tanpa aba-aba cahaya tersebut malaju cepat ke arahku...
dan..
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya