Nyi Ratu BLORONG (Part 7)

JEJAKMISTERI - Fyi. Erna waktu masih kerja dipabrik dulunya menjadi rebutan Sarji dan Ronald. Karena Ronald berjanji mau segera menikahi erna, akhirnya Sarji mundur meski sakit untuk merelakan dambaan hatinya diambil teman karibnya.
Udin yang mendengar pembicaraan kedua temannya ini langsung mencari tempat duduk karena rasa penasaran yang tinggi, ia memilih duduk disebelah ruang admin dengan pelan di kursi plastik. Rasa penasaran Udin yang memuncak akan sekilas pembicaraan kedua temannya membuat dia memberanikan diri untuk mendengarkan seluruh percakapan didalam ruang admin. Udin duduk dengan tenang dan memegang buku catatan serta bolpoint untuk mengelabuhi para pegawai kalau ada yang melihat, jadi Udin terkesan sambil merekap hasil kerjanya. Tapi Udin fokus telinganya mendekat disamping tembok ruang admin untuk mendengar dengan jelas.
"Mbujuk, kon Nald?" (bohong kamu Nald). Jawab Sarji sambil melepaskan pelan tangannya dikerah baju Ronald.
"Sumpah Ji, temenan cok" (sumpah ji, beneran cok). Jawab Ronald dengan keras yang meyakinkan Sarji
"Wingi bengi aku ditekani maneh karo Nyi ratu, karepe jaluk adikku seng mari babaran. Nek seng dijaluk adikku wedok siji-sijine iki aku bener-bener gak tego ji. Terus piye iki Ji, aku bingung? Nyi ratu dewe, aku semayani telung dino engkas, sak marine aku gemei duit akeh gae susi assistenku iku." (Kemarin malam aku didatangi lagi sama Nyi ratu, maunya minta adikku yang habis melahirkan. Kalau yang diminta adikku perempuan satu-satunya ini aku benar-benar gak tega Ji. Terus gimana ini Ji, aku bingung? Nyi ratu sendiri, aku janjikan tiga hari lagi, sehabis aku memberi uang banyak kepada susi asistenku itu." Curhat Ronald yang panjang
"Susi asprimu kok tumbalno? gendeng koen Nald!!! asli edan... Opo gelem nyi ratu disemayani?" (susi aspri kamu sendiri tumbalkan? Gila kamu nald!!! Asli gila... apa mau Nyi ratu di kasih janji?) Jawab Sarji kaget dan semakin acuh
"Asuuu pancen koe iki Nald, mari erna sak iki susi" (anjing memang kamu ini nald, habis erna sekarang susi) celetuk Sarji yang munafik
"Yo embuh ji, pas tak omongi ngunu nyi ratu ketoka'ane yo kudu mureng-mureng? tapi kate piye maneh? aku emoh nak adikku dijupuk"(ya gak tahu ji, waktu aku bicarakan begitu nyi ratu kelihatannya ya mau marah-marah!!! Tapi mau bagaimana lagi, aku gak mau kalau adikku diambil). Argumen Ronald
"Paling koe due gendak'an maneh yo, mangkane Nyi ratu sodok mureng-mureng neng awakmu. Ancen awakmu ndablek Nald" (paling kamu punya pacar lagi ya? Mangkane Nyi ratu agak marah-marah kepadamu. Memang kamu bandel Nald). Tebak Sarji
Ronald hanya tersenyum kecil saja, serta menunduk sedikit dengan rasa malu didepan Sarji.
"Wes sak karepmu nald, aku dewe yo ruwet urusane karo bojoku" (sudah terserah kamu nald, aku sendiri ya ribet urusannya sama istriku). Jawab Sarji sambil memegangi kepalanya.
"Nek masalah duitmu sek gurung jangkep, soale iki jek isuk aku yo gurung neng bank. Engko sore ae duite tak terno neng omahmu mesisan aku karo nitip gae pesen wesi" (kalau masalah uangmu belum lengkap, masalahnya ini masih pagi aku juga belum ke bank. Nanti sore saja uangnya tak antar kerumahmu sekalian aku mau nitip buat pesen besi). Pinta Sarji
"Ya wes nak ngunu Ji, aku tak balik sek. (ya sudah kalau begitu ji, saya mau balik dulu" Jawab Ronald.
Setelah pembicaraan mereka terhenti dan Udin yang sudah mengetahui sebagain apa yang sebenarnya terjadi ia langsung berjalan cepat kedepan toko, Udin membaur dengan pegawai yang sudah ada agar kedua temannya tidak curiga. Cukup lama Udin berbicara kepada beberapa pegawai yang juga bawahan Udin, sampai Ronald keluar ruangan dan berjalan melewati Udin. " wes mari nald" (sudah selesai nald) tanya Udin dengan senyum palsunya. "wes din, yo ngunu karo anak buahe seng rukun"(sudah din, ya begitu sama anka buahnya yang rukun) sahut Ronald yang terus berjalan dan mulai naik kedalam mobilnya. Kali ini Ronald sudah mempunyai sopir pribadi, ia langsung duduk bersandar dan menyalakan rokok didalam mobil. Setelah itu sopirnya langsung melajukan mobil Ronald untuk pulang...
Udin yang belum melihat Sarji keluar, ia dengan cepat menuju ruang admin. Dengan wajah kesal, benci dan marah. Udin yang berjalan keruang Sarji seakan mau membunuh tanpa ampun. Saat sampai didepan pintu ia melihat Sarji duduk bersandar dikursi empuknya dengan wajah gelisah. Udin tetap melangkah masuk dan langsung duduk didepannya..
"Ji, mulai sak iki aku prei melu awakmu." (Ji, mulai sekarang aku berhenti ikut kamu) kata Udin dengan tegas
"Lah kenek opo awakmu din" (lah kena apa kamu din). Jawab Sarji mulai kaget
"Gak popo Ji, aku pengen metu ae soko kene" (tidak apa-apa Ji, aku ingin keluar saja dari sini). Tegas Udin lagi
"Sek... sek... Din. Iki sak jane enek opo sek! Ojo ngene, aku paling ngerti awakmu kaet cilik"(sebentar.. sebentar Din, ini sebenarnya ada apa dulu. Jangan begini, aku paling mengerti kamu dari kecil). Kata Sarji meredakan keinginan Udin yang kuat
"Yo wes Ji, aku wes eruh sak iki koen numbalno bapak ibukmu gae dunyo koyo ngene iki" (ya sudah Ji, aku sudah tahu sekarang kamu menumbalkan bapak ibumu buat harta seperti ini). Terang Udin dengan menaruh tasnya dimeja Sarji
Sarji yang mendengar pernyataan itu langsung terhenyak dan diam seribu bahasa, kebiadabannya selama ini telah diketahui oleh sahabat karibnya. Sarji memikirkan bagaimana cara membujuk Udin dan membuat alasan yang masuk akal agar Udin menurut sama Sarji kembali, dia juga berpikir jika ada orang lain yang tahu akan kebiadabannya bisa mendapat masalah yang lebih fatal.
"Koen eruh soko endi din, ojo ngawur nak ngomong koen?" (kamu tahu dari mana din, jangan ngawur kalau bicara kamu?). kata Sarji
"Wes talah ngakuo Ji, aku yo mari krungu dewe soko awakmu karo Ronald, awakmu wong loro iku podo bajingane" (sudahlah ngaku saja ji, aku juga habis dengar dari kamu dan Ronald. Kamu berdua itu sama bajingannya). Cerocos Udin mulai membabi buta
"Sek Din.. sek Din.. tenang ojo ngamuk sek." (sebentar Din... sebentar Din... tenang jangan marah dulu". Kata Sarji
"Aku ora ngamuk ji, mulai sak iki aku metu." (aku tidak marah ji, mulai sekarang aku keluar) Jawab Udin dengan menaruh tas yang berisi buku-buku administrasi usaha Sarji. Ia langung berjalan cepat untuk keluar ruangan..
"Braakkk" suara bantingan pintu ruangan administrasi, Udin yang habis mengenakan sandal dengan cepat berjalan keluar toko.
"Diiiiinnnnnnn... Udinnnn" teriak Sarji dalam ruangan, tapi hanya suaranya saja sedangkan ia tetap didalam ruangan masih memikirkan cara untuk membujuk Udin.
Udin berjalan cepat, sudah tak menghiraukan panggilan Sarji lagi. Jalannya yang terburu-buru membuat sebagain pegawai bawahanya tertegun memandang curiga. Udin sudah tidak memperdulikan semuanya ia hanya punya satu tujuan, yaitu pulang kerumah dan memberitahukan semua ini kepada istrinya.
Baru saja Udin memarkirkan motor diteras, Sarji yang mengikutinya dari belakang sudah sampai didepan rumahnya. Udin sudah tak memperhatikan lagi dan langsung masuk rumahnya, Sarji dengan cepat mengikuti Udin yang masuk kerumah. Udin ditarik dan didudukkan diruang tamunya.
"Wes talah Din, sepurane. Aku mari ngene bakal prei soko pegurone Ronald" (Sudahlah Din, maaf. Aku habis ini mau berhenti dari perguruannya ronal) bujuk Sarji dengan memelas
Udin hanya diam, dan mendengarkan kata-kata dari Sarji tanpa menyahuti. Dengan berbagai bujuk rayu dilontarkan Sarji kepada Udin cukup lama, dan akhirnya Udin luluh juga. Sebab Sarji sendiri tahu kelemahan Udin yang tidak tega melihat kawannya seolah-olah mengahadapi masalah besar sendirian, sore itu juga Sarji minta tolong pada Udin untuk menemaninya pergi kerumah Ronald untuk membayar hutang dan pesan barang.
Selepas magrib, Udin dan Sarji membawa mobil menuju rumah Ronald dengan membawa sejumlah uang. Perjalan dari rumahnya memang memakan waktu sekitar lima jam, dari sore kedua sahabat ini memang belum makan sama sekali. Waktu didalam mobil mereka berdua memutuskan untuk cari makan di ujung gang rumah Ronald saja, sekalian istirahat dan bisa mengajak Ronald nongkrong dikampungnya.
Mobil Sarji masuk kedaerah Ronald sekitar jam sebelas lebih, dan berhenti disamping warung. Warung itu biasanya memang tutupnya jam satu malam, meski didalam kampung pinggiran kota. Jadi tata letaknya warung ini menghadap ketimur di sebelah selatannya warung persis ada pos ronda. Baru selatannya lagi ada pertigaan, dan jalan yang timur adalah jalan menuju rumah Ronald, jaraknya sekitar seratus lima puluh meter dari warung. Sedang jalan yang keselatan menuju areal persawahan.
Di pos ronda ada tiga orang bapak-bapak yang jaga sambil main kartu, sedang diwarung hanya ada Udin dan Sarji yang sedang makan. Malam itu tak ada firasat apapun, Sarji dan Udin makan nasi lodeh dengan lahap. Rencana mereka habis makan, Udin akan memanggil Ronald yang masih berada dirumah. Tapi rencana Sarji tak sesuai harapan mereka berdua. Selesai mereka makan, mereka baru menyulut rokok ada teriakan keras dari jalan yang mengarah rumah Ronald.
"Tolonggggg...tolongggg...tolonggg,,,"
Semua saling berpandangan untuk mencari sumber suara misterius dimalam hari itu, begitu juga bapak-bapak yang jaga dipos ronda. "sinten buk bengok-bengok tengah wengi jaluk tulung" (siapa buk teriak-teriak tengah malam minta tolong) tanya Udin kepada pemilik warung. Ibu itu diam dan ikut mendnegarkan dengan seksama, "iyo mas, sopo yo jam sak mene bengok-bengok iki" (iya mas, siapa jam segini teriak teriak ini) kata ibu pemilik warung yang seketika menghentikan aktifitasnya. Akhirnya Udin dan Sarji lari keluar dari warung dan bergabung dengan bapak-bapak yang sudah berdiri didepan pos ronda. Tak lama kemudian dari yang jalan menuju rumah Ronald samar- samar terdengar ada suara lagi...
"Krimpying...krimpying... krimpying... tarrrr... tarrrr... ctaaarrr" (suara lonceng kuda yang berlari serta suara cambukan)
"Tolong... tolong... tolonggg... ampun... ampun... ampun.... huhuhu... tolong... tolong" (suara teriakan minta tolong seseorang dan tangisnya)
Semua melihat dengan jelas, dari depan pos dengan mata kepala mereka sendiri. kelima orang tersebut hanya diam mematung antara tak percaya dan kenyataan didepannya. Dijalan menuju rumah Ronald terdapat lampu putih di dua rumah, sehingga kejadian malam itu terlihat sangat nyata dan mencekam. Mata mereka berlima melihat seorang perempuan membawa kereta kencana ditarik dua kuda hitam dengan mata merah. Perempuan itu ialah Nyi ratu blorong, wujudnya waktu itu sedang mengendarai kereta kencana, tangan kiri memegang tali untuk kendali kuda. Sedang tangan kananya memegang rantai panjang yang mengikat sesuatu terseret dibelakangnya. Ia tetap memakai baju kemben hijaunya dan berambut ular kecil-kecil diatas mahkotanya dengan mulut menganga semuanya. Serta kulitnya sebagian sudah dipenuhi sisik ular sampai ke wajahnya.
Dibelakang nyi ratu blorong ada dua baris wanita berpakaian serba hijau berselendang, masing-masing barisan terdapat tiga wanita. Untuk dua wanita dibarisan terdepan, memegang cambuk sambil menghajar dan sesekali mencambuk manusia yang terikat rantai didepannya. Tapi semua perempuan ini berjalan dengan tubuh ularnya, hanya terlihat kepalanya dan tangannya yang dipenuhi sisik ular. Sosok seseorang pria memakai celana pendek putih yang dibalut (cawet) sudah diikat mulai leher, perut, serta kedua tangan dan kakinya. Ia berjalan tertatih sambil berteriak minta tolong, menangis histeris dan kesakitan luar biasa akan cambukan yang diterimanya.
Semakin dekat kereta itu datang menuju pos ronda dipertigaan, semakin jelas yang terlihat adalah Ronald teman Udin dan Sarji. "IKU PAK RONALD" gumam lirih bapak yang berada disamping Sarji. Sontak mereka yang berdiri secara cepat melesat lari tunggang langgang tanpa tau arah dan tujuan. Pemilik warung yang tahu orang pada berlarian, tanpa menutup warung ibu-ibu itu ikut berlari kerumah kayu dibelakang warung. Sarji dan Udin ikut bersembunyi mendekam bersama pemilik warung, tapi mata mereka yang penasaran melihat dari celah papan kayu dari ruang tamu rumah itu. Sedang bapak-bapak tadi yang berada dipos ronda lari tak tahu kemana.
Mereka melihat Ronald ditarik dan dicambuk tanpa ampun melewati pertigaan menuju jalan arah keselatan, sampai beberapa menit suaranya menghilang semua. Saat itu juga kampung Ronald menjadi sangat sepi seperti kuburan. Ibu pemilik warung dengan ketakutan luar biasa meminta Udin dan Sarji untuk menutup warungnya, tapi dengan syarat yaitu permintaan Udin untuk diperbolehkan menginap dirumahnya. Ibu itupun langsung masuk kekamarnya dan mengunci dari dalam. Tanpa pikir panjang juga ibu pemilik warung itu juga setuju. Udin dan Sarji dengan cepat mematikan lampu dan menutup warung, setelahnya mereka berlari kembali kerumah belakang dan berbaring diruang tamu. Mereka yang sudah rebahan diruang tamu yang gelap hanya diam dan gelisah, tanpa ada kata terucap satupun dari mereka yang keluar tapi tubuh mereka tetap bergetar ketakutan. Sampai pagi hari mereka tidak ada bisa yang tidur dan masih memikirkan kejadian semalam.
[BERSAMBUNG]
*****
Selanjutnya
*****
Sebelumnya